Вы находитесь на странице: 1из 31

ii

iii


Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mandiri 2014
Kunjungan Kementrian Keuanga RI dan
Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Dosen Pendamping:
1. Badingatus Solikhah, S.E, M.Si
2. Trisni Suryarini, S.E, M.Si

Disusun oleh:
Ifatun Istiqomah (7211412034)


Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang
2014
iv

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mandiri 2014 Kunjungan Kementrian
Keuangan RI dan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Telah dibaca dan disahkan:
Hari :
Tanggal :

Oleh:
Dosen Pendamping I



Badingatus Solikhah, S.E, M.Si
NIP
Dosen Pendamping II



Trisni Suryarini, S.E, M.Si
NIP
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi



Drs. Fachrurozie, M.Si
NIP.196206231989011001



v

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun laporan
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mandiri 2014 ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Laporan ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan laporan ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
laporan ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun bagi kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan laporan selanjutnya.

Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.


Semarang, September 2014



Penulis




vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan KKL ........................................................................................................ 2
1.3 Manfaat KKL ...................................................................................................... 2
1.5 Waktu Pelaksanaan ............................................................................................. 3
1.7 Metode Penulisan Laporan.................................................................................. 3
1.8 Sistematika Laporan KKL .................................................................................. 4
BAB II PROFIL KEMENTRIAN KEUANGAN RI .......................................................... 6
2.1 Sejarah................................................................................................................. 6
BAB III PROFIL KEMENTRIAN BUMN ...................................................................... 16
3.1 Sejarah............................................................................................................... 16
3.5 Tugas dan Fungsi Pokok ................................................................................... 23
3.6 Struktur Organisasi ........................................................................................... 24
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 25
4.1 Simpulan ........................................................................................................... 25
4.2 Saran ................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ v

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kuliah Kerja Nyata (KKL) merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan
oleh mahasiswa (Akuntansi FE Unnes) dengan tujuan utama untuk
menjembatani antara teori yang didapatkan selama perkuliahan denan praktik
di lapangan (dunia kerja). Sehingga mahasiswa akan mendapatkan gambaran
yang nyata dan faktual bagaimana aplikasi teori yang sudah didapatkan pada
dunia kerja. Program KKL juga bertujuan sebagai wahana untuk
mengembangkan dan membentuk karakter mahasiswa yang mengedepankan
aspek kebersamaan dalam bersosialisasi dan bernegosiasi.
Kuliah Kerja Nyata (KKL) Mandiri FE Unnes merupakan agenda rutin
yang dilaksanaan setiap satu tahun sekali yang diikuti oleh seluruh mahasiswa
jurusan Akuntansi akhir semester IV (empat) dan mahasiswa transfer yang
belum mengikuti kegiatan KKL. KKL ini bertujuan untuk mengembangkan
materi dan kemampuan serta menambah wawasan dan pengetahuan yang
didapatkan sebagai pelengkap materi kegiatan perkuliahan. Sebagai
mahasiswa kita dituntut mampu memahami dan mengaplikasikan ilmu yang
didapat selama perkuliahan kedalam dunia kerja. Dengan pembekalan teori
dan ilmu yang didapat dalam kelas tidak cukup untuk membekali mahasiswa
agar memiliki kemampuan lain.
KKL Mandiri Jurusan Akuntansi FE Unnes tahun ini, kami berkesempatan
mengunjungi Kementrian Keuangan dan Kementrian BUMN sebagai onjek
KKL. Sebagai salah satu syarat kelulusan kegiatan KKL, maka perlu disusun
sebuah laporan KKL yang merupakan tugas dan kewajiban mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.



2

1.2 Tujuan KKL
Tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan KKL ini, antara lain:
1.2.1 Sebagai salah satu syarat kelulusan skripsi;
1.2.2 Mengembangkan teori dan kemampuan yang telah didapat penulis
selama perkuliahan;
1.2.3 Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat penulis dalam
pelaksanaan dunia kerja;
1.2.4 Menambah wawasan dan pengetahuan serta disiplin bagi penulis
dalam menghadapi dunia kerja;
1.2.5 Mengembangkan dan membentuk karakter mahasiswa yang
mengedepankan aspek kebersamaan dalam bersosialisasi dan
bernegosiasi.

1.3 Manfaat KKL
Manfaat pelaksaan bagi penulis laporan kuliah kerja lapangan ini antara lain,
sebagai berikut:
1.3.1 Memperdalam ilmu pengetahuan penulis tentang bidang
penngetahuan yang dalam hal ini adalah pengetahuan mengenai
Kementrian Keuangan dan Kementrian BUMN;
1.3.2 Mengasah pikiran mahasiswa yang melaksanakan penelaahan dan
pemecahan masalah yang ada dilapangan;
1.3.3 Penulis dapat mencocokkan teori dan praktiknya berdasarkan ilmu
yang telah didapatkan.
Selain itu, manfaat dari pelaksanaan kuliah kerja lapangan bagi universitas
antara lain:
1.3.1 Menjadikan mahasiswa lebih mandiri dan aktif dalam dunia kerja;
1.3.2 Dengan melaksanakan kuliah kerja lapangan, diharapkan dapat
menghasilkan lulusan universitas yang berkualitas dan professional.
3

Adapun manfaat dari pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan bagi perusahaan,
yaitu dapat meningkatkan kerjasama yang baik antara universitas dengan
perusahaan.

