Вы находитесь на странице: 1из 24

REFERAT

RETINOPATI

OLEH
Sunaryo (61109031)

PEMBIMBING : Dr. Sukirman, Sp.M


SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH
BATAM
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan Referat ini dengan
judul RETINOPATI. Penyelesaian Referat ini banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tulus kepada :
1. Dr. Sukirman, Sp.M selaku supervisor SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD
Embung Fatimah Kota Batam.
2. Kedua Orang Tua saya yang selalu memotivasi sehingga penyelesaian
Referat ini bisa terselesaikan tepat waktu.
3. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan masukan dalam
penyelesaian Referat ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Referat ini baik
secara langsung ataupun tidak langsung.
Penulis sangat menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan Referat ini.
Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tenaga kesehatan
terkhusus dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata.

Batam, Juli 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL.. .................................................................................... . i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi ........................................................................................ 3
2.2. Klasifikasi .................................................................................. 3
2.2.1 Retinopati Diabetik .................................................................... 3
2.2.2 Retinopati Hipertensi .................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA












BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian retinopati adalah kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata
berupa perdarahan, tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah.
Akibat yang serius adalah kerusakan retina, yang kadang-kadang menetap dan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan.
Penyakit renopati adalah penyakit lanjutan dari seseorang yang telah mengalami
diabetes melitus atau hipertensi. Faktor yang diperkirakan penting dalam perkembangan
retinopati adalah seseorang yang yang sudah dinyatakan terserang diabetes melitus dan
hipertensi. Dalam suatu kasus,seseorang yang telah lama mengalami diabetes
melitus,80% kepastiannya diperkirakan mengalami retinopati.
1
Diabetes melitus sendiri merupakan suatu penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah. Atau dengan kata lain, diabetes melitus adalah
penyakit yang disebabkan oleh gagalnya penguraian zat gula didalam tubuh (darah) pada
tubuh normal, zat gula harus diurai menjadi glukosa dan glikogen oleh hormon insulin
yang diproduksi sel beta pankreas. Glukosa dan glikogen inilah yang kemudian oleh
tubuh melalui proses metabolisme atau pembakaran diubah menjadi energi Penyakit ini
disebabkan karena berlebihnya asupan gizi (gula dalam darah). Dan saat diabetes
melitus ini tidak terkontrol,akan menyebabkan komplikasi.
1
Sedangkan hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti Hipertensi. Gejala-gejala
penyakit Hipertensi yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan
dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita Hipertensi, maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika Hipertensinya berat atau menahun
dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai berikut: sakit kepala, kelelahan, mual,
muntah, sesak napas, dan gelisah. Dan sama seperti diabetes melitus,hipertensi

berkelanjutan dapat menyebabkan komplikasi,salah satu panyakit baru yang ditimbulkan
adalah retinopati.
1






























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Retinopati merupakan kelompok penyakit pada retina mata (selaput jala) yang
ditandai dengan gejala penurunan tajam penglihatan tanpa disertai proses inflamasi.
Sering merupakan manifestasi okular (gejala pada mata) dari suatu penyakit sistemik.
1

2.2 KLASIFIKASI
2.2.1 Retinopati Diabetik
DEFINISI
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang diandai oleh
kerusakan dan sumbatan-sumbatan pembuluh halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena-vena. Retinopati diabetik termasuk salah satu komplikasi
mikrovaskular dari penyakit diabetes melitus yang tidak boleh dianggap remeh karena
kondisi inilah yang paling sering menimbulkan kebutaan pada penderita diabetes
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
1,2
Retinopati non Proliferatif
Merupakan stadium awal dari proses penyakit Retinopati Diabetik. Selama
menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata
melemah sehingga timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut
(mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam
retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak
berbentukcotton wool berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang
berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini
mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh
darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini
yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
2




