Вы находитесь на странице: 1из 32

Mazroatul Ulum(1111016300009) 1

1. MASALAH PENELITIAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan tolak ukur yang paling mendasar dalam
menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya
manusia yang berkualitas dapat diperoleh dengan meningkatkan mutu
pendidikan. Mutu pendidikan dapat diperoleh melalui pengembangan
kemampuan berpikir siswa agar menjadi manusia yang cerdas. Oleh karena
itu, guru diharapkan dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk
diaplikasikan dalam proses belajar mengajar.
Model pembelajaran yang dipilih, diharapkan tidak hanya mengajak
siswa menghafal materimateri pelajaran yang diberikan, tetapi mampu
mendorong dan mengkonstruksikan pengetahuan yang telah diperoleh
kemudian menghubungkan pengetahuan tersebut dengan penerapannya dalam
kehidupan siswa.
Fisika merupakan salah satu cabang ilmu sains yang sangat erat
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Penerapan konsepnya dapat
ditemukan dalam setiap aspek kehidupan tetapi kecenderungan siswa hanya
menghafal teorinya saja namun tidak mampu mengaitkan antara teori yang
diketahui dengan penerapannya, sehingga tak jarang siswa mengatakan
bahwa fisika sulit untuk dipelajari. Oleh sebab itu, konsep fisika
membutuhkan pemahaman bukan hanya penghafalan saja.
Permasalahan yang dihadapi oleh siswa di atas salah satunya
disebabkan karena proses belajar mengajar di kelas masih cenderung teacher
centered dibandingkan student centered sehingga siswa hanya berpusat pada
informasi yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini siswa hanya menghafal
dan mencatat setiap informasi yang didengar tanpa memahami konsepnya
sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang berkembang. Selain itu, ada
beberapa siswa yang memiliki kemampuan hanya sebatas pada kemampuan
dalam menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang
diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Oleh
karena itu, hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh guru tidak hanya
Mazroatul Ulum(1111016300009) 2

pemberian informasi tetapi harus menerapkan suatu model pembelajaran yang
mampu membangun kemampuan berpikir kritis siswa sehingga siswa tidak
hanya mendengar, menerima, serta menghafal materi yang disampaikan oleh
guru. Hal ini akan mempermudah siswa dalam menganalisis setiap masalah
sehingga memberikan dampak positif terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti akan mengadakan
penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL), dimana dengan menggunakan model
pembelajaran ini siswa akan belajar dengan baik jika materi yang dipelajari
terkait dengan pengetahuan dan kegiatan yang telah diketahui dan terjadi di
sekelilingnya. Dengan lain perkataan siswa dapat mengaplikasikan apa yarng
dipelajarinya di kelas. Menurut Anisa (2009) pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) memberikan beberapa kelebihan
dalam pembelajaran. Pertama, pembelajaran lebih bermakna yang
mengandung arti siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan
materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri. Kedua,
pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafal. Ketiga,
menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang
materi yang dipelajari. Keempat, menumbuhkan rasa ingin tahu tentang
materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru. Kelima, menumbuhkan
kemampuan dalam bekerja sama dengan teman yang lain untuk memecahkan
masalah yang ada. Keenam, siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari
kegiatan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran kontekstual
mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata (real
world learning), berfikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif,
kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan,
mengasyikkan, tidak membosankan (joyfull and quantum learning), dan
Mazroatul Ulum(1111016300009) 3

menggunakan berbagai sumber belajar (Drs. Lukmanul Hakim, M.Pd.,2009),
sebaliknya menempatkan guru sebagai penyedia berbagai sarana dan sumber
belajar yang memadai, mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik belajar dengan serius dan menyenangkan. Hal
ini sangat menunjang pembelajaran kontekstual dan keberhasilan
pembelajaran secara keseluruhan.
Model pembelajaran kontekstual sangat tepat digunakan pada materi
fluida dinamis karena memiliki banyak konsep yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari sehingga dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual, guru dapat melibatkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran, sehingga diharapkan nantinya siswa dapat membangun
sendiri pengetahuan yang diperolehnya dengan pola berpikir kritis dalam
menyelesaikan setiap masalah dan mengevaluasi argumen yang dipaparkan
oleh guru.
Menyadari begitu pentingnya suatu model pembelajaran untuk
meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa, maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah ini dalam suatu penelitian yang diberi judul
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) Pada
Pokok Bahasan Fluida Dinamis

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Adanya anggapan bahwa materi pelajaran fisika sangat sulit dan
abstrak, karena kebanyakan materi fisika selalu dihubungkan dengan
rumus-rumus.
2. Pembelajaran yang terjadi hanyalah sebatas pemindahan pengetahuan
dari guru kepada siswa tanpa menghubungkan pengetahuan yang
dimiliki dengan kehidupan sehari-hari.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 4

3. Model pembelajaran yang diterapkan guru kurang inovatif, sehingga
siswa tidak aktif didalam kelas.
4. Siswa belum dimunculkan ketrampilan berpikir kritis dalam belajar
fisika.

