Вы находитесь на странице: 1из 46

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Cedera kepala merupakan suatu traume yang mengenai daerah kulit
kepala baik mengenai tulang tengkorak atau otak akibat terbenturnya atau
terjadinya injury baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyebab utama cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas,
kekerasan dan terjatuh (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).Pejalan
kaki yang mengalami tabrakan kendaraan bermotor merupakan penyebab
cedera kepala terhadap pasien anak- anak bila dibandingkan dengan pasien
dewasa (Adeolu, Malomo, Shokunbi, Komolafe dan Abio, 2005). Estimasi
sebanyak 1,9 juta hingga 2,3 juta orang menerima perawatan kecederaan
yang tidak fatal akibat kekerasan (Rosenberg, Fenley, 1991).Menurut
Akbar (2000), insiden cedera kepala pada tahun 1995 sampai1998 terdiri
dari tiga tingkat keparahan cedera kepala yaitu cedera kepala ringan
sebanyak 60,3% (2463 kasus), cedera kepala sedang sebanyak 27,3 %
(1114 kasus) dan cedera kepala berat sebanyak 12,4 % (505 kasus).
Kematian akibat cedera kepala mencatatkan sebanyak 11 % berjumlah
448 kasus. Angka kejadian trauma kepala pada tahun 2004 dan 2005 di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),FKUI mencatat sebanyak
1426 kasus(Akbar, 2000)
1.2.Rumusan masalah
1.2.1. Apa definisi cedera kapala?
1.2.2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem persarafan?
1.2.3. Bagaimana pengklasifikasian dari cedera kepala?
1.2.4. Bagaimana etiologi cedera kepala?
1.2.5. Bagaimana patofisiologi dari cedera kepala?
1.2.6. Apa manifestasi klinis dari cedera kepala?
2

1.2.7. Apa komplikasi dari cedera kepala?
1.2.8. Bagaimana mekanisme konpensasi pada ccedera kepala?
1.2.9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik cedera kepala?
1.2.10. Bagaimana penatalaksanaan medik cedera kepala
1.2.11. Apa saja jenis obatyang di peruntukkan bagi pasien cedera kepala?
1.2.12. Apa saja asupan gizi yang diberikan?
1.2.13. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien dengan cedera kepala?
1.3.Tujuan
1.3.1. Mengetahui apa definisi cedera kapala?
1.3.2. Mengetahui bagaimana anatomi fisiologi sistem persarafan?
1.3.3. Mengetahui bagaimana pengklasifikasian dari cedera kepala?
1.3.4. Mengetahui bagaimana etiologi cedera kepala?
1.3.5. Mengetaui bagaimana patofisiologi dari cedera kepala?
1.3.6. Mengetahui apa manifestasi klinis dari cedera kepala?
1.3.7. Mengetahui apa komplikasi dari cedera kepala?
1.3.8. Mengetahui bagaimana mekanisme konpensasi pada trauma
kepala?
1.3.9. Mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik cedera kepala?
1.3.10. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan medik cedera kepala
1.3.11. Mengetahui apa saja jenis obatyang di peruntukkan bagi pasien
trauma kepala?
1.3.12. Mengetahui apa saja asupan gizi yang diberikan?
1.3.13. Mengetahui bagaimana proses keperawatan dari kasus tersebut?
1.4.Manfaat
1.4.1. Mampu menjelaskan etiologi, patofisiologi serta penatalaksanaan
dari cedera kepala
1.4.2. bertambahanya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari
penyakit cedera kepala



3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFENISI CEDERA KEPALA
Cedera kepala merupakan suatu traume yang mengenai daerah kulit
kepala baik mengenai tulang tengkorak atau otak akibat terbenturnya atau
terjadinya injury baik secara langsung maupun tidak langsung.
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural
dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas,
2006)
2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF
2.2.1. anatomi dan fisiologi sistem saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang
bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan
direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup
tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungan luar maupun dalam.
Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus
dimiliki oleh sistem saraf, yaitu:
a. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada
tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
4

b. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun
dari berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut
penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang dan meluas.
Sel saraf disebut neuron.
c. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah
diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting
pada manusia adalah otot dan kelenjar
1. Sel Saraf (Neuron)
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron
bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls
(rangsangan). Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan
akson.

Struktur Sel Saraf
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya
terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit).
Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf,
sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke
jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit
pendek.

a. Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel
saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari
dendrit dan meneruskannya ke akson. Pada badan sel saraf
terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan golgi,
lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan kumpulan
retikulum endoplasma tempat transportasi sintesis protein.
b. Dendrit
5

Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang.
Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi
untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
c. Akson
Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang
merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit
terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril.
Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput mielin yang
banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat
jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-
sel sachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat
menyediakan makanan untuk neurit dan membantu pembentukan
neurit. Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma yang
melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak
dibungkus oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus
ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan.

Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan berdasarkan struktur dan
fungsinya, yaitu:
1. Sel saraf sensorik, adalah sel saraf yang berfungsi menerima
rangsangan dari reseptor yaitu alat indera.
2. Sel saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi mengantarkan
rangsangan ke efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan yang
diantarkan berasal atau diterima dari otak dan sumsum tulang
belakang.

