Вы находитесь на странице: 1из 3

HMI Purwokerto : Membangun Asa Diantara Harapan Tersisa

Jika kita menengok ke belakang, sejarah perjalanan bangsa Indonesia tak pernah lepas dari golongan
yang (katanya) intelektual. Lihat saja peristiwa-peristiwa besar seperti Sumpah Pemuda, tumbangnya rezim
orde lama, ataupun reformasi 1998, mahasiswa tak lepas ambil bagian di dalamnya. Pada masa-masa itu,
mahasiswa beramai-ramai mengorganisir dirinya ke dalam berbagai organisasi baik intra maupun ekstra
kampus dengan berbagai tujuan mulia bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Bila kita amati kondisi kekinian, dapat dikatakan semua organisasi mahasiswa seakan tak laku dan
tak lagi menjadi sesuatu yang seksi bagi mahasiswa untuk menceburkan diri dan berproses di dalamnya.
Seandainya pun ada, itu hanya seberapa dan dapat dikatakan hanya mahasiswa-mahasiswa dengan
kualifikasi tertentu lah yang memiliki kesadaran untuk mengorganisir dirinya ke dalam organisasi
mahasiswa. Berbagai alasan dikemukan oleh mereka yang tak berorganisasi, misalnya tuntutan kuliah dan
tugas yang sudah sangat menyita waktu dan pikiran, tak ada untungnya bagi diri pribadi, tuntutan untuk
cepat lulus, atau ada pula yang beralasan tak mau terjebak ideologi yang tak jelas juntrungannya.
Dalam kondisi yang semacam inilah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat ini mencoba bertahan
dan mengayuh dayungnya untuk terus eksis di ranah kemahasiswaan. Sekali HMI mencoba membuktikan
bahwa organisasi yang bisa dikatakan organisasi mahasiswa tertua di antara berbagai organisasi mahasiswa
lainnya yang masih eksis saat ini sekali lagi masih dapat bertahan. HMI pernah membuktikannya, di tahun
1965-an, semboyan Ganyang HMI pernah meledak-ledak di kalangan CGMI dan simpatisannya yang
merupakan afiliasi PKI. Bahkan D.N. Aidit pernah berpidato di depan ribuan pendukung CGMI bahwa bila
tidak dapat membubarkan HMI maka anggota-anggota CGMI lebih baik pulang dan pakai sarung saja.
Waktu itu isu HMI sebagai organisasi kontra revolusi merebak dan banyak kalangan menyepakati serta
mendukung HMI bubar saja karena diisukan tidak sejalan dengan cita-cita revolusioner Bung Karno. Fitnah
ini disebarkan karena HMI pada kala itu dianggap merupakan batu sandungan bagi cita-cita PKI untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara berideologi komunis. Namun nyatanya sejarah berkata lain, HMI
mampu bertahan dari badai prahara tersebut dan hal ini justru membuat HMI semakin besar dan semakin
dewasa sebagai sebuah organisasi perkaderan. Ini terbukti dari jumlah cabang yang terus-menerus
bertambah tiap tahunnya, bahkan sampai saat ini kurang lebih ada 200 cabang HMI di berbagai kota di
Indonesia. Yang mana berarti dapat dikatakan, di sebagian besar kota-kota di Indonesia, dimana disitu ada
universitas, maka disitu pula HMI tumbuh dan berkembang.
Hari ini HMI kembali dilanda badai, di tengah tingkat kesadaran berorganisasi yang rendah, kuliah
yang semakin ketat dan mengikat, HMI mencoba bertahan dan terus berkembang. Hal ini diperparah dengan
peraturan-peraturan dan ketentuan yang semakin tidak memihak pada organisasi kemahasiswaan, Undang-
Undang Ormas misalnya. Menjawab tantangan ini HMI mulai dari tingkatan Pengurus Besar sampai
tingkatan komisariat beramai-ramai mulai memodernisasi diri. Bila hal ini tidak dilakukan maka HMI akan
hilang ditelan jaman.
Di tingkatan Pengurus Besar misalnya. Dengan kesadaran bahwasanya organisasi mahasiswa
tidaklah harus menjadi organisasi yang elitis, maka dengan mengusung jargon HMI Untuk Rakyat dimulai