1.3 Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas ruang lingkupnya,
maka pembahasan masalah dibatasi pada:
1. Penguasaan konsep dibatasi hanya pada ranah kognitif pada taksonomi
bloom yang telah direvisi oleh Rin W. Anderson dan David R.
Krathwohl pada jenjang C2 (memahami), C3 (menerapkan), C4
(menganalisis), dan C5 (evaluasi).
2. Indikator kemampuan berfikir kritis yang digunakan sesuai dengan
indikator yang dikemukakan oleh Ennis (1985:54-56), dalam
penelitian ini meliputi: (1) Menyesuaikan dengan sumber; (2)
Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi; (3)
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi.
1.4 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah model
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan fluida
dinamis?

2. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
2.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian
tindakan kelas ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa melalui model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) pada pokok bahasan fluida dinamis.

Mazroatul Ulum(1111016300009) 5

2.1 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1. Bagi siswa
Sebagai wahana baru dalam proses meningkatkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa pada pokok bahasan fluida dinamis
2. Bagi guru
Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran
dengan tujuan agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa.
3. Bagi peneliti
Sebagai pengembangan pengetahuan tentang penelitian dalam
pembelajaran fisika

3. KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
3.1 Kajian Teoritis
A. Hakikat Belajar
1. Pengertian Berpikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya
ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di
dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung
melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi
yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-
pengertian.
Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara
mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah
penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari
lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term
memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa
peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117). Sedangkan menurut Drever
(dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006:117) berpikir adalah
melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai
Mazroatul Ulum(1111016300009) 6

dengan adanya masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006:117)
berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk
melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-
atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan
pemecahan masalah.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan
dasar tentang berpikir, yaitu (1) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul
secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari perilaku, (2)
berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa
manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3) berpikir
diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau
diarahkan pada solusi.
a. Jenis-jenis berpikir
Berpikir banyak sekali macamnya. Banyak para ahli yang
mengutarakan pendapat mereka. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis
berpikir, yaitu :
1. Morgan dkk. (1986, dalam Khodijah, 2006: 118) membagi dua
jenis berpikir, yaitu;
a. Berpikir autistik (autistic thinking), yaitu proses berpikir yang
sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna
yang sangat pribadi, contohnya mimpi.
b. Berpikir langsung (directed thinking), yaitu berpikir untuk
memecahkan masalah.
2. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada enam
pola berpikir, yaitu :
a. Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu,
dan tempat tertentu.
b. Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan,
sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
c. Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir menganai klasifikasi atau
pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 7

d. Berpikir analogis, yatiu berpikir untuk mencari hubungan
antarperistiwa atas dasar kemiripannya
e. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas
dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-
pembuktian.
f. Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi
secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak logis.
3. Menurut De Bono (1989 dalam Khodijah, 2006:119)
mengemukakan dua tipe berpikir, sebagai berikut:
a. Berpikir vertikal, (berpikir konvergen) yaitu tipe berpikir
tradisional dan generatif yang bersifat logis dan matematis
dengan mengumpulkan dan menggunakan hanya informasi
yang relevan.2.
b. Berpikir pendek Berpikir lateral (berpikir divergen) yaitu tipe
berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi
bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil
dan dapat menggunakan informasi yang tidak relevan atau
boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai
pemecahan yang tepat.
c. Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada empat
langkah, yaitu :
1. Pembentukan Pengertian
Pengertian atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk
melalui tiga tingkatan, sebagai berikut:
a. Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek yang sejenis. Obyek
tersebut kita perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Kita
ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-ciri
misalnya, manusia Indonesia, ciri - cirinya: makhluk hidup,
berbudi, berkulit sawo matang, berambut hitam, dan untuk
Mazroatul Ulum(1111016300009) 8

