Вы находитесь на странице: 1из 10

i

REFLEKSI KASUS

PEMERIKSAAN EEG

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Kesehatan Ilmu Anak
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta











Disusun Oleh:
Ari Irawan
20090310219

Diajukan Kepada:
dr. Handayani, M.Sc., Sp.A





BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
ii

Daftar Isi


REFLEKSI KASUS ................................................................................................. i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
Pemeriksaan EEG.................................................................................................... 1
A. Definisi ......................................................................................................... 1
B. Indikasi EEG ................................................................................................ 2
C. Persiapan Pemeriksaan EEG ........................................................................ 2
D. Gelombang EEG .......................................................................................... 3
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 8

1

Pemeriksaan EEG
A. Definisi
Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi
kelainan aktivitas elektrik otak, sedangkan menurut dr. Darmo Sugondo
membedakan antara Electroencephalogram dan Electroencephalografi.
Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik otak dengan
alat pencatatan yang peka sedangkan grafik yang dihasilkannya disebut
Electroencephalogram. Jadi Aktivitas otak berupa gelombang listrik, yang
dapat direkam melalui kulit kepala disebut Elektro-Ensefalografi (EEG).
Amplitudo dan frekuensi EEG bervariasi, tergantung pada tempat perekaman
dan aktivitas otak saat perekaman.
1

Gelombang EEG berasal dari kortek, namun modulasinya dipengaruhi
oleh formasio retikularis di subkortek. Formasio retikularis terletak di substansi
abu otak dari daerah medulla sampai midbrain dan talamus. Neuron formasio
retikularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio
retikularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu seperti dalam
keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio retikularis midbrain
mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang
delta. Jadi formasio retikularis midbrain merangsang ARAS (Ascending
Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian
area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang
juga mengirimkan serabut difus kesemua area di kortek serebri.
2

ARAS mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di
kortek, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang
mempunyai efek eksitasi kortek secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi
ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik
dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke kortek, sinyal
sensorik dari serabut sensori aferen menstimulasi ARAS melalui cabang-
cabang kolateral akson. Jika sistem aferen terangsang seluruhnya (suara keras,
mandi air dingin), proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan
terjaga.
3

2

B. Indikasi EEG
1. Mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi.
2. Mendiagnosa dan lokalisasi tumor otak, Infeksi otak, perdarahan otak,
Parkinson.
3. Mendiagnosa Lesi desak ruang lain.
4. Mendiagnosa Cedera kepala.
5. Periode keadaan pingsan atau dementia.
6. Narcolepsy.
7. Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anesthesia umum
perawatan.
8. Mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit.
3

EEG juga dapat digunakan untuk membantu dalam memonitoring
beberapa tindakan seperti :
5

1. Untuk memantau kedalaman proses anestesi.
2. Sebagai indicator langsung dari perfusi otak pada endarterektomi karotis.
3. Monitoring efek amobarbital selama tes WADA.
4. Untuk monitoring kerusakan otak sekunder pada SAH.
C. Persiapan Pemeriksaan EEG
Sebelum melakukan tindakan EEG, maka pasien ada beberapa hal yang
harus dipersiapkan, diantaranya yaitu:
4

1. Identitas penderita harus dicatat lengkap.
2. Tingkat kesadaran penderita harus dicatat, untuk menghindari salah
interpretasi EEG.
3. Obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus diidentifikasi, oleh karena
beberapa obat-obatan tertentu yang dapat mempengaruhi frekuensi maupun
bentuk gelombang otak. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat
sehingga gelombang otak yang didapat adalah gelombang otak yang bebas
dari pengaruh obat.
4. Premedikasi, dosis dan berapa lama sebelum perekaman harus diidentifikasi
dengan jelas.
5. Pasien dalam keadaan tenang dan rileks.
3

6. Kulit kepala dalam keadaan bersih, bebas kotoran, debu, minyak dan kulit
yang mati.
7. Perhatikan adanya bekas luka, bekas kraniotomi.
8. Hindari makanan yang mengandung kafein ( seperti kopi, teh, cola, dan
coklat) sedikitnya 8 jam sebelum test. Makanlah dalam porsi kecil sebelum
test, sebab gula darah rendah ( hypoglycemia) dapat menghasilkan test
abnormal.
9. Tidur dapat mempengaruhi hasil EEG maka usahakan agar pasien tidak
tertidur saat dilakukan test, jika anak-anak akan di EEG coba untuk tidur
sebentar tepat sebelum dilakukan test.
10. Penyuluhan penderita sebelum perekaman tentang tujuan dilakukannya
EEG, apa yang dilakukan teknisi terhadap dirinya sebelum dan saat
perekaman, apa yang harus dilakukan penderita saat perekaman dan apa
yang akan dirasakan oleh penderita saat perekaman.
11. Identifikasi hasil neuroimaging yang sudah dilakukan.
4

