Вы находитесь на странице: 1из 20

25

BAB III
LANDASAN TEORI

III.1 Pengaturan Kerja
Metode kerja yang baik dapat diperoleh dengan melakukan pengaturan
kerja.Untuk dapat melakukan pengaturan kerja harus terlebih dahulu menganalisis
dan melakukan penelitian kerja dari sebuah sistem kerja yang ada. Analisis dan
penelitian kerja yang dimaksud adalah suatu aktivitas yang ditujukan untuk
mempelajari prinsipprinsip dan teknikteknik mendapatkan rancangan sistem
dan tata cara kerja yang paling efektif dan efisien. Prinsip maupun teknikteknik
tersebut diaplikasikan guna mengatur komponenkomponen kerja yang terlibat
dalam sebuah sistem kerja. Komponen-komponen yang dimaksud seperti manusia,
mesin, material, fasilitas kerja lainnya, serta lingkungan kerja yang ada
sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja yang
tinggi. Komponen-komponen tersebut diukur dari waktu yang dimanfaatkan,
tenaga atau energi yang dipakai serta dampakdampak lain yang akan
ditimbulkannya.
Komponenkomponen kerja tersebut akan diatur secara bersama sama agar
berada dalam suatu komposisi tata letak yang sebaikbaiknya sehingga bisa
memberikan alur gerak, tata cara ataupun prosedur kerja yang tertib dan lancar.
Dengan perbaikan pengaturan kerja, semua langkah serta gerakangerakan kerja
baik gerakan manusia, mesin atau peralatan, maupun perpindahan material yang
tidak produktif maupun yang tidak memberikan kontribusi nilai tambah akan
diupayakan untuk bisa ditekan semaksimal mungkin serta menambah efektivitas
gerak dan langkah kerja yang harus dilaksanakan dalam suatu sistem kerja.
Tujuan dari kegiatan pengaturan kerja dengan metode penelitian kerja ini
adalah sebagai berikut:
1. Perbaikan proses, prosedur dan tata cara pelaksanaan pekerjaan/kegiatan.
2. Perbaikan dan penghematan penggunaan material, energi mesin/fasilitas kerja
serta tenaga kerja manusia.
26

3. Pendayagunaan usaha manusia dan pengurangan keletihan yang tidak perlu
serta perbaikan tata ruang kerja yang lebih baik.

III.2 Perancangan dan Pengukuran Kerja
Perancangan dan pengukuran kerja menurut Wignjosoebroto (2003)
merupakan disiplin ilmu yang dirancang untuk memberi pengetahuan mengenai
prinsip dan prosedur yang harus dilaksanakan dalam upaya memahami berbagai
hal yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan
perancangan sistem kerja yang efektif dan efisien hal pokok yang diamati adalah
segala hal yang berkaitan dengan prosedur-prosedur yang harus dilakukan dalam
pelaksanaan kerja. Halhal yang berhubungan dengan gerakangerakan kerja
maupun metode kerja yang lebih sederahana dan mudah dilakukan harus terus
dikembangkan dan diaplikasikan.

III.3 Pengukuran Waktu Kerja
Pengukuran waktu kerja menurut adalah suatu aktivitas untuk menentukan
waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator terampil dalam melaksanakan
sebuah kegiatan kerja, yang dilakukan dalam kondisi dan tempo kerja yang
normal (Wignjosoebroto, 2003).Tujuan pokok dari aktivitas ini berkaitan erat
dengan usaha menetapkan waktu baku/standar (standard time). Pengukuran waktu
kerja dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1. Pengukuran secara langsung yaitu pengukuran jam henti (stop watch time
study) dan work sampling.
2. Pengukuran secara tidak langsung yaitu data waktu baku (standar data) dan
data waktu gerakan.
III.3.1 Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stopwatch Time Study)
Pengukuran waktu berguna untuk memilih cara kerja terbaik dari beberapa
alternatif yang diusulkan, waktu yang dipakai sebagai patokan (standard) adalah
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan pengerjaan
terpendek (tercepat).Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stopwatch time
study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19.
27