Perbedaan struktur dan fungsi dari ketiga jenis sel saraf tersebut lebih
jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel Perbedaan sel saraf sensorik, penghubung, dan motorik
N
o
Pembe
da
Sensorik
Penghubu
ng
Motorik
6

1
Ukuran
Dendrit
Panjang Pendek Pendek
2
Ukuran
Neurit
Panjang Pendek Panjang
3
Fungsi
Dendrit
Menerima
rangsanga
n dari
reseptor
Menerima
dan
merusak
rangsanga
n
Menerima
rangsanga
n dari sel
saraf lain
5
Fungsi
Neurit
Menerusk
an
rangsanga
n ke sel
saraf lain
Menerima
dan
meneruska
n
rangsanga
n
Menerusk
an
rangsanga
n ke
efektor

3. Sel saraf penghubung Sel saraf penghubung adalah sel saraf yang
berfungsi menghubungkan sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Sel
saraf ini banyak ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Sel
saraf yang dihubungkan adalah sel saraf sensorik dan sel saraf
motorik.
Saraf yang satu dengan saraf lainnya saling berhubungan.
Hubungan antara saraf tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini terletak
antara dendrit dan neurit. Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan
kantung-kantung yang berisi zat kimia seperti asetilkolin (Ach) dan
enzim kolinesterase. Zat-zat tersebut berperan dalam mentransfer
impuls pada sinapsis.

2. I mpuls
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor
dari lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat
7

juga dikatakan sebagai serangkaian pulsa elektrik yang menjalari
serabut saraf. Contoh rangsangan adalah sebagai berikut.
a. Perubahan dari dingin menjadi panas.
b. Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada
tekanan.
c. Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
d. Suatu benda yang menarik perhatian.
e. Suara bising.
f. Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor
akan menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor.
Gerakan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena
disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini
disampaikan melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai
berikut.

b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak
disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan
melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak.
Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut.
1. Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
2. Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda
asing yang masuk ke mata.
3. Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
4. Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
5. Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.

3. Susunan Sistem Saraf
8

Di dalam tubuh kita terdapat miliaran sel saraf yang membentuk
sistem saraf. Sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum
tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf
somatis dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang
belakang (Medula spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat
lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan.
Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi
3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka
akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah
sebagai berikut.
1. Durameter; merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan
tengkorak.
2. Araknoid; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang
labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan serebrospinalis;
semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran
araknoid. Fungsi selaput araknoid adalah sebagai bantalan untuk
melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3. Piameter. Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan
sangat dekat dengan permukaan otak. Agaknya lapisan ini
berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut
bahan sisa metabolisme.

a. Sistem saraf pusat
1) Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga
tengkorak, beratnya lebih kurang 1/50 dari berat badan. Bagian
9

utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil
(Cerebellum), dan batang otak .
1. Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang
disadari. Berpikir, berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan
mendengar termasuk kegitan tubuh yang disadari. Otak besar
dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan
kiri.
Masing-masing belahan pada otak tersebut disebut hemister.
Otak besar belahan kanan mengatur dan mengendalikan
kegiatan tubuh sebelah kiri, sedangkan otak belahan kiri
mengatur dan mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan.

2. Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di
bawah otak besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu
lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih.
Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan
belahan kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak
kecil berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan
mengkoordinasikan kerja otot ketika seseorang akan melakukan
kegiatan.AA

3. Batang otak tersusun dari medula oblangata, pons, dan Otak
tengah (mesensefalon). Batang otak terletak di depan otak kecil,
di bawah otak besar, dan menjadi penghubung antara otak besar
dan otak kecil. Batang otak disebut dengan sumsum lanjutan
atau sumsum penghubung. Batang otak terbagi menjadi dua
lapis, yaitu lapisan dalam dan luar berwarna kelabu karena
banyak mengandung neuron. Lapisan luar berwarna putih, berisi
neurit dan dendrit. Fungsi dari batang otak adalah mengatur
refleks fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung, suhu
tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari.
10


2) Sumsum tulang belakang

Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas
tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi
menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar berwana putih dan lapisan
dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung serabut saraf dan
lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang
belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf
penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak
dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.

b. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem
saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar
mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan
saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak
antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi
keringat.
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa
pesan dari dan ke sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat
dan sistem saraf tepi membentuk perubahan cepat dalam tubuh
untuk merespon rangsangan dari lingkunganmu. Sistem saraf ini
dibedakan menjadi sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

1) Sistem saraf somatis
Sistem saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan
31 pasang saraf sumsum tulang belakang. Kedua belas pasang saraf
otak akan menuju ke organ tertentu, misalnya mata, hidung,
telinga, dan kulit. Saraf sumsum tulang belakang keluar melalui
sela-sela ruas tulang belakang dan berhubungan dengan bagian-
11

bagian tubuh, antara lain kaki, tangan, dan otot lurik. Saraf-saraf
dari sistem somatis menghantarkan informasi antara kulit, sistem
saraf pusat, dan otot-otot rangka. Proses ini dipengaruhi saraf sadar,
berarti kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak
menggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini.
Contoh dari sistem saraf somatis adalah sebagai berikut.
Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga
akan sampai ke otak. Otak menterjemahkan pesan tersebut dan
mengirimkan isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu
dan mengisyaratkan ke tangan untuk membukakan pintu.
Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas, kulit akan
menyampaikan informasi tersebut ke otak. Kemudian otak
mengisyaratkan pada tangan untuk menghidupkan kipas angin.
Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan
menyampaikan informasi tersebut ke otak, otak akan
menterjemahkan informasi tersebut dan mengisyaratkan tangan
dan kaki untuk bergerak membersihkan kamar.
2) Sistem saraf otonom
Contohnya apabila kita kejatuhan cicak, kita merasa
kaget ketakutan, dan menjerit keras. Jantung berdetak dengan
cepat. Pikiran kacau. Reaksi yang membuat respon dalam situasi
ketakutan ini dikontro oleh sistem saraf otonom. Sistem saraf
otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang
tidak disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita.
Jaringan dan organ tubuh diatur oleh sistem saraf otonom adalah
pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf otonom terdiri atas
sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.
Sistem saraf simpati disebut juga sistem saraf torakolumbar,
karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1
sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion
atau simpul saraf yang terdapat di sumsum tulang
12

