Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal sampai 2014, dari 38
orang responden yang ada di poliklinik kulit kelamin, VCT dan instalasi rawat
inap di RSUP DR. M. Djamil Padang, telah didapatkan hasil dan ditampilkan
dalam tabel dan narasi sebagai berikut:
4.2 Analisa Karakteristik Responden
4.2.1 Distribusi Frekuensi Jenis Penyakit Pasien Infeksi Menular Seksual
(IMS)
Berikut ini akan disajikan hasil penelitian yang telah diperoleh mengenai
jenis penyakit responden pada pasien Infeksi Menular Seksual (IMS) di RSUP DR
M. Djamil Padang secara distribusi frekuensi.
Secara umum dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Jenis Penyakit Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
di RSUP Dr. M. DJamil Padang
Tahun 2014
Jenis Penyakit F %
Gonore 3 7,89
IGNS 3 7,89
Sifilis 3 7,89
Herpes genitalis 3 7,89
HIV/AIDS 21 55,26
Kondiloma Akuminta 2 5,26
IMS Lainnya 3 7,89
Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 38 responden pasien
yang menderita Gonore 3 orang (7,89%), IGNS 3 orang (7,89%), sifilis 3 orang
(7,89%), Herpes Genitalis 3 orang (7,89%), HIV/AIDS 21 orang (55,26%),
Kondiloma Akuminata 2 orang (5,26%), dan IMS lainnya 3 orang (7,89%). Jadi
jenis penyakit yang di derita pasien yang paling banyak adalah HIV/AIDS
sebanyak 21 orang (55,26 %), sedangkan jenis penyakit yang paling sedikit
diderita pasien adalah Kondiloma akuminata sebanyak 2 orang (5,26%).
4.2.2 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Distribusi frekuensi usia pasien infeksi menular seksual dibagi dalam dua
kategori.
Dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Usia Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014

Usia F %
Resiko tinggi 19 50
Resiko rendah 19 50
Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 4.2 diatas terlihat bahwa dari 38 responden IMS
terdapat pasien yang memiliki usia resiko tinggi terhadap IMS yaitu 19 orang
(50%) dan yang memiliki usia resiko rendah terhadap IMS yaitu 19 orang (50%).
Dari tabel dapat dilihat bahwa pasien yang memiliki usia yang termasuk resiko
tinggi sama banyak dengan pasien dengan usia yang memiliki resiko rendah.
4.2.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Infeksi Menular Seksual
(IMS)
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pasien infeksi menular
seksual dibagi dalam dua kategori. Dapat terlihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014


Jenis kelamin F %
Laki-Laki 22 57,89
Perempuan 16 42,11
Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa dari 38 responden dengan
pasien laki-laki sebanyak 22 orang (57,89%) dan perempuan sebanyak 16 orang
(42,11%). Dari tabel terlihat bahwa IMS lebih banyak diderita oleh laki-laki
dibandingkan perempuan.
4.2.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan pasien infeksi menular
seksual dibagi dalam tiga kategori. Dapat dilihat padatabel 4.4 dibawah ini.






Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Pendidikan Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014

Pendidikan F %
Tinggi 3 7,89
Menengah 23 60,53
Rendah 12 31,58
Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 38 responden pasien
IMS yang memiliki pendidikan tinggi sebanyak 3 orang (7,89%), pasien IMS
yang memiliki pendidikan menengah sebanyak 23 orang (60,53%) dan pasien
IMS yang memiliki pendidikan rendah sebanyak 12 orang 31,58%. Dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pasien IMS yang
paling banyak adalah menengah sebanyak 23 orang (60,53%).
4.2.5 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan pasien infeksi menular seksual
dibagi dalam dua kategori. Dapat terlihat pada tabel 4.5 dibawah ini.





Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014

Pekerjaan F %
Bekerja 28 73,68
Tidak bekerja 10 26,32
Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 38 responden,
terdapat pasien IMS yang bekerja sebanyak 28 orang (73,68%) dan pasien IMS
yang tidak bekerja sebanyak 10 orang yaitu 26,32%.
