MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENDIAGNOSIS PERMASALAHAN PENGOPERASIAN PERSONAL COMPUTER PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TKJ SMK NEGERI 26 JAKARTA
DI SUSUN OLEH DINA AMALIA 5215095035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA JANUARI 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga proposal penelitian ini telah selesai meskipun jauh dari sempurna. Peneliti berharap proposal penelitian ini, dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dalam bidang pendidikan. Proposal penelitian ini disusun untuk menjelaskan tentang PENERAPAN KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN PETA KONSEP DAN NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR MENDIAGNOSIS PERMASALAHAN PENGOPERASIAN PERSONAL COMPUTER PADA SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TKJ SMK NEGERI 26 JAKARTA karena dengan penelitian ini sangat berguna untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar yang dicapai dalam pemberian tugas pekerjaan rumah. Dalam penyusunan proposal penelitian ini peneliti banyak menghadapi kesulitan baik dalam penyusunan maupun dalam pengumpulan data. Tetapi semua itu dapat peneliti atasi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, terutama : 1. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan moril maupun materil. 2. Bapak Dr. Bambang Dharma Putra, M.Pd sebagai dosen pembimbing dalam penelitian. 3. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kelengkapan proposal penelitian ini. Akhir kata semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya. Jakarta, Januari 2012
Peneliti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat dan segala informasi menjadi berlipat ganda setiap detiknya. Hal ini erat kaitannya dengant eknologi yang memberikan peluang berkembangnya sains. Berbagai macam penemuan dalam bidang teknologi banyak bermunculan selaras dengan perkembangan sains. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan sains. Solusi untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dirasa mampu untuk meningkatkan semangat peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar, karena dengan pembelajaran secara kooperatif semaksimal mungkin partisipasi siswa dalam memperoleh pengetahuan sangat diperlukan. Metoda pengajaran yang akan diterapkan harus memperhatikan sasaran atau subyek pelaku tindakan. Subyek penelitian ini adalah siswa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dimana mereka termasuk dalam kategori remaja. Menurut Arikunto (2008:38) siswa pada kategori remaja cenderung bersifat mandiri, ingin segala sesuatunya serba bebas, menuntut kreativitas, ingin dihargai sebagai anak gede yang tidak mau dikungkung tetapi ingin bebas. Oleh karena itu, metoda pembelajaran yang menjadi alternative pilihan dan dapat diterapkan pada siswa SMK adalah pembelajaran kooperatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran KKPI di SMK Negeri 26 Jakarta, dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran mata pelajaran KKPI masih menggunakan metode ceramah, pembelajaran masih didominasi oleh guru dan kurang terpusat pada siswa. Siswa hanya diberi tugas dan berdiskusi pada bagian materi tertentu saja. Hal ini menyebabkan siswa kurang merespon selama kegiatan pembelajaran berlangsung karena siswa merasa bosan, jenuh, mengantuk dan kurang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. Siswa menganggap bahwa apa yang disampaikan guru sudah banyak tanpa mereka berinisiatif untuk mencoba memecahkan masalah, mereka hanya bergantung pada penyampaian materi guru yang berlanjutsampaimereka lulus. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa yang kurang optimal dalam mencapai ketuntasan belajar. Oleh karena itu, dengan penerapan kolaborasi model pembelajaran diharapkan siswa akan merasa lebih dihargai di dalam proses pembelajaran karena guru berusaha memberikan suatu tanggung jawab kepada masing- masing siswa atas tugas atau pertanyaan yang telahdiberikanoleh guru. Kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Number Head Together merupakan suatu kegiatan berkesinambungan, setelah siswa memahami materi dengan peta konsep yang ada kemudian pengetahuan siswa akan diperkuat dengan diskusi kelompok dimana masing-masing siswa memiliki tanggung jawab menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru sebelum mereka melakukan praktikum. Kegiatan ini merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa dalam memahami materi pelajaran yang telah dipelajari. Dengan penerapan kolaborasi model pembelajaran siswa tidak akan pasif karena pembelajaran yang berorientasi pada siswa, guru merupakan fasilitator bagi siswa dalam proses pemahaman terhadap materi pelajaran yang akan diperoleh siswa, serta kemampuan mereka dalam melakukan praktikum. Diharapkan dengan penerapan kolaborasi kedua model pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa, oleh karena itu peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian pada proses belajar mengajar yang terjadi di SMK Negeri 26 Jakarta. Penelitian ini mengambil judul Penerapan Kolaborasi Model Pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Mendiagnosis Permasalahan Pengoperasian Personal Computer di SMK Negeri 26 Jakarta. B. Rumusan Masalah Dari paparan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diambil adalah Bagaimana penerapan Kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal Computer? C. TujuanPenelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together agar dapat meningkatkan hasil belajar pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer pada siswa X program keahlian TKJ SMK Negeri 26 Jakarta. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian tindakan ini adalah Jika siswa kelas X SMK Negeri 26 Jakarta diajar menggunakan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together maka hasil belajar siswa pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer akan meningkat. E. Manfaat Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada berbagai pihak sebagai berikut: 1. Bagi SMK Negeri 26 Jakarta Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.