Retinopati Prapoliferatif
Keadaan yang merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif yang dianggap
sebagai pencetus timbulnya retinopati proliferative yang lebih serius. Bukti epidemiologi
menyebutkan bahwa 10% hingga 50% penderita retinopati diabetik akan menderita
retinopati proliferatif dalam waktu yang singkat (mungkin hanya dalam waktu 1 tahun).
Seperti retinopati nonproliferatif, jika perubahan visual terjadi selama stadium
prepoliferatif maka keadaan ini biasanya disebabkan oleh edema mukula.
1,2
Retinopati proliferative merupakan stadium yang lebih berat pada penyakit
retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan
(proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah
yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata
sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat
menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati
proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata
sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan
Retinopati diabetika proliferatif terbagi dalam 3 stadium :
Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium florid, basah, kongestif dekompensata lesi intra
retina menonjol, perdarahan retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat,
proliferasi fibrosa belum ada atau minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus, permukaan
belakang vitreus masih melekat pada retina bisa progresif atau menjadi type stabil.
Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau quiescent, lesi intra retina minimal
neovaskularisasi dengan atau tanpa proliferasi fibrosa, bisa progresif lambat atau regresi
lambat.
Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa
perdarahan, eksudat atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan
fibrosa
Pembagian Retinopati Diabetik dapat diklasifikasikan berdasarkan derajatnya menjadi:
Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
Derajat II.

Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa eksudat
lemak pada fundus okuli. Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan dan bercak
terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.

EPIDEMIOLOGI
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di jumpai,
terutama di negara barat. Kira-kira 1-900 orang berusia 25 tahun mengidap diabetes dan
kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang diabetes. Prevalensi
retinopati diabetik proliferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun
adalah 50%. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10
tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko nerkembangnya retinopati
meningkat setelah pubertas.
2
ETIOLOGI
Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan yang paling sering dijumpai ,
terutama di Negara barat.kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun mengidap diabetes
dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang diabetes.prevalensi
retinopati diabetic ploriferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah
50%. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun
tanpa memperhatikan lamanya diabetes.resiko berkembangnya retinopati meningkat
setelah pubertas. Penyebab pasti retinopati diabetic belum diketahui. Tetapi diyakini
bahwa lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebkan perubahan fisiologi
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
2,3
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang
muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini.hal
serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama
penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat. Perubahan abnormalitas sebagian besar
hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan pravelensi dan beratnya retinopati
antara lain:
adhesife platelet yang meningkat
agregasi eritrosit yang meningkat
abnormalitas lipid serum

fibrinolisis yang tidak sempurna
abnormalitas dari sekresi growth hormon
abnormalitas serum dan vikositas darah
PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan
bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ.
Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang
adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada
retina itu sendiri.

Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis
yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
2,3
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol
terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan
saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis.
Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel
menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD
+
sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.

Secara singkat,
akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil) yang
bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat
terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan
perlambatan dari progresifisitas retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu
regulator PKC dari glukosa.

PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi
trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.

Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan
mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan
agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain
itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos
vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan
terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang
merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses
tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina.
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini
saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat
aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko
terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM
daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa
maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat
pada intrasel daripada ekstrasel.
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksida (H
2
O
2
), superokside (O
2
-
). Pembentukan ROS meningkat melalui
autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan
akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis
terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan
konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina

dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke
otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan
penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh
edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan
hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.
2-4

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya
disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding
vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding
vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai
mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek
dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada
retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya
dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada
penglihatan.

Kebutaan pada Retinopati Diabetik
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena proses berikut, antara
lain:


1) Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan
peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis
ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari
tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina
pada retinopati diabetik.

2) Oklusi vaskular retina
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan
terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi
oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu
tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan
penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini
biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena
banyaknya dinding vaskular yang lemah.
3, 4

Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang
mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi
dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya.
Oklusi arteri retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan
yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.

3) Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik
sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan
intraokular.
Manifestasi klinis
Retinopati diabetik sering asimtomatis, terutama pada tahap awal penyakit.
Seiring dengan bertambah beratnya penyakit, penglihatan pasien dapat memburuk atau
bierubah-ubah. Retinopati tahap lanjut dapat berakibat kebutaan total.
4
Non-proliferative diabetic retinopathy dikarakteristikan pada tahap awal dengan
ditemukannya bilateral dot/bintik perdaraan intraretina, eksudat baik keras maupun
tidak, mikroaneurisma, dan cotton wool spots. Dengan bertambah beratnya retinopati,
dapat terlihat rangkaian vena dan abnormalitas pembuluh darah kecil intraretina.
Kehilangan penglihatan berhubungan dengan iskemia dan edema makula, digolongkan
CSME apabila terdapat salah satu dari:
1. Penebalan retina <500 m dari tengah fovea
2. Hard exudatei <500 m dari tengah fovea dengan penebalan disekitarnya
3. Penebalan retina >1 diskus pada daerah <1 diskus diameter dari tengah fovea
pada titik-titik kebocoran.
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:
Kesulitan membaca
Penglihatan kaburr
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan berkelok-kelok

Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
irreguler, kekuning-kunigan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering dsebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
irreguler. Mula-mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, prdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan penderita Retinopati Diabetika antara lain:
2,3
1. Indirect of Thalamoskop
Diperiksa seluruh permukaan fundus sampai belakang penggantung lensa dapat dilihat
dengan alat indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien ditetes dengan
midirasil.
2. Foto fundus
Dilakukan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan nampak optikus, retina dan
pembuluh darah diretina, sebelumnya penderitaditetesi medriasil.
3. Foto Fluorescein Angiografi
Dilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi sebelumnya penderita selain ditetes
medriasil, akan diinjeksi intravena dengan zat kontrassehingga gambaran detail halus

epitel pigmen retina, aliran sirkulasi darah retina, gambaran pembuluh darah dan
integritas fungsinya. Selain itu FFA juga berfungsi untuk memonitor terapi
fotokoagulasi pada penyakit Retina dan Khoroid.
4. Foto Koagulasi Laser
Adalah teknik terapi menggunakan sumber sinar kuat untuk mengkoagulasikan jaringan,
tujuannya merusak jaringan retina yang tidak normal, antara lain menghilangkan adanya
pembuluh darah, melekatkan jaringan chorioretina yang terlepas maupun robek dll.
5. Operasi Vitreoretina, Vitrektomi
Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh
akibat pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya jaringan ikat
dibadan kaca yang akan mengakibatkan tarikan retina, sehingga akan berakibat
terlepasnya retina atau ablasio-retina. Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan
badan kaca dan juga mengupas jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan
dapat dilakukan photokoagulasi laser, dan adanya tarikan retina dapat dihindarkan.

PENATALAKSANAAN
Terapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Terapi ini menurunkan insidensi
perdarahan dan pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi
pembentukan pembuluh darah baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma,
perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif belum mulai. Fotokoagulasi
panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina dengan harapan
stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi
terjadi selama 2 minggu.
1,2
Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan
penglihatan perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan
lainnya, vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan
retina yang tidak teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada
fotokoagulasi dan termasuk robekan retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus
berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata. Ada harapan bahawa inhibisi

angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat yang menyerupai
heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif.
Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah
laser. Angiogram fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat
iskemia retina dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari
pembuluh darah baru. Makulopati diabetik diterapi dengan mengarahkan laser pada titik-
titik kebocoran.

2.2.2 Retinopati Hipertensi
DEFINISI
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.
4,5
EPIDEMIOLOGI
Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah dilakukan ke
atas sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi.
Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan
didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau pada
mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi
antar 2%-15% untuk banyak macam tanda-tanda retinopati. Data ini berbeda dengan
hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang mendapatkan
hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Ini mungkin disebabkan oleh sensivitas alat
yang semakin baik apabila dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-
klinik. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam
berbanding orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih banyak
ditemukan pada orang berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang
pernah dilaporkan berkaitan kelainan ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa hipertensi
lebih banyak ditemukan pada orang Caucasian berbanding orang America Utara.
4,5


PATOFISIOLOGI
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat
teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut
sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan
berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan
mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan
tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi
proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina
secara generalisata.
4,5
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya
penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi
hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan
perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai arteriovenous nicking.
Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan
aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai copper wiring.
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan
pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan
lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai
gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf
yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap
ini, dan biasanya meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat
berat.
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi
saja, karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain.
Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan
darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu
mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.