belakang yang terletak di sepanjang tulang belakang sebelah depan,
dimulai dari ruas tulang leher sampai tulang ekor. Masing-masing
simpul saraf dihubungkan dengan sistem saraf spinal yang keluar
menuju organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal,
pembuluh darah, dan pencernaan. Fungsi dari sistem saraf simpatik
adalah sebagai berikut.
Mempercepat denyut jantung.
Memperlebar pembuluh darah.
Memperlebar bronkus.
Mempertinggi tekanan darah
Memperlambat gerak peristaltis.
Memperlebar pupil.
Menghambat sekresi empedu.
Menurunkan sekresi ludah.
Meningkatkan sekresi adrenalin
Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf
kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan
daerah sakral. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-
jaring yang berhubung-hubungan dengan ganglion yang tersebar di
seluruh tubuh. Saraf parasimpatetik menuju organ yang
dikendalikan oleh saraf simpatetik, sehingga bekerja pada efektor
yang sama. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai
oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki
fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf
simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik
berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada
sistem saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung.
Tabel Perbedaan Fungsi sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik.
Saraf Simpatik Saraf Parasimpatik
Memperlebar pembuluh Memperkecil
13

darah. pembuluh darah.
Mempercepat denyut
jantung.
Memperlambat
denyut jantung.
Memperlebar pupil mata.
Memperkecil pupil
mata.
Mempertinggi tekanan
darah.
Memperendah
tekanan darah.
Meningkatkan pernapasan.
Mengurangi
pernapasan.
Meningkatkan kadar gula
dalam darah.
Mengurangi kadar
gula dalam darah.
Mengerutkan limpa.
Mengembangkan
limpa.

2.2.2. Vaskularisasi sistem saraf

SSP sangat bergantung pada aliran darah yang memadai untuk
nutrisi dan pembuangan sisa sisa metabolismenya. Suplai darah arteria
ke otak merupakan suatu jaringan pembuluh pembuluh darah yang
bercabang cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga
dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini
dijamin oleh 2 pasang arteriayaitu arteria vertebralis dan arteria
karotis interna, yang cabang cabangnya bernastomosis berbentuk
sirkulus arteriosus cerebri fillisi. Aliran vena otak tak selalu paralel
dengan suplai darah arteria; pembuluh vena meninggalkan otak
melalui sinus dura yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui
vena jugularis interna. Arteria medulaspinalis dan sistemvfena paralel
satu dengahn yang lain dan mempunyai hubungan percabangan yang
luas untuk mencukupi suplai darah ke jaringan.


14


2.2.3.Pelindung otak
Tulang pelindung otak meliputi:
a. 1 tulang dahi
b. 1 tulang belakang kepala,
c. 2 tulang pelipis,
d. 2 tulang ubun-ubun,
e. 2 tulang baji,
f. 2 tulang tapis.

LAPISAN PELINDUNG :
Otak terdiri rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat
yang disebut meninges. Lapisan meninges terdiri dari pia
mater,lapisan araknoid, dan dura meter
1. Pia mater
Lapisan terdalam yang halus dan tipis,serta melekat erat pada otak.
Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah untuk mensuplai
jaringan saraf.

2. Lapisan araknoid
Terletak pada bagian eksternal dari pia mater dan mengandung
sedikit pembuluh darah
a. Ruangan subaraknoid
Memisahkan lapisan araknoid dari pia mater dan
mengandung cairan serebrospinalis, pembuluh darah, serta
jaringan penghubung seperti selaput yang mempertahankan
posisi araknoid terhadap pia mater dibawahnya.
b. Vili araknoid
c. Menonjol ke dalam sinus vena ( dural ) dura mater

3. Dura mater
Lapiasan terluar dan tebal,terdiri dari dua lapiasn
15

a. Lapisan periosteal
Lapisan terluar dari dura mater yang melekat pada
permukaan dalam tulang kranium dan berlanjut sebagai
periostium yang membatasi kanalis vertebralis dengan
medulla spinalis
b. Lapisan meningeal
Merupakan membran tebal yang meliputi otak dan menyusup
di antara jaringan otak sebagai penyokong dan pelindung.
Lapisan melanjutkan diri sebagai dura mater spinal.
c. Ruang subdural
Memisahkan dura mater dari araknoid pada daerah kranial
dan medulla spinalis.
d. Ruang epidural
Ruang antara periosteal luar dan lapisan meningeal dalam
pada dura mater di daerah medulla spinalis