manusia Eropa, ciri-cirinya: mahluk hidup, berbudi, berkulit
putih, berambut pirang atau putih, bermata biru terbuka.
b. Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri
ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang
selalu ada dan mana yang tidak selalu ada mana yang hakiki
dan mana yang tidak hakiki.
c. Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri
yang tidak hakiki, menangkap cirri-ciri yang hakiki. Pada
contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu ialah: Makhluk hidup
yang berbudi.
2. Pembentukan Pendapat
Yaitu menggabungkan atau memisah beberapa pengertian
menjadi suatu tanda yang khas dari masalah itu. Pendapat
dibedakan menjadi tiga macam:
a. Pendapat Afirmatif (positif), yaitu pendapat yang secara tegas
menyatakan sesuatu
b. Pendapat Negatif, yaitu pendapat yang secara tegas
menerangkan tidak adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal.
c. Pendapat Modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang
menerangkan kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada
suatu hal.
3. Pembentukan Keputusan
Yaitu menggabung-gabungkan pendapat tersebut. Keputusan
adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru
berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam
keputusan, yaitu:
a. Keputusan dari pengalaman-pengalaman
b. Keputusan dari tanggapan-tanggapan
c. Keputusan dari pengertian-pengertian
4. Pembentukan Kesimpulan, yaitu menarik keputusan dari
keputusankeputusan yang lain.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 9



2. Hakikat Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah usaha yang sengaja dilakukan secara aktif,
sistematis, dan mengikuti prinsip logika serta mempertimbangkan berbagai
sudut pandang untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan
tujuan apakah informasi itu diterima, ditolak atau ditangguhkan
penilaiannya (Takwin, 1997). Selanjutnya menurut Zubaidah dalam Hadi
(2007) berpikir kritis adalah suatu kemampuan yang dimiliki individu
untuk melihat dan memecahkan masalah yang ditandai dengan sifat-sifat
dan bakat kritis yaitu mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, imajinatif
dan selalu tertantang oleh kemajemukan, berani mengambil resiko, dan
mempunyai sifat yang selalu menghargai hak-hak orang lain, arahan
bahkan bimbingan orang lain.
Kemampuan dalam berpikir kritis akan memberikan arahan yang
lebih tepat dalam berpikir, bekerja, dan membantu lebih akurat dalam
menentukan keterkaitan sesuatu dengan lainnya.Oleh sebab itu
kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam pemecahan masalah
atau pencarian solusi. Pengembangan kemampuan berpikir kritis
merupakan integrasi berbagai komponan pengembangan kemampuan,
seperti pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian,
pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik pengembangan
kemampuan-kemampuan ini, maka akan semakin baik pula dalam
mengatasi masalah-masalah.

3. Hakikak Konsep
a. Pengertian Fluida Dinamis dan Besaran-besarannya
Fluida adalah zat yang dapat mengalir. Kata Fluida mencakup zat
car, air dan gas karena kedua zat ini dapat mengalir, sebaliknya batu
dan benda-benda keras atau seluruh zat padat tidak digolongkan
kedalam fluida karena tidak bisa mengalir. Fluida merupakan salah satu
Mazroatul Ulum(1111016300009) 10

aspek yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hari manusia
menghirupnya, meminumnya, terapung atau tenggelam di dalamnya.
Setiap hari pesawat udara terbang melaluinya dan kapal laut
mengapung di atasnya. Demikian juga kapal selam dapat mengapung
atau melayang di dalamnya.
Fluida dinamis adalah fluida (bisa berupa zat cair dan gas) yang
bergerak. Untuk memudahkan dalam mempelajari fluida, fluida
dianggap steady (mempunyai kecepatan yang konstan terhadap waktu),
tak termampatkan (tidak mengalami perubahan volume), tidak kental,
tidak turbulen (tidak mengalami putarn-putaran). Dalam dinamika
fluida dibedakan dua macam aliran yaitu aliran fluida yang relatif
sederhana yang disebut aliran laminer dan aliran yang komplek yang
disebut sebagai aliran turbulen.
Besaran-besaran dalam fluida dinamis, antara lain :
1. Persamaan kontinuitas
Dalam dinamika fluida, salah satu besaran yang dipelajari
adalah laju aliran volume atau debit. Debit (Q) adalah
banyaknya volume fluida yang mengalir tiap satu satuan waktu.
1

2. Hukum bernoulli
Hukum Bernoulli adalah hukum yang berlandaskan pada hukum
kekekalan energi yang dialami oleh aliran fluida. Hukum ini
menyatakan bahwa jumlah tekanan (p), energi kinetik per satuan
volume, dan energi potensial per satuan volume memiliki nilai
yang sama pada setiap titik sepanjang suatu garis arus.