1.4 Objek KKL
Objek Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mandiri Akuntansi 2014 kelompok 3
dan 4 yaitu Kementrian Keuangan dan Kementrian BUMN.

1.5 Waktu Pelaksanaan
Kuliah kerja lapangan (KKL) Mandiri Akuntansi 2014 dilaksanakan pada:
Hari : Senin
Tanggal : 26 Agustus 2014
Waktu : 09.00 16.00 WIB

1.6 Peserta KKL
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mandiri Akuntansi FE Unnes 2014 diikuti
oleh 216 Mahasiswa Jurusan Akuntansi angkatan 2012, dengan rincian
sebagai berikut:
Akuntansi A 2012 sejumlah 63 orang;
Akuntansi B 2012 sejumlah 60 orang;
Akuntansi C 2012 sejumlah 58 orang; dan
Akuntansi D3 2012 sejumlah 37 orang.

1.7 Metode Penulisan Laporan
Dalam pembuatan laporan KKL ini digunakan 3 (Tiga) Metode, yaitu:
1.7.1 Observasi
Metode ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung ke
Kementrian Keuangan RI dan Kementrian Badan Usaha Milik
Negara.

4

1.7.2 Wawancara atau Interview
Dalam metode ini dilakukan tanya jawab antara peserta Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) dengan pihak Kementrian Keuangan RI dan
Kementrian Badan Usaha Milik Negara saat pemberian materi yang
disajikan oleh pembicara.
1.7.3 Kepustakaan
Metode ini dilakukan dengan memperoleh sumber-sumber data
sebagai pelengkap pembuatan laporan yang berasal dari buku-buku
dan artikel-artikel mengenai objek KKL serta informasi dari internet.

1.8 Sistematika Laporan KKL
Sistematika laporan disini dimaksudkan untuk mempermudah permohonan
mengenai laporan yang akan dibahas. Oleh karena itu penulis menyajikan
sistematika laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan KKL
1.3 Manfaat KKL
1.4 Objek KKL
1.5 Waktu Pelaksanaan
1.6 Peserta KKL
1.7 Metode Penulisan Laporan
1.8 Sistematika Laporan KKL
BAB II Profil Kementrian Keuangan RI
2.1 Sejarah Kementrian Keuangan
2.2 Dasar Hukum
2.3 Visi dan Misi
2.4 Tujuan dan Fungsi
2.5 Struktur Organisasi
2.6 Nilai-Nilai Kementrian Keuangan
5

BAB III Profil Kementrian Badan Usaha Milik Negara
3.1 Sejarah
3.2 Landasan Hukum
3.3 Visi dan Misi
3.4 Arah dan Kebijakan
3.5 Tujuan dan Fungsi
3.6 Struktur Organisasi

BAB IV Penutup
4.1 Simpulan
4.2 Saran













6

BAB II
PROFIL KEMENTRIAN KEUANGAN RI
2.1 Sejarah
Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak
masa lampau. Tiap pemerintahan, dari zaman kerajaan sampai sekarang,
memiliki pengelola keuangan untuk dapat melaksanakan pembangunan
perekonomian di pemerintahannya. Pengelolaan keuangan pemerintahan
disini meliputi semua milik pemerintahan atau kekayaan yang dimiliki oleh
suatu pemerintahan. Keuangan yang dikelola berasal dari masyarakat yang
berupa upeti, pajak, bea cukai, dan lain-lain.
Sebagai bagian dari suatu pemerintahan, Kementerian Keuangan
merupakan instansi pemerintah yang mempunyai peranan vital di dalam suatu
negara untuk melakukan pembangunan perekonomian. Pembangunan
ekonomi akan berjalan lancar apabila disertai dengan administrasi yang baik
dalam pengelolaan keuangan negara. Peranan vital Kementerian Keuangan
adalah mengelola keuangan negara dan membantu pimpinan negara dalam
bidang keuangan dan kekayaan negara. Oleh karena itu, Kementerian
Keuangan dapat dikatakan sebagai penjaga keuangan negara (Nagara Dana
Raksa).
Kebijakan selanjutnya yang dilakukan pemeritahan Belanda di Hindia
Belanda adalah Laissez faire laissez passer, yaitu perekonomian diserahkan
pada pihak swasta (kaum kapitalis). Kebijakan ini dilakukan atas desakan
kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga agar
lebih baik. Peraturan agraria baru ini bukannya mengubah menjadi lebih baik
melainkan menimbulkan penderitaan yang tidak layak. Pada masa ini
Departement van Financien dibentuk dan bertempat di istana Daendels karena
pusat pemerintahan berpindah ke tempat lain. Gedung ini dijadikan sebagai
tempat pengkoordinasian pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian
dukungan administrasif keuangan ke tempat lain.
7

