Вы находитесь на странице: 1из 10

I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN DAUN SIRSAK TERHADAP NYERI PADA


PENDERITA GOUT DI KELURAHAN GENUK BARAT
KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG
Ngudi Waluyo School Of Health Ungaran
Nursing Science Study Program
Final Assignment, October 5
th
2013
I Komang Agus Nopik W
0108011044

THE EFFECTS OF GIVING BOILED SOURSOP LEAVES TO GOUT SUFFERERSS AT
GENUK VILLAGE, WEST UNGARAN, SEMARANG REGENCY
(xiI + 69 pages + 8 tables + 2 pictures + 11 appendices)
ABSTRACT
Arthitis Gout is a degenerative joint disease in which all structures of the joints change
pathogenetically that cause the damage of cartilage, muscles and joints. Arthitis Gout causes stiffness
in the joints, joint swelling, pain and movement constraints that can be overcomed by giving boiled
soursop leaves. The therapy can be made by boiling dried soursop leaves. This study aims to
determine the differences of gout arthritis soreness scale before and after getting boiled soursop
leaves in Genuk Village, West Ungaran.
This study used a quasy experiment design. The population was 40 people who experienced
Arthritis Gout soreness in Nyatnyono Village, West Ungaran. The number of samples of the
controlled and intervened groups were 20 people each. The population of sample was obtained
through Simple Random Sampling technique. The collecting of data used assessment sheets of
soreness. The data of univariate analysis applied descriptive statistical tests and bivariate analysis
applied Mann Whitney test.
The results show the pain scale of the respondents before being given boiled soursop leaves
obtains that the average soreness of the respondents is 5,30 with deviation standard of 1,525. After
being given the boiled soursop leaves, the pain scale of the respondents decreases to 4.25 with the
deviation standard of 1.521. The data shows that the respondents pain scale in the intervened group
decreases.
Based on the results of this research, the advice is that it is urgent for people, researcher and
community nurse to apply and increase the knowledge about modality therapies in order to
understand about giving boiled soursop leaves as the cure of soreness caused by Arthitis Gout.