2.2.4. Tekanan intra kranial

Tekanan intrakranial adalah tekanan yang berada di dalam
rongga kranialis yang di dalamnya terdapat jaringan otak dan cairan
serebrospinal. Tubuh memiliki mekanisme yang beragam untuk
menjaga agar ICP tetap dalam kondisi stabil. Perubahan pada ICP
bergantung pada perubahan volume dari satu atau lebih komponen
yang terdapat di dalam kranium.
Peningkatan tekanan intracranial adalah peningkatan tekanan
otak normal. Peningkatan tekanan intracranial dapat disebabkan oleh
peningkatan tekanan cairan serebrospinal. Juga dapat disebabkan
oleh peningkatan tekanan dalam masalah otak yang disebabkan oleh
lesi (seperti tumor) atau pembengkakan di dalam materi otak itu
sendiri. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang
menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50 200
mmH2O atau 4 15 mmHg. Dalam keadaan normal, ICP
16

dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat
sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal.
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan
oleh hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK)
dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah
serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) yang berakibat
kerusakan otak iskemik.Pengendalian TIK yang berhasil mampu
meningkatkan outcome yang signifikan.Telah dikembangkan
pemantauan TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat
dan non invasive. Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa
menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan
mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis.
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah
intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam
keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama
dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 10
mmHg
(8)
. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan
menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk
terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama
bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah
dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal.
Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik
dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah
konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu
konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Volume tekanan Intrakranial
2. TIK yang normal: 5-15 mmHg
3. TIK Ringan : 15 25 mmHg
4. TIK sedang : 25-40 mmHg
5. TIK berat : > 40 mmHg
17



2.3. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas :
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan
lalu lintas, jatuh atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul
terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat menyebabkan otak
bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada
protuberans tulang tengkorak .
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan .

Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi:
1. Fraktur tengkorak;
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak.
Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari
satu titik (stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang
(kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup
yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan
fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki
tulang tengkorak.
2. Lesi intrakranial;
dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan
subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan
terjadi secara bersamaan.
Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera
kepala digunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini
dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5) dan buka
mata (1-4), dengan interval GCS 3-15.
Berdasarkan beratnya cedera kepala dikelompokkan menjadi:
1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera
kepala berat.
18

2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-12 dan,
3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 13-15.
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala
1. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan )
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak
ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun
hematoma
2. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan
atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio
cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
-Spontan
-Terhadap rangsangan suara
-Terhadap nyeri
-Tidak ada

4
3
2
1
2 Verbal :
-Orientasi baik

5
19

-Orientasi terganggu
-Kata-kata tidak jelas
-Suara tidak jelas
-Tidak ada respon
4
3
2
1
3 Motorik :
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
-Tidak ada respon

6
5
4
3
2
1
Total 3-15

2.4. ETIOLOGI TRAUMA KEPALA
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma
kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas
sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19%
dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang
merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown,
Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap
pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi.
Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala
mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado,
20

Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti
berikut:

a. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor
bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya
(IRTAD, 1995).

b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih
di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain
(secara paksaan).

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila
kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu
gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat
percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara
tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok
maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak
tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap
gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial
(Sastrodiningrat, 2009).

21


2.5.PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA
Pada trauma kepala di mana kepala mengalami benturan yang kuat dan
cepat akan menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan
sekitarnya secara mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan cedera akselerasi-deselerasi.
Dipandang dari aspek mekanis, akselerasi dan deselerasi merupakan
kejadian yang serupa, hanya berbeda arahnya saja. Efek akselerasi kepala
pada bidang sagital dari posterior ke anterior adalah serupa dengan
deselerasi kepala anterior-posterior (Satyanegara 2006)
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh hal-hal ini tergantung pada
kekuatan yang menimpanya-makin besar kekuatan, makin parah
kerusakaannya. Ada dua macam kekuatan yang dikerahkan melalui dua
jalan, yang mengakibatkan dua efek yang berbeda. Pertama, trauma
setempat, yang disebabkan oleh benda tajam dengan kecepatan rendah dan
tenaga kecil. Kerusakan fungsi neurologis terjadi di dalam tempat yang
terbatas dan disebabkan oleh benda atau fragmen-fragmen tulang yang
menembus dura pada tempat serangan. Kedua, cedera menyeluruh, yang
lebih lazim ditemukan pada trauma tumpul kepala dan setelah kecelakaan
mobil. Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diserap oleh lapisan-
lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala, dan tengkorak, tetapi pada
trauma hebat , penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa
energi diteruskan ke otak pada waktu energi ini melewati jaringan otak dan
menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang dilewati
karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan.
Trauma yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi,
robekan atau memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan,
memar tersebut akan mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-
tandanya adalah penurunan kesadaran yang progresif, reflek Babinski yang
positif, kelumpuhan dan bila kesadaran pulih kembali biasanya
menunjukkan adanya sindrom otak organik.
22

Pada trauma kepala dapat juga menimbulkan edema otak, dimana hal
ini terjadi karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan, ataupun
peregangan pada sel-sel endotelnya. Sehingga cairan akan keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke jaringan otak karena adanya perbedaan
tekanan antara tekanan intravaskuler dengan tekanan interstisial.
Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak akan mengalami
penekanan yang berakibat aliran darah ke otak berkurang, sehingga akan
hipoksia dan menimbulkan iskemia yang akhirnya gangguan pernapasan
asidosis respiratorik (Penurunan PH dan peningkatan PCO2 ). Akibat lain
dari adanya perdarahan otak dan edema serebri yang paling berbahaya
adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang timbul karena
adanya proses desak ruang sebagai akibat dari banyaknya cairan yang
bertumpuk di dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus berlanjut
hingga terjadi kematian sel dan edema yang bertambah secara progresif,
akan menyebabkan koma dengan TTIK yang terjadi karena kedua hemisfer
otak atau batang otak sudah tidak berfungsi (Price, 2002 ).

2.6.WOC
(terlampir)

2.7.MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala.
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling
sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma
Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala
karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang
disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil.
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cidera kepala ringan:
23

1. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
2. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
3. Mual atau dan muntah.
4. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
5. Perubahan keperibadian diri.
6. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cidera kepala berat:
1. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan
di otak menurun atau meningkat.
2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi
pernafasan).
4. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan
atau posisi abnormal ekstrimitas.