Kekurangan tenaga ahli keuangan membuat pemerintah Belanda
menyelenggarakan berbagai kursus bagi orang Belanda dan orang Pribumi
yang dipandang mampu. Kursus yang diikuti adalah kursus ajun kontrolir dan
treasury / perbendaharaan. Terpusatnya tempat pengelolaan keuangan
dimaksudkan untuk memudahkan pengontrolan pemasukan dan pengeluaran
negara. Terjadinya keadaan ekonomi yang memprihatinkan adalah alasan
utama dibentuknya departement of financien.
Pecahnya perang dunia II di Eropa yang terus menjalar hingga ke wilayah
Asia Pasifik, membuat kedudukan Indonesia sebagai jajahan Belanda sangat
sulit, ditambah dengan terjepitnya pemerintah Belanda akibat serbuan Jepang.
Menjelang kedatangan Jepang di Pulau jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van
Buttingha Wichers berhasil memindahkan semua cadangan emas ke Australia
dan Afrika Selatan melalui pelabuhan Cilacap.
Selama menduduki Indonesia, Jepang menjadikan kota Jakarta sebagai
pusat pemerintahan. Gedung Departement of Finance dijadikan tempat untuk
melakukan aktivitas keuangan sehari-hari. Gedung ini dijadikan sebagai
tempat pengolahan keuangan dan pemutusan kebijakan ekonomi oleh Jepang.
Pada 7 Maret 1943, patung Jan Pieterzoon Coen yang berada di depan gedung
Department of Financien dihancurkan Jepang karena dianggap sebagai
lambang penguasa Batavia.
Banyak dari tenaga ahli keuangan Belanda ditawan oleh Jepang, dan
beberapa orang yang ahli dan berpengalaman dijadikan sebagai tenaga
pengajar keuangan pada putra-putri Indonesia. Kekurangan tenaga keuangan
menjadikan Jepang mendidik rakyat Hindia Belanda untuk mengikuti
pendidikan keuangan. Selama 1942-1945, Jepang menerapkan beberapa
kebijakan seperti, memaksa penyerahan seluruh aset bank, melakukan
ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh Bank Belanda, Inggris, dan
Cina. Selain itu, Jepang juga melakukan invasion money senilai 2,4 milyar
gulden di pulau Jawa hingga 8 milyar gulden (pada tahun 1946). Tujuan
invasion money yang dilakukan oleh Jepang adalah menghancurkan nilai
mata uang Belanda yang sudah terlanjur beredar di Hindia Belanda.
8

Fokus pendudukan Jepang di Hindia Belanda terhadap perang pasifik
menyebabkan Jepang melakukan kebijakan yang membuat terjadinya krisis
keuangan. Jepang melakukan perombakan besar-besaran dalam struktur
ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi
bencana kekurangan pangan karena produksi minyak jarak. Jepang
melakukan pengurasan kekayaan alam dan hasil bumi, dan menjadikan para
tenaga produktif sebagai romusha. Hiper inflasi yang terjadi pasa masa ini
menyebabkan pengeluaran bertambah besar, sedangkan pemasukan pajak dan
bea masuk turun drastis. Kebijakan ala tentara Dai Nippon merugikan
penduduk Indonesia.
Masa Kemerdekaan
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera
memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus
1945. Kota Jakarta dijadikan pusat pemerintahan. Pada masa ini, Gedung
Department of Financien masih berfungsi sebagai pusat kegiatan pengolahan
keuangan sehari-hari. Keadaan ekonomi keuangan awal kemerdekaan amat
buruk, dimana terjadi inflasi yang tinggi yang disebabkan beredarnya tiga
buah mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche
Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang. Mata uang Jepang yang beredar sekitar 4 Milyar dan uang merah
NICA menyebabkan terjadinya inflasi tinggi. Permasalahan ekonomi ini
menyebabkan diadakannya rapat tanggal 2 september 1945 oleh BPKKP dan
BKR di karesidenan Surabaya. Mereka sama-sama menyadari, disamping
mempertahankan kemerdekaan selain kekuatan bersenjata juga diperlukan
kekuatan dana untuk membiayai perjuangan itu.
Dalam wacana mencari dana, terpetik berita mengenai Dr,Samsi , seorang
ekonom dan tokoh pergerakan cukup terkenal di Surabaya. Pada kabinet
presidensial pertama RI 19 Agustus 1945, Soekarno mengangkat Dr. Samsi
sebagai Menteri Keuangan. Dr. Samsi memiliki peranan besar dalam usaha
9

