IRVAN JANUARD ADOE 102009016 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 *Email : agk_ivan@yahoo.com
Pendahuluan Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.
PEMBAHASAN Kejang demam dapat diklasifikasikan sebagai: 1. Kejang demam sederhana bila: Kejang berlangsung kurang dari 15 menit. Tidak memperhatikan gambaran fokal yang signifikan. Tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total 30 menit. 2. Kejang demam komplek bila: Kejang berlangsung lebih dari 15 menit. 2
Ada gambaran fokal yang signifikan.
Berlangsung dalam rangkaian yang lama.
Anamnesis Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting daripada autoanamnesis. 1 Pada kasus kejang demam, sangat dibutuhkan beberapa keadaan yang harus dipastikan, yaitu: Apakah pasien menggigil, mengigau, mencret, sesak nafas? Apakah setelah demam terjadi kejang? Apakah ada penurunan kesadaran? Berapa frekuensi dan lama kejang yang terjadi? Apakah kejang tersebut baru pertama kali dan waktu anak berumur berapa? Bagaimana sifat kejang tersebut? Apakah ada riwayat kejang pada anggota keluarga? Pemeriksaan Fisik Kejang Kejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosis. Pada setiap kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau klonik), bagian tubuh yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya, selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang (post-iktal), apakah kejang disertai demam atau tidak, dan apakah anak telah pernah kejang sebelumnya. 3
Suhu Pada bayi dibawah umur 2 tahun suhu dapat pula diukur di rectum atau lipat paha. Suhu rectum diukur dengan thermometer rectal. sebelum dipakai harus dioles dengan vaselin lebi
aan normal suhu aksila adalah antara 36 o C sampai 37 o C. 3
Demam adalah manifestasi berbagai penyakit. Infeksi bakteri, virus, protozoa, dehidrasi serta heat stroke menyebabkan demam dari yang ringan sampai hiperpireksia. Hiperpireksia (suhu tubuh >41 o C) adalah keadaan yang berbahaya sehingga perlu penurunan suhu dengan segera. 3
Kesadaran Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai : Komposmentis : pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan Apatis : pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, ia akan member respons yang adekuat bila diberikan stimulus Somnolen : yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatik, pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsive terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang agak keras, kemudian tertidur lagi Sopor : pada keadaan ini pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi masih member sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks pupil terhadap cahaya masih positif Koma : pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran yang paling rendah. Delirium : keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai disorientasi, iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering terjadi halusinasi. 3
Reflek Babinski Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki(flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi (+) , kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekar lainnya. 3
4
Tanda Rangsang Meningeal a. Kaku kuduk (nuchal rigidity) Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperektensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus Di samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbale dan arthritis rheumatoid. b. Brudzinski I Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang terlentang dan tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegak agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila rangsang positif maka kedua tungkai bawah bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut. c. Brudzinski II Pada pasien yang terlentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasilnya lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensi d. Kernig Pemeriksaan Kernig ini ada bermacam-macam cara, yang biasa dipergunakan adalah pasien dapam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135o terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi dibawah 6 bulan. Demam Untuk memastikan adanya demam atau tidak, kita memerlukan pemeriksaan suhu. Demam adalah suatu keluhan yang paling sering dikemukakan, yang terdapat pada berbagai penyakit baik infeksi maupun non-infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa lama demam berlangsung. 3
5
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah). Pungsi lumbal 2
CSS dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu pungsi lumbal dan pungsi suboksipital. Sebaiknya diusahakan mendapatkan cairan tersebut secara pungsi lumbal. Bila ternyata tidak mungkin baru dipikirkan pengisapan pada daerah sesterna magna. Pungsi Lumbal Syarat : Anak tidak dalam keadaan kejang dan di daerah pungsi tidak terdapat kelainan kulit (dekubitus, bisul dan lain-lain) Cara : Anak ditidurkan miring dan dilengkungkan hingga tulang punggung tampak jelas. Tariklah garis antara 2 spina iliaka anterior dan superior. Tempat pungsi ialah daerah intervertebra di atas atau di bawah garis ini. (L3-4/L4-5)Setelah kulit dibersihkan secara asepsis dengan iodium dan alcohol, tutuplah daerah sekitar bagian yang akan ditusuk dengan kain suci hama. Pakailah sarung steril. Cara penampungan : 1. Pakailah 3 tabung reaksi untuk menampung likuor secara berturut-turut. Tabung 1 : Pemeriksaan Makroskopik dan Kimia Tabung 2 : Pemeriksaan Mikroskopik Tabung 3 : Pemeriksaan Mikrobiologi
Indikasi pungsi lumbal adalah menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi(meningitis). 2
Pada bayi kecil, sulit untuk menentukan meningitis atau bukan hanya dari pemeriksaan neurologis. Gejala rangsang meningen seperti kaku kuduk dapat tidak ditemukan. Anjuran mengenai pungsi lumbal pada kejang demam adalah : - Harus dilakukan pada bayi usia < 12 bulan yang mengalami kejang demam pertama. - Dianjurkan bayi usia 12-18 bulan. 6
- Tidak dilakukan secara rutin pada bayi usia > 18 bulan. Pungsi lumbal dilakukan bila secara klinis dicuragi mengalami meningitis.
Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang demam ataupun memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi di kemudian hari pada pasien demam kejang. Oleh karenanya pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk dilakukan pada anak kejang demam. 2
DIAGNOSIS Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu: 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis) Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang 7
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam. 4 WD : Kejang demam sederhana Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks Kejang singkat <15 menit,umumnya berhenti sendiri Kejang lama >15 menit Kejang umum tonik atau tonik- klonik,tanpa gerakan fokal Kejang fokal atau parsial satu sisi,atau kejang umum di dahului kejang parsial Tidak berulang dalam 24 jam Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
1. Meningitis <>VBakteri penyebab Neisseria Meningitidis, Hemophilus Influenzae,streptococc us pneumoniae Berupa : - Demam/suhu tubuh yang sangat rendah - Gg.pernafasan - Jaundice (sakit kuning ) - Bayi tampak mengantuk - Kejang <>Pungsi lumbal
<> USG dilakukan untuk melihat adanya abses
Antibiotic dosis tinggi diberikan melalui infuse. 8
- Muntah - Rewel 2. Ensefalitis <>Virus penyebabnya dari nyamuk jenis tertentu di daerah geografis tertentu
penyakit endemis - Sakit kepala,perasaan mengantuk dan demam - Muntah-muntah dan kaku leher JARANG - Kedutan otot - Binggung - Kejang dan koma terjadi cepat - Kadang lengan dan kaki lumpuh >Punsi lumbal dan cairan serebrospinalis JERNIH,ada sel darah putih,protein dan glukosa normal.
>EEG abnormal
> CT-scan dan MRI = untuk tau ada pendarahan/pem bengkakan otak atau tidak <>obat anti kejang, misalnya fenitoin,prednisone,
<>obat diuretic (-) tekanan otak akibat peradangan
<>obat penenang dan penurun panas
Etiologi Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu: 5
1. Demamnya sendiri 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak 3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi 4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit 5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas 6. Gabungan semua faktor diatas
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak). 5
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66(22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya. 2 Penyebab utama 9
didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut. (lihat tabel ). Penyebab demam pada 297 penderita KD 5
Penyebab demam Jumlah penderita Tonsilitis dan/atau faringitis Otitis media akut (radang liang telinga tengah) Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna) Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi Bronkitis (radang saiuran nafas) Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas) Morbili (campak) Varisela (cacar air) Dengue (demam berdarah) Tidak diketahui 100 91
22
44 17 38
12 1 1 66
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya sekitar 1%, Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.
Epidemiologi Kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia di bawah 6 tahun. Sebanyak 80% besar pasien mengalami kejang demam jinak dan hanya akan sekali kejang selama penyakit demam. hanya 20% dari kejang demam pertama bersifat kompleks. Dari pasien yang mengalami kejang demam kompleks,sekitar 80% mengalami kejang kompleks sebagai kejang pertama. 10
Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan IQ, tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya telah mendapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis akan di dapat IQ yang lebih rendah dibanding dengan saudaranya. 5
Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium(Na+) dan elektrolit lainnya,kecuali ion Clorida(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel,maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K- ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membra ini dapat dirubah oleh adanya: Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Gambar 1. Patofisiologi kejang demam 11
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10- 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion. Kalium mamupun ion Natrium melalui membran tadi dengan akiat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambah kejang seorang anak menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,kejang telah terjadi pada suhu 38 o C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama(lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,hiperkapnia,asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. rangakain kejadian di atas adalaj faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang j j Gambar 2. Patofisiologi kejang demam 12
yang spontan. Jadi kejang demam berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi. 6
Gejala klinis Sebuah kejang demam ringan mungkin sebagai mata anak rolling atau anggota badan kaku. Seringkali demam memicu kejang full-blown yang melibatkan seluruh tubuh. Kejang demam dapat dimulai dengan tiba-tiba kontraksi otot di kedua sisi tubuh anak - biasanya otot-otot wajah, batang, lengan, dan kaki. Anak mungkin menangis atau erangan dari kekuatan kontraksi otot. Kontraksi terus selama beberapa detik, atau puluhan detik. Anak itu akan jatuh Anak mungkin muntah atau menggigit lidah. Kadang-kadang anak-anak tidak bernafas, dan mungkin mulai membiru. Akhirnya, kontraksi rusak oleh momen singkat relaksasi. Tubuh anak mulai rengsek ritmis. Anak tidak menanggapi suara orangtua. Sebuah kejang demam sederhana berhenti dengan sendirinya dalam beberapa detik sampai 10 menit. Hal ini biasanya diikuti dengan periode singkat mengantuk atau kebingungan. 7
Penatalaksanaan
Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa waktu lalu, tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit. 7
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu: - Pengobatan fase akut - Mencari dan mengobati penyebab - Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan fase akut 13
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam. Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan 14
secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. 7
Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu: 1. Profilaksis intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3- 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C. Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. 2. Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Imunisasi dan kejang demam Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut: 15
- DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. - MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.