4.2.6 Distribusi Frekuensi Sikap Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Distribusi frekuensi berdasarkan sikap pasien infeksi menular seksual
dibagi dalam dua kategori. Dapat terlihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Sikap Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014
Sikap F %
Positif 18 47,37
Negatif 20 52,63
Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa dari 38 responden pasien
IMS yang memiliki sikap positif sebanyak 18 orang (47,37%) sedangkan yang
memiliki sikap negatif sebanyak 20 orang (52,63%).
4.3 Pembahasan
4.3.1 Distribusi Frekuensi Jenis Penyakit Pasien Infeksi Menular Seksual
(IMS)
Sebanyak 38 responden sebagai sampel yang diteliti diambil dari 3 tempat
yang berbeda, yaitu: poliklinik kulit dan kelamin, VCT dan instalasi rawat inap.
Dalam pelaksanaan penelitian dengan accidental sampling, pasien seringkali sulit
dimintai untuk meluangkan waktu mengisi kuisioner yang diberikan, terutama di
bagian poliklinik kulit dan kelamin. Responden enggan bahkan menolak untuk
mengisi kuisioner, hal ini menjadikan jenis IMS yang diderita pasien yang berobat
di bagian poliklinik kulit dan kelamin tidak terdeteksi seluruhnya, terutama untuk
jenis penyakit diluar HIV/AIDS seperti: kondiloma akuminata, herpes genitalis,
Gonore, sifilis, candidiasis dan lainnya. Sebagian besar pasien di poliklinik kulit
dan kelamin menganggap penyakit IMS yang dideritanya perlu dirahasiakan dan
mereka sama sekali tidak ingin dimintai informasi apalagi untuk mengisi
kuisioner yang diberikan . untuk pasien IMS yang berobat di poliklinik kulit dan
kelamin tidak banyak setiap harinya, rata-rata 2-3 orang perhari.
Jenis IMS yang paling banyak diderita pasien adalah HIV/ AIDS ini dapat
dilihat dari jumlah pasien yang berkunjung ke poliklinik VCT, dimana poliklinik
VCT hanya diperuntukkan untuk penderita HIV/ AIDS yang ingin berobat. Selain
itu di instalasi rawat inap hanya ditemukan pasien yang menderita HIV/AIDS
sedangkan untuk IMS jenis lainnya tidak ditemukan pasien yang dirawat. Rata-
rata pasien HIV/AIDS yang berobat ke poliklinik VCT sebanyak 7-8 orang dan
tidak seluruh pasien mau dimintai keterangan dan mengisi kuisioner.
Berdasarkan tabel 4.1 tentang distribusi frekuensi jenis penyakit pasien
infeksi menular seksual (IMS) di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014 dari 38
pasien yang menjadi responden, sebanyak 3 orang (7,89%) menderita Gonore, 3
orang (7,89%) menderita IGNS, 3 orang (7,89%) menderita Sifilis, 3 orang
(7,89%) menderita Herpes genitalis, 3 orang (7,89%) menderita IMS lainnya, 21
orang (55,26%) menderita HIV/AIDS dan sebanyak 2 orang (5,26%) menderita
Kondiloma akuminata. Dapat dilihat bahwa HIV/AIDS merupakan jenis IMS
yang paling banyak diderita oleh pasien yang berobat ke RSUP Dr. M. Djamil,
sedangkan jenis IMS yang paling sedikit diderita pasien adalah Kondiloma
akuminata sebanyak 2 orang (5,26%).
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silitonga
(2011) di RSUP H. Adam malik yang menyatakan IMS yang paling banyak
ditemukan adalah kondiloma akuminata yang disebabkan oleh infeksi Human
Papiloma Virus (HPV) yaitu sebanyak 20 orang (29,9%), yang diikuti oleh gonore
dengan perbedaan yang sangat tipis yaitu sebanyak 19 orang (20,4%). Sedangkan
IMS yang paling sedikit adalah herpes simpleks sebanyak 2 orang (3,0%). Begitu
pula dengan hasil penelitian Jazan (2009) di Bitung yang menyatakan IMS yang
paling banyak ditemukan adalah gonore (32%) yang diikuti oleh jenis IMS
klamidia (22%) dan sifilis (9%). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian CDC
pada tahun 2008, yang menyatakan IMS terbanyak adalah klamidia (401,3 kasus
per 100.000 penduduk), kemudian diikuti oleh gonore (111,6 kasus per 100.000
penduduk) dan sifillis.