4. Hakikat pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan
dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75 dalam

1
Purwoko Fendi. 2009. Physics For Senior High School Year XI. Jakarta : Yudhistira. hlm. 222
Mazroatul Ulum(1111016300009) 11

Sujianto,2008:7). Joyce & Weil (1980) dalam I Wayan Santyasa
(2007:4) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran.
Gagne dan Briggs (1979:3) dalam Rushadi (2007:1)
mengemukakan bahwa, Instruction atau pembelajaran adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang
bersifat internal. Menurut Asep Herry Hernawan dkk ( 2006 ; 9.5 )
dalam Suwarno (2009:32), Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu
proses sebab-akibat.
Menurut Udin Winataputra (1994) dalam Rachmad Widodo
(2009:2), Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru
dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru, dengan kata
lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi,
metode, prosedur dan pendekatan. Dalam model pembelajaran
mencakup strategi pembelajaran yang digunakan, metode yang
digunakan, dan pendekatan pengajaran yang digunakan yang lebih luas
dan meyeluruh.

b. Pengertian Contextual Teaching and Learnind (CTL)
Mazroatul Ulum(1111016300009) 12

Menurut Akhmad Sudrajad (2008:3), Model pembelajaran
(contextual teaching and learning-CTL) merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan
mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-
hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks
lainnya.
Elaine B. Johnson (2007:14) dalam Sukarto (2009:3) memberikan
penjelasan bahwa Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebuah
sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu
menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi
akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam
tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
adalah model pembelajaran yang menghubungkan antara materi yang
diajarkan dan situasi dunia nyata siswa yang bertujuan membekali
siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau
ditransfer dari suatu permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain
dan dari konteks satu ke konteks yang lain.

c. Komponen Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning
(CTL)
Ada tujuh komponen utama yang menunjang proses pembelajaran
kontekstual, yaitu :
1. Konstruktivisme (contructivism)
Mazroatul Ulum(1111016300009) 13

Merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual,
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan
tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusiaharus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori
konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain.
Dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka
sendiri.
2. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan
siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan
apapun materi yang diajarkan.
Ada 5 siklus dalam proses inquiry, yaitu :
a. Observasi
b. Bertanya
c. Mengajukan dugaan
d. Pengumpulan data
e. Penyimpulan
3. Bertanya (questioning)
Merupakan bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan.
Dengan adanya keingintahuanlah pengetahuan selalu dapat
berkembang. Dalam pembelajaran model Contextual Teaching
Learning (CTL) guru tidak menyampaikan informasi begitu saja
tetapi memancing siswa dengan bertanya agar siswa dapat
menemukan jawabannya sendiri. Dengan demikian
Mazroatul Ulum(1111016300009) 14

pengembangan keterampilan guru dalam bertanya sangat
diperlukan. Hal ini penting karena pertanyaan guru menjadikan
pembelajaran lebih produktif, yaitu berguna untuk :
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
penguasaan pelajaran;
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar;
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu;
d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang didinginkan;
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan
sesuatu.
4. Masyarakat belajar (learning community)
Masyarakat Belajar (learning community) didasarkan pada
pendapat Vygotsky dalam Sugianto (2008:168), bahwa
pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh
komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin
dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain
untuk saling membutuhkan. Dalam model Contextual Teaching
Learning (CTL) hasil belajar dapat diperoloeh dari hasil
Sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain
dan bukan hanya guru. Dengan demikian asas masyarakat belajar
dapat diterapkan dalam kelompok, dan sumber-sumber lain dari
luar yang dianggap tahu tentang sesuatau yang menjadi fokus
pembelajaran.
5. Pemodelan (modeling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya,
dalam sebuah pembelajaran keterampilan dan pengetahuan
tertentu ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu, cara belajar mengoperasikan alat
peraga dalam fisika dan lain-lain. Atau guru memberi contoh
cara mengerjakan sesuatu atau guru memberi model tentang
bagaimana cara belajar.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 15