2. Bagi Guru a. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran pada mata pelajaran KKPI agar dapat meningkatkan pemahaman dan peran aktif siswa. b. Guru dapat mengevaluasi siswa atas berhasil atau tidaknya pembelajaran yang sudah dilakukan. Oleh karena itu dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran guru. 3. Bagi Siswa a. Dapat memotivasi dan hasil belajar siswa. b. Dapat mendorong siswa untuk berani mengemukakan idea tau pendapat serta merasa ikut bertanggung jawab atas pertanyaan yang diberikan oleh guru. c. Dapat menimbulkan rasa percaya diri terhadap potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. 4. Bagi Peneliti a. Dapat memberikan pengalaman pada peneliti dalam menghadapi permasalahan pendidikan yang ada di lapangan sebagai acuan yang bisa digunakan dalam proses mengajar pada kesempatan yang akan dating. b. Dapat memperoleh informasi secara langsung mengenai proses dan hasil penerapan model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together dilapangan guna meningkatkan hasil belajar siswa.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar dan Pembelajaran Kegiatan yang tidak pernah ditinggalkan manusia selama menjalani hidupnya adalah berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik secara langsung maupun tidak langsung, interaksi tersebut merupakan usaha manusia untuk belajar memahami hidup. Dengan belajar manusia bisa lebih mengerti tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan demi keberlanjutan hidupnya. Secara psikologis Slameto (2003:2) menjelaskan bahwa: Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2004:27) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dalam interaksi dengan lingkungan inilah serangkaian pengalaman baru akan tercipta. Konsep serupa juga dipaparkan oleh Azwar (2004:164) dalam bukunya bahwa belajar merupakan setiap perubahan perilaku yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, oleh karena itu manusia selalu terbuka terhadap seluruh perubahan yang terjadi pada dirinya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:17) belajar merupakan Seseuatu yang kompleks, hal ini dibuktikan dengan adanya interaksi antara siswa dan guru. Dari sudut siswa belajar dialami sebagai suatu proses, sedangkan dari sudut guru proses belajar merupakan perilaku belajar tentang suatu hal. Dari kegiatan belajar, mengajar, guru membelajarkan siswa dengan harapan siswa belajar. Perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang banyak sifat maupun jenisnya, adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam perngertian belajar adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2003:3); (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (6) perubahan mencakup semua aspek tingkah laku. Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri seseorang dapat dilihat pada uraian berikut. Pertama, Perubahan secara sadar berarti bahwa seseorang yang akan belajar menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Jadi, perubahan tingkah laku yang terjadi karena keadaan tidak sadar tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu. Kedua, Perubahan dalam belajar bersifat kontiyu yaitu sebagai hasil belajar yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang akan terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Ketiga, Perubahan dalam belajar bersifat positif aktif yaitu dalam pembelajaran perubahan-perubahan perbuatan belajar, perubahan- perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memeperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar itu dilakukan semakin banyak dan semakin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena suatu usaha invidu sendiri. Keempat, Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air mata tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar bersifat tetap. Kelima, Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Keenam, Perubahan mencakup semua aspek tingkah laku, yaitu perubahan yang diperoleh seseorang setelah proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dan sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh individu dalam konteks memahami suatu hal serta memperoleh keterampilan nilai dan sikap untuk mencapai sebuah perubahan tingkah laku dalam diri individu tersebut yang terkait dengan interaksi lingkungan. Meskipun demikian, tidak semua perubahan yang terjadi dalam diri individu dapat dikatakan sebagai proses belajar, perlu digaris bawahi bahwa kondisi belajar adalah ketika individu terlibat atau melibatkan diri secara sadar dan secara emosional dengan proses belajar sehingga terjadi perubahan pandangan, pemahaman maupun tingkah laku dalam diri individu tersebut. Jadi ketika suatu perubahan terjadi pada diri individu secara tidak sadar, perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari proses belajar.
B. Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Ibrahim, dkk (2002:2) pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, tujuan, dan struktur penghargaan (reward). Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, mereka harus mengkoordinasikan usahanya ini melalui penggunaan pembelajaran. Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari hal-hal tersebut maka diperlukan interaksi yang saling asuh atau tenggang rasa dan saling menyayangi. Menurut Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi 2004:61) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Menurut Nurhadi, dkk (2004:61)pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu cara pembelajaran yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, yang bertujuan mengembangkan interaksi yang salah asah, silih asih dan silih asuh sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata yang bertujuan untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temanya yang mempunyai berbagai perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Meurut Nurhadi, dkk (2004:61-62). Unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah adanya: a. Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa saling merasa membutuhkan. Hugungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. b. Intekasi Tatap Muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. c. Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, meskipun demikian, penelitian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata pengusaan semua anggota kelompok secara individual. d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial sperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
C. Model Pembelajaran Coperative Learning tipe Numbered Head Together Metode pembelajaran model NHT adalah salah satu bagian dari metode pembelajaran struktural. Model NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan dan teman-temannya. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan metode lainnya, namun metode pembelajaran struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan para siswa memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjukkan oleh guru. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja sama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Ada struktur yang memiliki tujuan umum (goal) untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannya untuk mengerjakan keterampilan sosial. Model NHT dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) siswa dibai dalam beberapa kelompok dan masing-masing siswa dalam setiap kelompoknya mendapatkan nomor urut, (2) guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan permasalahn, (3) kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. (4) guru menyebutkan salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut melaporkan hasil kerja kelompok, dan (5) jika memungkinkan, guru dapat mengubah komposisi kelompok sehingga siswa yang memiliki nomor sama membentuk kelompok baru. Dalam metode NHT setiap tim, anggota terdiri dari 3-5 siswa dengan kemampuan yang bervariasi. Ada siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Di sini ketergantungan positif juga dikembangkan, sehingga siswa yang berkemanpuan rendah terbantu oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu setiap siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda-beda, misalnya jika dalam satu kelompok terdiri dari 5 siswa maka akan terdapat 5 nomor yang berbeda, sehingga dapat memudahkan guru dalam menilai tingkat kemampuaan siswa. Kemudian guru memberikan soal untuk didikusikan. Adapun tahan pelaksanaan NHT digambarkan seperti berikut:
Tahap II Tahap I Tahap III Tahap IV
Gambar 2.1 Tahapan Pelaksanaan Metode Pembelajaran THT Kelebihan metode struktural NHT adalah melibatkan lebih banyak siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pada saat pertanyaan diajukan keseluruh kelas, masing-masing anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk mewakili kelompok memberikan jawaban melalui pemanggilan nomor anggota secara acak. Wakil kelompok yang menjawab Questioning Guru member pertanyaan atau masalah yang akan dibahs oleh siswa Numbering Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dengan masing-masing anggota diberi nomor 1-5 Numbering Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyatukan pendapat terhadap jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru dan meyakinkan bahwa tiap anggota dalam tim mengetahui jawaban tersebut. Numbering Guru menyebutkan satu nomor tertentu, kemudian siswa yang memegang nomor yang dimaksud oleh guru mengacungkan tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Kemudian guru bertanya pada siswa yang memiliki nomor yang sama untuk menanggapi atau menjawab pertanyaan yang sama. pertanyaan guru, tidak hanya terfokus pada siswa yang lebih mampu atau didasarkan pada kesepakatan kelompok, tetapi semua siswa mempunyai kesempatan untuk mewakili kelompok tanpa dibeda-bedakan. Selain itu kelebihannya adalah dapat mengubah struktur kelas traditional, seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu sebelum ditunjuk guru untuk menjawab pertanyaan. Susana seperti ini dapat menimbulkan persaingan antar siswa, bahkan dapat menimbulkan kegaduhan di kelas karena para siswa saling berebut untuk mendapatkan kesempatan menjawab pertanyaan dari guru. Namun dengan menggunakan metode ini suasana kegaduhan akibat memperebutkan kesempatan menjawab pertanyaan dari guru tidak akan dijumpai karena siswa yang menjawab pertanyaan ditunjuk langsung oleh guru berdasarkan pemanggilan nomor secara acak. Kelemahan dari metode NHT adalah membutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa dan guru sehingga sulit mencapai target kurikulum. Selain itu membutuhkan kemampuan khusus bagi guru dalam melakukan atau menerapkan model belajar kooperatif serta menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. Meskipun demikian, kelemahan tersebut dapat datasi bila guru senantiasa berusaha mempelajari dan menerapkan pembelajaran kooperatif metode NHT secara sungguh- sungguh, serta dimbangi dengan penggunaan fasilitas pembelajaran secara optimal.