Berdasarkan asumsi peneliti, perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh
prilaku masyarakat dalam mengobati diri sendiri, tanpa memeriksakan diri atau
berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu. Beberapa jenis IMS dapat diketahui
pengobatannya dengan bantuan internet ataupun berbagai pihak. Sementara jenis
HIV/AIDS yang paling banyak ditemukan pada pasien yang berobat di RSUP DR.
M. Djamil dikarnakan kemungkinan penyakit tersebut menimbulkan berbagai
jenis manifestasi klinis yang tidak dapat ditangani sendiri oleh responden karna
stadium penyakit yang sudah menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga
mereka cenderung memeriksakan dirinya ke petugas kesehatan.
4.3.2 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden penderita IMS
sebanyak 50 % adalah dalam golongan usia dengan resiko tinggi, dan 50 % lagi
berada dalam golongan usia dengan resiko rendah. Disimpulkan bahwa distribusi
frekuensi responden penderita IMS yang mempunyai golongan usia dengan resiko
tinggi sama banyaknya dengan golongan usia resiko rendah. Responden laki-laki
yang menderita IMS sebanyak 14 orang (36,84%) dan responden wanita yang
menderita IMS sebanyak 5 orang (13,86%) adalah golongan usia dengan resiko
tinggi. Pasien laki-laki dengan golongan usia resiko tinggi lebih banyak
dibandingkan wanita, sementara untuk golongan usia dengan resiko rendah,
responden wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki, sebanyak 11 orang
(28,95%) responden wanita dan 8 orang (21,05%) responden laki-laki. Dilihat dari
master tabel usia resiko tinggi pada pasien laki laki berkisar antara 23-34 tahun.
Sementara usia perempuan dengan resiko tinggi berkisar antara 17-19 tahun.
Untuk usia dengan resiko rendah pada laki-laki berkisar antara 35-39 tahun dan
41-52 tahun, untuk perempuan berkisar antara 31-40 tahun.
Dilihat dari golongan usia, responden perempuan dengan resiko tinggi
lebih sedikit daripada resiko rendah dengan kisaran usia 31-40 tahun,
kemungkinan hal ini terjadi karena wanita dengan usia tersebut sudah menikah
dan sudah pernah melakukan hubungan seksual atau dikarenakan juga
pasangannya yang memiliki prilaku seks yang tidak baik. Menurut Lukman dalam
Daili dkk (2011), secara alamiah mukosa vagina dan jaringan leher rahim pada
wanita usia muda peka atau mudah terinfeksi. Namun hal ini berbeda pada hasil
penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang bahwa pasien dengan
golongan usia yang memiliki resiko tinggi (usia muda) lebih sedikit dibandingkan
pasien dengan golongan usia yang memiliki resiko rendah. Beberapa penyebabnya
bisa dikarenakan pada usia dengan resiko tinggi, belum pernah melakukan
hubungan seksual karna belum menikah. Budaya dan nilai-nilai agama yang
masih terjaga di wilayah sumatera barat menjadikan sebagian besar wanita
mempunyai sikap dan prilaku yang baik dalam menghindari faktor resiko yang
menjadikan terjangkitnya seseorang dengan IMS, misalnya: menghindari narkoba,
seks bebas. selain itu usia muda dengan resiko tinggi biasanya merasa malu,
enggan bahkan takut untuk memeriksakan diri ke petugas kesehatan sebelum
mengalami gejala yang parah.
Penelitian yang dilakukan oleh Silitonga (2011) di rumah sakit H. Adam
malik menyebutkan bahwa responden penderita IMS yang paling banyak berasal
dari kelompok usia 30-34 tahun. Meskipun sedikit berbeda, hal ini cukup sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr M. Djamil dimana responden
dengan kelompok usia 30-35 tahun adalah yang paling banyak menderita IMS,
namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan CDC pada tahun 2008 yang
menyatakan kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok usia tertinggi
pengidap IMS yang diikuti oleh kelompok usia 20-24 tahun. Perbedaan hasil
penelitian ini dengan penelitian CDC di Amerika pada tahun 2008, diasumsikan
peneliti disebabkan oleh adanya perbedaan budaya dan gaya hidup, dimana
hubungan seks pranikah lebih umum dilakukan oleh remaja-remaja di Amerika
dari pada di Indonesia. Hal ini menyebabkan masyarakat Amerika terpapar
terhadap faktor resiko penularan IMS pada usia yang lebih muda daripada di
Indonesia.