Metode ini baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung
singkat dan berulang (Wignjosoebroto, 2003).
Dalam konteks pengukuran kerja, metode stopwatch time study merupakan
teknik pengukuran kerja dengan menggunakan stopwatch sebagai alat pengukur
waktu yang ditunjukkan dalam penyelesaian suatu aktivitas yang diamati (actual
time). Waktu yang berhasil diukur dan dicatat kemudian dimodifikasikan dengan
mempertimbangkan tempo kerja operator dan menambahkannya dengan
allowances.Untuk kelancaran kegiatan pengukuran dan analisis, maka selain
stopwatch sebagai timing device diperlukan time study from guna mencatat data
waktu yang diukur, serta untuk mencatat segala informasi yang berkaitan dengan
aktivitas yang diukur tersebut seperti sketsa gambar layout area kerja, kondisi
kerja (kecepatan kerja mesin, gambar produk, nama operator, dan lain-lain) dan
deskripsi yang berkaitan dengan elemental breakdown (dapat dilihat dalam
prosedur pelaksanaan pengukuran waktu kerja).Ada tiga metode yang umum
digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja dengan menggunakan jam-henti
(stopwatch), yaitu pengukuran waktu secara terus menerus (continuous timing),
pengukuran waktu secara berulang (repetitive timing), dan pengukuran waktu
secara penjumlahan (accumulative timing) (Wignjosoebroto, 2003) dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Pengukuran waktu secara terus menerus (continuous timing), pengamat
kerja akan menekan tombol stopwatch pada saat elemen kerja pertama
dimulai dan membiarkan jarum penunjuk stopwatch berjalan terus
menerus sampai periode atau siklus selesai berlangsung. pengamat bekerja
terus mengamati jalannya jarum stopwatch dan mencatat waktu yang
ditunjukkan stopwatch setiap akhir dari elemen-elemen kerja pada lembar
pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari
pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai.
2. Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing) yang disebut
juga sebagai snap back method, penunjuk stopwatch akan selalu
dikembalikan (snap back) jarum ke posisi nol setiap akhir dari elemen
kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat waktu kerja, kemudian
28

tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur
elemen kerja berikutnya. Demikian seterusnya sampai semua elemen
terukur. Dengan cara repetitive timing, data waktu untuk setiap elemen
kerja yang diukur dapat dicatat secara langsung tanpa ada pengerjaan
tambahan untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metode
pengukuran secara terus menerus.Selain itu, pengamat dapat segera
mengetahui data waktu selama proses kerja berlangsung untuk setiap
elemen kerja. Variasi yang terlalu besar dari data waktu dapat diakibatkan
oleh kesalahan membaca atau menggunakan stopwatch ataupun karena
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja.
3. Pengukuran waktu secara kumulatif memungkinkan pengamat membaca
data waktu secara langsung di setiap elemen kerja yang ada. Di sini akan
digunakan 2 atau lebih stopwatch yang akan bekerja secara bergantian.
Dua atau tiga stopwatch dalam hal ini akan didekatkan sekaligus pada
tempat pengamat dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stopwatch
pertama dijalankan, maka stopwatch nomor 2 dan 3 berhenti (stop) dan
jarum tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka
tuas ditekan, hal ini akan menghentikan gerakan jarum dari stopwatch
pertama dan menggerakkan stopwatch kedua untuk mengukur elemen
kerja berikutnya. Dalam hal ini, stopwatch nomor 3 tetap pada posisi nol.
Pengamat selanjutnya bisa mencatat data waktu yang diukur oleh
stopwatch pertama. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka tuas
ditekan lagi sehingga hal ini akan menghentikan jarum. Penunjuk pada
stopwatch kedua pada posisi yang diukur dan selanjutnya akan
mengerakkan stopwatch ketiga untuk mengukur elemen kerja berikutnya
lagi. Gerakan tuas ini selain menghentikan jarum penunjuk stopwatch
kedua dan menggerakkan jarum stopwatch ketiga, juga mengembalikan
jarum penunjuk stopwatch pertama ke posisi nol (untuk bersiap-siap
mengukur elemen kerja yang lain, demikian seterusnya. Dalam hal ini
pembacaan metode akumulatif memberikan keuntungan, yaitu lebih
29

mudah dan teliti karena jarum stopwatch tidak dalam keadaan bergerak
pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan.
Dari hasil pengukuran dengan cara ini akan diperoleh waktu baku untuk
menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, kemudian waktu ini akan dipergunakan
sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan
melaksanakan pekerjaan yang sama.Langkah-langkah sistematis dalam kegiatan
pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dapat dilihat pada
Gambar III.1.
