Keywords: Boiled soursop leaves therapy, Arthitis Gout pain








I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
PENDAHULUAN
Peningkatan usia harapan hidup dan
status gizi bagi masyarakat pada dekade
terakhir ini telah menyebabkan transisi
pola kebiasaan hidup termasuk pola
makan. Hal ini berdampak pada
perubahan dari penyakit menular menjadi
penyakit tidak menular. Perubahan pola
penyakit itu berhubungan dengan pola
makan dari pola makan yang tradisional
yang mengandung banyak karbohidrat
dan serat, sayuran ke pola makan dengan
komposisi banyak protein, lemak, garam.
Pola makan seperti makanan yang banyak
mengandung purin apabila tidak diubah
maka kadar asam urat didalam darah
yang berlebihan akan menimbulkan
penumpukan kristal asam urat. Perubahan
pola makan tersebut dapat menyebabkan
salah satu penyakit yaitu Gout. Gout
disebabkan adanya penumpukan kristal-
kristal yang merupakan hasil akhir dari
metabolisme purin. Dimana ginjal tidak
mampu mengeluarkan asam urat melalui
urine sehingga membentuk kristal yang
berada dalam cairan sendi, maka akan
menyebabkan penyakit Gout.
Prevalensi Gout di kota Semarang
mencapai 165,375 penderita, jumlah
tersebut terdiri atas pra lansia (45-59 thn)
sebanyak 48,055 orang, lansia (60 thn)
sebanyak 42,787 orang, pada penderita
laki-laki lebih banyak dibandingkan pada
penderita perempuan dengan proposi
puncaknya pada usia 50 tahun (Susenas,
2010).
Seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup, jumlah populasi penduduk
juga meningkat. Pada tahun 2002, jumlah
penduduk di Indonesia lebih kurang
sekitar 16 juta jiwa. Badan Kesehatan
Dunia, WHO, memperkirakan tahun
2025 jumlah penduduk di Indonesia
sekitar 60 juta jiwa, mungkin salah satu
terbesar di dunia. Dibandingkan dngan
jantung dan kanker, penyakit gout boleh
tidak terlampau menakutkan. Namun,
jumlah penduduk yang tinggi
kemungkinan besar membuat keluhan
nyeri gout menjadi keluhan
favorit(Pudjiastuti & Utomo, 2003).
Penyakit gout lebih sering
menyerang laki-laki mulai dari usia
pubertas hingga mencapai usia puncak
40-50 tahun. Pada penderita gout sering
mengalami nyeri sendi yang sering terjadi
karena adanya endapan kristal
monosodium urat yang terkumpul di
dalam sendi sebagai akibat dari tingginya
kadar asam urat di dalam darah. Bila
kristal urat tertimbun pada jaringan diluar
sendi akan membentuk tofi atau tofus
yaitu benjolan bening di bawah kulit
yang berisi kristal urat yang
menyebabkan timbulnya nyeri. Nyeri
sendi cenderung terjadi pada sendi
pangkal ibu jari. Biasanya dialami pada
malam hari atau pada saat bangun pagi.
Rasa nyeri akan segera bertambah, bila
sendi pada keadaan akut (parah), rasa
nyeri akan datang tiba-tiba, bengkak,
kemerahan. Rasa sakit atau nyeri sendi
ini menyebabkan gangguan akitivitas
pada penderita gout (Potter & Perry,
2005).
Penanganan yang sering dilakukan
untuk mengurangi nyeri gout umumnya
dilakukan dengan memakai obat, yaitu
kelompok salisilat dan kelompok obat
anti inflamasi nonsteroid. Obat-obat non
opioid kerap kali untuk penanganan
nyeri, khususnya pada tahap dalam
program terapi. Salah satu efek yang
serius dari obat anti inflamasi nonsteroid
adalah pendarahan saluran cerna. Risiko
tersebut akan semakin besar dengan
semakin tingginya dosis, pemakaian
campuran, dan tingginya usia penderita
(Smeltzer & Bare, 2001).
Secara non farmakologis dikenal
pula beberapa cara untuk menghilangkan
gejala nyeri akibat peradangan pada
penderita gout . Bisa dengan pengobatan
dalam atau pengobatan luar. Pengobatan
dalam, biasanya digunakan beberapa
jenis tanaman yang mampu menghambat
perombakan matrik ekstraseluler serta
menstimulasi ekspresi beberapa asosiasi
gen penyusun kartilago seperti kolagen.
1
1
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
Cara ini dapat menghilangkan rasa nyeri
dan menaikkan sirkulasi darah yang akan
mengurangi inflamasi. Penanganan non
farmakologis kini sudah mulai dilirik
masyarakat banyak karena sangat mudah
untuk dipraktekkan dan tidak
mengeluarkan biaya yang mahal.
Penanganan non farmakologis juga tidak
memiliki efek samping yang berbahaya
seperti penanganan farmakologis
(Laniyati, 2003).
Salah satu penanganan non
farmakologis dalam penyembuhan
penyakit gout yaitu dengan terapi
komplementer. Terapi komplementer
bersifat terapi pengobatan alamiah
diantaranya adalah dengan terapi herbal,
terapi nutrisi, akupuntur dan akupresur,
relaksasi progresif, meditasi, homeopati,
aromaterapi, terapi bach flower remedy,
dan refleksiologi, terapi es dan panas,
tehnik relaksasi, distraksi, biofeedback,
hipnosis diri (Sustrani, Alam, Hadibroto,
2005 ). Jenis obat yang digunakan dalam
terapi herbal yang dapat mengobati
berbagai penyakit diantaranya gout, nyeri
haid, reumatik, infeksi kandung kemih,
asma, masuk angin, sembelit, dan lainnya
dengan Buah Sirsak/Daun sirsak (Annona
Muricata L.) , Buah Manggis (Garcinia
Mangostana L.), Jahe (Zingiber
Officinale Rosc), Kumis Kucing
(Orthosipon Aristatus), Temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza), (Kurniawati,
2010).
Sirsak ( Annona Muricata L. )
merupakan tanaman tahunan yang dapat
tumbuh dan berbuah sepanjang tahun.
Masyarakat banyak memanfaatkan
bagian-bagian tanaman sirsak untuk
menyembuhkan berbagai penyakit karena
pada bagian tanaman sirsak, termasuk
daun dan buah mengandung senyawa
yang cukup bernilai, seperti fruktosa,
lemak, protein, kalsium, fosfor, besi,
vitamin A, dan vitamin B. Metabolit
sekunder yang terkandung didalamnya
adalah senyawa golongan tanin,
fitosterol. Sirsak banyak mengandung
mineral fosfor dan kalsium yang sangat
penting dalam proses pembentukan
tulang, sehingga bersifat menghambat
osteoporosis. Menurut Emma (2012),
sirsak sering dimanfaatkan untuk terapi
pengobatan, misalnya untuk pinggang