4.3.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Infeksi Menular Seksual
(IMS)
Pada tabel 4.3 diperoleh bahwa jumlah responden laki-laki lebih banyak
daripada responden wanita yaitu laki-laki sebanyak 22 orang (57,89%) dan
wanita sebanyak 16 orang (42,11%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Samaria, 2013) di RSU Dr. Pringadi Medan yang menyatakan
bahwa jenis kelamin terbanyak penderita IMS adalah pria sebanyak (55,78%).
Namun tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silitonga ( 2011) di
RSUP H. Adam malik Medan yang menyatakan bahwa jumlah responden
perempuan lebih banyak daripada responden laki-laki dengan perbedaaan yang
sangat tipis yaitu (50,7%) dan responden laki-laki (49,3%). Penelitian CDC tahun
2008 juga menyatakan jumlah penderita IMS wanita jauh lebih banyak daripada
pria. (Yani, 2009) juga menyebutkan bahwa dalam penularan IMS, perempuan 5
kali lebih rentan tertular PMS dari pada laki-laki, karena bentuk alat kelamin
perempuan yang lebih luas permukaannya sehingga mudah terpapar oleh cairan
mani yang tinggal lebih lama dari penderita dalam tubuh. Hasil penelitian yang
berbeda bisa disebabkan karena beberapa pasien wanita di RSUP Dr. M. Djamil
yang ingin dijadikan responden menolak untuk mengisi kuisioner, sedangkan pada
pasien laki-laki lebih terbuka untuk memberikan informasi dan mu dijadikan
responden. Sehingga laki-laki lebih banyak terdata dalam penelitian yang
dilakukan.
4.3.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 38 responden yang
memiliki pendidikan tinggi sebanyak 3 orang (7,89%), responden yang memiliki
pendidikan menengah sebanyak 23 orang (60,53%) dan responden yang memiliki
pendidikan rendah sebanyak 12 orang 31,58%. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Silitonga( 2011) yang menyatakan bahwa IMS lebih banyak
ditemukan pada responden dengan tingkat pendidikan terakhir sedang yaitu
sebesar (67,2%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Mamahit
(2007) di Bitung dan dan Manado, Sulawesi Utara yang menyatakan tingkat
pendidikan terakhir terbanyak pengidap IMS di propinsi tersebut adalah tingkat
pendidikan sedang sebanyak 157 orang (75,1%). Namun tidak sesuai dengan
penelitiannya yang dilaksanakan di Jember dan Tulungagung, Jawa timur yang
menyatakan tingkat pendidikan terakhir terbanyak adalah tingkat pendidikan
rendah yaitu sebanyak 121 orang (52,6%).
Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia.
Pendidikan dapat diartikan suatu proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk tinngkah laku lainnya dalam masyarakat dan
kebudayaan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima
hal-hal baru dan mudah meyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Sehingga
semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Tingkat
pendidikan mempengaruhi prilaku dan menghasilkan banyak perubahan,
khususnya dibidang kesehatan, oleh karena it semakin tinggi tingkat pendidikan
formal seseorang akan menjadikan semakin mudah menyerap informasi termasuk
juga informasi kesehatan dan akan semakin tinggi pula kesadaran untuk
berprilaku hidup sehat (Notoadmodjo, 2003).
Jika mengacu pada teori diatas dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian
yang dilakukan menunjukkan disatu sisi adanya perbedaan dengan teori yang
dinyatakan oleh Notoadmodjo dan disisi lainnya menunjukkan kesamaan dengan
teori. Responden dengan pendidikan menengah jauh lebih banyak ditemukan
dibandingkan responden dengan pendidikan rendah, namun pada pendidikan
tinggi, responden penderita IMS mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini
mungkin disebabkan karena masyarakat dengan pendidikan tinggi memiliki
pengetahuan yang lebih luas sehingga mempengaruhi kesadaran untuk berprilaku
hidup sehat dalam menghindari faktor risiko yang menyebabkan IMS. Sedangkan
pada pendidikan menengah dan rendah, mereka memiliki kesadaran yang kurang
akibat informasi dan pengetahuan yang didapatkan masih samar-samar.