III.3.2 Faktor Penyesuaian (Rating Factors)
ELEMENTAL BREAKDOWN
Bagi siklus kegiatan yang berlangsung ke dalam elemen-elemen kegiatan
sesuai dengan aturan yang ada

PENGAMATAN DAN PENGUKURAN
Laksanakan pengamatan dan pengukuran waktu sejumlah N
pengamatan untuk setiap siklus/elemen kegiatan (X1, X2,....,Xn)
Tetapkan performance rating dari kegiatan yang ditujukan
operator
N < N
CEK KESERAGAMAN DAN KECUKUPAN DATA
Keseragaman Data
1. Common sense (subjektif)
2. Batas-batas kontrol + 3 S.D.
Kecukupan Data

Tidak
N = N + n
LANGKAH PERSIAPAN
Pilih dan definisikan pekerjaan yang akan diukur dan akan
ditetapkan waktu standartnya.
Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada
supervisor/pekerja.
Pilih operator dan catat semua data yang berkaitan dengan sistem
operasi kerja yang akan diukur waktunya.
Gambar III.1. Langkah-langkah Sistematis dalam Kegiatan Pengukuran Kerja
dengan Jam Henti (Stopwatch Time Study)
(Sumber: Sutalaksana, 1979)



30

Kemungkinan besar bagian paling sulit didalam pelaksanaan pengukuran
kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada saat
pengukuran kerja berlangsung. Teknik atau cara untuk menilai atau mengevaluasi
kecepatan kerja operator dikenal dengan Faktor Penyesuaian (Rating Factors).
Secara umum kegiatan faktor penyesuaian ini dapat didefinisikan sebagai cara
untuk menormalkan ketidaknormalan kerja yang dilakukan oleh pekerja pada saat
observasi atau pengamatan dilakukan.
Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa
dinormalkan kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh
operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau
kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya pada saat pengamatan dilakukan.
Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka
penyesuaian ini pun dilakukan. Ada banyak cara dalam menentukan faktor
penyesuaian bagi seorang pekerja. Salah satu teknik faktor penyesuaian adalah
Westing House System of Rating.
Westing House System Rating ini pertama kali dikenalkan oleh Westing
House Company (1927) yang memperkenalkan sebuah sistem rating yang
merupakan penyempurnaan dari sistem rating sebelumnya. Dalam sistem ini
selain kemampuan (skill) dan usaha (effort) yang telah ada sebelumnya, westing
house juga menambahkan kondisi kerja (condition) dan konsistensi (consistency)
dari operator dalam melakukan kerja. Dari hal ini kemudian westing house telah
berhasil membuat sebuah tabel penyesuaian yang berisikan nilainilai yang
didasarkan pada tingkatan yang ada untuk masingmasing faktor tersebut
(Sutalaksana, 1979).Tabel dari faktor penyesuaian tersebut dapat dilihat pada
Tabel III.1.






31

Tabel III.1 Faktor Penyesuaian berdasarkan Westing House Rating Factors
WESTI NG HOUSE RATI NG FACTORS
SKI LL EFFORT
0,15 A1
Super Skill
0,13 A1
Excessive
0,13 A2 0,12 A2
0,11 B1
Excellent
0,1 B1
Excellent
0,08 B2 0,08 B2
0,06 C1
Good
0,05 C1
Good
0,03 C2 0,02 C2
0 D Average 0 D Average
-0,05 E1
Fair
-0,04 E1
Fair
-0,1 E2 -0,08 E2
-0,16 F1
Poor
-0,12 F1
Poor
-0,22 F2 -0,17 F2
CONDI TI ON CONSI STENCY
0,06 A Ideal 0,04 A Perfect
0,04 B Excellent 0,03 B Excellent
0,02 C Good 0,01 C Good
0 D Average 0 D Average
-0,03 E Fair -0,02 E Fair
-0,07 F Poor -0,04 F Poor
(Sumber: Sutalaksana dkk, 1979)
III.3.2 Faktor Kelonggaran (Allowance)
Dalam praktik seharihari, seorang operator mampu bekerja secara terus
menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali dan terkadang operator
akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan waktuwaktu khusus untuk
berbagai keperluan seperti personal needs, istirahat menghilangkan rasa lelah, dan
hambatanhambatan lain yang tak terhindarkan. Faktor kelonggaran merupakan
bentuk waktu tambahan yang diberikan sebagai kompensasi bagi pekerja atas
berbagai keperluan, keterlambatan dan kerugian yang dilakukan oleh operator.
Faktor kelonggaran ini bisa diklasifikasikan menjadi personal allowance, delay
allowance, dan fatigue allowance. Untuk menilai seberapa besar faktor
kelonggaran yang diberikan, digunakan tabel persentase kelonggaran berdasarkan
faktor yang berpengaruh yang dapat dilihat pada Tabel III.2.