D. Gelombang EEG
Pada pembacaan hasil EEG perlu diperhatikan : Lokasi / distribusi,
Frekuensi, Pola/ gambaran khas, Usia, Bangun, Tidur. Sinyal EEG dapat
diketahui dengan menggunakan elektroda yang dilekatkan pada kepala.
Tegangan sinyalnya berkisar 2 sampai 200 V, tetapi umumnya 50 V.
Frekuensinya bervariasi tergantung pada tingkah laku. Daerah frekuensi EEG
yang normal rata-rata dari 0,1 Hz hingga 100 Hz, tetapi biasanya antara 0,5 Hz
hingga 70 Hz. Variasi dari sinyal EEG yang terkait dengan frekuensi dan
amplitudo mempengaruhi diagnostik. Daerah frekuensi EEG dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian untuk analisis EEG, yaitu gelombang
di posterior (gelombang Alpha dan Lambda), gelombang Mu, gelombang Beta,
gelombang Theta, gelombang Delta.
5

a. Gelombang Alpha.
Gelombang alpha berada pada frekuensi sedikit dibawah gelombang
beta, yaitu sekitar 8 hingga 13.9 hertz. Otak manusia berada pada frekuensi
ini ketika seseorang dalam keadaan tenang atau rileks. Gelombang jenis ini
4

timbul ketika seseorang berada pada posisi peralihan atara pikiran sadar
dan pikiran bawah sadar. Dalam frekuensi ini, pikiran manusia mulai
terfokus kearah dalam dirinya sendiri atau mengarah kepada suatu hal saja.
Gelombang alfa terlihat normal pada saat bangun dan mata tertutup (tidak
tertidur).
5

Distribusi: bagian posterior kepala (oksipital, parietal dan temporal
posterior) dapat meluas ke sentral, verteks dan midtemporal.
Karakteristik: sinusoidal, waxes and wanes, Amplitudo : 20 70 uV (
Ka>Ki).
Reaktivitas :Amplitudo berkurang saat buka mata, aktivitas mental
sedangkan frekuensi berkurang saat mengantuk.
Gelombang Alpha dominan pada Anak, dimana Frekuensi tergantung
usia.
5





b. Gelombang lambda
Karakteristik: dapat terlihat saat bangun, buka mata, polaritas positif,
asimetri (normal), di daerah oksipital, jelas terlihat usia 2 15 thn,
dan jarang terlihat pada usia tua .
Gelombang Lambda mempunyai amplitudo : 20 50 uV .
Reaktivitas: gelombang ini tampak jika melihat suatu objek,dan
menghilang saat tutup mata.
5


c. Gelombang Mu
Gelombang ini sering disebut juga comb rhythm, rolandic alpha.
Frekuensi seperti Alpha (8-10 Hz) terdapat pada 20 % orang dewasa,
sering pada usia 8 16 tahun dan lokasinya di daerah sentral, dapat
tampak unilateral atau bilateral. Karakteristik gelombang berbentuk
lengkung, amplitudonya 20 60 uV, gelombang ini akan menurun
3-4 bln : 3.5 4.5 Hz 3 thn : 8 Hz
12 bln : 5 6 H 9 thn : 9 Hz
24 bln : 7 Hz 15 thn: 10 Hz
5

frekuensinya atau hilang dengan gerakan aktif, pasif atau stimulus taktil
kontralateral, maupun berpikir tentang gerakan. Gelombang ini berasal
dari korteks sensorimotor.
5

d. Gelombang Beta
Gelombang otak beta berada pada frekuensi tertinggi dibandingkan
gelombang otak lainnya. Frekuensinya antara 14 spd (siklus per detik) atau
Hertz hingga 30 spd/Hertz. Otak manusia berada pada frekuensi ini ketika
seseorang sedang dalam keadaan sadar dan sedang dalam keadaan aktif.
Misalnya saat belajar, membaca, berhitung, atau memperhatikan sesuatu
ke arah luar dirinya. Gelombang ini juga ditemukan ketika siaga atau pada
individu yang menjalani pengobatan tertentu, seperti benzodiazepines atau
pengobatan anticonvulsants.
Perbedaan amplitude kanan dan kiri lebih dari 35 % merupakan
suatu abnormalitas. Distribusi terutama frontal dan central dengan
amplitudo 10 20 uV (dewasa) dan 60 uV (anak usia 12-18 bulan).
5