D. Metode Pembelajaran Peta Konsep 1. Pengertian Model Pembelajaran Teknik Peta Konsep (Mind Mapping) Dalam proses belajar siswa mendapatkan materi berupa informasi mengenai teori, gejala, fakta maupun kejadian-kejadian. Informasi yang diperoleh akan diolah siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja sistem otak, sehingga informasi yang diproleh dan diolah akan menjadi suatu ingatan. Berdasarkan tahapan evolusi, otak pada makhluk hidup berbai menjadi tiga bagian yaitu, batang atau otak reptilia (Primitif), sistem limbic atau otak mamalia, dan neokorteks. Masing-masing berkembang dalam waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi makhluk hidup. Sebagian besar orang hanya menggunakan otak kirinya sebagai saran berkomunikasi dan perolehan informasi dalam bentuk verbal ataupun tertulis. Bidang pendidikan, bisnis, dan sins cenderung yang digunakan adalah otak belahan kiri. Dalam proses belajar siswa selalu dituntut untuk mempergunakan belahan otak kiri ketika menerima materi pelajaran. Materi pelajaran akan diolah dalam bentuk ingatan. Terkadang siswa tidak dapat mempertahankan ingatan tersebut dalam jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan karena tidak adanya keseimbangan antara kedua belahan otak yang akhirnya dapat menimbulkan terganggunya kesehatan fisik dan mental seseorang. Untuk menyeimbangkan antara kedua belahan otak maka diperlukan adanya masukan musik dan estetika dalam proses belajar. Masukan musik dan estetika dapat memberikan umpan balik positif sehingga dapat menimbulkan emosi positif yang membuat kerja otak lebih efektif (Bobbi de Porter dan Hernacki, 1999:38). Mencatat merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan daya ingat. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan. Tujuan pencatatan adalah membantu mengingat informasi yang tersimpan dalam memori tanpa mencatat dan mengulangi informasi, siswa hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang diajarkan. Umumnya siswa membuat catatan tradisional dalam tulisan linier panjang yang mencakup seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton dan membosankan. Umumnya catatan monoton akan menghilangkan topik-topik utama yang penting dari materi pelajaran. Otak tidak dapat langsung mengolah informasi menjadi bentuk rapi dan teratur melainkan harus mencari, memilih, memutuskan dan merangkainya dalam gambar-gambar, simbol-simbol, suara, citra, bunyi dan perasaan sehingga informasi yang keluar satu persatu dihubungkan oleh logika, diatur oleh bahasa dan menghasilkan arti yang dipahami. Teknik mencatat dapat terbagi menjadi dua bagian. Pertama catat, tulis, susun (CTS), yaitu teknik mencatat yang mampu mensinergikan kerja otak kiri dengan otak kanan, sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat sepuluh kali lipat. CTS menghubungkan apa yang didengar menjadi poin- poin utama dan menuliskan pemikiran dan kesan dari materi pelajaran yang telah dipelajari (Bobbi de Porte dan Hernacki, 1999: 152). Teknik mencatat kedua, pemetaan pikiran (Mind Mapping), yaitu cara yang paling mudah untuk memasukkan informasi ke dalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Tommy dan Bary Buzzan (dalam Rostikawati hal 4) menjelaskan peta pemikiran merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak. Bobbi de Porter Hernacki (1999: 152) menjelaskan, peta pikiran merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk suatu kesan yang lebih dalam.