32

Tabel III.2 Persentase Kelonggaran Berdasarkan Faktor yang Berpengaruh
FAKTOR
KELONGGARAN
(%)
KEBUTUHAN PRIBADI
1 Pria 0 2,5
2 Wanita 2 5,0
KEADAAN LINGKUNGAN
1 Bersih, Sehat, Tidak Bising 0
2
Siklus Kerja Berulang - Ulang Antara 5 - 10
Detik
0 1
3
Siklus Kerja Berulang - Ulang Antara 0 - 5
Detik
1 3
4 Sangat Bising 0 5
5 Ada Faktor Penurunan Kualitas 0 5
6 Ada Getaran Lantai 5 10
7 Keadaan Yang Luar Biasa 5 10
TENAGA YANG DI KELUARKAN PRI A WANI TA
1 Dapat Diabaikan Tanpa Beban

2 Sangat Ringan 02,25 Kg 0-6 06
3 Ringan 2,25 - 9 Kg 67,5 67,5
4 Sedang 9-18 Kg 7,5-12 7,5-16
5 Berat 18-27 Kg 12-19 16-30
6 Sangat Berat 27-50 Kg 19-30

7 Luar Biasa Berat > 50 Kg 30-50

SIKAP KERJA
1 Duduk 01
2 Berdiri Di Atas Dua Kaki 12,5
3 Berdiri Di Atas Satu Kaki 2,54
4 Berbaring 2,54
5 Membungkuk 410
GERAKAN KERJA
1 Normal 0
2 Agak Terbatas 05
3 Sulit 05
4 Anggota Badan Terbatas 510
5 Seluruh Badan Terbatas 1015
Lanjutan...





33

Tabel III.2 Persentase Kelonggaran Berdasarkan Faktor Yang Berpengaruh
(lanjutan)
FAKTOR
KELONGGARAN
(%)
KELELAHAN MATA TERANG BURUK
1 Pandangan Terputus 0 1
2 Pandangan Terus Menerus 2 2
3
Pandangan Terus Menerus Dengan
FaktorBerubah Ubah
2 5
4 Pandangan Terus Menerus Dengan Fokus Tetap 4 8
TEMPERATUR TEMPAT KERJA ( C ) NORMAL LEMBAB
1 Beku > 10 > 12
2 Rendah 10-0 125
3 Sedang 5-0 80
4 Normal 0-5 08
5 Tinggi 5-40 8100
6 SangatTinggi >40 >100
(Sumber: Sutalaksana dkk, 1979)

III.4 Uji Statistik
III.4.1 Uji Kenormalan Data
Salah satu perhitungan uji kenormalan data dengan menggunakan software
MINITAB dan metode Kolmogorov-Smirnov.Untuk melakukan perhitungan uji
kenormalan maka urutan penyelesaian adalah sebagai berikut:
1. Pemasukan data ke MINITAB
Dari menu utama File, pilih menu New, lalu klik mouse pada Minitab Project.
Pengisian data:
a. Klik mouse pada tabel worksheet kolom C1
b. Letakkan pointer pada baris 1 kolom tersebut, lalu ketik menurun ke
bawah sesuai data. Data di atas bisa disimpan dengan nama Kolmogorov-
Smirnov.
2. Pengolahan data dengan MINITAB
Langkah-langkah:
a. Buka fileKolmogorov-Smirnov
34

b. Dari menu utama MINITAB, pilih menu Statistics, kemudian pilih
submenu Basic Statistics, sesuai kasus pilih Normality Test untuk uji satu
sampel.
Kemudian akan muncul kotak dialog Kolmogorov-Smirnov, seperti Gambar
III.2.