6. Refleksi (reflection)
Merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali
kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk
mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bernilai positif
atau bernilai negative. Melalui refleksi siswa akan dapat
memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya serta
menambah khazanah pengetahuannya.
Misalnya ketika pelajaran berakhir, siswa merenung, kalau
begitu cara saya menyimpan file selama ini salah, mestinya
dengan cara yang baru saya pelajari ini, maka file komputer
saya akan lebih tertata.
7. Penilaian nyata (authentic assessment)
Merupakan proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-
benar belajar atau tidak. Penilaian ini berguna untuk mengetahui
apakah pengalaman belajar mempunyai pengaruh positif
terhadap perkembangan siswa baik intelektual, mental maupun
psikomotorik. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses
belajar daripada sekedar hasil belajar. Apabila data yang
dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami
kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil
tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.

d. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual
jika telah menerapkan ketujuh komponen CTL. CTL dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan di kelas yang
bagaimanapun keadaannya. Langkah-langkah penerapan CTL dalam
kelas adalah sebagai berikut :
Mazroatul Ulum(1111016300009) 16

1. kembangkan pemikiran bahwa anak belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan
mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
2. Melaksnakan sejauh mungkin inquiry (penemuan) untuk semua
topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar di dalam kelas dengan membentuk
kelompok-kelompok belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

3.2 Kerangka Berpikir
Berpikir kritis adalah usaha yang sengaja dilakukan secara aktif,
sistematis, dan mengikuti prinsip logika serta mempertimbangkan berbagai
sudut pandang untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan
tujuan apakah informasi itu diterima, ditolak atau ditangguhkan penilaiannya
(Takwin, 1997).
Menurut Akhmad Sudrajad (2008:3), Model pembelajaran
(contextual teaching and learning-CTL) merupakan suatu proses pendidikan
yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel
dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke
permasalahan/ konteks lainnya.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) akan lebih menarik dan
memberikan motivasi tersendiri bagi siswa untuk dapat mengembangkan
kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki siswa melalui berfikir kritis dan kreatif
Mazroatul Ulum(1111016300009) 17

dalam menemukan makna dari apa yang telah dipelajari dan mendorong
siswa untuk mengeluarkan bakat yang terpendam dalam diri siswa. Model ini
sangatlah baik digunakan untuk dapat membantu siswa dalam memahami
materi yang diajarkan dan merubah sistem pendidikan yang cenderung
monoton sehingga dapat memberikan suatu proses belajar-mengajar yang
diminati oleh siswa.
Konstribusi model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning/CTL) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
pada konsep fluida dinamis adalah ketika para siswa menyusun proyek atau
menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan
menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan,
ketika mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh,
merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan dan membuat keputusan,
mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan,
dan dengan cara ini mereka akan mengembangkan kemampuan berpikir kritis
untuk memecahkan sebuah permasalahan.
Agar kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya
penelitian tindakan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka
kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam sebuah skema agar peneliti
mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Skema
kerangka pemikiran ini dapat disusun seperti pada gambar 1.

Mazroatul Ulum(1111016300009) 18
























Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir


4. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang
hasil penelitia yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan
substansi yang diteliti. Fungsinya untuk memposisikan peneliti yang sudah ada
Kondisi
Awal
Tindakan
1
Kondisi
Akhir
Tindakan 2
(Perbaikan)
Guru belum
menerapkan model
pembelajaran CTL
Dalam pembelajaran
guru menerapkan
model pembelajaran
CTL dengan media
benda nyata dan kerja
kelompok.

Dalam pembelajaran
guru menerapkan
model pembelajaran
CTL dengan media
benda nyata, kerja
kelompok, tugas dan
permainan.

Penerapan model
pembelajaran CTL
dapat meningkatkan
kemampuan berpikir
kritis siswa konsep
Fluida Dinamis
Kemampuan berpikir
kritis siswa rendah
Kisaran 50%
Siklus 1
kemampuan berpikir
kritis siswa meningkat
menjadi 75%
Siks 2
Kemampuan berpikir
kritis siswa meningkat
menjadi 95%
Mazroatul Ulum(1111016300009) 19

dengan penelitian yang akan dilakukan. beberapa penelitian yang dianggap
relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah :
1. Rini Ariyani (2013) dalam skripsinya yang berjudul, Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V Terhadap Pembelajaran IPA
Melalui Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Group
Investigation di SD Adik Irma. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
dengan menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Group Investigation maka kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran semakin meningkat.
2. Indriani Fristanti dalam jurnalnya yang berjudul, Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis pada Pelajaran IPS Sejarah dengan
Pembelajaran Berbasis Masalah pada Sisa MTs. Nadhlatul Ulama
Malang. Bedasarkan penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa.

5. METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Madrasah Pembangunan UIN
Ciputat yang beralamatkan di jalan Ibnu Taimiyah IV Komplek UIN Ciputat
Kabupaten Tangerang 15419.

5.2 Sampel dan Populasi
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI Madrasah
Pembangunan,Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/20115 yang
berjumlah 2 (dua) kelas.
b. Sampel
Mazroatul Ulum(1111016300009) 20

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang memberikan
keterangan atau data yang diperlukan dalam penelitian.
2
Sampel yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI Madrasah
Pembangunan, yaitu 36 siswa yang terdiri dari 16 siswa putri dan 20
siswa putra.
5.3 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat:
a. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Model pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning ).
b. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis
siswa pda konsep fluida dinamis kelas XI semester II tahun ajaran
2014/2015.
















2
Toha Anggoro. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka. hlm. 53
Mazroatul Ulum(1111016300009) 21

5.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dirangkum dalam alur penelitian seperti
yang terlihat pada Gambar 3. 1 sebagai berikut



























Gambar 3. 1 Bagan Tahapan dalam Prosedur Penelitian
PEMBAHASA
N
TES AKHIR
ANALISIS DATA
KESIMPULAN
Hasil Wawancara
& Observasi
Masalah
Penyusunan RPP model pembelajaran CTL Penyusunan instrumen
Uji coba instrumen dan revisi
Penerapan Model Observasi pembelajaran
MODEL PEMBELAJARAN
CTL
(KELOMPOK
Metode Ceramah
(Kelompok Kontrol)
TES AWAL
Model Pembelajaran CTL
Telaah kurikulum Studi literatur
Mazroatul Ulum(1111016300009) 22


6. METODE DAN DESAIN PENELITIAN
6.1 Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research) yang dilakukan secara kolaboratif. Dalam
penelitian kolaboratif pihak yamg melakukan tindakan adalah guru itu sendiri
sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya
proses tindakan adalah peneliti.
3
Inti dari Classroom Action Research
terletak pada adanya tindakan dalam situasi yang dialami untuk
memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran serta mampu memberi
solusi pada masalah yang ada baik secara perorangan maupun keseluruhan.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu penelitian tindakan yang
dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti dikelasnya atau
bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang,
melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertantu dalam suatu
siklus.
4

Penelitian tindakan kelas berkembang dari penelitian tindakan. Oleh
karena itu, untuk memahami pengertian PTK perlu kita telusuri pengertian
penelitian tindakan. Menurut Kemmis, penelitian tindakan adalah suatu
bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan oleh peneliti
dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka.
5

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang
merupakan suatu penelitian yang telah dikembangkan berdasarkan
permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang bertujuan
untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar di kelas.

3
Suharsimi Arikunto. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Hlm. 17
4
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru,
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), h. 44-45.
5
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), cet. 2, h. 24.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 23

Dengan demikian prosedur langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini akan
mengikuti prinsip-prinsip dasar penelitian tindakan yang telah umum
dilakukan. Pada penelitian tindakan kelas ini terdiri dari empat rangkaian
kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang, pada penelitian ini peneliti
menggunakan dua siklus. Prosedur penelitian ini terdiri dari empat tahap
kegiatan setiap siklus, yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
Dalam tahap ini peneliti merencanakan dengan merumuskan
pertanyaan apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana
tindakan dilakukan.
2. Tindakan (Acting)
Pada tahap ini peneliti melaksanakan apa yang telah direncanakan
pada tahap perencanaan.
3. Pengamatan (Observing)
Peneliti melakukan pengamatan pada siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung dengan lembar observasi.
4. Refleksi (Reflection)
Pada tahap ini peneliti beserta guru menganalisis data yang telah
diperoleh dari kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan sesuai
dengan tujuan yang direncanakan. Hal ini kemudian dianalisis dan
akan digunakan untuk rencana tindakan selanjutnya.