Komplikasi - Kejang demam berulang Sekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya kejang demam sejak kejang demam pertama. Faktor risiko kejang demam berulang antara lain sebagai berikut: o Usia muda pada saat kejang demam pertama o Relatif rendah demam pada saat kejang pertama o Keluarga riwayat kejang demam o Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal o Beberapa kejang demam awal selama episode yang sama Pasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70% kemungkinan kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko memiliki kurang dari 20% kemungkinan kekambuhan. - Epilepsi Ada beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari: Kejang demam kompleks Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi sebelum kejang demam pertama (misal: serebral palsy atau retardasi mental) Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau saudara kandung 16
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja. 3,4,5
Pencegahan
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat, pada sebagian besar kasus , kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah , dulu digunakan obat antikejang sebagai tindakan pencegahan pada anak2 yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarng sudah jarang dilakukan. Kepada anak2 yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka mendrita demam bisa di berikan diazepam (baik melalui mulut atau rectal ) Penanganan Di Rumah Bila anak mengalami kejang demam, tetaplah tenang dan ikuti langkah-langkah ini untuk membantu anak selama kejang: miringkan tubuh anak supaya bila muntah tidak tersedak. tempatkan diatas tempat tidur atau di lantai yang datar supaya tidak jatuh. longgarkan baju atau aksesoris yang sedang dipakai. jangan membatasi gerak anak. pantau keadaan anak selama kejang. siaga bila anak memerlukan bantuan atau ditenangkan. jangan memasukan apapun ke dalam mulut anak supaya tidak tersedak. Bila mungkin, catat: lamanya kejang menggunakan jam, jam tangan, atau stopwatch (biasanya ada fitur stopwatch di ponsel). Karena sangat mengkhawatirkan, kejang nampaknya berlangsung lebih lama dari sebenarnya. bagian mana dari tubuh anak yang mulai mengejang duluan. gejala penyakit lain yang mengikuti selain demam. 17
Informasi ini sangat penting untuk menentukan jenis kejangnya dan jenis penyakit penyebab demamnya. 5
Kapan Harus Ke Dokter Sesegera mungkin konsultasikan kejang pertama ke dokter, walau hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila kejang sangat singkat, hubungi dokter segera setelah selesai dan tanyakan kapan anak bisa diperiksa. Bila Kejang berlangsung lebih dari lima menit atau dibarengi dengan muntah, kaku kuduk, kesulitan bernapas atau mengantuk parah, segera ke IGD. Biasanya tidak lama setelah mengalami kejang demam, anak sudah bisa bermain kembali. Dengan bersikap tetap tenang, memantau keadaan anak, dan tahu kapan harus menghubungi dokter, kita sudah melakukan semua yang diperlukan untuk kebaikan anak. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian 0,46% dan 0,74 %.
Daftar Pustaka 1. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Jakarta:EGC;2009. h.616-617. 2. Joyce LeFever Kee. Cairan serebrospinalis. Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostic.. Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2007. h. 116 3. Garna H, Nataprawira HMD. Kejang demam. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK Universitas Padjajaran; 2005. h. 598-601. 4. Wahab AS, Pendit BU, Sugiarto, et all. Kejang demam. Buku ajar pediatric Rudolph. Edisi 20. Volume 3. Jakarta: EGC; 2006; h. 2160-2162. 5. Kliegman RM, Behrman RE, Arvin, et all. Kejang demam. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000; h. 2059-2060 6. Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2010. h. 7-146. 7. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2007.