Gambar III.2 Kotak Dialog Kolmogorov-Smirnov
(Sumber: Pengolahan Data)
Pengisian:
a. Variable, Masukan variabel C1
b. Reference Probabilities, diabaikan
c. Untuk Test for Normality, karena dalam kasus ini akan diuji distribusi
normal menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov, maka klik mouse
pada pilihan Kolmogorov-Smirnov. Sedangkan pilihan uji yang lain
diabaikan
d. Title, menuliskan judul untuk mengetahui kasus yang di uji
e. Tekan OK untuk proses data.
Setelah itu akan muncul grafik yang dapat dilihat pada Gambar III.3.




35


Gambar III.3 Contoh Grafik Hasil Uji Kenormalan Data Kolmogorov-Smirnov
(Sumber: Pengolahan Data)
Analisis Hipotesis:
a. H
o
: F (x) = F
o
(x) ,dengan F (x) adalah fungsi distribusi populasi yang
diwakili oleh sampel, dan F
o
(x) adalah fungsi distribusi suatu populasi
berdistribusi normal.
b. H
i
: F (x) F
o
(x) atau distribusi populasi tidak normal.
NB: Uji dilakukan dua sisi, karena adanya tanda
Pengambilan Keputusan:
Dasar pengambilan Keputusan adalah besaran probabilitas:
a. Jika probabilitas > 0,05, maka H
o
diterima.
b. Jika probabilitas < 0,05, maka H
o
ditolak.
Keputusan:
Terlihat bahwa pada Approximate P-Value> 0,15, atau probabilitas lebih dari
0,05 (0,15> 0,05) maka H
o
diterima, atau populasi tersebut berdistribusi
normal.
III.4.2 Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil
pengamatan yang telah diambil sudah cukup mewakili populasinya, bila belum
maka perlu diadakan pengamatan tambahan hingga cukup mewakili populasinya.
36

Persamaan dalam uji keseragaman data (Sutalaksana, dkk., 1979) dapat dilihat
pada persamaan III.1.




Dimana:
N = banyaknya pengukuran sesungguhnya yang diperlukan
N = jumlah pengukuran pendahulu yang telah dilakukan
X
i
= waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran yang telah
dilakukan
k = harga indeks yang besarnya tergantung tingkat keyakinan
Nilai k ditentukan berdasarkan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian
yang diinginkan, jika masing-masing adalah:
1. 95% dan 10%, maka k = 20
2. 95% dan 5%, maka k = 40
3. 99% dan 5%, maka k = 60
Jika:
N N, maka data yang hasil pengamatan yang diambil telah mencukupi
N N, maka perlu penambahan data
III.4.3 Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah datadata yang
diperoleh itu masuk kedalam batas kontrol atau bahkan diluar batas kontrol
dengan menggunakan Peta Kendali X dan R. Adapun langkahlangkah dalam
melakukan pengujian keseragaman data adalah sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah hasil data keseluruhan yang diperoleh dari pengumpulan
data lapangan.
2. Mencari nilai

dapat dilihat pada persamaan III.2




k
............ (III.1)
............ (III.2)
37

3. Menghitung standar deviasi dari waktu sebenarnya dapat dilihat pada
persamaan III.3



4. Menghitung Batas Kontrol Atas (BKA) dapat dilihat pada persamaan III.4
sedangkan Batas Kontrol Bawah (BKB) dapat dilihat pada persamaan III.5


5. Memindahkan data yang telah diperoleh kedalam bentuk grafik dengan batas
batas kontrol yang telah ditetapkan.
Apabila data yang diperoleh tersebut terdapat data yang berada diluar batas
kontrol maka data tersebut harus dihilangkan dan dilakukan perhitungan kembali
seperti semula karena data yang berada diluar batas kontrol menyebabkan data
tidak seragam.