KLASIFIKASI
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939
oleh Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem
klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam
praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema
mayor yang disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari.
5
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina; hipertensi
ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala
dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan
darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,
vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi
ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;
peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,
asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,
kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina

Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks
arterioler retina
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papiledema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :
Penyempitan arteioler menyeluruh atau
fokal, AV nicking, dinding arterioler
lebih padat (silver-wire)
Asosiasi ringan dengan
penyakit stroke, penyakit
jantung koroner dan mortalitas
kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih
tanda berikut :
Perdarahan retina (blot, dot atau flame-
shape), microaneurysme, cotton-wool,
hard exudates
Asosiasi berat dengan penyakit
stroke, gagal jantung, disfungsi
renal dan mortalitas
kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate dengan Asosiasi berat dengan

edema papil : dapat disertai dengan
kebutaan
mortalitas dan gagal ginjal
DIAGNOSIS
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan
visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-
Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab
lain retinopati selain dari hipertensi.
5,6
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada
mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau
stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan
simptom pada mata. Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui
melalui pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan
perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan
pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnigs spot yaitu atrofi
sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada
bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan
terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia
vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi
perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini
dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO).
Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal
dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam
lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-
ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk
bintang.

Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme
yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran
ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler
dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan
formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang
atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga
terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf
kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan
fleksiform luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme.
Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid
yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain
percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga
meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan
transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan
edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara histologis, yang
terlihat adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit
lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran
macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul
akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier.
5,6
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran
tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar
gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal
terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang
dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang
mungkin bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.
PENATALAKSANAAN
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada
fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90
mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini

tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan
bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar
tekanan darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi
mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE
Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara
penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina.
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk
menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya.
Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak
tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi
dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur. Dokter atau petugas kesehatan
harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda
retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah, evaluasi dan management
pada pasien dengan hipertensi harus diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi ke
target organ yang lain.
6,7
KOMPLIKASI
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya
arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi
yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau
oklusi arteri retina sentralis (CRAO).
7,8
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan
jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark
pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami
rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap
terjadi kerusaka yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi
merupakan akibat dari emboli. Tiga varietas emboli yang diketahui adalah:
i) kolesterol emboli (plaque Hollenhorst) yang berasal dari arteri karotid
ii) emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis pembuluh arah besar

iii) kalsifik emboli yang berasal dari katup jantung
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi
secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior
dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur
koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga
memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat
arteriosklerosis pada lamina cribrosa
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang
diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis
dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling
sering, namun penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma
Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi inflamasi lain yang berlangsung kronis.
Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau
lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan penyembuhan yang terlambat
akibat paparan cahaya langsung.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali
terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau edema
retina tanpa papiledema mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien
dengan papiledema, jangka hidupnya diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada
sesetengah kasus, komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan
darah yang baik.
7,8




REFERENSI
1. Bhavsar AR & Drouilhet JH. 2009. Retinopathy, Diabetic, Background dalam
http://emedicine.medscape.com/
2. Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
3. Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
4. Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic
Retinopathy. Australian Diabetes Society for the Department of Health and
Ageing: Australia.
5. Reddy GB, Satyanarayana A, Balakrishna N, Ayyagari R, Padma M, Viswanath
K, Petrash JM. 2008. Erythrocyte Aldose Reductase Activity and Sorbitol Levels
in Diabetic Retinopathy dalam www.molvis.org/molvis
6. Roy MS. 2000. Diabetic Retinopathy in African Americans with Type 1 Diabetes
dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10636422
7. Ciulla TA, Amador AG, Zinman B. 2003. Diabetic Retinopathy and Diabetic
Macular Edema, Pathophysiology, Screening, and Novel Therapies dalam
http://care.diabetesjournals.org/content (online).
8. James B dkk. 2006. Oftalmologi, Lecture Notes, Edisi ke-9. Erlangga: Jakarta.
9. Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008. Diabetik Retinopati. Universitas Sumatra
Utara: Medan.

Вам также может понравиться