2.8.KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari
cedera kepala adalah:
1. Peningkatan TIK
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan
oleh hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK)
dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah
serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) yang berakibat
kerusakan otak iskemik.
Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome
yang signifikan. Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum
ditemukan metode yang lebih akurat dan non invasive.
24

Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan
indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta
menentukan prognosis.
TIK yang normal: 5-15 mmHg
TIK Ringan : 15 25 mmHg
TIK sedang : 25-40 mmHg
TIK berat : > 40 mmHg
Sebagian besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari
ventrikulus lateralis, sisanya dihasilkan oleh jaringan otak kemudian
dialirkan langsung ke rongga sub arachnoid untuk diabsorpsi lewat vili
arachnoid di sagitalis.
Pengikatan / penghilangan pleksus choroidalis akan menurunkan
CSF 60%. Produksi CSF 0,3 0,5 cc/menit (450-500 cc/hari). Karena
hanya ada volume 150cc CSF di otak dewasa, jadi ada 3 kali
penggantian CSF selama sehari. Produksi CSF bersifat konstan dan
tidak tergantung tekanan. Variasi pada TIK tidak mempengaruhi laju
produksi CSF.
Absorpsi CSF secara langsung dipengaruhi oleh kenaikan TIK.
Tempat utama penyerapan CSF, vili arachnoidalis (merupakan suatu
katub yang diatur oleh tekanan). Bila fungsi katub rusak / jika tekanan
sinus vena meningkat, maka absorpsi CSF menurun, maka terjadilah
peningkatan CSF. Obstruksi terutama terjadi di aquaductus Sylvii dan
cisterna basalis. Kalau aliran CSF tersumbat mengakibatkan
hidrocephalus tipe obstruktif.
2. Iskemia
Iskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah yang dapat
menyebabkan perubahan fungsional pada sel normal.
Otak merupakan jaringan yang paling peka terhadap iskemia
hingga episode iskemik yang sangat singkat pada neuron akan
25

menginduksi serangkaian lintasan metabolisme yang berakhir dengan
apoptosis. Iskemia otak diklasifikasikan menjadi dua subtipe yaitu
iskemia global dan fokal. Pada iskemia global, setidaknya dua, atau
empat pembuluh cervicalmengalami gangguan sirkulasi darah yang
segera pulih beberapa saat kemudian. Pada iskemia fokal, sirkulasi
darah pada pembuluh nadi otak tengah umumnya terhambat oleh
gumpalan trombus sehingga memungkinkan terjadi reperfusi. Simtoma
terhambatnya sirkulasi darah oleh gumpalan trombus disebut vascular
occlusion.
3. Perdarahan otak
a. Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak
dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-
cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu
sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1
2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis
dan parietalis.
Tanda dan gejala: penurunan tingkat kesadaran, nyeri
kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral,
pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler,
penurunan nadi, peningkatan suhu.

b. Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak,
dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode
akut terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik
dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan. Tanda dan
gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,
berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
26


c. Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh
darah arteri, kapiler, vena. Tanda dan gejala: Nyeri kepala,
penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi
kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

d. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya
pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada
cedera kepala yang hebat.Tanda dan gejala: Nyeri kepala,
penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan
kaku kuduk.


4. Kejang pasca trauma.
Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %,
terjadi di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat
9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma
penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi
kranium, kontusio serebri, GCS <10.
5. Demam dan mengigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan
metabolisme dan memperburuk outcome. Sering terjadi akibat
kekurangan cairan, infeksi, efek sentral. Penatalaksanaan dengan
asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain dengan
cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
6. Hidrosefalus
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan
dan non komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi
pada cedera kepala dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan
27

terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala
klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil
udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi.
7. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN.
Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan
ditujukan pada : Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan
kontraktur, Bantuan dalam posisioning.
Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi
sekunder dengan splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen,
tizanidin, botulinum, benzodiasepin
8. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium
awal dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi
labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-
obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara lain
dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik,
buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.
9. Mood, tingkah laku dan kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding
gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian
Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih
terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk
problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue)
72%, gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%,
gangguan konsentrasi 62%.
Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting
untuk perbaikan gangguan kognitif. Methyl phenidate sering
digunakan pada pasien dengan problem gangguan perhatian, inisiasi
28

dan hipoarousal (Whyte). Dopamine, amantadinae dilaporkan dapat
memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi luhur. Donepezil dapat
memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam 12 minggu. Depresi
mayor dan minor ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi pasca
cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera kepala, pre morbid dan
gangguan tingkah laku dapat membaik dengan antidepresan.
10. Sindroma post kontusio
Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera
kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan
15% pada tahun pertama:
Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual,
mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian,
konsentrasi, memori,
Afektif: iritabel, cemas, depresi, emo

2.9.MEKANISME KOMPENSASI
Jika terjadi trauma kepala dengan kekuatan/gaya akeselereasi,
deselerasi dan rotatorik akan menimbulkan lesi atau perdarahan di berbagai
tempat sehingga timbul gejala deficit neurologist berupa babinski yang
positif dan GCS kurang dari 15 (Sindrom Otak Organik).
Dari trauma kepala tersebut juga bisa terjadi pergerakan, penekanan dan
pengembangan gaya kompresi yang destruktif sehingga otak akan
membentang batang otak dengan sangat kuat dan terjadi blokade reversible
terhadap lintasan assendens retikularis difus serta berakibat otak tidak
mendapatkan input afferent yang akhirnya kesadaran hilang selama
blockade tersebut berlangsung. Dari trauma kepala tersebut juga bisa
berdampak pada sistem tubuh yang lainnya.