III.5 Perhitungan Waktu Standar
Waktu standar atau waktu baku adalah lamanya waktu yang diperlukan
oleh seorang pekerja terampil untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan dalam
kecepatan normal yang disesuaikan dengan faktor penyesuaian dan faktor
kelonggaran yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jika data
telah mencukupi syarat N
1
< N, maka tahap perhitungan untuk memperoleh
besaran nilai waktu standar pekerjaan adalah sebagai berikut:
1. Menghitung waktu siklus dapat dilihat pada persamaan III.6
2. Menghitung waktu normal dapat dilihat pada persamaan III.7

3. Menghitung waktu standar/baku dapat dilihat pada persamaan III.8

............ (III.3)
............ (III.4)
............ (III.5)
............ (III.6)
............ (III.7)
............ (III.8)
38

Untuk menentukan besaran nilai Rating Factors, dapat dilakukan dengan
cara memberikan nilai faktor penyesuaian bagi faktor yang bekerja. Menurut
Westing House System of Rating, faktorfaktor yang dinilai tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Kemampuan (Skill)
2. Usaha (Effort)
3. Konsistensi (Consistency)
4. Kondisi (Condition)
Untuk besaran nilai faktor kelonggaran (allowance) dilakukan dengan cara
memberikan nilai faktor kelonggaran bagi pekerja berdasarkan faktorfaktor yang
yang mempengaruhi operator dalam bekerja. Faktorfaktor kelonggaran yang
diberikan dilihat dari halhal berikut ini:
1. Kebutuhan Pribadi
2. Keadaan Lingkungan
3. Tenaga Yang Dikeluarkan
4. Sikap Kerja
5. Gerakan Kerja
6. Kelelahan Mata
7. Temperatur Tempat Kerja

III.6 Definisi Keseimbangan Lintasan
Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, di mana
dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban
kerja operator merata. Jadi dalam keseimbangan lini produksi,dapat dirancang
bagaimana seharusnya suatu lintasan produksi sehingga dapat tercapai
keseimbangan beban yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja dalam
menghasilkan produk.
Keseimbangan lini perakitan (line balancing) adalah upaya untuk
meminimumkan ketidakseimbangan diantara mesin-mesin atau personil untuk
mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan
produksi yang diinginkan. Kriteria umum keseimbangan lintasan perakitan adalah
39

memaksimumkan efisiensi dan meminimumkan balance delay. Keseimbangan lini
juga dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengadakan keseimbangan kapasitas
antara satu bagian dengan bagian lain di dalam suatu proses produksi.
Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus
dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-
masing stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan
dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam precedence diagram atau diagram
pendahuluan.

III.7 Pengaruh Kecepatan Lintasan Terhadap Stasiun Kerja
Hal yang berpengaruh pada penyusunan stasiun kerja adalah kecepatan
lintasan yang ditentukan dari tingkat kapasitas permintaan serta waktu operasi
terpanjang. Semakin tinggi kecepatan lintasan, jumlah stasiun kerja yang yang
dibutuhkan akan menjadi semakin banyak, sebaliknya semakin rendah kecepatan
lintasan perkitan maka jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan menjadi semakin
sedikit (Kusuma, 2004). Tujuan utama dari penggunaan metode line balancing ini
adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time)
pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Selain itu, tujuan
perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau
elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar setiap waktu menganggur dari
stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin
sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan
semaksimal mungkin (Baroto, 2002).Dalam sistem keseimbangan lintasan
perakitan terdapat beberapa istilah yang digunakan meliputi:
a. Waktu Menganggur (Idle Time)
Idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT) danStasiun
Time (ST), atau CT dikurangi ST (Baroto, 2002) dapat dilihat pada
persamaan III.9


Keterangan :
n = Jumlah stasiun kerja
............ (III.9)
40

Ws = Waktu stasiun kerja terbesar
Wi = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja
i = 1,2,3,...,n
b. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)
Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang
dihasilkan dari waktu mengganggur sebenarnya yang disebabkan karena
pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun
kerja.Balance Delay(Baroto, 2002), dapat dilihat pada persamaan III.10

)

Keterangan :
D = Balance Delay (%)
n = Jumlah stasiun kerja
C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
t
i
= Jumlah semua waktu operasi
ti = Waktu operasi
c. Efisiensi Stasiun Kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun
kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun
kerja(Nasution, 1999), dapat dilihat pada persamaan III.11


d. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)
Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi
dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, 2002) atau jumlah
efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah stasiun kerja (Nasution, 1999).
Perhitungan line efficiency dapat dilihat pada persamaan III.12

()()

Keterangan:
STi = Waktu stasiun kerja dari ke-i
K = Jumlah stasiun kerja
CT = Waktu siklus
............ (III.10)
............ (III.11)
............ (III.12)
41

e. Smoothnest Index
Smoothness Index merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif
dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Nilai indeks yang paling baik
(perfect balance) adalah 0. Penghitungan smothness index dapat dilihat
pada persamaan III.13
( )