2. Perbedaan Catatan Tradisonal dan Peta Konsep Berikut ini perbedaan antara catatan tradisional (catatan biasa) dengan catatan pemetaan pikiran (Mind Mapping/ Peta konsep) Catatan biasa: 1) Hanya berupa tulisan-tulisan saja 2) Hanya dalam satu warna 3) Untuk mereview ulang memerlukan waktu yang lama 4) Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama 5) Statis Peta pikiran (Mind Mapping) 1) Berupa tulisan, simbol atau gambar 2) Berwarna-warni 3) Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek 4) Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif 5) Membuat individu menjadi lebih kreatif. Sumber: Iwan Sugiarto (dalam Rostikawati, hal 4) Dari uraian tersebut, peta pikiran (Mind Mapping) adalah satu teknik mencatat dan mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secra verbal. 3. Tahapan Dalam Pembuatan Peta Konsep Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam peta pikiran (mind mapping) adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2. Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari. 3. Siswa diminta untuk membuat peta pikiran sesuai dengan materi yang telah diajarkan. 4. Siswa diminta untuk mempresentasikan hasil peta pikiran yang telah dibuat di depan kelas. 5. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan tentang peta konsep yang telah dibuat oleh siswa dengan mengacu pada peta konsep bandingan yang dimiliki oleh guru.
E. Hasil Belajar Penilaian dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan hasil belajar dalam ketuntasan penguasaan kompetensi. Penilaian di sekolah dilakukan dalam bentuk ulangan harian dan penguasaan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar di kelas. Menurut Sudjana (2008: 22)penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetaqpkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008:22). Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemmpuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Bloom (dalam Sudjana, 2008: 22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah kognitif, ranah afekti dan ranah psikomotorik. 1. Ranah Kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3. Ranah Psikomotorik Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
F. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir duhubungkan pada tujuan hipotesis yaitu jika siswa kelas X SMK Negeri 26 Jakarta diajar menggunakan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together maka hasil belajar siswa pada materi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer akan meningkat. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dengan model pembelajaran diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi antara guru dan siswa. Proses akan berjalan dengan baik jika siswa lebih banyak aktif. Permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya hasil belajar siswa, serta kurangnya keaktifan mereka di dalam kelas, menyebabkan hasil belajar mereka tidak sesuai dangan harapan, dan tidak mencapai standar kompetensi minimal sesuai yang ditargetkan. Untuk itu diperlukan upaya mengaktifkan siswa, mengajak siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan daya nalarnya dalam memecahkan masalah, salah satunya dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran peta konsep dan Numbered Head Together.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan Dalam penelitian, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena pengumpulan data dilakukan dalam situasi yang sesungguhnya oleh peneliti. Sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian kualitatif, yaitu manusia sebagai alat atau instrument (Moleong, 2066:9). Pada penelitian ini, kehadiran peneliti sebagai subyek pemberi tindakan sebagai pengajar yang membuat rancangan pembelajaran sekaligus menyampaikan bahan ajar selama kegiatan pembelajaran berlangsung, serta peniliti bertindak sebagai pengumpul dan penganalisis data, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Proses pengumpulan data dilakukan selama proses belajar berlangsung di kelas pada saat penelitian tindakan kelas.
B. Lokasi dan Subyek penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK 26 Jakarta yang terletak di Jalan Balai Pustaka, Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peniliti (Arikuto, 202:122). Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Program keahlian TKJ di SMK Negeri 26 Jakarta.
C. Intrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Lembar Observasi Lembar observasi adalah lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat untuk mendapatkan data tentang aktivitas yang dilakukan oleh guru sebagai pengajar dengan peserta didik selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
2. Lembar Wawancara Lembar wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui informasi mengenai tingkah laku siswa, hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diterapkannya kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together.
3. Soal Tes Arikunto (2006: 150) menyatakan tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
D. Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2008:204) Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian ini mendapatkan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode: 1. Observasi (Pengamatan) Menurut Arikunto (2006: 156)obervasi atau yang sering disebut dengan pengamatan meliputi kediatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2008:226) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan diporelah melalui observasi. Dalam penilitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan peneliti dalam menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together dan aktivitas siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Obervasi ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksannan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Hasil kegiatan observasi ini ditulis dalam lembar observas.
