Вы находитесь на странице: 1из 4

SIFILIS

Oleh : Desi Ratnasari


1. Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan penyakit
kronis dan bersifat sistemik selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh
(Hutapea, 2005). Menurut Mansjoer tahun 2000, sifilis adalah penyakit infeksi dengan perjalanan
penyakit yang kronis, adanya remisi dan eksaserbasi dapat menyerang semua organ dalam tubuh
terutama sistem kardiovaskular, otak dan susunan saraf.
Sifilis diklasifikasikan menjadi primer yaitu ulkus/ ulkus durum pada tempat suntikan; sekunder
yaitu kemerahan, lesi mukokutaneus, adenopati; tersier yaitu kardiak, neurologik, oftalmika,
pendengaran atau lesi guma (Bartlett, 2001).
2. Insidensi
Di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya
diperkiran lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki (Fauci, 2008). Menurut
Harahap tahun 2000, infeksi sifilis terutama banyak dijumpai pada penderita homoseksual.
3. Etiologi
Infeksi ini disebabkan oleh Treponema pallidum yang merupakan spesies dari Treponema dari
family spirocheateceae, ordo spirochaetales (Hutapea, 2005).
4. Patofisiologi dan patogenesis
Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung Treponema.
Treponema dapat masuk melalui selaput lender yang utuh atau kulit dengan lesi, kemudian
masuk ke peredaran darah dan semua organ dalam tubuh. Perkembangan berlangsung dari satu
stadium ke stadium selanjutnya.
Umumnya, 3-4 minggu setelah terjadi infeksi, pada tempat masuk Treponema pallidum timbul
lesi primer yang bertahan 1-5 minggu dan kemudian hilang sendiri. Kurang lebih 6 minggu
setelah lesi primer terdapat kelainan kulit dan selaput lendir yang pada permulaan meyeluruh
kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk khas. Kadang-kadang kelainan kulit hanya
sedikit (Mansjoer, 1999).
5. Gambaran Klinis
a. Lesi primer pada sifilis berupa chancroid atau chancre yang ditemukan pada penis pada pria,
untuk wanita chancre yang timbul biasanya multipel dan ditemukan pada vagina atau serviks
uterus. Chancre diawali dengan bentuk kecil, padat, papule, yang kemudian membesar secara
perlahan membentuk lesi yang tidak nyeri, berbatas tegas, jernih, dan dasar yang lembab.
b. Sifilis sekunder, pada tahap sekunder, gejala sudah mulai menyerang kulit secara general, lesi
kulit biasanya tersebar secara simetris, bisa berbentuk makulopapular, scale, atau pustular. Paling
banyak timbul di telapak tangan dan kaki. Bila ditemukan di area yang lembab seperti anogenital
atau selangkangan, paha, atau ketiak, dan tersebar secara luas dan menonjol dinamakan
kondilomalata.
c. Sifilis tersier. Tahap ini terjadi pada 1/3 kasus yang tidak ditangani, biasanya 5 tahun setelah
periode laten. Fase ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu sifilis kardiovaskular, neurosifilis, dan
sifilis tersier jinak (Kumar, 2007).
6. Pemeriksaan dan Diagnosa
Menurut Mansjoer tahun 1999, diagnosa berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Diagnosa
pasti sifilis ditegakkan bila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan lab dengan
mikroskop lapangan gelap 3x dan tes serologi untuk sifilis (TSS).
Menurut Hutapea tahun 2005, untuk menegakkan diagnosis sifilis diperlukan adanya konfirmasi
dari pemeriksaan lapangan gelap dan mikroskop fluorescent dan antibody serum, yaitu:
a. Tes yang menentukan antibody nonspesifik, yaitu tes Wasserman, tes Kahn, tes VDRL
(Veneral Diseases Research laboratory) tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan tes Automated
reagin.
b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement
Fixation).
c. Tes yang menentukan antibody spesifik, yaitu tes TPI (Treponema Pallidum
Immobilization), tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed), tes TPHA (Treponema
Pallidum Haemaglutination Assay), dan tes ELISA (Enzyme Linked immune Sorben Assay).
7. Diagnosa Banding
Menurut Hutapea (2005), untuk lesi pada genitalia harus dipertimbangkan beberapa jenis
penyakit terutama bila tanda klinis dan pemeriksaan lab untuk sifilis ternyata negative.
Ulkus mole
Granuloma inguinale
Herpes genitalis
Limfogranuloma venerum
Karsinoma
8. Penatalaksanaan
a. Medika mentosa
Sifilis primer dan sekunder
Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit injeksi IM (2,4 juta unit/kali) diberikan
1xseminggu, atau
Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari
atau
Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit diberikan 2,4 juta
unit/ kali sebanyak 2xseminggu.
Sifilis tersier
Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit, atau
Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit sehari), atau
Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit diberikan 1,2 juta
unit/ kali 2x seminggu.
Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eroitromisin 500mg
peroral 4x1 selama 30 hari.
b. Pemantauan serologic dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama dan setiap 6
bulan pada tahun kedua.
c. Nonmedika mentosa
Memberikan pendidikan pada pasien dengan menjelaskan bahaya PMS dan komplikasinya,
pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan, cara penularan PMS dan pengobatan pada
pasangan, menghindari hubungan seks apabila pasien belum sembuh, cara menghindari infeksi
PMS di masa yang akan datang, dan lain-lain (Mansjoer, 1999).
9. Komplikasi
Chancres / luka kelamin
HIV
10. Prognosis
Prognosisnya baik apabila ditangani dengan cepat dan tepat.

Daftar Pustaka
Bartlett, J.G. 2001. Pedoman Terapi Penyakit Infeksi. Jakarta: EGC
Fauci, A.S. 2008. Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill's company. ISBN 978-0-07-
147691-1
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates
Hutapea, N.O. 2005. Infeksi Menular Seksual: Sifilis. Ed.(3). Jakarta: Balai penerbit FKUI
Kumar, V. 2007. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. Elsevier. ISBN 978-
0721601878
Mansjoer, A. 1999. Penyakit Menular Seksual. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Вам также может понравиться