langkah-langkah bagaimana seharusnya mahasiswa yang juga merupakan bagian dari masyarakat dapat
diterima dan bergerak di tengah masyarakat tanpa kesan elitis, melainkan membaur dan melebur menjadi
bagian dari masyarakat. Ini menjadi penting karena beberapa alasan, pertama hal ini sejalan dengan tujuan
HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Kedua adalah dengan meleburnya
HMI di tengah masyarakat serta dengan memodernisasi dirinya, HMI akan dapat bertahan di tengah terpaan
jaman. Ini juga akan menghilangkan kesan bahwasanya organisasi mahasiswa merupakan sesuatu yang
kaku.
Hal serupa juga dilakukan oleh berbagai cabang HMI di Indonesia, disesuaikan dengan passionnya
masing-masing. Di cabang-cabang di daerah Indonesia Barat misalnya yang dikenal dengan kedalaman
keilmuannya, ataupun di cabang-cabang di daerah Indonesia Timur yang dikenal dengan gerakan mahasiswa
dan pemahaman keislamannya. Ini juga dilakukan oleh HMI Cabang Purwokerto. Dengan kesadaran akan
perubahan jaman, HMI Purwokerto melakukan usaha-usaha modernisasi diri agar tetap eksis dalam
usahanya memperjuangkan cita-cita HMI, serta mampu bertahan di tengah pusaran badai. Misalnya saja
membuka ruang-ruang kerjasama untuk melakukan berbagai kegiatan yang masih dalam koridor menunjang
mewujudkan tujuan HMI. Kerjasama yang dibangun pun bukan hanya dengan sesama organisasi mahasiswa,
namun juga lembaga swadaya masyarakat, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), berbagai komunitas, dan juga
lembaga-lembaga pemerintah. Ini dilakukan salah satunya bertujuan agar HMI Purwokerto dapat diterima di
semua kalangan serta tidak terkesan sebagai organisasi mahasiswa yang elitis dan kaku.
HMI Cabang Purwokerto saat ini juga sedang mencoba membangun passionnya sendiri, yaitu
gerakan berwawasan lokal, khususnya mengenai seputar pedesaan. Ini dimulai dengan diadakannya kegiatan
Latihan Kader II HMI Purwokerto beberapa bulan yang lalu dengan tema Peran dan Tanggung Jawab HMI
Sebagai Katalisator Gerakan Desa, dimana kegiatan ini diikuti oleh perwakilan kader HMI dari berbagai
cabang di Indonesia. Disaat tema-tema kegiatan mahasiswa marak dengan tema-tema seputar
kepemimpinan, politik, dan semacamnya, HMI Purwokerto justru dengan berani membedakan diri dengan
mengusung problematika pedesaan sebagai tema kegiatannya.
Hal yang senada pun dilakukan oleh komisariat-komisariat yang berada dalam ruang lingkup HMI
Cabang Purwokerto. Berbagai program disesuaikan dan disinergiskan dengan cabang, misalnya desa binaan,
advokasi warga pedesaan, panggung hiburan rakyat, perpustakaan desa, baksos, dan semacamnya. Hal ini
tentunya disesuaikan dengan basis keilmuan masing-masing komisariat. Fisip misalnya, dengan penerapan
ilmu-ilmu sosialnya. Demikian pula dengan komisariat lainnya, seperti Hukum, Syariah, Dakwah, dan
lainnya mulai melakukan hal serupa yang disesuaikan dengan basis keilmuan di masing-masing fakultasnya.
Dengan ini setidaknya HMI khususnya di Purwokerto berusaha membuktikan di tengah jaman yang
carut marut ini, masih ada mahasiswa-mahasiswa yang tidak mau terjebak arus dan berusaha menciptakan
perubahan. Masih ada pemuda-pemuda Indonesia yang optimis memandang masa depan bangsanya. Masih
ada pemuda-pemuda Indonesia yang percaya bahwa ini semua masih bisa dirubah. Masih ada pemuda-
pemuda yang meyakini bahwa perubahan itu sejatinya lahir bukan dari jabatan-jabatan politik, melainkan
dari masyarakat luas. Yakin Usaha Sampai.


Nama : Agam Imam Pratama
Kader HMI Cabang Purwokerto, Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Unsoed.
Telp / Hp : 081902974919

Вам также может понравиться