DAMPAK PADA SISTEM TUBUH LAINNYA:
1. Sistem Kardiovaskuler
29

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan
edema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel
takhikardia. Akiba t adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah
arteriol berkontraksi. Aktivitas myokard berubah termasuk peningkatan
frekuensi jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan
pembacaan CVP abnormal. Tidak adanya stimulus endogen saraf
simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan
atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan
tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri
adalah terjadinya edema paru.

2. Sistem Respirasi
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru
atau hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi.
Terjadinya pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya
sensitivitas yang menigkat pada mekanisme terhadap karbondioksida
dan episode pasca hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan
karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila
tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi
vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan
menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan
CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah
akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan
vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang
kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.
Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio
otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang
mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada cairan
30

interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena
penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini
dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang
dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau
medula oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata
menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas
tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

3. Sistem Genito-Urinaria
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah
nitrogen. Haluaran Urin sedikit dan Meningkatnya konsentrasi
elektrolit. Retensi Cairan Pelepasan ADH Trauma . Retensi
natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus,
yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal
mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi
retensi cairan dan natrium. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan
natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia.
Untuk itu, selama 3-4 hari tidak perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal
tersebut dapat dilihat dari haluaran urin. Pemeberian cairan harus hati
hati untuk mencegah TTIK. Demikian pula sangatlah penting
melakukan pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi
agar tidak terjadi kelainan pada kardiovaskuler.
Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon
metabolic terhadap trauma, karena dengan adanya trauma tubuh
memerlukan energi untuk menangani perubahan perubahan seluruh
sistem tubuh. Namun masukan makanan kurang, maka akan terjadi
pengahncuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama. Hal ini
menambah terjadinya asidosis metabolik karena adanya metabolisme
anaerob glukosa. Dalam hal ini diperlukan masukan makanan yang
disesuaikan dengan perubahan metabolisme yang terjadi pada trauma.
31

Pemasukan makanan pada trauma kepala harus mempertimbangkan
tingkat kesadaran pasien atau kemampuan melakukan reflek menelan.

4. Sistem Pencernaan
terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas hipotalamus dan
stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi
hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk
mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk
menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung
adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang
menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena
adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress
yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak
segera ditangani, akan menyebabkan perdarah lambung.Setelah trauma
kepala

5. Sistem Muskuloskeletal
Akibat utama dari cederaotak berat dapat mempengaruhi gerakan
tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari
kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai
control vaolunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan
perawatan diri dan kehidupan sehari hari yang berhubungan dengan
postur, spastisitas atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari
2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama
muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus
presentral atau strip motorik . Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps
dengannkelompok neuron neuron motorik bawah yang berjalan dari
batang otak atau medulla spinalis atau otot otot tertentu. Masing
masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu
pada gerakan. Sehingga ,pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada
salah satu dari jaras neuron ini cidera.
32

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang
otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan
involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penamilan postur
abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi seperti
peningkatan saptisitas dan kontraktur.

2.10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara
pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari
spinal aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

2.11. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Dexamethason / kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
33

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi
3. Pemberian analgetik
4. Pengobatan anti edema dengan laruitan hipertonis yaitu manitol 20%
glukosa 40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
7. Pembedahan
2.12. FARMAKOLOGI
1. Piracetam 3 g/15ml Injeksi
Indikasi : Untuk pengobatan infark serebral.
Dosis :Dosis lazim 1 g, 3 kali sehari secara intravena.
Kelompok Bersihan Kreatinin (ml/menit)
Dosis dan Frekuensi Normal > 80 Dosis lazim harian, 2-4 sub dosis
Ringan 50-79 2/3 lazim harian, 2 atau 3 sub dosis
Sedang 30-49 1/3 lazim harian, 2 atau sub dosis
Berat < 30 1/6 dosis lazim harian, dosis tunggal
Paket :Kotak berisi 4 ampul @ 15 ml

2. Dekametason
Untuk peradangan berat karena taruma kepala atau reaksi alergi
Farmakokinetik : dekametason dapat diberikan secara oral, IM, IV,
salep atau tetes mata. Waktu paruh 2- 5 jam. Dekametason
dimetabolisme oleh hepar dan sebagian kecil di ekskresikan melalui
urin.
Efek samping : peningkatan gula darah, pengecilan ukuran
ekstremitas, kulit tipis dengan purpura, atrofi adrenal
34


3. Diuretik
Diuretik osmotik (manitol 20%) Cairan ini menurunkan TIK dengan
menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih
utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis
pemberiannya harus dihentikan.
Cara pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit
dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam.
Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm

a. Loop diuretik (Furosemid) . Frosemid dapat menurunkan TIK
melalui efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan
menarik cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan
manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik
serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv

4. Barbiturat (Fenobarbital)
diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap semua jenis
terapi yang tersebut diatas.
Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan
2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4
mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20
mmHg
selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari

2.13. GIZI
1. Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini
terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan
norepinefrin dalam darah danakan bertambah bila ada demam.
Setekah 3-4 hari dengan cairan perenterai pemberian cairan nutrisi
35

peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000
kalori/hari
2. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus 5%, aminofusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak (Pahria, 2003)


























36



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas klien
Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan dignosa
medis.
3.1.2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma kepala
yang di sertai dengan penurunan tinngkat kesadaran.

