Standar petunjuk tentang bagaimana seseorang harus bersikap berdasarkan tugas moral dan nilai-nilai (The Josephson Institute) Secara umum, etika merujuk kepada nilai-nilai yang menuntun seseorang, organisasi atau suatu masyarakat tentang benar atau salah, adil atau tak adil, kejujuran atau ketidakjujuran. Perilaku yang ditunjukkan oleh seorang individu tak hanya diukur berdasarkan penilaian pribadinya, tetapi juga dapat diterima secara norma oleh lingkungan masyarakat, profesional atau organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Etika dalam Public Relation Esensi dari aturan bersikap (code of conduct) adalah pada kejujuran dan keadilan Intisari dari etika Public Relation terletak pada jawaban atas pertanyaan ini: Are we doing the right thing? Apakah kita melakukan hal yang benar? Tujuan utama para profesional PR adalah meningkatkan kepercayaan publik terhadap organisasi. Dengan demikian, hanyalah sikap yang menjunjung etikalah yang dapat diterima. Secara sederhana, dalam prakteknya yang mendasari tindakan seorang praktisi PR adalah keharusan memberikan nasihat dan melakukan segala hal yang berhubungan dengan kepentingan jangka panjang organisasi. Dalam kaitannya dengan etika, seorang praktisi PR harus mampu memenuhi standar tertinggi etika personal dan profesional. Di dalam sebuah organisasi, praktisi PR harus mampu menjadi pembawa inisiatif bagi etika perusahaan. Dengan demikian, praktisi PR juga harus membimbing klien ke arah yang etis, terhadap akurasi dan kejujuran dan menjauhi kebohongan serta menutupi kebenaran. Teori Etika Relevan dengan PR The attorney/adversary model (Barney & Black) memperbandingkan profesi pengacara dengan PR karena keduanya sama-sama memberikan nasihat dan melakukan penyeimbangan pesan. Barney & Black beranggapan bahwa praktisi PR tak punya kewajiban untuk memperhatikan kepentingan publik atau lainnya di luar kepentingan klien. The two-way communication model (Grunig) berdasarkan kolaborasi, bekerja bersama orang-orang yang berbeda dan memperbolehkan saling mendengarkan dan give-and-take. Grunig memandang perlunya praktisi menyeimbangkan perannya antara sebagai penasihat klien dan sebagai pengingat akan kesadaran sosial untuk publik yang lebih luas The enlightened self-interest model (Baker) berdasarkan prinsip bahwa bisnis akan berjalan baik jika melakukan hal-hal baik pula. Baker mengusulkan ide bahwa perusahaan akan memperoleh keunggulan kompetitif dan akan dihormati oleh pasar jika mampu bertindak etis. The responsible advocacy model (Fitzpatrick & Gauthier) mempunyai pemikiran berbasis tanggung jawab profesional yang ideal. Loyalitas pertama praktisi adalah terhadap klien, namun mereka juga punya kewajiban untuk menyuarakan opini dari stakeholders organisasi. Dengan demikian, kebutuhan terbesar akan etika terletak pada penyesuaian antara menjadi seorang penasihat profesional dan seorang yang peka sosial. 6 Nilai Dasar PR The Public Relations Society of America (PRSA) telah menjadi pemimpin dalam upaya mendorong profesionalisme di kalangan anggotanya, terutama dalam urusan kode etik. Berikut adalah 6 hal yang diharapkan menjadi landasan para praktisi PR dalam setiap aktivitasnya: 1. Advocacy. We serve the public interest by acting as responsible advocates by those we represent Fitzpatrick & Gathier Contohnya, praktisi PR tak boleh membeberkan rahasia atau data privasi klien, bahkan jika diminta oleh jurnalis. Satu-satunya kemungkinan informasi tersebut diberikan adalah setelah melalui diskusi mendalam dengan pihak klien 6 Nilai Dasar PR 2. Honesty. Contohnya, apabila klien meminta perwakilan PR untuk membumbui kinerja perusahaan, harus ditolak secara diplomatis. Praktisi PR tidak berbohong. 3. Expertise. Contohnya, seorang klien membutuhkan nasihat apakah perlu atau tidak tampil dalam sebuah wawancara TV. Praktisi PR yang terlatih akan mampu membimbing kliennya dengan segala pro dan kontranya. 4. Independence. Contohnya, ketika semua pejabat dalam organisasi setuju untuk menyamarkan kabar buruk mengenai perusahaan, tugas seorang praktisi PR untuk berani bersuara independen. 6 Nilai Dasar PR 6. Loyalty. Contohnya, ketika kompetitor klien menawarkan praktisi uang lebih banyak untuk pindah dari perusahaan tempatnya bekerja, maka sebagai seorang profesional, praktisi PR harus menjaga loyalitasnya. 7. Fairness. Contohnya, ketika ada jurnalis yang kasar dan menjengkelkan memaksa meminta informasi, praktisi PR tetap harus mengedepankan keadilan, tidak boleh menolak mereka. Semua punya hak yang sama.