mencari dana guna membiayai perjuangan RI. Ia mendapatkan informasi
bahwa di dalam Bank Escompto Surabaya tersimpan uang peninggalan
pemerintahan Hindia Belanda yang dikuasai Jepang. Kedekatannya dengan
pemerintah Jepang memudahkannya untuk melakukan upaya pencairan dana,
sehingga dapat digunakan untuk perjuangan. Pada 26 September 1945 Dr.
Samsi mengundurkan diri dan digantikan oleh A.A. Maramis.
24 Oktober 1945, Menteri Keuangan A.A Maramis menginstruksikan tim
serikat buruh G. Kolff selaku tim pencari data untuk menemukan tempat
percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Hasilnya, percetakan
G. Kolff Jakarta dan Nederlands Indische Mataaalwaren en Emballage
Fabrieken (NIMEF) Malang dianggap memenuhi persyaratan. Menteri pun
melakukan penetapan pembentukan Panitia Penyelenggaraan Percetakan
Uang Kertas Republik Indonesia yang diketuai oleh TBR Sabarudin.
Akhirnya, uang ORI (Oeang Republik Indonesia) pertama berhasil dicetak.
Upaya percetakan ORI ini ditangani oleh RAS Winarno dan Joenet Ramli.
Pada 14 November 1945 di masa kabinet Sjahrir I, Menteri keuangan
dijabat oleh Mr. Sunarjo Kolopaking. Mr. Sunarjo mengikuti konferensi
Ekonomi Februari 1946 yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang
bulat, dalam rangka menanggulangi masalah produksi dan distribusi
makanan, sandang serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan. Pada
6 Maret 1946, panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah yang dikuasai sekutu. Hal
ini menyebabkan kabinet Sjahrir berupaya untuk menindaklanjuti
pengumuman NICA tersebut untuk mengedarkan ORI. Hanya saja, peredaran
ORI tersebut membutuhkan dana. Langkah awal kabinet Sjahrir adalah
menggantikan Menteri Keuangan oleh Ir. Surachman Tjokroadisurjo. Upaya
utama yang dilakukan oleh Ir. Surachman untuk mengatasi kesulitan ekonomi
adalah, melakukan Program Pinjaman Nasional dengan persetujuan BP-KNIP
pada Juli 1946. Selain itu, ia juga melakukan penembusan blokade dengan
diplomasi beras ke India dan mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta
10

Amerika yang dirintis oleh para pengusaha Amerika Serikat yang dirintis oleh
badan semi pemerintah bernama Banking and Trading Coorporations
dibawah pimpinan Soemitro Djojohadikusumo. Ia juga menembus blokade
Sumatra dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia, dengan membuka
perwakilan dagang resmi yang bernama Indonesia Office (Indoff).
Pada 2 Oktober 1946, Menteri keuangan digantikan oleh Mr. Sjafruddin
Prawiranegara. Akhirnya, usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan
hasilnya dengan diterbitkannya EMISI PERTAMA uang kertas ORI pada
tanggal 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal tersebut
sebagai tanggal beredarnya Oeang Republik Indonesia (ORI) dimana uang
Jepang, uang NICA, dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. ORI pun
diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Mata uang
yang dicetak itu ditandatangani oleh Alexander Andries Maramis (15 mata
uang periode 1945-1947).
30 Oktober disahkan sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia oleh
presiden berdasarkan lahirnya uang emisi pertama Republik Indonesia, yang
membanggakan seluruh rakyat Indonesia. Uang adalah lambang utama suatu
negara merdeka serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada
khalayak umum. Untuk menghargai jasa A.A Maramis, maka gedung
Department of Financien atau gedung Daendels diberi nama gedung A.A
Maramis. Gedung ini menjadi pusat kerja Menteri Keuangan selaku pimpinan
Departemen Keuangan Republik Indonesia saat menjalankan tugasnya sehari-
hari. Seiring dengan kebutuhan akan koordinasi antar unit, sejak tahun 2007
gedung Menteri Keuangan dipindah ke Gedung Djuanda 1 yang berlokasi di
seberang gedung A.A Maramis.
Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang
Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang
pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, serta merujuk pada surat
edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Nomor SE-11 MK.1/2010
11

tentang perubahan Nomenklatur Departemen Keuangan menjadi Kementerian
keuangan, maka sejak 2009, Departemen Keuangan resmi berubah nama
menjadi Kementerian Keuangan.
Sebelum Kemerdekaan
Pengusiran Portugis oleh Belanda menjadikan Belanda mempunyai tempat
untuk menancapkan kukunya di Hindia Belanda, dengan melimpahkan
wewenang kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). VOC, yang
pada saat itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (1619-
1623 dan 1627-1629), diberi hak octrooi yang salah satunya adalah mencetak
uang dan melakukan kebijakan perekonomian. Sejak tahun 1600-an, VOC
mengeluarkan kebijakan untuk menambah isi kas negara dengan menetapkan
peraturan verplichte leverentie (kewajiban menyerahkan hasil bumi pada
VOC), contingenten (pajak hasil bumi, pembatasan jumlah tanaman rempah-
rempah agar harganya tinggi, dan preangerstelsel (kewajiban menanam pohon
kopi).
Pada bulan maret 1809, setelah menjual tanah weltevreden, pemerintahan
Daendels memutuskan membangun sebuah istana yang berhadapan dengan
lapangan parade Waterlooplein. Istana ini rencananya digunakan sebagai
pusat pemerintahan dan dipakai untuk kepentingan gubernur jenderal, dalam
rangka pemberian kebijakan. Selain itu, gedung ini juga difungsikan sebagai
tempat tahanan.
Sebagai pengganti Daendels, Gubernur Jansen kurang menaruh perhatian
pada pembangunan gedung, sehingga selama masa jabatannya pembangunan
gedung itu terlantar.
Kemudian, pembangunan istana ini dilanjutkan oleh Letnan Kolonel J.C
Schultze, perwira yang berpengalaman membangun gedung Societet
Harmonie di Batavia. Namun, pembangunan istana sempat terhenti karena
Hindia Belanda beralih kekuasan ke Inggris.
12