Pendidikan seks pada masyarakat masih sangat jarang dilakukan, banyak
masyarakat yang menganggap pendidikan seks hal yang tabu. Disisi lain hal itu
menyebabkan prilaku yang seharusnya sangat berisiko dianggap biasa saja.
4.3.5 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 38 responden, terdapat
pasien IMS yang bekerja sebanyak 28 orang (73,68%) dan pasien IMS yang tidak
bekerja sebanyak 10 orang yaitu 26,32%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Silitonga( 2011) dan Samaria (2013) yang menyatakan bahwa IMS
lebih banyak ditemukan pada responden yang bekerja daripada yang tidak bekerja.
Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapat nafkah atau
pencaharian masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari.
faktor pekerjaan juga memepengaruhi pengetahuan, seseorang yang bekerja
pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja, karena
dengan bekerja seseorang akan banyak mempunyai informasi (Depkes, 2011). Hal
ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang seharusnya responden yang bekerja
lebih banyak mendapatkan pengetahuan dan memiliki informasi yang lebih
banyak tentang IMS sehingga dapat menghindari faktor-faktor resiko penularan
IMS tersebut. Namun menurut asumsi peneliti, dilihat dari sisi yang lain,
perbedaan ini mungkin bisa terjadi karena responden yang bekerja memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk berada di luar lingkungan keluarga,
berpergian ke luar kota atau luar negri dan memiliki pergaulan yang lebih luas,
sehingga lebih gampang terpapar oleh faktor- faktor resiko penularan IMS. Dalam
penelitian yang dilakukan wiraswasta merupakan pekerjaan yang paling banyak
dimiliki responden. Hal ini sesuai bahwa kemungkinan bekerja diluar lingkungan
lebih meningkatkan faktor risiko penularan IMS, dibandingkan dengan pekerjaan
lainnya.
Mardina (2010) menyebutkan bahwa beberapa jenis pekerjaan juga
membuka peluang besar dalam penularan IMS (IMS), seperti halnya pekerjaan
sebagai buruh, migran, supir, pedagang asongan, dan pekerjaan lainnya.
Meningkatnya perkembangan jumlah buruh Indonesia dalam lima tahun terakhir,
menurut catatan resmi dari Departemen Tenaga Kerja, berjumlah lebih dari 3 juta
orang yang terdiri dari sebagian besar perempuan. Situasi ini semakin menjadi
berat bagi pekerja yang tergolong rentan terhadap penularan ketika dikaitkan
dengan penyebaran HIV/AIDS dan penyakit menular seksual.
4.3.5 Distribusi Frekuensi Sikap Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa dari 38 responden pasien
IMS yang memiliki sikap positif sebanyak 18 orang (47,37%) sedangkan yang
memiliki sikap negatif sebanyak 20 orang (52,63%).
Dari hasil analisis kuisioner didapatkan hasil, responden yang bersikap
negatif sebanyak 20 orang (52,63%) adalah responden yang kurang mendapatkan
wawasannya dengan tidak mencari informasi tentang uji kompetensi IMS
sehingga responden tersebut tidak dapat mengetahui dan mengambil sikap yang
benar dalam mengahadapi penyakit IMS yang dideritanya, selain itu masyarakat
masih mennggap penyakit IMS adalah jenis penyakit kutukan atau penyakit yang
diakibatkan oleh prilaku seks bebas karena itu penderita IMS tertutup/ malu karna
penyakitnya , sehingga ini menjadikan kurangnya informasi yang didapatkan
tentang penyakit yang dideritanya dan menyebabkan responden tidak bisa
mengambil sikap yang benar tentang pengobatan dan pencegahan terhadap
penularan IMS. Sedangkan responden yang memiliki sikap positif sebanyak 18
orang (47,37%) adalah responden yang menganggap bahwa pengetahuan tentang
IMS tersebut sangat diperlukan dan dapat mengambil sikap apa yang baik dan apa
yang buruk untuk dirinya sendiri dan juga sikap yang benar atau buruk pada
penularan IMS dari dirinya ke orang lain.