2. Interview (Wawancara) Menurut Arikunto (2006: 150) menyatakan wawancara atau konsioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interview). Esterberg (dalam Sugiyono, 2008: 231) mengatakan bahwa wawancara adalah merupakan pertemuaan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksi makna dalam suatu topic tertentu. Teknik wawancara dilakukan di awal dan akhir pemberian tindakan pada penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara awal untuk mengetahui bagaimana pelaksannaan pembelajaran pada kompetensi mendiagnosis permasalahan pengoperasian personal computer di SMK Negeri 26 Jakarta, dan peneliti melakukan wawancara di akhir pemberian tindakan untuk mengetahui tanggapan guru terhadap penerapan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together pada kelas X bidang keahlian TKJ. Wawancra dilakukan dengan guru mata pelajaran.
3. Soal Tes Menurut Arikunto (2006: 150) menyatakan tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini berupa tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Test awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai bahasan atau materi yang akan disampaikan atau diajarkan, sedangkan tes akhir dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah pemberian tindakan dalam proses pembelajaran. Instrument yang digunakan yaitu soal-soal yang berbentuk tes obyektif dan tes subyektif.
4. Dokumentasi Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan cara mengkaji dokumen baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kamera untuk memperoleh data berupa gambar dalam proses berlangsungnya delajar mengajar.
5. Catatan Lapangan Catatan lapangan digunakan untuk melengkapi data-data yang tidak terekam dalam lembar observasi, dengan demikian diharapkan tidak ada data penting yang dilewatkan dalam kegiatan penelitian ini. Catatan lapangan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti, dibantu oleh guru mata pelajaran.
E. Teknik Analisis Data Menurut Saukah dalam PPKI (2000:25) dijelaskan bahwa analisis data melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemacahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal penting dan penentuan apa yang dilaporkan. Mengacu pada pendapat tersebut, maka analisis adata dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu meliputi: (1) reduksi data, (2) data display, (3) penarikan kesimpulan, Miles dan Huberman (dalam Sugiyono), 2008:247-2552).
1. Reduksi data Mereduksi data berarti menrangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, cicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2. Data Display (penyajian data) Penyajian data adalah proses penampilan data yang terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar ketegori flow chart dan sebagainya. 3. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang akan dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
F. Pengecekan keabsahan Data Menurut Moloeng (2066:324) untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan data. Ada 4 kriteria yang digunakan yaitu derjat kepercayaan (credibility), keteralihan (transfererability), kebergantungan (dependability), kepastian (confirmability). Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan: 1. Teknik Triangulasi Moeong (2006:330) menjelaskan triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatau yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagi pembanding terhadap data itu. Denzin (dalam Moleong, 2006:330) membedakan 4 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini triangulasi adalah sumber, metode, dan teori. Triangulasi sumber digunakan untuk memeriksa keabsahan data dengan membandingakan data yang diperoleh dengan fenomena yang ada. Teknik triangulasi dengan sumber pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Data hsail pengamatan selama pemberian tindakan langsung akan dibandingkan dengan data hasil wawancara pada guru yang dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan pemberian tindakan pada kelas. Kemudian dari kedua data tersebut akan dicari kesamaan pandangan untuk membuktikan bahwa pemebelajaran Teknik Peta Konsep dan Cooperatif Learning tipe Numbered Head Together dapat memberikan dampak positif bagi kelas yang diberi tindakan. b. Membandingkan data dokumen nilai siswa pada pokok bahasan sebelumnya dengan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II berdasarkan pre test dan post test. Kemudian dari data tersebut akan dicari kesamaan pandangan untuk membuktikan bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat setelah pemberian tindakan pada siklus I dan siklus II. Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek temuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data, dan triangulasi teori dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh melalui observasi dengan teori terkait.
2. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi Pemeriksaan teman sejawat merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan sejawat, yang memiliki pengetahuan yang sama tentang apa yang sedang diteliti. Sehingga peneliti dapat meriew persepsi, pandangan dan analisis yang sedang silakukan.