Pemerintahan Inggris melalui Thomas Stamford Raffles (1811-1816)
mengeluarkan kebijakan baru dengan nama Landrent (pajak tanah), dengan
mengubah pola pajak bumi yang diterapkan Belanda sebelumnya. Harapan
Raffles mengeluarkan kebijakan tersebut, agar masyarakat Hindia Belanda
memiliki uang untuk membeli produk Inggris. Pada intinya adalah
memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan dan menyerap hasil produksi
oleh penduduk. Kebijakan yang dilakukan Raffles mengalami kegagalan
karena tidak adanya dukungan dari raja dan bangsawan setempat, dan
penduduk kurang mengerti mengenai uang dan perhitungan pajak.
Hindia Belanda kemudian dikuasai kembali oleh Belanda setelah melalui
kesepakatan Inggris- Belanda. Pada periode ini, perbaikan perekonomian
mulai dilaksanakan. Jenderal Du Bus (1826), sebagai Gubernur Jenderal pada
masa itu, melanjutkan pembangunan istana tersebut dengan bantuan Ir.
Tromp, yang selesai pada 1828. Bangunan tersebut digunakan sebagai kantor
pemerintahan Hindia Belanda, yang diresmikan sendiri oleh Gubernur Du
Bus. Di tahun yang sama, Du Bus juga mendirikan De Javasche Bank dengan
alasan kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap memerlukan penertiban
dan pengaturan sistem pembayaran.
Pada tahun 1836, atas inisiatifnya, van Den Bosch mulai memberlakukan
cultuurstelsel (sistem tanam paksa) yang bertujuan untuk memproduksi
berbagai komoditi yang memiliki permintaan di pasar dunia. Sistem ini
merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka mengenalkan penggunaan
uang di masyarakat Hindia Belanda. Cultuurstelsel dan kerja rodi (kerja
paksa) mampu mengenalkan ekonomi uang pada masyarakat pedesaan. Hal
ini dilihat dengan meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan
ekonomi. Reformasi keuangan sudah berkali-kali dilakukan, tetapi belum
menghasilkan keuangan yang sehat.


13

2.2 Dasar Hukum
Dasar hukum: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.01/2011
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.

2.3 Visi dan Misi
Visi Kementrian Keuangan:
Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
inklusif di abad ke-21.
Lima Misi Kementrian Keuangan, yaitu:
2.3.1 Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui
pelayanan prima dan penegakan hukum yang ketat;
2.3.2 menerapkan kebijakan fiskal yang prudent;
2.3.3 mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum;
2.3.4 memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efisien dan
efekrif;
2.3.5 menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan
menawarkan proposisi nilai pegawai yang kompetitif.

2.4 Tugas dan Fungsi
Adapun tugas dan fungsi Kementrian Keuangan Republik Indonesia, yaitu
menyelenggarakan urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam
pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara.
Fungsi Kementrian Keuangan antara lain:
2.4.1 Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan
dan kekayaan negara;
2.4.2 Pengelolaan Barang Milik / Kekayaan Negara yang menjadi tanggung
jawab kementrian keuangan;
2.4.3 Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementrian
Keuangan;
14

2.4.4 Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementrian Keuangan di daerah;
2.4.5 Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan
2.4.6 Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai daerah.

2.5 Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI KEMENTRIAN KEUANGAN

2.6 Nilai-nilai Kementrian Keuangan
Nilai-nilai Kementrian Keuangan dibagi menjadi lima, antara lain:
2.6.1 Integritas
Berfikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar
serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
2.6.2 Profesionalisme
Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh
tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.
2.6.3 Sinergi
Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang
produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku
15

kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan
berkualitas.
2.6.4 Pelayanan
Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku
kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat,
akurat dan aman.
2.6.5 Kesempurnaan
Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk
menjadi dan memberikan yang terbaik.