Keingintahuan seorang responden akan mempengaruhi bagaimana sikap
responden ini dalam menanggapi permasalahan yang mungkin timbul dari
penyakit IMS yang dideritanya. Apabila responden tidak mempunyai pengetahuan
tentang IMS , maka dia tidak akan mampu bersikap sehingga tidak tahu dampak
yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain yang memiliki
kemungkinan akan tertular penyakit tersebut. Begitupun sebaliknya, apabila
responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang IMS maka responden bisa
memilah sikap baik buruk yang terdapat pada quisioner.
Pada pernyataan sikap positif, yang pernyataannya adalah saya lebih
memilih setia kepada pasangan saya karena memiliki pasangan lebih dari satu
sangat berisiko terhadap penularan IMS. Pernyataan ini memiliki skor tertinggi
sebesar 119. Disini dapat dilihat, bahwa responden menganggap pernyataan ini
penting dan berguna untuk dirinya dalam pencegahan, penanggulangan dan
penularan IMS, sehingga responden banyak menjawab pernyataan dengan sangat
setuju.
Adapun sebaliknya, pada pernyataan positif no 2 yang mana
pernyataannya adalah saat dorongan seks bebas muncul, keinginan untuk
berolahraga besar. Pernyataan ini memiliki skor terendah sebesar 90. Disini juga
dapat dilihat, bahwa responden menganggap pernyataan ini tidak terlalu
berpengaruh terhadap pencegahan IMS. Sehingga responden banyak menjawab
pernyataan kurang setuju.
Selain pernyataan positif, peneliti juga membahas pernyataan sikap
negatif, Pada pernyataan sikap negatif no 6 dimana pernyataannya adalah saya
menganggap IMS penyakit kutukan. Pada pernyataan no 6 ini memiliki skor
tertinggi yaitu sebesar 123. Dapat dilihat bahwa responden menganggap
pernyataan ini salah. Karena menurut responden IMS bukanlah penyakit kutukan
seperti yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat, bahwa IMS disebabkan
oleh prilaku seksual yang mempunyai kebiasaan sering berganti pasangan. IMS
merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa hal diluar itu, seperti: dari
pemakaian jarum suntik yang bergantian, transfusi darah.
Adapun sebaliknya pada pernyataan negatif no 9 yang pernyataannya
adalah penderita IMS wajar saja kalau tidak memberi tahu pasangannya bahwa dia
sakit dan menghentikan hubungan seksual sementara hingga sembuh. Pernyataan
ini memiliki skor terendah yaitu 96. Dapat dilihat bahwa pada pernyataan ini
sangat sedikit responden yang terbuka pada pasangannya, untuk memberitahu
bahwa dia sedang menderita IMS. Ini menyebabkan sangat berisiko etrhadap
pasangannya yang tidak menderita IMS. Sehingga kemungkinan pasangannya
untuk tertular sangat tinggi, dimana kondisi ini menyebabkan meningkatnya
angka kasus IMS. Responden beranggapan untuk bersikap terbuka pada
pasangannya sulit dilakukan, karna tidak semua pasangan mereka menerima
keterbukaan penderita IMS. Beberapa responden juga mengangap bahwa
penularan IMS tidak seluruhnya disebabkan karna berhubungan seksual dengan
mereka sebagai penderita, dalam hal ini pengetahuan responden masih kurang,
sehingga mereka kurang bisa mengambil sikap yang baik untuk pencegahan dan
mengurangi risiko penularan pada orang-orang yang juga sangat rentan untuk
tertular IMS.
Pengalaman yang terjadi di lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi
sikap seseorang. Apabila responden memiliki pengetahuan maka responden
tersebut akan menganggap pengalaman yang ada di sekitar merupakan pelajaran
yang berharga sehingga responden ini dapat mengambil sikap mana yang baik,
mana yang buruk serta mana yang pantas untuk ditiru juga mana yang pantas
untuk dihindarkan.
Menurut analisa peneliti apabila, seseorang memiliki pengetahuan maka
mereka akan lebih mampu bersikap sesuai dengan pengetahuan dan yang mereka
miliki dibandingkan ketika mereka tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu.
Namun jika seseorang tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu, maka mereka
kurang mampu menyikapi jika terjadi kejadian tersebut dalam kehidupannya.