3.1.3. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat KLL, jatuh dari dari
ketinggian dan trauma langsung kekepala. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadarn di hubungkan dengan perubahan didalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.

2. Riwayat Kesehatan Masa lalu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit jantung anemia,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
DM.
37


3.1.4. pola fungsinal gordon
1. Pola persepsi terhadap kesehatan
Bila mengalami sakit biasanya klien berobat ke Puskesmas atau
bidan. Bila sakit ringan seperti masuk angin kadang kadang
klien membuat jamu sendiri. Klien tidak pernah berobat ke dukun
atau pengobatan alternatif lainnya.
2. Pola nutrisi / metabolik
Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas
sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak bisa makan dan minum
karena mual-mual dan muntah.
3. Pola eliminasi
Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 8 kali
sehari ( 1200-1500 cc).
4. Pola aktivitas dan latihan
Klien merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan dengan
tanda-tanda sperti Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
ataksia cara berjalan tidak tegap, masalah dlm keseimbangan,
cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus otot.
5. Pola tidur dan istirahat
Sebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa
tidur siang. Setelah MRS klien mengatakan sering terbangun
karena mual dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.
6. Pola kognitif-perseptual
Klien mampu berkomunikasi dengan suara yang pelan tetapi
jelas. Klien mengatakan penglihatan cukup jelas tetapi tidak bisa
membuka mata lama-lama karena masih mengeluh pusingdan
mual. Klien mengeluh telinga kiri terasa penuh berisi cairan
sehingga pendengaran agak terganggu. Tampak otore keluar dari
telinga kiri. Klien juga mengeluh sakit kepala seperti berdenyut-
denyut terutama di bagian kanan dan kadang-kadang disertai
38

pusing-pusing. Klien tampak meringis terutama saat bergerak.
Skala nyeri 4-5 (sedang).
7. Pola persepsi diri / konsep diri
Klien mampu menyebutkan identitas diri dan orang di
sebelahnya.
8. Pola seksual dan produksi
Menstruasi teratur setiap 28 -30 hari sekali.
9. Pola peran-hubungan
Klien memiliki hubungan yang baik dengan lingkungannya, baik
keluarga, kerabat-kerabat dan tetangga.
10. Pola menajemen koping stress
Bila mempunyai masalah klien mengatakan biasa bercerita dan
minta pendapat dari keluarga dan teman-teman. keluarga
mengatakan klien cukup terbuka terhadap masalah yang
dialaminya.
11. Pola keyakinan-nilai
Klien beragama Islam dan biasa sholat setiap hari. Setelah MRS
klien hanya berdoa dari tempat tidur.
3.1.5. Pemeriksaan Penunjang
Radiologis
Foto polos kepala AP/Lateral
Foto servikal lateral
CT Scan kepala polos
3.1.6. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Tingkat kesadaran cedera luar yang terlihat ; cedera kulit kepala,
perdarahan hidung, mulut, telinga, dan hematoperiorbital
Tanda-tanda neurologis foko,mkal ; ukuran pupil, gerakan mata,
aktivitas motorik.
Reflek tendon
39

Sistem sensorik perlu diperiksa, jika pasien sadar.
defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial.
APLIKASI NANDA NOC NIC CEDERA KEPALA
NO NANDA NOC NIC
1 Penurunan perfusi
jaringan serebral
Kemampuan Kognitif
Indikator :
Berkomunikasi
jelas atau tidak
sesuai dengan
usia dan
kemampuan.
Perhatian,
konsentrasi.
Memori jangka
panjang dan saat
ini.
Pengolahan
informasi.
Membuat
keputusan yang
tepat.
Status Neurologikal
Indikator :
Status mental
Kesadaran
Kontrol motor
pusat
(perubahan
respon
motorik).
Sulit Menelan
Pantau tanda-tanda
vital, seperti catat :
o Adanya
hipertensi/
hipotensi,
bandingkan
tekanan darah
yang terbaca
pada kedua
lengan.
o Frekuensi dan
irama jantung ;
auskultasi
adanya mur-
mur.
o Catat pola dan
irama dari
pernafasan,
seperti adanya
periode apnea
setelah
pernafasan
hiperventilasi,
pernafasan
Cheyne-Stokes.
Catat perubahan
dalam penglihatan,
40

Perfusi Jaringan :
serebral
Indikator:
Hasil yang
diharapkan/Kriteria
evaluasi pasien akan :
Mempertahankan
tingkat kesadaran
biasanya/ membaik,
fungsi kognitif dan
motorik/sensori
Mendemonstrasikan
tanda-tanda vital
stabil dan tak adanya
tanda-tanda
peningkatan TIK.
Menunjukkan tidak
ada kelanjutan
deteriorasi/
kekambuhan defisit
seperti adanya
kebutaan,
gangguan lapang
pandang/kedalama
n persepsi
Kaji fungsi-fungsi
yang lebih tinggi,
seperti fungsi
bicara jika pasien
sadar
Letakkan kepala
dengan posisi agak
ditinggikan dan
dalam posisi
anatomis (netral).
Pertahankan keadaan
tirah baring;
ciptakan lingkungan
yang tenang; batasi
pengunjung/
aktivitas pasien
sesuai indikasi.
Berikan istirahat
secara periodik
antara aktivitas
perawatan, batasi
lamanya setiap
prosedur.
2 Perubahan perfusi
jaringan otak b.d
peningkatan tekanan
intrakranial.
Tujuan:
- Pasien tidak
menunjukkan peningkatan
TIK
Tindakan :
- Temukan faktor
penyebab utama adanya
penurunan perfusi
41