16

BAB III
PROFIL KEMENTRIAN BUMN
(BADAN USAHA MILIK NEGARA)
3.1 Sejarah
Organisasi Pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
melaksanakan pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha Milik
Negara di Republik Indonesia telah ada sejak tahun 1973. Awalnya,
organisasi ini merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen
Keuangan Republik Indonesia. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami
beberapa kali perubahan dan perkembangan.
UNIT ESELON II
Dalam periode 1973 sampai dengan 1993, unit yang menangani
pembinaan BUMN berada pada unit setingkat Eselon II. Unit organisasi itu
disebut Direktorat Persero dan PKPN (Pengelolaan Keuangan Perusahaan
Negara). Selanjutnya, terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Persero dan
BUN (Badan Usaha Negara). Kemudian organisasi ini berubah menjadi
Direktorat Pembinaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sampai dengan
tahun 1993.
MENJADI UNIT ESELON I
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk mengoptimalkan
pengawasan dan pembinaan terhadap Badan Usaha Milik Negara, dalam
periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya hanya setingkat
Direktorat/Eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat Jenderal/Eselon
I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Negara (DJ-
PBUN). Dalam kurun waktu 1993- 1998 tercatat 2 (dua) orang Direktur
Jenderal Pembinaan BUMN, yakni Bapak Martiono Hadianto dan Bapak
Bacelius Ruru.
JADI KEMENTERIAN
17

Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara
sangat signifikan, maka sejak tahun 1998, pemerintah Republik Indonesia
mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi
setingkat Kementerian. Awal dari perubahan bentuk organisasi tersebut
terjadi di masa pemerintahan Kabinet Pembangunan VII, dengan nama
Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan
BUMN. Menteri pertama yang bertanggung jawab atas pendayagunaan
BUMN tersebut adalah Bapak Tanri Abeng. Pada masa ini sempat digagas
tentang BUMN Incorporated, sebuah bangun organisasi BUMN berbentuk
super holding.
Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001, struktur organisasi
Kementerian ini sempat dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi setingkat
eselon I di lingkungan Departemen Keuangan. Dirjen Pembinaan BUMN
waktu itu dijabat oleh Bapak I Nyoman Tjager. Namun, di tahun 2001, ketika
terjadi suksesi pucuk kepemimpinan Republik Indonesia, organisasi pembina
BUMN tersebut dikembalikan lagi fungsinya menjadi setingkat Kementerian
sampai dengan periode Kabinet Indonesia Bersatu. Menteri yang menanggani
BUMN digabungkan dengan penanaman modal, sehingga disebut Menteri
Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN yang dipercayakan kepada
Bapak Laksamana Sukardi. Beliau kemudian digantikan oleh Bapak Rozy
Munir. Selanjutnya, ketika kembali terjadi pergantian Presiden RI, di bawah
kabinet yang disebut Kabinet Gotong Royong, Bapak Laksamana Sukardi
kembali menjadi Menteri BUMN. Kala itu, kembali dipisahkan antara
pembinaan BUMN dengan penanaman modal. Bapak Laksamana Sukardi
menjadi Menteri BUMN dari tahun 2001 hingga 2004. Kemudian, ketika
Bapak SBY terpilih jadi Presiden di tahun 2004, terjadi pergantian Menteri
yang menanggani BUMN ini. Dalam masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I,
Bapak Sugiharto dipercaya menjadi Menteri Negara BUMN (2004-2006),
yang kemudian digantikan Bapak Sofyan A. Djalil (2006-2009) dan Bapak
Mustafa Abubakar (2009-2011). Selanjutnya Bapak Dahlan Iskan menjadi
Menteri Negara BUMN hingga saat ini.
18

3.2 Landasan Hukum
Dasar Kebijakan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara
Sejarah Kementerian BUMN
Kementerian Negara BUMN merupakan transformasi dari unit kerja
Eselon II Depkeu (1973-1993) yang kemudian menjadi unit kerja Eselon I
(1993-1998 dan 2000-2001). Tahun 1998-2000 dan tahun 2001 sampai
sekarang, unit kerja tersebut menjadi Kementerian BUMN.
Organisasi Pemerintah yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
melaksanakan pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha Milik
Negara di Republik Indonesia telah ada sejak tahun 1973, yang awalnya
merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan
Republik Indonesia. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa
kali perubahan dan perkembangan. Dalam periode 1973 sampai dengan 1993,
unit yang menangani pembinaan BUMN berada pada unit setingkat Eselon II.
Awalnya, unit organisasi itu disebut Direktorat Persero dan PKPN
(Pengelolaan Keuangan Perusahaan Negara). Selanjutnya terjadi perubahan
nama menjadi Direktorat Persero dan BUN (Badan Usaha Negara). Terakhir
kalinya pada unit organisasi setingkat eselon II, organisasi ini berubah
menjadi Direktorat Pembinaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sampai
dengan tahun 1993.
Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk
mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan terhadap Badan Usaha Milik
Negara, dalam periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya
hanya setingkat Direktorat/Eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat
Jenderal/Eselon I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha
Negara (DJ-PBUN).
Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara
sangat signifikan, pada tahun 1998 sampai dengan 2000, pemerintah
Republik Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola
BUMN menjadi setingkat Kementerian. Awal dari perubahan bentuk
organisasi menjadi Kementerian terjadi di masa pemerintahan Kabinet
19

Pembangunan VI, dengan nama Kementerian Negara Penanaman Modal dan
Pembinaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN.
Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001, struktur organisasi
Kementerian ini dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi setingkat eselon I
di lingkungan Departemen Keuangan. Namun, di tahun 2001, ketika terjadi
suksesi kepemimpinan di Republik Indonesia, organisasi tersebut
dikembalikan lagi fungsinya menjadi setingkat Kementerian sampai dengan
periode Kabinet Indonesia Bersatu ini.

