Вы находитесь на странице: 1из 16

Klasifikasi dan Diagnosis

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :


F.45.0 gangguan somatisasi
F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2 gangguan hipokondriasis
F.45.3 disfungsi otonomik somatoform
F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.5 gangguan somatoform lainnya
F.45.6 gangguan somayoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ
ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah
gangguan somatisasi dan hipokondriasis. penyempurnaan dalam DSM-V dijelaskan
dibawah.
F. 45.0 Gangguan Somatisasi
Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang
beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia
remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut
perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau
pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang
berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual,
orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria,
kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang
dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan
ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering
memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab
fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui.
Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali
menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar
untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan
perhatian dari keluarga dan orang lain

Epidemiologi
- Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
- Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun
- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-
20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
atau:
Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
- 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala,
perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama
hubungan seksual, atau selama miksi)
- 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung,
muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis
makanan)
- 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi
seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
- 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada
kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau
nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia;
atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
Salah satu (1) atau (2):
- Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan
suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
- Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:
Aksis I: Gangguan somatoform, somatisasi
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV: masalah dengan keluarga
Aksis V: GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedang

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressan

Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan.
Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci

Etiologi
Tidak diketahui

Epidemiologi
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang wanita.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi
tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.
atau :
- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
- Salah satu (1) atau (2)
Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi
medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek
cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya
enam bulan.
- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura)

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial
Aksis I: Gangguan somatoform Tak Terperinci
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV:
Aksis V: GAF Scale 61-70

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

Prognosis
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih
dominan.

F.45.2 Gangguan Hipokondriasis
Definisi
Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau
keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar
medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana
pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan
terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk
makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang
dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti
kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis
bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30
tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya.
Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem
pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi
yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang
dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan
hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam
sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri.
Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya
keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran
akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih
buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama
depresi mayor dan gangguan kecemasan.

Etiologi
Masih belum jelas

Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak
sampai waham)
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:
- Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu
penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala
tubuh.
- Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat.
- Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6
bulan.
- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial
Aksis I: Gangguan somatoform, hipokondriasis
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV:
Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Therapi kognitif-behaviour
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/
hari) dibandingkan dengan obat lain.

Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang
berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform
Kriteria diagnostik yang diperlukan :
- Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang
sifatnya menetap dan mengganggu
- Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)
- Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius
yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan
dari dokter
- Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari
sistem/organ yang dimaksud
- Kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan
F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria
F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap
Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering
wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya
secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau
berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian
tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004).
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri
yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris
dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan
menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.

Etiologi
Tidak diketahui

Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri
punggung.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
- Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis
- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri.
- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
- Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Contoh Penulisan Diagnosis Multiaksial
Aksis I: gangguan somatoform, nyeri menetap
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada
Aksis IV:
Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas
tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-
behavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada
opioid
4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID
5. Pertimbangkan akupunktur

Prognosis :
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman Diagnostik :
- Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian
tubuh/sistem tertentu
- Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan
- Termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, globus histericus(perasaan ada benjolan
di kerongkongan>>>disfagia) dan dismenore psikogenik

Tambahan DSM IV

Gangguan Konversi
Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala
dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan
konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan
penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom
fisik. Simptom-simptom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering.
Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang
tentara dapat menjadi lumpuh saat pertempuran yang hebat, misalnya.
Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa
gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif
yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal
atau histeria dan memainkan peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.
Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum
yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi
sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah
dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di
depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada
anggota badan (anastesi).
Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering kali tidak
sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi, tidak seperti pasien
epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi
kebutaan, orang yang penglihatannya seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke
kantor dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi tidak mampu berdiri atau
berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.

Etiologi
- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika seseorang
mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun
afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan
dari kesadaran.
- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi
karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha
untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang
dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan
bereaksi.

Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak
(akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:
Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik
volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik.
Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau
kambuhnya simptom fisik terkait dengan munculnya
Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau berpura-
pura memilikinya dengan tujuan tertentu.
Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak
dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pengujian yang tepat.
Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih
area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian
medis.
Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak
dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa orang dengan
gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap
simptom-simptom yang muncul, suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle
indifference (ketidakpedulian yang indah).

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala
5. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural terapi
6. Kronik: Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal pada
pasien
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik)

Prognosis
Baik, jika onset awal ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera
dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

Gangguan Dismorfik Tubuh
Definisi
Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan
palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang
dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan
dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk
memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba
memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak
dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-
pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan pola
berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka mengoreksi
kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa wajahnya seperti piringan,
terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat melakukan apa saja untuk memperbaiki
keadaan yang rusak tersebut.
Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan mengenai
kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-lama berkaca di
depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya kurang, sering pasien mendatangi
spesialis bedah dan kecantikan.

Etiologi
Tidak Diketahui

Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan
biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan kepribadian (Phillips & McElroy,
2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
- Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan.
- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).


Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Khususnya menghindari pembedahan
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Terapi kognitif-behavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/
hari) dibandingkan dengan obat lain

Prognosis
Bervariasi
Pendekatan Penanganan
Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform adalah
sebagai berikut:
- Penanganan Biomedis
Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas dalam
menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.
- Terapi Kognitif-Behavioral
Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement
sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk
mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai
kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-
teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan,
tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang
mendasarinya.
Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada
pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita
gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau
kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan
klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk
mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

Somatic Symptom and Related Disorders
Dalam DSM-5, gangguan somatoform sekarang disebut Somatic Symptom and Related
Disorders. Klasifikasi somatoform dalam DSM-5 mengeluarkan beberapa gangguan dan
men-subkategorikan untuk menghindari tumpang tindih. Diagnosis gangguan somatisasi,
hypochondriasis, gangguan nyeri, dan gangguan somatoform undifferentiated telah dihapus.
Somatic symptom and related disorder
DSM-5 yang lebih baik mengakui kompleksitas antarmuka antara psikiatri dan obat-obatan.
pasien dengan gejala somatik ditambah abnormal thoughts, feelings, and behaviors mungkin
masih belum bisa didiagnosis menurut kondisi medis. Dalam kriteria DSM-IV tidak
mengakomodasi spektrum ini. Diagnosis gangguan somatisasi pada dasarnya didasarkan pada
jumlah gejala yang panjang dan rumit dari gejala medis yang tidak dapat dijelaskan.
Medical unexplained symptoms
Kriteria DSM-IV ditekankan pentingnya tidak adanya penjelasan medis untuk gejala somatik.
DSM-5 mendefinisikan gangguan berdasarkan gejala positif (yaitu, gejala somatik ditambah
abnormal thoughts, feelings, and behaviors sebagai respons gejala somatik).
Hypochondriasis dan gangguan cemas
Hypochondriasis telah dieliminasi sebagai disorder, karena nama itu dianggap sebagai
pejoratif dan tidak memiliki hubungan terapeutik yang efektif. Kebanyakan individu yang
sebelumnya telah didiagnosis dengan hypochondriasis memiliki gejala somatik yang
signifikan selain kecemasan kesehatan. Dalam DSM-5, pasien dengan kecemasan kesehatan
yang tinggi tanpa gejala somatik akan didiagnosis gangguan penyakit kecemasan.
Pain disorder
Dalam DSM-IV, diagnosis dilakukan berdasarkan asumsi bahwa rasa sakit semata-mata
dikarenakan faktor psikologis. Kebanyakan orang dengan nyeri kronis akan muncul gejala
somatik maupun psikologis. Dalam DSM-5, pasien dengan nyeri kronis akan didiagnosis
gangguan gejala somatik dengan dominan nyeri.
Conversion disorders (Functional neurological symptoms disorder)
Kriteria gangguan konversi yang dimodifikasi untuk menekankan pentingnya pemeriksaan
neurologis, dan faktor psikologis saja tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk diagnosis
gangguan konversi

Вам также может понравиться