Keterangan:
ST max = Maksimum waktu di stasiun
ST
i
= Waktu stasiun di stasiun kerja i
f. Work Station
Work Station merupakan tempat pada lini perakitan di mana proses
perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka
jumlah stasiun kerja yang efisien rumus (Baroto, 2002), dapat dilihat pada
persamaan III.14


Keterangan :
t
i
= Waktu operasi (elemen)
C = Waktu siklus stasiun kerja
K min = Jumlah stasiun kerja minimal

III.8 Metode Penyeimbangan Lintasan
Tujuan penyeimbangan lintasan adalah untuk meningkatkan efisiensi tiap
stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan. Untuk mencapai tujuan
penyeimbangan lintasan, sampai dengan saat ini belum ada metode yang benar-
benar menghasilkan solusi optimal, kecuali dengan menggunakan simulasi,
komputer. Metode-metode yang telah dikembangkan selama ini terbatas hanya
pada metode heuristik, yang akan menghasilkan solusi mendekati optimal, tetapi
tidak menjamin tercapainya solusi optimal.

............ (III.13)
............ (III.14)
42

III.8.1 Metode Ranked Positional Weight (RPW)
Metode Bobot Posisi atau Ranked Positional Weight (RPW) merupakan
heuristik yang paling awal dikembangkan. Metode ini dikembangkan oleh W.B.
Helgeson dan D.P. Birnie pada tahun 1961. Cara penentuan bobot dari precedence
diagram dimulai dari prosesakhir. Bobot RPW = waktu proses operasi tersebut +
waktu proses operasioperasi yang mengikutinya.Pengelompokan operasi ke
dalam stasiun kerja dilakukan atas dasarurutan RPW (dari yang terbesar) dan juga
memperhatikan pembatasberupa waktu siklus dan stasiun kerja pendahulunya.
Metode heuristik inimengutamakan waktu stasiun kerja yang terpanjang
danstasiun kerja ini akan diprioritaskan lebih dulu untuk ditempatkan dalam
stasiunkerja minimun yang dihitung sebelumnya dan diikuti oleh stasiun kerja
yang mengikutinya. Proses ini dilakukan dengan memberikan bobot. Bobot ini
diberikan pada setiap stasiun kerja dengan memperhatikan precedencediagram.
Elemenpekerjaan memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot yang
semakin besar pula, dengan kata lain akan diprioritaskan. Menurut Arman Hakim
Nasution (2008), langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode
Ranked Positional Weight (RPW) ini adalah sebagai berikut:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu
siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar
itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks pendahulu berdasarkan jaringan kerja perkaitan.
3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu
operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot
posisi terkecil.
5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan
bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria
total waktu operasi lebih kecil dari waktu siklus.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
43

7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan
menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada
langkah 6 di atas.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang tidak
memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
III.8.2 Metode Pendekatan Wilayah (Region Approach)
Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan
metode bobot posisi. Pada prinsipnya, metode ini berusaha membebankan terlebih
dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar.
Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi ialah
mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan
waktu operasi yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya.
(Nasution, 2008) Metode inimelibatkan pertukaran antara pekerjaan setelah
keseimbangan mulamula diperoleh. Pendekatan ini tidak layak untuk jaringan
besar sertakombinasi pekerjaan yang dapat dipertukarkan dapat menjadi kaku.
Menurut Nasution (2008) langkah-langkah penyelesaian metode Pendekatan
Wilayah (Region Approach) adalah sebagai berikut:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu
siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar
itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Bagi jaringan kerja kedalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan. Gambar
ulang jaringan kerja, tempatkan seluruh pekerjaan didaerah paling ujung
sedapat-dapatnya.
3. Dalam tiap wilayah, urutan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar
sampai dengan waktu operasi terkecil.
4. Bebankan pekerja dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk
menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):
Daerah paling kiri terlebih dahulu
Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar
pertama kali
44

5. Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi waktu
tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang
memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.
Putuskan apakah pertukaran pekerjaan-pekerjaan tersebut akan meningkatkan
utilisasi waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan perubahan tersebut. Penugasan
pekerjaan selanjutnya menjadi lebih tetap.

Вам также может понравиться