pegal, nyeri, asam urat, wasir, dan batu
empedu. Semua bagian pada buah sirsak
memiliki khasiat untuk menyembuhkan
penyakit salah satunya adalah daun
sirsak. Daun sirsak merupakan bagian
yang banyak mengandung senyawa
diantaranya acetogenins, annocatin,
annocatalin, annohexocin, annonacin,
annomuricin, annomurine, ananol,
caclourine, gentisic acid, gigantetronin,
linoleic acid, serta muricapentocin. Daun
sirsak (Annona Muricata) merupakan
bagian yang paling berkhasiat untuk
menyembuhkan penyakit salah satunya
adalah penyakit gout (Lina &
Juwita,2012)
Selain itu senyawa yang paling
penting adalah tannin, resin dan
crytallizable magostine yang mampu
mengatasi nyeri sendi pada penyakit
gout. Senyawa yang terkandung dalam
daun sirsak tersebut berfungsi sebagai
analgesik ( pereda rasa sakit ) yang kuat
serta bersifat sebagai antioksidan. Sifat
antioksidan yang terdapat pada daun
sirsak dapat mengurangi terbentuknya
asam urat melalui penghambatan
produksi enzim xantin oksidase.
Kombinasi sifat analgesik ( mengurangi
rasa sakit ), dan anti inflamasi ( anti
radang ) mampu mengurangi gout. Tanpa
antioksidan yang cukup, reaksi negatif
yang disebabkan oleh radikal bebas dapat
merusak atau menghancurkan seluruh
tubuh (Shabella, 2011). Hal ini
disebabkan karena penderita gout
mengalami kerusakan jaringan tulang
rawan, pada tulang rawan tersebut terdiri
atas sel-sel kondrosit, di dalam kondrosit
berlansung reaksi sintesis dan sekresi
matriks ekstraseluler. Ekstrak -
mangostin, -mangostin dan lainnya yang
terkandung dalam daun sirsak terbukti
mampu menghambat perombakan matrik
ekstaseluler serta menstimulasi ekspresi
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
beberapa asosiasi gen penyusun kartilago
seperti kolagen yang terdiri atas kolagen I
dan kolagen II serta agrecan sehingga
membantu meregenerasi jaringan tulang
rawan sehingga nyeri yang dirasakan
pada penderita gout dapat berkurang
(Shabella, 2011).
Fenomena menunjukkan bahwa
untuk menurunkan nyeri sendi akibat
inflamasi yang diderita masyarakat
dengan pemberian rebusan daun sirsak
belum banyak dilakukan dalam suatu
penelitian, padahal dengan pemberian
rebusan daun sirsak dapat mengurangi
inflamasi dan menurunkan tingkat nyeri
pada penderita gout. Biasanya
kebanyakan masyarakat mengurangi
nyeri sendi diberikan obat-obat anti nyeri
dan antiinflamasi, tetapi efek dari obat
yang diberikan tidak berlansung lama dan
rasa nyeri itu masih ada dan akan kambuh
lagi. Konsumsi obat anti nyeri dalam
waktu yang lama akan menimbulkan efek
samping yang sangat berbahaya bagi
tubuh. Hal ini memicu peneliti untuk
memberikan dan mengajarkan
masyarakat untuk kembali dengan
konsumsi obat herbal untuk mengurangi
nyeri pada penderita gout.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan di Kelurahan Genuk
Barat Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang pada tanggal 8
Januari 2013, berjumlah 15 responden
dengan metode observasi dan wawancara,
sejumlah 7 penderita mengeluhkan skala
7 (nyeri berat) dan tidak dapat
beraktivitas, sejumlah 5 penderita
mengeluhkan skala 4 (nyeri sedang),
sesekali mengeluhkan nyeri tetapi dapat
beraktivitas, sejumlah 3 penderita
mengeluhkan skala 3 (nyeri ringan),
masih dapat beraktivitas seperti biasa dan
dapat berkomunikasi dengan baik.
Rsponden yang berjumlah 15 penderita
tersebut mengeluh nyeri dilokasi yang
berbeda, yaitu di panggul, pergelangan
tangan, pinggang, dan bagian lutut. Para
penderita mengatakan belum banyak
mengetahui khasiat dari buah sirsak
untuk mengurangi nyeri sendi. Selain itu
penderita juga mengatakan bahwa buah
sirsak sulit dicari karena belum
musimnya untuk berbuah. Mereka hanya
mengetahui bahwa buahnya saja yang
dapat menyembuhkan penyakit. Penderita
mengatakan hanya mengkonsumsi obat
anti nyeri yaitu flu tulang yang didapat
dari warung.
Berdasarkan fenomena diatas
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Pengaruh
pemberian rebusan daun sirsak terhadap
nyeri pada penderita gout.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
Quasi Eksperiment atau eksperimen
semu. Penelitian Quasi Eksperiment
merupakan penelitian yang dimaksudkan
untuk mengetahui ada tidaknya akibat
sesuatu yang dikenakan pada subjek
selidik (Notoatmodjo, 2010). Jenis
penelitian ini berbentuk desain non
equivalent (pretest dan posttest) control
group desain.
Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh penderita gout diKelurahan
Genuk Barat Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang yang berjumlah 40
orang yang didapatkan dari data kader
kesehatan serta hasil wawancara
langsung melalui responden.
Dengan tehnik non random
sampling,yaitu total sampling dimana semua
populasi dijadikan sampel. Metode
pengumpulan data menggunakan skala
numerik dengan uji statistik Mann Whitney.
Data diuji dengan tujuan tujuan untuk
mendefinisikan tiap variabel yang diteliti
secara terpisah dengan cara membuat
tabel frekuensi dari masing-masing
variabel (Sutanto, 2007). Variabel yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah
nyeri pada kelompok eksperimen
sebelum dan sesudah diberikan terapi air
rebusan daun sirsak pada kelompok
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
perlakuan dan kelompok kontrol dengan
menggunakan uji wilcoxon.
HASIL PENELITIAN
Bab ini menyajikan hasil penelitian
mengenai pengaruh pemberian rebusan daun
sirsak terhadap nyeri pada penderita gout di
Kelurahan Genuk Barat, Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang. Sejumlah 40
responden telah dipilih, yaitu para penderita
Gout yang berada di Kelurahan Genuk Barat,
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang, dimana 20 responden sebagai
kelompok intervensi dan 20 responden
lainnya sebagai kelompok kontrol.

A. Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian
ini digunakan untuk mengetahui gambaran
skala nyeri pada penderita Gout sebelum dan
sesudah diberikan rebusan daun sirsak pada
kelompok intervensi dan kontrol di Kel.
Genuk Barat, Kec. Ungaran Barat.
1. Gambaran Skala Nyeri pada Penderita
Gout Sebelum Diberikan Rebusan Daun
Sirsak pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Skala Nyeri
Penderita Gout Sebelum
Diberikan Rebusan Daun
Sirsak pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di
Kel. Genuk Barat, Kec.
Ungaran Barat, 2013
Skala
Nyeri
Intervensi Kontrol
Frekuensi
Persentase
(%)
Frekuensi
Persentase
(%)
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
4
10
6
20,0
50,0
30,0
4
11
5
20,0
55,0
25,0
Jumlah 20 100 20 100

2. Gambaran Skala Nyeri pada Penderita
Gout Sesudah Diberikan Rebusan Daun
Sirsak pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Skala Nyeri
Penderita Gout Sesudah
Diberikan Rebusan Daun
Sirsak pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di
Kel. Genuk Barat, Kec.
Ungaran Barat, 2013
Skala
Nyeri
Intervensi Kontrol
Frekuensi
Persentase
(%)
Frekuensi
Persentase
(%)
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
8
11
1
40,0
55,0
5,0
2
15
3
10,0
75,0
15,0
Jumlah 20 100 20 100

B. Analisis Bivariat
1. Perbedaan Skala Nyeri Penderita Gout
Sebelum dan Sesudah Diberikan
Rebusan Daun Sirsak pada Kelompok
Intervensi
Tabel 5.3 Perbedaan Nyeri Penderita
Gout Sebelum dan Sesudah
Diberikan Rebusan Daun
Sirsak pada Kelompok
Intervensi di Kel. Genuk
Barat, Kec. Ungaran Barat,
2013
Variabel R N Mean SD Z
p-
value
Skala
Nyeri

Negatif
Positif
Ties
14
0
6
5,30
4,25
1,525
1,251
-
3,391
0,001

2. Perbedaan Skala Nyeri Penderita Gout
Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada
Kelompok Kontrol
Tabel 5.4 Perbedaan Nyeri Penderita
Gout Sebelum dan Sesudah
Perlakuan pada Kelompok
Kontrol di Kel. Genuk
Barat, Kec. Ungaran Barat,
2013
Variabel R N Mean SD Z
p-
value
Skala
Nyeri

Negatif
Positif
Ties
5
4
11
5,25
5,20
-
1,482
1,281
-
0,333
0,739
3. Pengaruh Rebusan Daun Sirsak terhadap
Skala Nyeri pada Penderita Gout
Tabel 5.5 Perbedaan Skala Nyeri
Penderita Gout Sesudah
Diberikan Rebusan Daun
Sirsak antara Kelompok
Intervensi dan Kelompok
Kontrol di Kel. Genuk
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
Barat, Kec. Ungaran Barat,
Kab. Semarang, 2013
Variabel Kelompok N Mean SD Z p-value
Skala
Nyeri
Intervensi
Kontrol
2
0
2
0
4,25
5,20
1,251
1,281
-2,272 0,026

HASIL ANALISIS
Berdasarkan uji Mann Whitney,
didapatkan nilai Z hitung = -2,272 dengan p-
value 0,026. Oleh karena kedua p-value 0,026 <
(0,05), maka Ho ditolak, dan dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan skala nyeri responden sesudah
diberikan rebusan daun sirsak antara kelompok
intervensi dan kontrol di Kel. Genuk Barat, Kec.
Ungaran Barat, Kab. Semarang. Ini juga berarti
bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian
rebusan daun sirsak terhadap skala nyeri
penderita gout di Kel. Genuk Barat, Kec.
Ungaran Barat, Kab. Semarang.

PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil penelitian
mengenai gambaran nyeri Gout sebelum dan
sesudah pemberian rebusan daun sirsak di
Kelurahan Genuk Barat Kecamatan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang. Sejumlah 40
responden telah dipilih, yaitu para penderita Gout
yang berada di Kelurahan Genuk Barat
Kecamatan Ungaran Barat, dimana 20
responden sebagai kelompok intervensi dan 20
responden lainnya sebagai kelompok kontrol.
A. Gambaran Nyeri pada Penderita Gout
Sebelum Diberikan Rebusan Daun Sirsak
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Hasil penelitian menunjukan bahwa
tingkat nyeri sedang dan nyeri berat pada
kelompok intervensi dan kontrol tidak jauh
beda yaitu pada kelompok intervensi 10
responden (50,0%) mengalami nyeri sedang,
dan 11 responden (55,0%) pada kelompok
kontrol mengalami nyeri sedang begitu juga
nyeri berat, 6 responden (30,0%) pada
kelompok intervensi mengalami nyeri berat,
dan 5 responden (25,0%) pada kelompok
kontrol mengalami nyeri berat.
Dapat diartikan bahwa sebagian besar
responden pada kelompok intervensi atau
kelompok kontrol sebagian besar mengalami
nyeri sedang disebabkan karena tingginya
kadar asam urat di dalam darah. Nyeri sedang
merupakan nyeri yang timbul dengan
intensitas yang sedang. Pada nyeri sedang
secara objektif pasien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri
dapat mendiskripsikannya dapat perintah
dengan baik. Apabila tidak terkontrol kadar
asam urat dalam darah dapat menimbulkan
suatu benjolan yang timbul pada jaringan luar
sendi yang berisi kristal-kristal urat yang
dapat menimbulkan nyeri. Munculnya nyeri
sangat berkaitan erat dengan stimulus dan
reseptor. Reseptor nyeri yang dimaksud
adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung
saraf sangat bebas yang memiliki sedikit
mielin yang tersebar pada kulit dan mukosa,
khususnya pada visera, persendian, dinding
arteri, hati dan kantong empedu. Reseptor
nyeri dapat memberikan respon akibat
adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik
atau mekanis. Stimulasi oleh zat kimiawi
diantaranya seperti histamin, bradikinin,
prostaglandin dan macam-macam asam
seperti adanya asam lambung yang
meningkat pada gastritis atau stimulasi yang
dilepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan (Potter & Perry, 2005).
Nyeri yang timbul pada responden
biasanya dirasakan pada daerah pangkal ibu
jari, dan dapat dirasakan pada malam hari
atau pada saat bangun pagi yang disertai
dengan bengkak, kemerahan sehingga dapat
menganggu aktivitas sehari-hari pada
responden. Biasanya usaha para responden
untuk menangani nyeri yang dirasakan yaitu
membeli obat di warung dan kadang-kadang
juga dipijat.
B. Gambaran Nyeri pada Penderita Gout
Sesudah Diberikan Rebusan Daun Sirsak
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tingkat skala nyeri Gout pada kelompok
intervensi yang terdiri dari 20 responden
setelah diberikan rebusan daun sirsak yaitu
didapatkan 8 responden (40,0%) mengalami
nyeri ringan, 11 responden (55,0%)
mengalami nyeri sedang, 1 responden (5,0%)
mengalami nyeri berat. Sedangkan skala
nyeri Gout pada kelompok kontrol yang
berjumlah sama dengan kelompok intervensi
yaitu sebanyak 20 responden pada akhir
penelitian didapatkan bahwa 2 responden
(10,0%) mengalami nyeri ringan, 15
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
responden (75,0%) mengalami nyeri sedang,
3 responden (15,0%) mengalami nyeri berat.
Hasil pengukuran nyeri pada
responden menggunakan skala nyeri
Numerik setelah diberikan rebusan daun
sirsak yaitu didapatkan bahwa terdapat
adanya perubahan nyeri pada kelompok
intervensi, sedangkan skala nyeri pada
kelompok kontrol atau kelompok yang tidak
diberikan rebusan daun sirsak yaitu hanya
mengalami sedikit perubahan.
Data tersebut menunjukan bahwa
terjadinya perubahan nyeri yang cukup
signifikan terhadap nyeri pada responden
kelompok intervensi yaitu responden yang
diberikan rebusan daun sirsak didapatkan 8
responden (40,0%) nyeri ringan, 11
responden (55,0%) nyeri sedang, 1 responden
(5,0%) nyeri berat. responden kelompok
intervensi sebagian besar mengatakan setelah
diberikan rebusan daun sirsak selama 1
minggu menurut Synder (2000) merasakan
bahwa nyeri sudah mulai hilang, dimana
rebusan daun sirsak diberikan selama 1
minggu yaitu pada pagi dan sore hari, dimana
kandungan daun sirsak memiliki ekstrak
etanol yang berperan sebagai antiinflamasi.
Didalam etanol terdapat ekstrak mangostin
yang mempunya aktivitas sebagai
penghambat, prostagladin sebagai mediator
inflamasi, dan metanol dari daun sirsak
mempunyai efek meredam nyeri yang terjadi
pada penderita Gout (Potter & Perry, 2005).