DS : Mengatakan
kejang
DO : Perubahan
tingkat kesadaran,
Gangguan atau
kehilangan memori,
Defisit sensori,
Perubahan tanda
vital, Perubahan pola
istirahat, Retensi
urine, Gangguan
berkemih, Nyeri akut
atau kronis, Demam,
Mual , muntah.
- Terorientasi pada
tempat, waktu dan respon
- Tidak ada gangguan
tingkat kesadaran

jaringan dan potensial
terjadi peningkatan TIK.
- Monitor suhu tubuh
- Berikan posisi
antitrendelenberg atau
dengan meninggikan
kepala kurang lebih 30
derajat.
- Kolaborasi dengan
dokter untuk
memberikan obat
diuretik seperti manitol,
diamox

3 Gangguan pola
pernapasan b.d
depresi pusat
pernapasan

DS: Kien
mengatakan sulit
bernapas dan sesak
napas.

DO : Gangguan
visual, Penurunan
karbondioksida,
Takikardia, Tidak
dapat istirhat,
Somnolen,
Irritabilitas,
Hipoksia, Bingung,
Dispnea, Perubahan
warna kulit (pucat ,
Tujuan :
- Tidak ada gangguan
jalan napas
- Pernapasan teratur

- Kaji pernapasan,
suara napas, kecepatan
irama, kedalaman,
penggunaan obat
tambahan
- Anjurkan minum
2500cc/hari
- Beri posisi fowler
- Kolaborasi
pemberian O2 dan
pengobatan/therapi

42

sianosis),
Hipoksemia
3. Gangguan atau
kerusakan mobilitas
fisik b.d gangguan
neurovascular

DS : -
DO : Kelemahan,
Parestesia, Paralisis,
Ketidakmampuan,
Kerusakan
koordinasi,
Keterbatasan rentang
gerak, Penurunan
kekuatan otot.
Tujuan :
- Pasien dapat
mempertahankan
mobilitas fisik seperti
yang tunjukkan dengan
tidak adanya kontraktur.
- Tidak terjadi
peningkatan TIK

- Lakukan latihan
pasif sedini mungkin
- Beri
foodboard/penyangga
kaki
- Pertahankan posisi
tangan, lengan, kaki
dan tungkai
- Kolaborasi
fisioterapi

4 Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Status nutrisi
indikator
- Asupan zat gizi
- Asupan makanan
dan cairan
- Energi
- Indeks masa tubuh
- Berat badan

Pengontrolan berat
badan
Indikator:
- Mengontrol berat
badan
- Mempertahankan
intake kalorioptimal
harian
Bantuan penambahan
berat badan
Tindakan:
- Menimbang berat
badan pasien pada
jarak waktu
tertentu, jika
diperlukan
- Mendiskusikan
kemungkinan
penyebab
rendahnya berat
badan
- Memantau mual
dan muntah
- Mengontrol
konsumsi kalori
43

- Menyeimbangkan
latihan dengan intake
kalori
- Memilih nutrisi
makanan dan snack
- Menggunakan
suplemen nutrisi jika
diperlukan
- Makan sebagai respon
makan
- Mempertahankan pola
makan yang
dianjurkan
- Memelihara
penyerapan makanan

harian
- Anjurkan
meningkatkan
intake kalori
- Menunjukkan
bagaimana cara
meningkatkan
intake kalori
- Memberi variasi
nutrisi makanan
yang tinggi kalori
- Mempertimbangka
n makanan utama
pasien, jika diatur
oleh pilihan
sendiri, budaya,
dan agama

Managenen nutrisi
Tindakan:
- Mengontrol
penyerapan
makanan/cairan
dan menghitung
intake kalori
harian, jika
diperlukan
- Memantau
ketepatan urutan
makanan untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi
44

harian
- Menentukan jimlah
kalori dan jenis zat
makanan yang
diperlukan untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi,
ketika
berkolaborasi
dengan ahli
makanan, jika
diperlukan
- Menetukan
makanan pilihan
dengan
mempertimbangka
n budaya dan
agama
- Anjurkan intake
makanan yang
tinggi kalsium, jika
diperlukan
- Memastikan bahwa
makanan berupa
makanan yang
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
- Memberi pasien
makanan dan
minuman tinggi
protein, tinggi
45

kalori, dan
bernutrisi yang
siap dikonsumsi,
jika diperlukan
- Membantu pasien
untuk memilih
makanan lembut,
lunak dan tidak
asam, jika
diperlukan
- Melakukan
perawatan mulut
sebelum makan,
jika diperlukan


















46


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan suatu traume yang mengenai daerah kulit
kepala baik mengenai tulang tengkorak atau otak akibat terbenturnya atau
terjadinya injury baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan klasifikasi yaitu cedera kepala tumpul dan tembus. Cedera
kepala dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya yaitu dengan penilaian GCS.
Cedera kepala terjadi kerena kecelakaan, jatuh atau kekerasan. Cedera kepala
dapat menimbulkan tanda dan gejala yang bermacam-macam dan dapat
berpengaruh pula pada fungsi organ yang lain contohnya kardiovaskuler,
gastro intestinal dan lain sebagainya. Dalam penatalaksanaan medik pada
cedera kepala juga bermacam-macam begitu pula dengan obatnya

4.2. Saran
Penulis mengakui bahwa terdapat kekurangan dalam menyajikan
pembahasan mengenai makalah ini. Penulis berharap pembaca dapat mebaca
dan memahami lebih lanjut tentang cedera kepala dalam teks bacaan yang
lainnya.

Вам также может понравиться