6.2 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan tiga siklus. Siklus dihentikan
apabila kondisi kelas sudah stabil. Dalam hal ini guru sudah mampu
menguasai keterampilan belajar yang baru dan siswa terbiasa dengan model
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)serta data
Mazroatul Ulum(1111016300009) 24

yang ditampilkan di kelas sudah jenuh dalam arti sudah ada peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa.
6
Alur penelitiannya adalah :

Gambar : Model Spiral dari Kemmis dan Taggart


7. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mengadakan pretest dan posttest. Observasi, angket, wawancara, tes dan
dokumentasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran.
a. Observasi
Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu,
observasi kemampuan berpikir kritis siswa dan observasi pelaksanaan
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Observasi kemampuan berpikir kritis siswa difokuskan selama proses
pembelajaran pada pokok bahasan fluida dinamis. Sedangkan observasi
pelaksaan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) difokuskan pada aktivitas guru maupun siswa selama proses

6
Rochiati Wiriaatmadja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung
:Remaja Rosdakarya. hlm. 103

Mazroatul Ulum(1111016300009) 25

pembelajaran. Dan pengamatan yang belum terdapat pada pedoman observasi
dituliskan pada lembar catatan lapangan.
b. Angket
Angket dibagikan dan diisi oleh siswa yang fungsinya untuk
mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran fisika
dengan penerapan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning/CTL).
c. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada guru dan siswa
mengenai proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
d. Tes
Tes yang digunakan berupa kuis individu yang fungsinya untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa setelah mempelajari materi himpunan
dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning/CTL).
e. Dokumentasi
Dokumentasi diperoleh dari hasil kuis siswa, lembar observasi,
lembar wawancara, catatan lapangan, daftar kelompok sisa, dan foto-foto
selama proses pembelajaran

8. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar
siswa. Adapun bentuk intrumennya adalah sebagai berikut:
a. Soal berupa pertanyaan berbentuk uraian. Soal yang diberikan
merupakan soal yang sudah diuji cobakan, serta diuji validitas dan
realibilitasnya agar diperoleh soal yang benar-benar bisa mengukur
hasil belajar siswa. Kisi-kisi instrument dapat dilihat pada lampiran.
b. Lembar observasi, yaitu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang
diselidiki. Pedoman observasi yang digunakan adalah tes perbuatan/
Mazroatul Ulum(1111016300009) 26

bagan partisipasi yang menggunakan skala A-E (baik sekali-kurang
sekali), selain itu juga untuk melengkapi observasi juga digunakan
dokumentasi dengan menggunakan kamera yang hasilnya berupa foto-
foto yang diambil ketika kegiatan pembelajaran berlangsung.
c. Serta dilakukan wawancara juga kepada siswa untuk mengukur respon
siswa terhadap treatmen yang diberikan.
Instrumen tes ini harus memiliki empat kriteria, yaitu validitas,
reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Untuk mengetahui
pemenuhan keempat kriteria tersebut, maka instrumen yang akan digunakan
dalam penelitian ini harus melalui pengujian dan perhitungan. Berikut ini
adalah pengujian dan perhitungan berkaitan dengan kriteria yang harus
dipenuhi oleh instrumen penelitian.
1. Uji Validitas
Setiap instrumen penelitian harus valid atau sahih. Suatu instrumen
dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang
hendak diukur.
7
Pengujian validitas instrumen tes ini dilakukan pada setiap
butir soal menggunakan teknik analisis point biserial yang dinyatakan
dengan persamaan berikut ini:
8


Keterangan:

= koefisien korelasi point biserial

= mean (rata-rata) skor dari subjek (peserta tes) yang menjawab


betul pada butir soal yang dicari validitasnya

= mean (rata-rata) skor dari subjek (peserta tes) yang menjawab


salah pada butir soal yang dicari validitasnya

= standar deviasi dari skor total



7
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), Cet ke-9,
h. 65.
8
Ibid, h. 79
Mazroatul Ulum(1111016300009) 27

p = proporsi siswa yang menjawab benar pada butir soal yang
dicari validitasnya
= proporsi siswa yang menjawab salah pada butir soal yang dicari
validitasnya

2. Uji Reliabilitas
Setiap instrumen penelitian tes harus bersifat reliabel atau mantap.
Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel jika hasil tes saat ini memiliki
kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang
sama.
9
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui reliabilitas
suatu instrumen tes menggunakan rumus KR- 20 yang ditunjukan sebagai
berikut:
10


) (

)

Keterangan:

= reliabilitas instrumen
= proporsi subjek (peseta tes) yang menjawab benar
= proporsi subjek (peseta tes) yang menjawab salah
= jumlah hasil perkalian antara dan
= banyak soal
= standar deviasi dari tes
Penentuan kriteria reliabilitas suatu instrumen didasarkan pada tabel
berikut:
Tabel 3.1 Kategori Reliabilitas