C. Perbedaan Nyeri Penderita Gout Sebelum
dan Sesudah Diberikan Rebusan Daun
Sirsak pada Kelompok Intervensi
Sebelum diberikan rebusan daun sirsak
pada kelompok intervensi didapatkan rata-
rata skala nyeri responden yaitu 5,30 dengan
standar deviasi 1,525 kemudian setelah
diberikan rebusan daun sirsak rata-rata skala
nyeri responden menjadi turun 4,25 dengan
standar deviasi 1,251. Data tersebut
menunjukan bahwa skala nyeri pada
responden kelompok intervensi mengalami
perubahan setelah diberikan rebusan daun
sirsak.
Berdasarkan uji Wilcoxon, didapatkan
nilai Z hitung = -3,391 dengan p-value 0,001.
Oleh karena p-value 0,001 < (0,05) maka
Ho ditolak, ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan skala nyeri
penderita gout sebelum dan sesudah
diberikan rebusan daun sirsak pada kelompok
intervensi di Kelurahan Genuk Barat, Kec.
Ungaran Barat.
Responden kelompok eksperimen
sebelum diberikan menunjukan bahwa
tingkat nyeri sedang dan nyeri berat pada
kelompok intervensi sebanyak 10 responden
(50,0%), dan nyeri berat 6 responden
(30,0%). Responden mengalami nyeri pada
malam dan pagi hari, dan ada sebagian
responden mengalami bengkak, dan
kemerahan, hal ini disebabkan bahwa
meningkatnya kadar asam urat didalam darah
yang sudah tidak dapat terkontrol sehingga
menimbulkan tofi atau disebut dengan
benjolan yang bening berisi kristal-kristal
yang muncul dibawah telapak kaki sehingga
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pada
responden.
Setelah diberikan terapi pada
responden kelompok intervensi yaitu
responden yang diberikan rebusan daun
sirsak didapatkan 8 responden (40,0%) nyeri
ringan, 11 responden (55,0%) nyeri sedang, 1
respnden (5,0%) nyeri berat. Ini menunjukan
bahwa terdapat adanya perubahan nyeri pada
responden yang mengalami nyeri sedang.
Perubahan nyeri ini didapatkan dari
responden yang awalnya mengalami nyeri
berat turun menjadi nyeri sedang dan
responden yang mengalami nyeri sedang
turun menjadi nyeri ringan serta responden
yang tetap mengalami nyeri ringan.
Perubahan nyeri tersebut disebabkan karena
kandungan senyawa yang terdapat pada daun
dapat mengurangi nyeri pada penderita gout.
Responden kelompok eksperimen yang
telah diberikan rebusan daun sirsak
mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan
sudah mulai hilang dan sebagian berkurang
karena para responden mengkonsumsi
rebusan daun sirsak selama 1 minggu Synder
(2002) sesuai dengan prosedur yang telah
disampaikan oleh peneliti sebelum
memberikan terapi.
D. Perbedaan Nyeri Penderita Gout Sebelum
dan Sesudah Diberikan Rebusan Daun
Sirsak pada Kelompok Kontrol
Kelompok kontrol yaitu kelompok yang
tidak diberikan rebusan daun sirsak. Rata-rata
skala nyeri pada kelompok kontrol pada awal
penelitian yaitu 5,25 dengan standar devisiasi
1,482 dan pada akhir peneliti didapatkan
rata-rata 5,20 dengan standar deviasi 1,281.
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
Data diatas menunjukan bahwa tingkat nyeri
mengalami penurunan pada akhir penelitian.
Berdasarkan uji Wilcoxon, didapatkan
nilai Z hitung = -0,333 dengan p-value 0,739.
Oleh karena p-value 0,739 , (0,05) maka
gagal Ho ditolak, ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan skala
nyeri penderita gout sebelum dan sesudah
pelakuan pada kelompok kontrol di
Kelurahan Genuk Barat Kecamatan Ungaran
Barat.
Responden kelompok kontrol yaitu
responden yang tidak diberikan rebusan daun
sirsak, hanya mengalami sedikit perubahan
untuk skala nyeri yaitu sebanyak 20
responden pada akhir penelitian didapatkan 2
responden (10,0%) mengalami nyeri ringan,
15 responden (75,0%) mengalami nyeri
sedang, 3 responden (15,0%) mengalami
nyeri berat. Responden kelompok kontrol
pada akhir penelitian ini tetap menyatakan
hal yang sama seperti mengalami nyeri pada
malam dan pagi hari, bengkak serta
kemerahan.
Responden kelompok kontrol yaitu
kelompok responden yang mengalami nyeri
berat dengan munculnya gejala bengkak dan
kemerahan disertai dengan adanya benjolan
bening yang berisi kristal-kristal, dimana
pada kelompok kontrol hanya dibiarkan saja
tetapi tetap ada mengalami perubahan atau
tidak karena sesuai dengan pola makan yang
di konsumsi sehari-hari.
E. Pengaruh Rebusan Daun Sirsak terhadap
Nyeri pada Penderita Gout
Hasil pengukuran nyeri pada responden
didapatkan bahwa rata-rata skala nyeri pada
kelompok intervensi setelah diberikan
rebusan daun sirsak yaitu 4,25 dan pada
kelompok kontrol 5,20. Data ini
menunjukkan bahwa skala nyeri intervensi
lebih rendah dari pada kelompok kontrol
setelah pemberian rebusan daun sirsak.
Hasil uji Mann Whitney, didapatkan nilai
Z hitung = -2,272 dengan p-value 0,026.
Oleh karena kedua p-value 0,026 < (0,05),