G. Tahap-tahap Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu Penerapan Kolaborasi Mosel Pembelajaran Peta Konsep dan Numbered Head Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mendiagnosis Permasalah Pengoperasian Personal Komputer Pada Siswa Kelas X Program Keahlian TKJ SMK Negeri 26 Jakarta, maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Researgh). Secra garis besar alur pelaksanaan penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, 4) refleksi. Secara operasional langkah-langkah penelitian adalah sebagi berikut:
a. SIKLUS I 1. Perencanaan 1) Menentukan tujuan pembelajaran 2) Menyusun scenario dan rencana pembelaaran dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together 3) Menyiapkan media yang dibutuhkan 4) Menyiapkan lembar observasi, dan menyusun pedoman wawancara 5) Membuat soal-soal tes tulis untuk mengukur hasil belajar siswa 6) Menyusun daftar kelompok kecil mata pelajaran NHT 7) Berkoordinasi dengan guru mata pelajaran dan rekan sejawat tentang pelaksanaan tindakan yang dilakukan
2. Tahap Pelaksanaan Tahap ini merupakan penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam perencanaan. Proses dalam tindakan ini mengikuti urutan kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya. 3. Tahap Pengamatan Mengamati dilakukan selama kegiatan pelaksanaan berlangsung, proses pengamatan secra intensif dilakukan oleh dua orang yaitu sebagai seorang guru dan seorang teman sejawat. Obyek yang damati peneliti meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran, pengamatan dilakukan berdasarkan lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya, selain lembar observasi disediakan juga catatan lapangan untuk melengkapi data hasil observasi. 4. Tahap Refleksi Tahap ini dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan dan hasil pemahaman siswa, merefleksi adalah menganalisis data-data yang diperoleh dari observasi, wawancara, tes awal sampai akhir pada siklus I ini, serta catatan lapamgan yang telah dieroleh. Tahapan refleksi meliputi kegiatan memahami, menjelaskan dan meyimpan data. Peneliti bersama pengamat merenungkan hail tindakan I sebagai bahan pertimbangan apakah siklus I sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan-perbaikan, sebagai pelengkap untuk criteria tindakan yang telah ditentukan dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran, hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya.
b. SIKLUS II 1. Perencanaan 1) Menentukan tujuan pembelajaran 2) Menyusun scenario dan rencana pembelaaran dengan menerapkan kolaborasi model pembelajaran Peta Konsep & Numbered Head Together 3) Menyiapkan media yang dibutuhkan 4) Menyiapkan lembar observasi, dan menyusun pedoman wawancara 5) Membuat soal-soal tes tulis untuk mengukur hasil belajar siswa 6) Menyusun daftar kelompok kecil mata pelajaran NHT 7) Berkoordinasi dengan guru mata pelajaran dan rekan sejawat tentang pelaksanaan tindakan yang dilakukan
2. Tahap Pelaksanaan Tahap ini merupakan penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam perencanaan. Proses dalam tindakan ini mengikuti urutan kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya. Pelaksanaan kegiatan pada siklus II menitik beratkan pada kelanjutan kegiatan pada siklus I, yakni pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran NHT. Peta konsep yang telah ada akan digunakan sebagai aguan untuk menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
3. Tahap Pengamatan Mengamati dilakukan selama kegiatan pelaksanaan berlangsung, proses pengamatan secra intensif dilakukan oleh dua orang yaitu sebagai seorang guru dan seorang teman sejawat. Obyek yang damati peneliti meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran, pengamatan dilakukan berdasarkan lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya, selain lembar observasi disediakan juga catatan lapangan untuk melengkapi data hasil observasi.
4. Tahap Refleksi Tahap ini dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan tindakan dan hasil pemahaman siswa, kegiatan merefleksi pada siklus II ini dimaksudkan untuk memperbaiki setiap kesalahan yang terjadi pada siklus I agar tidak terulang pada siklus II. Tahapan refleksi meliputi kegiatan memahami, menjelaskan dan meyimpan data. Peneliti bersama pengamat merenungkan hail tindakan I sebagai bahan pertimbangan apakah siklus II sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan- perbaikan, sebagai pelengkap untuk criteria tindakan yang telah ditentukan dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran, hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini dipergunakan untuk keberhasilan dalam pembelajaran pada siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Arikuntro, Suharsini, Donald Ary, danAriefFurchan, PengantarPenelitianDalamPendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982
Nana Sudjana. (2005) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda Karya. Suharsimi Arikunto dkk (2007) Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Bambang Dharmaputra, "Penyusunan Silabus dalam KTSP SMK," Jurnal 8
Pendidikan, vol.3, No.4, 1-10 (Jakarta, April 2008).
Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi 2004:61)
(Moleong, 2066:9)
Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2009. PenelitianTindakanKelas. Jakarta :BumiAksara.
Fitria Kurniawati. 2011. Jurnal Penilaian Tindakan Kelas, (http://www.docstoc.com/docs/80948628/Proposal-Penelitian-Tindakan- Kelas?utm_source=email&utm_medium=email&utm_campaign=2&utm_content =3, diakses 25 Desember 2011)