Вы находитесь на странице: 1из 35

Difteri

Alqi Yutha


Pembimbing : dr. Eka Destianti, Sp. A


BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat
menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae
dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada
kulit dan atau mukosa
Kuman bentuk batang gram positif, tidak
berkapsul, tidak membentuk spora, mati
pada pemanasan 60
0
C, dan tahan
terhadap beku dan kering
Penyakit ini telah didokumentasikan pertama kali muncul
pada abad ke-4 hingga abad ke-5 sebelum masehi dan
merupakan salah satu penyebab kematian pada anak sebelum
adanya vaksin yang terutama menyerang anak-anak yang
tinggal di daerah yang beriklim panas
Berdasarkan data Surveilans Nasional, Kejadian Luar Biasa
(KLB) Difteri telah menyebar di beberapa provinsi di
Indonesia. Jawa Timur menyumbang 83% kasus Difteri di
Indonesia. Di Kota Surabaya sendiri terhitung mulai 12
Oktober 2012, tercatat 59 kasus Difteri.


BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pendeita
Nama : An. BA
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Aceh Barat Daya
No. CM : 1013209
Tanggal Masuk : 08 Juni 2014
Tanggal Keluar :
Tanggal Kasus Diterima: 11 Agustus 2014
Anamnesa
. Keluhan Utama : Nyeri menelan

b. Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum masuk RSUDZA (5 Agustus 2014) anak mengeluh
nyeri telan, sakit kepala serta demam terus menerus, nyeri
bertambah saat makan dan minum. Kemudian orang tua membawa
pasien berobat ke dokter umum dan didapatkan tonsil yang
membesar ditutupi selaput berwarna putih keabuan. Kemudian
dokter memberikan obat dalam bentuk serbuk dan sirup, tetapi
keluarga lupa nama obatnya.
2 hari sebelum masuk RSUDZA (6 Agustus 2014) anak mengeluh
nyeri telan bertambah,suhu badan terus meningkat dan pada leher
kanan serta kiri timbul pembengkakan, kemudian pasien dibawa ke
dokter spesialis anak. Setelah itu dokter menyarankan untuk
dirawat inap di Rumah Sakit Aceh Barat Daya.

1 hari sebelum masuk RSUDZA (7 Agustus 2014) atau saat
hai rawatan pertama di RS Abdya anak masih dengan
keluhan yang sama nyeri telan (+), demam (+) bercak putih
di tonsil (+), dari diagnosa dokter anak di rumah sakit
diduga anak dengan difteri. Namun di daerah Aceh Barat
Daya tidak terdapat ADS sehingga pihak RS Abdya
melakukan rujuk ke RSUDZA

Pada hari jumat (8 Agustus 2014) jam 04.30 wib pasien
tiba di IGD RSUDZA lalu dilakukan anamnesa didaptkan
hasil : bengkak pada leher, nyeri menelan, demam, dan
tidur mendengkur.HR 93x/I, RR 25x/I, T 38,5 C. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan mulut : mukosa bibir lembab
(+), hiperemis (+). Tonsil T3/T2 tertutupi selaput berwarna
putih keabuan. Pada leher kanan tampak massa dengan
ukuran 4x2,5 cm dan 1x1 cm, pada sebelah kiri dengan
ukuran 4x2,5 cm dengan knsistensi lunak, kenyal dan
mobile


Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat cedera kepala ringan 2 bulan
yang lalu
Riwayat Penggunaan Obat:
Ibuprofen
eritromisin
Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah pasien alergi asam mefenamat
Riwayat Imunisasi: Riwayat imunisasi pasien lengkap.
Riwayat Kehamilan: Ibu pasien rutin memeriksakan diri secara
teratur ke bidan setiap bulan.
Riwayat Persalinan: Pasien merupakan anak ketiga dari 4
bersaudara. Lahir secara partus pervaginam di rumah bersalin dan
dibantu oleh bidan dengan berat badan lahir (BBL) 3000 gram.
Riwayat Pemberian Makanan:
0-6 bulan : ASI Eksklusif
6-18 bulan : ASI + Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
18 bulan- sekarang : Makanan Biasa
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Frekuensi Jantung : 100 x/menit, reguler, t/v cukup
Frekuensi Nafas : 28 x/menit
Temperatur : 38
o
C