maka Ho ditolak, dan dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan nyeri
responden sesudah diberikan rebusan daun
sirsak antara kelompok intervensi dan control
di Kel. Genuk Barat, Kec. Ungaran Barat,
Kab. Semarang. Ini juga berarti bahwa ada
pengaruh yang signifikan pemberian rebusan
daun sirsak terhadap nyeri penderita gout di
Kelurahan Genuk Barat Kecamatan Ungaran
Barat.
Setelah pemberian terapi rebusan daun
sirsak terhadap responden yang menderita
Gout selama 7 hari, responden mengatakan
merasa lebih nyaman dan sakit yang
dirasakan merasa lebih berkurang. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
dari Miller (2004) bahwa efek senyawa
tannin, resin, crytallizable dari daun sirsak
dapat meredakan nyeri Gout , mengurangi
bengkak dan rasa nyeri. Pemberian rebusan
daun sirsak yang diberikan pada responden
dilakukan selama 7 hari karena menurut
Synder (2002) terapi komplementer akan
terlihat hasilnya jika diberikan dalam waktu
satu minggu (Shabella, 2011). Senyawa yang
terkandung dalam daun sirsak memiliki sifat
anti inflamasi. Ekstrak Mangostin etanol
mempunyai aktifitas penghambat yang kuat
terhadap pelepasan histamine dan sintesis
prostaglandin E2 sebagai mediator inflamasi
dan ekstrak methanol dari daun sirsak juga
mempunyai efek meredam nyeri yang terjadi
pada penyakit gout.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh
Health Sciences Institutes yang didasarkan
dari hasil uji laboratorium dan penelitian.
Berbagai lembaga terkemuka pernah menguji
keampuhan tanaman sirsak. National Cancer
Institute (AS) pernah melakukan uji
laboratorium pada tahun 1976, kemudian
dilanjutkan oleh beberapa perusahan obat-
obatan dan universitas terkemuka. Hasilnya
mengatakan bahwa ekstrak dari daun sirsak
berkhasiat untuk mengobati kanker. Setelah
diteliti lebih lanjut, ekstrak tanaman sirsak
ternyata juga ampuh dalam mengatasi
penyakit lain. Hal ini terbukti dengan banyak
dipakainya tanaman sirsak sebagai obat
tradisional di banyak Negara. Bukti ilmiah
juga menunjukkan, ekstrak tanaman sirsak
terbukti mampu mengatasi penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, diabetes, hipertensi,
dan banyak jenis penyakit lainnya (
Muktiani, 2005 ).
Hasil penelitian sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Nuraini (2011) dimana
meminum air rebusan daun sirsak dapat
mengurangi nyeri pada penderita Gout tanpa
efek samping karena tidak mengandung
bahan kimia dengan khasiat dan manfaatnya
telah diakui oleh peneliti.
F. Keterbatasan Penelitian
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013
Pada penelitian ini, peneliti tidak
membatasi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan kadar asam urat
dan mempengaruhi timbulnya nyeri pada
penderita Gout, seperti pekerjaan, makanan
yang banyak mengandung purin dan
psikologis. Peneliti juga mengalami
kekurangan dan kendala dalam pemberian
rebusan kepada responden yaitu pada saat
pemberian responden tidak bisa tepat waktu
dalam pemberian rebusan sesuai dengan
waktu yang sudah di tentukan karena
responden memiliki suatu urusan sehingga
pemberian rebusan di undur tetapi rentang
waktu pemberian tetap sama.
KESIMPULAN
Hasil penelitian tentang
gambaran nyeri pada penderita Gout sebelum
dan sesudah pemberian rebusan daun sirsak
di Kelurahan Genuk Barat Kecamatan
Ungaran Barat dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Nyeri Gout responden pada kelompok
kontrol sebelum diberikan terapi
rebusan daun sirsak sebagian besar
mengalami nyeri yaitu pada
didapatkan 4 responden (20,0%)
mengalami nyeri ringan, 11 responden
(55,0%) mengalami nyeri sedang, dan 5
responden (25,0%) mengalami nyeri
berat.
2. Nyeri Gout responden pada kelompok
kontrol dan intervensi sesudah
diberikan terapi rebusan daun sirsak,
sebagian besar responden kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
mengalami nyeri sedang yaitu sejumlah
11 responden (55,0%) pada kelompok
intervensi dan 15 responden (75,0%)
pada kelompok kontrol.
3. Nyeri Gout responden pada kelompok
intervensi sebelum diberikan terapi
rebusan daun sirsak sebagian besar
mengalami nyeri yaitu pada kelompok
intervensi didapatkan 4 responden
(20,0%) mengalami nyeri ringan, 10
responden (50,0%) mengalami nyeri
sedang, 6 responden (30,0%)
mengalami nyeri berat.
4. Ada pebedaan yang cukup signifikan
terhadap nyeri Gout pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol setelah
diberikan terapi rebusan daun sirsak
pada penderita Gout di Kelurahan
Genuk Barat, Kecamatan Ungaran
Barat dengan p-value 0,026 < (0,05).
5. Ada pengaruh pemberian terapi rebusan
daun sirsak terhadap nyeri pada
penderita Gout di Kelurahan Genuk
Barat, Kecamatan Ungaran Barat
dengan p-value 0,026 < (0,05).