Rentang nilai r
n
Kategori

9
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosda Karya,
2009), Cet ke-13, h.16.
10
Suharsimi Arikunto, Op cit, h. 100.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 28

Tinggi

Sedang

Rendah



3. Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran butir
soal dalam suatu instrumen, apakah soal tergolong mudah, sedang, atau
sukar. Jika sebuah instrumen didominasi dengan soal mudah, maka peserta
tes tidak terangsang untuk berpikir lebih tinggi. Sebaliknya, jika instrumen
didominasi soal sukar akan membuat peserta tes malas mengerjakannya.
Oleh karena itu, instrumen yang baik adalah instrumen dengan komposisi
soal yang merata. Taraf kesukaran dapat dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
11


Keterangan:
= indeks kesukaran
= banyak siswa yang menjawab benar pada butir soal yang diukur
= jumlah seluruh peserta tes
Penentuan kriteria derajat kesukaran suatu butir soal didasarkan pada
tabel berikut:
Tabel 3.2 Kategori Derajat Kesukaran
Rentang nilai DK Kategori
Sukar
Sedang
Mudah

4. Daya Pembeda

11
Ibid,h. 207-208.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 29

Daya pembeda digunakan untuk mengetahui kemampuan soal dalam
membedakan siswa berkemampuan tinggi dan rendah.Tes yang baik
adalah tes yang bisa memisahkan dua kelompok peserta tes. Kedua
kelompok itu adalah peserta tes yang benar-benar mempelajari materi
pelajaran dan peserta tes yang tidak mempelajari materi pelajaran. Untuk
menentukan daya pembeda digunakan rumus:
12


Keterangan:
= daya beda soal

= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar pada


butir soal yang diukur

= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab salah pada


butir soal yang diukur

= banyaknya peserta kelompok atas

= banyaknya peserta kelompok bawah



Penentuan kriteria daya beda soal didasarkan pada tabel berikut ini:
Tabel 3.3 Kategori Daya Beda
Rentang nilai DB Kategori
Bernilai negative Drop
Buruk
Cukup
Baik
Baik sekali

Berikut ini adalah cara yang dapat digunakan untuk memisahkan
antara kelompok atas dan bawah:
13


12
Ibid, h. 213.
13
Ibid, h. 212.
Mazroatul Ulum(1111016300009) 30

a. Menyusun lembar jawaban tes sesuai dengan urutan nilai dari yang
terbesar (disamping paling atas) sampai yang terkecil (disamping paling
bawah).
b. Mengambil 27% dari atas susunan lembar jawaban, jumlah ini akan
menjadi kelompok atas. Kemudian mengambil 27% dari bawah susunan
lembar jawaban, jumlah ini akan menjadi kelompok bawah. Sisanya
sebanyak 46% disisihkan dan tidak perlu untuk dianalisis.

9. TEKNIK DAN ANALISIS DATA
a. N- Gain
Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain
menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa
setelah pembelajaran dilakukan guru.
14
Dalam hal ini digunakan rumus
normal gain menurut Meltzet, yaitu:
15





Dengan kategorisasai perolehan:
G-tinggi : nilai (<g>) >0,70
G-sedang : nilai 0,70 e(<g>)e 0,30
G-rendah : nilai (<g>) <0,30

b. Analisisis deskriptif kualitatif
Analisis tes hasil belajar dilakukan dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif yaitu membandingkan hasil belajar siswa dengan
kriteria pencapaian ketuntasan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya,
yaitu siswa dinyatakan tuntas jika tidak ada lagi siswa yang mendapatkan
nilai di bawah 75. Untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:

14
Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Tindakan Sains, (Jakarta: Jurusan Pendidikan
IPA, FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hal. 70
15
Ibid, hal. 53
Mazroatul Ulum(1111016300009) 31

Ketuntasan belajar =




10. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis alternatif (Ha): Penerapan model pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan fluida dinamis.
2. Hipotesis nol (Ho): Penerapan model pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) tidak dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan fluida dinamis.



















Mazroatul Ulum(1111016300009) 32

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara
Anggoro, Toha. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka
Fendi, Purwoko. 2009. Physics For Senior High Schhol Year XI. Jakarta :
Yudhistira
Hertanti, Yanti. 2008. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta
: Jurusan pendidikan IPA,FITK, Universitas UIN Syarif Hidayatullah
Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung :
Remaja Rosdakarya.

Вам также может понравиться