3.3 Visi dan Misi
Sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
rangka mengelola aset negara, Kementerian BUMN memiliki visi dan misi
sebagai berikut:
Visi : Menjadi Pembina BUMN yang Profesional untuk meningkatkan nilai
BUMN
Misi, Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, Kementerian BUMN
menetapkan misi sebagai berikut:
3.3.1 Mewujudkan organisasi modern sesuai dengan tata kelola
pemerintahan yang baik;
3.3.2 Meningkatkan daya saing BUMN di tingkat nasional, regional, dan
internasional
3.3.3 Meningkatkan Kontribusi BUMN kepada ekonomi nasional.

3.4 Arah Kebijakan dan Strategi Terhadap Pembinaan BUMN
Arah kebijakan yang dirumuskan oleh Kementerian BUMN terdiri dari: (1)
arah kebijakan terhadap Kementerian BUMN dan (2) arah kebijakan terhadap
pembinaan BUMN.
3.4.1 Arah Kebijakan dan Strategi Terhadap Kementerian BUMN
Arah kebijakan terhadap Kementerian BUMN sebagai institusi
pembina BUMN adalah Reformasi Birokrasi. Kementerian BUMN
sebagai unsur pelaksana pemerintah yang bertugas dalam
20

melaksanakan fungsi pengawasan dan pembinaan kepada Badan
Usaha Milik Negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam
melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tersebut. Oleh karena itu, institusi Kementerian BUMN harus
didukung oleh perangkat dan sumber daya yang memadai, salah
satunya adalah sumber daya manusia yang kompeten, berintegritas,
serta berdedikasi tinggi dalam mewujudkan rencana dan program
kerja serta mampu mengemban amanat Undang-Undang tersebut.
Persiapan pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian BUMN
sedang dalam proses finalisasi segala persyaratan sebagaimana yang
berlaku di Kementerian/Lembaga yang telah melaksanakan reformasi
birokrasi.
Langkah-langkah yang memerlukan perhatian dalam finalisasi
reformasi birokrasi, antara lain:
3.4.1.1 Mempercepat penyelesaian seluruh dokumen persyaratan
reformasi birokrasi.
3.4.1.2 Melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dan Menteri Keuangan untuk mempercepat proses
pelaksanaan.
3.4.1.3 Mempersiapkan mekanisme rekruitmen pegawai Kementerian
BUMN yang baru untuk menutupi kekurangan SDM keahlian
tertentu.
3.4.1.4 Mempercepat proses penetapan status pegawai Kementerian
BUMN sebagai pegawai tetap Kementerian karena sampai saat
ini status pegawai masih status dipekerjakan dari berbagai
Kementerian/Lembaga lain.
3.4.1.5 Menyiapkan perangkat pelaksana penilaian Key Performance
Indicators (KPI) pegawai.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan, terdiri dari:
21

3.4.1.1 Meningkatkan kompetensi dan kinerja SDM Kementerian
BUMN.
3.4.1.2 Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Kementerian BUMN.
3.4.1.3 Meningkatkan implementasi Good Corporate Governance
Kementerian BUMN.
3.4.2 Arah Kebijakan dan Strategi Terhadap Pembinaan BUMN
Arah kebijakan utama terkait dengan pembinaan BUMN adalah
rightsizing, restrukturisasi, revitalisasi dan profitisasi BUMN secara
bertahap dan berkesinambungan.
Kebijakan rightsizing dilaksanakan melalui 5 jenis tindakan, yaitu:
3.4.2.1 Standalone
3.4.2.2 Merjer/konsolidasi
3.4.2.3 Holding
3.4.2.4 Divestasi
3.4.2.5 Likuidasi
Skenario pelaksanaan rightsizing BUMN tahun 2012-2014 adalah
rightsizing Sektor Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Sektor
Perkebunan, Sektor Kehutanan, Sektor Pertambangan, Sektor Farmasi,
Sektor Pengerukan, Sektor Aneka Industri sehingga jumlah BUMN
pada akhir tahun 2012 menjadi sekitar 116 BUMN. Pada tahun 2013,
akan dilakukan rightsizing pada Sektor Kebandarudaraan, Sektor
Angkutan Darat dan Kereta Api, Sektor Pertanian, Sektor
Perdagangan, Sektor Energi, Sektor Konstruksi dan Konsultan
Konstruksi, Sektor Logistik, dan Sektor Jasa Penilai sehingga jumlah
BUMN akan menjadi sekitar 105 BUMN. Selanjutnya, pada tahun
2014, akan dilakukan rightsizing pada Sektor Pertahanan, Sektor
Industri Berbasis Teknologi, Sektor Dok dan Perkapalan, Sektor Baja
dan Konstruksi Baja, Sektor Asuransi, dan Sektor Konstruksi sehingga
jumlah BUMN pada akhir tahun 2014 diperkirakan akan menjadi
sekitar 95 BUMN.
22