e. Gelombang Theta
Posisi theta berada dibawah alpha, yaitu gelombang dengan
frekuensi 4 hingga 7 Hertz. Gelombang theta merupakan gelombang
dominan pada orang tua. Gelombang ini terjadi ketika kesadaran manusia
lebih terfokus atau mengarah kedalam dirinya sendiri. Misalnya pada saat
seseorang merasakan kantuk yang amat berat. Pada frekuensi ini, kinerja
pikiran bawah sadar telah aktif dan menggantikan pikiran sadar.
Distribusi di daerah frontal atau fronto-central dan temporal. Amplitudo
30 80 uV.
5


f. Gelombang Delta
Gelombang delta mempunyai suatu frekwensi kurang dari 3 siklus
per detik. Gelombang secara normal ditemukan hanya pada saat sedang
tidur dan anak-anak muda. Frekuensi ini terjadi ketika seseorang berada
pada kondisi yang tidak sadar. Misalnya pada saat tidur nyenyak
(somnambulism/sleep state). Kondisi ini juga sering dihubungkan dengan
6

perasaan empati dan intuisi, yaitu pada saat manusia merasakan sebuah
ketertarikan akan sesuatu atau pada saat manusia mampu menangkap
perasaan orang lain.
5

A. Interpretasi Hasil Pemeriksaan EEG
Normal a. Hasil dua sisi otak menunjukkan pola serupa dari aktivitas elektrik
b. Tidak ada gambaran gelombang abnormal dari aktivitas elektrik dan
tidak ada gelombang yang lambat
c. Jika pasien dirangsang dengan cahaya (photic) selama test maka
hasil gelombang tetap normal.
3

Abnormal a. Hasil dua sisi otak menunjukkan pola tidak serupa dari aktivitas
elektrik
b. EEG menunjukkan gambaran gelombang abnormal yang cepat atau
lambat, hal ini mungkin disebabkan oleh tumor otak,
infeksi/peradangan, injuri, strok, atau epilepsi. Ketika seseorang
mempunyai epilepsi dengan pemeriksaan EEG ini bisa diketahui
daerah otak bagian mana yang aktivitas listriknya tidak normal.
Namun pemeriksaan EEG saja tidak cukup, sebab EEG diambil
selalu pada saat tidak ada serangan kejang bukan pada saat serangan,
karena tidak mungkin orang yang sedang mengalami serangan
epilepsi dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa EEG. Maka,
pemeriksaan EEG harus ditunjang oleh pemeriksaan otak itu sendiri,
yaitu melihat gambaran otaknya dengan teknik foto Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Jadi EEG dengan sendirinya tidak cukup
untuk mendiagnosa penyakit neurology tetapi perlu dengan
pemeriksaan yang lain
c. Berbagai keadaan dapat mempengaruhi gambaran EEG. EEG yang
abnormal dapat disebabkan kelainan di dalam otak yang tidak hanya
terbatas pada satu area khusus di otak, misalnya intoksikasi obat,
infeksi otak (ensefalitis), atau penyakit metabolisme (Diabetik
7

ketoasidosis)
d. EEG menunjukkan grlombang delta atau gelombang teta pada orang
dewasa yang terjaga. Hasil ini menandai adanya injuri otak
e. EEG tidak menunjukkan aktivitas elektrik di dalam otak ( a flat/
atau garis lurus ). Menandai fungsi otak telah berhenti, yang
mana pada umumnya disebabkan oleh tidak adanya (penurunan)
aliran darah atau oksigen di dalam otak. Dalam beberapa hal,
pemberian obat penenang dapat menyebabkan gambaran EEG flat.
Hal ini juga dapat dilihat di status epilepsi setelah pengobatan
diberikan.
3



8

Daftar Pustaka
1. Niedermeyer E, Lopes da Silva F. (2004). Electroencephalography : Basic
Principles, Clinical Applications, and Related Fields. Lippincot Williams
& Wilkins.
2. Sharbrough F, Chatrian G-E, Lesser RP, Luders H, Nuwer M, Picton TW
(1991): American Electroencephalographic Society Guidelines for
Standard Electrode Position Nomenclature. J. Clin. Neurophysiol 8: 200-2.
3. Gilmore RL (1994): J. Clin. Neurophysiol RL Gilmore (ed.): American
Electrographic Society Guidelines in electroencephalography, evoked
potentials, and polysomnography, J. Clin. Neurophysiol. 11:(1, January)
147 pp

4. Rush S, Driscoll DA (1969): EEG-electrode sensitivity-An application of
reciprocity. IEEE Trans. Biomed. Eng. BME-16(1) 15-22.

5. Oliveira SN, Rosado P. EEG sensitivity and specificity of the diagnosis of
epilepsy. Acta Med Port. 2004; 17 (6): 465-70

Вам также может понравиться