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta
: JKPKKR

Aziz, A.H. (2008). Riset Keperawatan dan tehnik
penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.

Bahari H.(2012). Segudang KeampuhanSirsak
untuk Kesehatan & Kecantikan, Laksana
: Yogyakarta.

Budiyanto. (2003). Kesehatan asam urat. Jakarta:
EGC

Branner & Feist, 2007. Kesehatan mental;
konsep cakupan dan perkembangan,
(Alih Bahasa: Susanto). Yogyakarta:EGC

Corwin, E. J. (2007). Buku saku patofisiologi.
(Ahli Bahasa : monica ester)

Dahlan, M.S. (2012). Statistik untuk kedokteran
dan kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba
Medika

Damayanti, D. (2012). Panduan lengkap
mencegah dan mengobati asam urat.
Yogyakarta : penerbit

Hidayat. (2008). Pengantar konsep dasar
keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Hartanto SB. (2011). Mengobati kanker dengan
sirsak. Yogyakarta : Second Hope.

Holistic Health Solution. (2012). Sirsak vs
Srikaya, Grasindo : Jakarta.

Irman. (2007). Penanganan nyeri. Jakarta: EGC

Kristin N & Mey Murti.(2006). Dasyatnya
Khasiat Herbal Untuk Hidup Sehat,
Dunia Sehat : Jakarta Timur
!
I Komang Agus Nopik Wirahmadi|STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, 2013

Laniyati, H. (2003). Complementary medicine in
rheumatology. Jakarta : Retrievied April
4, 2012, from
http://www.medikaholistik.com.

Lina & Juwita. (2012). Ramuan & Khasiat
Sirsak, Penebar Swadaya : Jakarta.

Messwati, D.E. (2006). Asam urat. Agromedia
pustaka: Jakarta.

Monks & Knoers. (2005). Terapi asam urat.
Jakarta : PT.

Muhammad, Z. (2010). Perkembangan asam
urat. Jakarta: EGC

Notoatmodjo. (2002). Metodiologi penelitian
kesehatan. Cetakan 2. Jakarta : Rineka
Cipta

Notoatmodjo. (2005). Metodiologi penelitian
kesehatan. Jakarta : PT.
.
Notoatmodjo. (2010). Metodiologi penelitian
kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nugroho. (2000). Komunikasi dalam
keperawatan gerontik. Jakarta : EGC.

Nuraini. (2011). Aneka manfaat buah dan
sayuran. Yogyakarta : Andi.

Narbuko, A dan Achmadi, A. (2002). Metodologi
penelitian. Jakarta : PT. Bumi Aksara .
Potter, P.A. & Perry, A. G. (2005). Fundamental
of nursing. Edisi, Volume I (Alih Bahasa:
Yasmin Asih). Jakarta : EGC.

Prasetyo. (2005). Metode penelitian kuantitatif,
teori, aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers

Pudjiastuti & Utomo. (2003). Fisioterapi pada
lansia. Jakarta : EGC.

Prince, S. & Wilson, L. (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan medikal
bedah (Alih Bahasa : Agung Waluyo).
Edisi 8. EGC. Jakarta.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu

Shabella R. (2011). Terapi Daun Sirsak.
Jogolanan Klaten : Galmas Publisher.

Sugiyono. (2006). Statistik untuk penelitian.
Cetakan 9. Bandung : CV Alfabeta

Sugiyono. (2007). Statistik untuk penelitian.
Bandung : CV Alfabeta

Sugiyono. (2012). Statistik untuk penelitian.
Cetakan 20. Bandung : CV Alfabeta

Sutanto, P. H. (2007). Basic data analysis
for health research training : Analisis
data kesehatan. Depok : UI.
Pollit, D.F., Beck, C.T., & Hungler,
B.P.,(2006), Nursing research;
Methods, appraisal, and utilization
(5
th
ed), Philadelphia ; Lippincott
Williams & Wilkins
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan
penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC

Utami, N. (2004). Hiperusemia. Jakarta :
Penerbit.

Warisno & Kress. (2012). Daun Sirsak Langkah
Alternatif Menggempur Penyakit, PT
Gramedia Pustaka : Jakarta.

Yatim F. (2006). Penyakit tulang dan
persendian. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Вам также может понравиться