Kebijakan rightsizing secara lengkap dan menyeluruh dituangkan
dalam Master Plan 2010-2014 yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Rencana Strategis Kementerian BUMN ini.
Selain rightsizing, restrukturisasi, revitalisasi dan profitisasi
BUMN, arah kebijakan lain yang diambil adalah:
3.4.2.1 Memantapkan proses seleksi pengurus BUMN secara
profesional, transparan dan obyektif;
3.4.2.2 Penetapan peraturan pelaksanaan UU BUMN dan harmonisasi
peraturan perundang-undangan lainnya sesuai dengan UU
Perseroan Terbatas dan/atau Capital Market Protocol;
3.4.2.3 Penerapan Good Governance dan Good Corporate
Governance;
3.4.2.4 Peningkatan kinerja dan daya saing dan keberlanjutan usaha
BUMN;
3.4.2.5 Peningkatan kualitas pelaksanaan pelayanan umum;
3.4.2.6 Peningkatan peran BUMN dalam mendorong pelaksanaan
prioritas pembangunan nasional;
3.4.2.7 Privatisasi BUMN untuk meningkatkan daya saing dan nilai
perusahaan.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
3.4.2.1 Penerapan sistem informasi manajemen Kementerian
BUMN.
3.4.2.2 Meningkatkan kualitas dan kuantitas talent management
untuk pimpinan/direksi BUMN.
3.4.2.3 Meningkatkan kualitas sistem monitoring dan pengendalian
BUMN.
3.4.2.4 Meningkatkan upaya peningkatan nilai BUMN melalui upaya
creating value strategy.
23

3.4.2.5 Meningkatkan implementasi GCG dan sistem manajemen
kinerja di BUMN.
3.4.2.6 Meningkatkan kualitas dan kuantitas kebijakan investasi
BUMN.
3.4.2.7 Meningkatkan peran BUMN dalam keperintisan usaha dan
pengembangan UMKM.
3.4.2.8 Meningkatkan kualitas dividen yang diterima Pemerintah
dengan mempertimbangkan besaran investasi BUMN dalam
mendukung pertumbuhan usaha BUMN.
3.4.2.9 Meningkatkan kontribusi BUMN dalam mendukung
pembangunan nasional.
3.4.2.10 Meningkatkan kepuasan pelanggan dan pangsa pasar BUMN
dalam setiap sektor industri atau jasa yang dimasuki.
3.4.2.11 Meningkatkan daya saing BUMN di pasar domestik dan
internasional.
3.4.2.12 Meningkatkan efisiensi BUMN
3.4.2.13 Meningkatkan total pendapatan BUMN
3.4.2.14 Meningkatkan nilai dan kekayaan BUMN
Untuk mencapai jumlah BUMN yang ideal yang dapat
memaksimalkan nilai BUMN dan memberikan manfaat optimal bagi
Negara, akan dilakukan restrukturisasi/rightsizing BUMN.
3.5 Tugas dan Fungsi Pokok
Tugas :
Kementerian BUMN mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang
pembinaan Badan Usaha Milik Negara dalam pemerintahan untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Fungsi:
3.5.1 Perumusan dan penetapan pelaksanaan kebijakan di bidang
pembinaan Badan Usaha Milik Negara;
24

3.5.2 Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
pembinaan Badan Usaha Milik Negara;
3.5.3 Pengelolaan barang mililc/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian BUMN; dan
3.5.4 Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
BUMN.

3.6 Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI KEMENTRIAN BUMN






25

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari pemaparan diatas maka dapat disimpulkan:
4.1.1 Kementerian Keuangan, disingkat Kemenkeu, (dahulu disebut
Departemen Keuangan, disingkat Depkeu) adalah kementerian negara
di lingkungan Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan
keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan
berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Kementrian Keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di
bidang keuangan dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk
membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerin tahan negara.
4.1.2 Kementerian Badan Usaha Milik Negara (disingkat Kementerian
BUMN) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang
membidangi urusan badan usaha milik negara (BUMN). Kementerian
BUMN dipimpin oleh seorang Menteri Badan Usaha Milik Negara
(Menteri BUMN). Kementrian BUMN memiliki tugas
menyelenggarakan urusan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik
Negara dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
4.2 Saran
Kementrian Keuangan Republik Indonesia dan Kementrian Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dimana keduanya merupakan bagian dari
pemerintahan Indonesia yang mempunyai tugas sangat penting, yaitu
mengelola aset dan keuangan negara, hendaknya semakin meningkatkan mutu
pelayanan kepada masyarakat.




v

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Badan_Usaha_Milik_Negara_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Indonesia
www.kemenkeu.go.id
www.bumn.go.id

Вам также может понравиться