Status Gizi
BB: 25 kg
TB: 130 cm
BB/U -1 s/d 0 SD
TB/U 2 s/d 3 SD
BB/TB < -3 SD
Kesan: Gizi baik

Status General
Kulit
Warna : Kuning Langsat
Turgor : Kembali cepat
Pucat : (-)
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Oedem : (-)
Kepala
Bentuk :Kesan Normocephali
Rambut :Berwarna hitam, sukar dicabut
Wajah :Pucat (-), Old moon face (-), Mongoloid face (-), Oedem (-)
Mata :Cekung (-)refleks cahaya (+/+),
sklera ikterik (-/-),konj.palpebra inf. anemis (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi geligi : Karies (-)
Lidah : Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil T3/T3, Hiperemis (+), Tampak selaput
membrane
(+) di tonsil d/s
Leher
Bentuk : Bull Neck (+)
Kel. Getah Bening : Pembesaran KGB (+)
Peningkatan TVJ : R-2 cmH
2
0 (-)
Axilla : Pembesaran KGB (-)

Thorax
Inspeksi :Bentuk dan Gerak : Kesan simetris fusiformis
Tipe pernafasan : Abdomino-torakal
Retraksi : (-)
Palpasi : Stem Fremitus, kanan = kiri, kesan normal
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, tidak terdengar suara nafas tambahan
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordisteraba ICS V Lnea midclaviculasinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III Linea mid claviculasinistra
Batas kanan : ICS IV Linea parasternaliskanan
Batas Kiri : ICS V Lnea midclaviculasinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, HR 100 x/menit, reguler, bising (-), desah (-)


Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal tak
teraba
Perkusi : Timpani (+), asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) N
Genetalia : Pria, dalam batas normal
Ekstremitas : Pulsasi 100x/menit, reguler,
t/v cukup, akral hangat,
CRT < 3

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Hb : 12,1g/dl
Ht : 36 g/dl
Eri : 4,6 10
6
/mm
3
Leu: 16,5 10
3
/mm
3

Tro: 277
Hitung Jenis
Eosinofil : 0
Basofil : 1
Netrofil segmen : 41
Limfosit : 52
Monosit : 7
Na : 136
K : 4,1
Cl : 100
GDS: 118
Ur : 22
Cr : 0,50
EKG : terdapat AV block, kesan karditis
Diagnosa Banding :
- Susp. Difteri Tonsil
- Abses Peritonsil

Diagnosa Kerja:
Susp. Difteri Tonsil
Terapi
-Pasien Rawat Isolasi

Medikamentosa :
-IVFD 2:1 20 gtt/I makro
-Inj. Cefotaxim 1250mg/8jam
-ADS 100.000 iu
-inj. Dexamethason 15mg , 8 jam kemudian
5mg/8jam selama 5 hari
-Paracetamo 3xcth II

Planning
Swab tenggorokan
Lapor dinkes
EKG serial


BAB III
ANALISA KASUS
Bengkak di leher kiri &
kanan
Demam
Nyeri menelan
ANALISA
Infeksi
Tonsil Inflamasi
Penyebaran
Limfogen
Limfadenitis
Demam,
Nyeri
telan
Terlhat adanya
selaput berwarna
putih keabuan di
tonsil pasien

Toksin
Difteri
Nekrosis
Daerah
kolonisasi
kuman
Bercak
eksudat

Kasus Pembahasan
Peningkatan Leukosit




Peingkatan Neutrofil



Leukosit adalah sel darah putih yang berperan
dalam pertahanan tubuh. Peningkatan jumlah
leukosit menunjukkan adanya suatu proses
infeksi

Sel ini yang paling banyak terdapat dalam
sirkulasi sel darah putih dan lebih cepat
merespon infeksi dan cedera jaringan daripada
jenis sel darah putih lainnya
Gambaran EKG : AV Block
Kesimpulan : Miokarditis


Gangguan sistem konduksi pada jantung disebabkan karena
adanya akut inflamasi pada nodus sinoatrial dan
antrioventrikular.
ANALISA
Toksin dari bakteri
menyebabkan inhibisi dari
sintesis protein yang
menyebabkan terjadinya
nekrosis hialin pada otot
jantung
Diagnosa Banding
Difteri Tonsil
Abses Peritonsil
Diagnosis
Difteria Tonsil-faring
-anoreksia, malaise, demam dan nyeri menelan
-Timbul membran yang melekat berwarna putih
kelabu yang menutupi tonsil
-Bullneck