Karena mereka tidak memiliki bekal dan modal dalam menyikapi tersebut.
Menurut teori (Notoadmodjo, 2003) sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu objek. Sikap sering diperoleh
dari pengalaman. Baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Sikap
yang positif terhadap nilai kesehatan tidak terwujud tindakan nyata. Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, secara langsung dapat
dinyatakan dengan mengemukakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek, sedangkan secara tidak langsung dapat
menggunakan kuisioner dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi, memegang peranan penting.
Dijelaskan juga pada teori (Akhyar, 2001), dalam penentuan sikap yang
utuh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Sikap bukan suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan
prilaku. Sikap ini merupakan reaksi tertutup seseorang terhadap objek yang dapat
meliputi perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau menolak (unforable) pada suatu objek.
Menurut pendapat (Azwar, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
adalah pengalaman pribadi, pengaruh oranng lain yang dianggap penting,
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama dan pengaruh faktor
emosi.

Вам также может понравиться

  • CV Dua Putra
    CV Dua Putra
    Документ3 страницы
    CV Dua Putra
    Sii Nisa Salapopop
    Оценок пока нет
  • CV Dua Putra
    CV Dua Putra
    Документ3 страницы
    CV Dua Putra
    Sii Nisa Salapopop
    Оценок пока нет
  • Format Laporan Kegiatan Olahrga Pagi Siswa
    Format Laporan Kegiatan Olahrga Pagi Siswa
    Документ1 страница
    Format Laporan Kegiatan Olahrga Pagi Siswa
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Format Laporan Kegiatan Olahrga Pagi Siswa
    Format Laporan Kegiatan Olahrga Pagi Siswa
    Документ1 страница
    Format Laporan Kegiatan Olahrga Pagi Siswa
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • BAB 3 Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu-Budha Ke Indonesia
    BAB 3 Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu-Budha Ke Indonesia
    Документ6 страниц
    BAB 3 Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu-Budha Ke Indonesia
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • BAB 3 Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu-Budha Ke Indonesia
    BAB 3 Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu-Budha Ke Indonesia
    Документ6 страниц
    BAB 3 Masuknya Agama Dan Kebudayaan Hindu-Budha Ke Indonesia
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Soal Ulangan 1 Kompetensi Dasar Besaran Dan Satuan
    Soal Ulangan 1 Kompetensi Dasar Besaran Dan Satuan
    Документ4 страницы
    Soal Ulangan 1 Kompetensi Dasar Besaran Dan Satuan
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Soal Ulangan 1 Kompetensi Dasar Besaran Dan Satuan
    Soal Ulangan 1 Kompetensi Dasar Besaran Dan Satuan
    Документ4 страницы
    Soal Ulangan 1 Kompetensi Dasar Besaran Dan Satuan
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Kerajinan Dari Serat
    Kerajinan Dari Serat
    Документ12 страниц
    Kerajinan Dari Serat
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Kerajinan Dari Serat
    Kerajinan Dari Serat
    Документ12 страниц
    Kerajinan Dari Serat
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Tugas Askeb 4 BX Devi Kelompok 8
    Tugas Askeb 4 BX Devi Kelompok 8
    Документ23 страницы
    Tugas Askeb 4 BX Devi Kelompok 8
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • CV
    CV
    Документ1 страница
    CV
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • COVER Studi Kasus Amoy
    COVER Studi Kasus Amoy
    Документ3 страницы
    COVER Studi Kasus Amoy
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover Makalah Aziz
    Cover Makalah Aziz
    Документ1 страница
    Cover Makalah Aziz
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover Aziz
    Cover Aziz
    Документ2 страницы
    Cover Aziz
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover Makalah Aziz
    Cover Makalah Aziz
    Документ1 страница
    Cover Makalah Aziz
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • CV Megi Despratama
    CV Megi Despratama
    Документ1 страница
    CV Megi Despratama
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • COVER Studi Kasus Amoy
    COVER Studi Kasus Amoy
    Документ3 страницы
    COVER Studi Kasus Amoy
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    AanrentalRental
    Оценок пока нет
  • COVER Studi Kasus Amoy
    COVER Studi Kasus Amoy
    Документ3 страницы
    COVER Studi Kasus Amoy
    AanrentalRental
    Оценок пока нет