Tatalaksana Umum
Pasien harus diisolasi sampai masa akut terlampaui dan
biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut.
Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu.
Tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu.
Pemberian cairan serta diet yang adekuat
Pasien dengan difteri laring dijaga agar nafas tetap bebas
serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan
nebulizer. Bila terjadi tanda obstruksi jalan nafas disertai
kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang
progresif hal-hal tersebut merupakan indikasi tindakan
trakeostomi sesegera mungkin
Tatalaksana Khusus
Pemberian Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS).
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis diphtheria.
Sebelumnya harus dilakukan tes kulit atau tes konjungtiva dahulu. Oleh
karena pada pemberian ADS terdapat kemungkinan terjadinya reaksi
anafilaktik, maka harus tersedia larutan Adrenalin 1 : 1000 dalam semprit.
Tes kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam
fisiologis 1 : 1000 secara intrakutan. Tes positif bila dalam 20 menit terjadi
indurasi > 10 mm.
Tes konjungtiva dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1 :
10 dalam garam faali. Pada mata yang lain diteteskan garam faali. Tes
positif bila dalam 20 menit tampak gejala konjungtivitis dan lakrimasi.
Bila tes kulit/konjungtiva positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi.
Bila tes hipersensitivitas tersebut di atas negatif, ADS harus diberikan
sekaligus secara tetesan intravena.

Kasus Pembahasan
Antibiotik







ADS 100.00 iu



Pemberian antibiotic diberikan bukan sebagai
pengganti antitoksin, melainkan untuk
membunuh bakteri dan menghentikan produksi
toksin. Penisilin prokain 50,000-100,000
IU/kgBB/hari selama 10 hari, bila terdapat
riwayat hiperswensitivitas penisilin, diberikan
eritromisin 40mg/kgBB/hari
1
.

Tujuan mengobati penderita difteria adalah
menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya pada jaringan, mencegah dan
mengusahakan agar penyulit yang terjadi
minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk
mencegah penularan serta mengobati infeksi
penyerta dan penyulit difteria
Anti toksin harus segera diberikan setelah diagnosis difteri ditegakkan. Dosis
ADS ditentukan bukan berdasarkan berat badan tetapi berdasarkan berat dan
lama sakit. Dosis ADS dapat dilihat dalam table berikut :

Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai
kegunaan pemberian kortikosteroid pada difteria.
Dianjurkan pemberian kortikosteroid pada kasus
difteria yang disertai gejala:
obstruksi jalan nafas bagian atas (dapat disertai atau
tidak bullneck)
bila terdapat penyulit miokarditis. Pemberian
kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata
tidak terbukti.
Prednison 2mg/kgBB/hari kemudian diturunkan
dosisnya bertahap
Planning
Swab Tenggorokan
Pemeriksaan penunjang untuk isolasi C. Diphteriae yaitu
dengan menyiapkan bahan pemeriksaan berupa biakan yang
harus diambil dari hidung dan tenggorok dan dari salah satu
tempat lesi mukokutan lainnya dengan cara apusan dari tepi
atau bagian bawah tepi pseudomembran dan sebagian
membran harus diambil dan diserahkan bersama eksudat di
bawahnya, kemudian ditanam pada media Loeffler dilanjutkan
dengan tes toksinogenesitas secara in vivo (marmut) dan in
vitro (tes Elek)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis tanpa
menunggu konfirmasi pemeriksaan laboratorium untuk
menemukan kuman C. diphteriae karena penundaan
pengobatan akan membahayakan jiwa pasien
Laporan Ke Kementrian Kesehatan Provinsi
Aceh telah bebas dari penyaki difteri sehingga
jika terdapat temuan kasus difteri maka
dianggap sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dengan demikian pihak kementerian kesehatan
provinsi akan melakukan evaluasi ke
Kota/Kabupaten terkait.
EKG serial
Pada pasien difteri dengan komplikasi
miokarditis sangat penting untuk dievaluasi
sejauh mana toksin dari bakteri mempengaruhi
kerja jantung
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam


TERIMA KASIH

Вам также может понравиться