Вы находитесь на странице: 1из 19

1

RANCANGAN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN
PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa kesejahteraan merupakan hak dasar manusia yang
dijamin sepenuhnya oleh negara harus diselenggarakan
secara terpadu, terarah, dan berkesinambungan untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur;

b. bahwa dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur pemerintah wajib melindungi masyarakat dari
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
perbekalan kesehatan rumah tangga yang merugikan
dan/atau membahayakan, melalui pengawasan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah
tangga yang memenuhi standar dan persyaratan;

c. bahwa pengaturan pengawasan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, saat
ini masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-
undangan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;


Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C Ayat (1), dan Pasal 28H Ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN
FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN
RUMAH TANGGA.

2

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga adalah kegiatan untuk menjamin keamanan,
khasiat/kemanfaatan, dan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
2. Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan Obat, Obat Tradisional, dan
Kosmetik, termasuk suplemen kesehatan.
3. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
4. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam pembuatan obat dengan standar dan persyaratan
mutu sebagai bahan baku farmasi.
5. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.
6. Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan
organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama
untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan
dan/ataumemperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik.
7. Alat Kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
8. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat PKRT
adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan,
rumah tangga, dan tempat-tempat umum.
9. Pembuatan adalah seluruh tahapan dalam menghasilkan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang meliputi pengadaan bahan dan
bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu sampai diperoleh untuk didistribusikan.
10. Peredaran adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT, baik dalam
rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindahtanganan.
11. Pengeluaran adalah kegiatan pengeluaran Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT ke luar wilayah Indonesia.
12. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT ke dalam wilayah Indonesia.
13. Penandaan dan informasi adalah keterangan obyektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan dalam bentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara
atau ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau
3

dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan bagian dari wadah
dan/atau kemasannya.
14. Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT.
15. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
16. Badan Pengawas adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT, yang saat ini disebut Badan Pengawas
Obat dan Makanan.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT diselenggarakan
dengan berasaskan:
a. kemanusiaan;
b. keamanan;
c. khasiat/manfaat;
d. mutu; dan
e. ketersediaan.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT bertujuan untuk :
a. melindungi masyarakat dari risiko pengadaan, pembuatan, dan peredaran
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang tidak memenuhi standar
dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu; dan
b. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan/atau
penggunaan yang salah dari Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT.


BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 4

(1) Ruang lingkup pengawasan yang diatur dalam Undang-Undang ini
meliputi:
a. Sediaan Farmasi;
b. Alat Kesehatan; dan
c. PKRT.
4

(2) Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi fungsi:
a. penetapan standar dan persyaratan;
b. pengawasan pembuatan;
c. pengawasan penandaan dan informasi;
d. pengawasan peredaran;
e. pengawasan pemasukan ke dalam dan/atau pengeluaran dari wilayah
Indonesia;
f. pengawasan promosi dan iklan;
g. pengujian laboratorium, penarikan kembali, dan pemusnahan produk;
h. pemeriksaan sarana dan pengambilan contoh produk;
i. penyidikan; dan
j. partisipasi masyarakat.



BAB IV
PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PKRT

Bagian Kesatu
Penetapan Standar dan Persyaratan

Pasal 5

(1) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT wajib memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
(2) Ketentuan mengenai standar dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pembuatan

Pasal 6

(1) Pembuatan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT wajib dilakukan
sesuai dengan cara pembuatan yang baik.
(2) Ketentuan mengenai pembuatan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penandaan dan Informasi

Pasal 7

(1) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT wajib memenuhi persyaratan
penandaan dan informasi.
(2) Penandaan dan informasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang tidak obyektif, tidak lengkap serta
menyesatkan.
(3) Penandaan dan informasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara ketiganya
atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan
dalam kemasan, atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasan.
5

(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa keterangan yang
ditulis dalam bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin.
(5) Penggunaan selain bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin dalam
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperbolehkan sepanjang
tidak ada padanannya, atau tidak dapat diciptakan padanannya, atau
dalam rangka perdagangan ke luar negeri.

Pasal 8

Pelaku usaha yang mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
wajib mencantumkan penandaan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7.

Pasal 9

Ketentuan mengenai penandaan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dan Pasal 8 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Peredaran

Paragraf 1
Umum

Pasal 10

(1) Peredaran Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT terdiri dari
penyaluran dan penyerahan.
(2) Peredaran Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT dilaksanakan
dengan memperhatikan upaya pemeliharaan keamanan, khasiat/manfaat,
dan mutu.

Pasal 11

(1) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT sebelum diedarkan wajib
memiliki izin edar sesuai Peraturan Pemerintah.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia dalam jumlah tertentu untuk keperluan:
a. uji klinik untuk persyaratan pendaftaran dan/atau ilmu pengetahuan;
b. donasi untuk kemanusiaan dan ilmu pengetahuan; dan
c. penggunaan terapi khusus dalam jenis dan jumlah tertentu.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap
memperhatikan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.

Pasal 12

(1) Izin edar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT diberikan atas dasar
permohonan secara tertulis.
(2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang diajukan permohonan
untuk memperoleh izin edar diuji berdasarkan standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
(3) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan data keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Sediaan Farmasi, Alat
6

Kesehatan, dan PKRT serta dapat dilampirkan contoh Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan PKRT.
(4) Badan Pengawas wajib menjaga kerahasiaan data keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara permohonan izin edar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 13

Pemilik izin edar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT bertanggung
jawab langsung atas keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan PKRT yang diedarkan.

Paragraf 2
Penyaluran dan Penyerahan

Pasal 14

(1) Penyaluran dan penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
harus dilakukan sesuai dengan cara penyaluran dan penyerahan yang
baik.
(2) Penyaluran dan penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
dilakukan untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/atau
kepentingan ilmu pengetahuan.
(3) Penyerahan Sediaan Farmasi berupa Obat untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dilakukan dengan:
a. resep dokter; atau
b. tanpa resep dokter.
(4) Penyerahan Sediaan Farmasi berupa Obat dengan resep dokter untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) hanya dapat dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Pemasukan Ke Dalam dan Pengeluaran Dari Wilayah Indonesia

Pasal 15

(1) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang dimasukkan ke dalam
dan dikeluarkan dari wilayah Indonesia harus memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
(2) Ketentuan mengenai standar dan persyaratan keamaanan,
khasiat/manfaat, dan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

Pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi, alat kesehatan, dan PKRT ke
dalam dan dari wialayah Indonesia hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha
yang telah memiliki izin sebagai importir dan/atau eksportir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

7

Pasal 17

(1) Lembaga pendidikan dan/atau lembaga penelitian dapat memasukkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT ke dalam wilayah Indonesia
untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan, setelah
mendapatkan izin sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga pendidikan dan/atau lembaga penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang untuk mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia.

Pasal 18

(1) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia untuk diedarkan harus dilengkapi dengan dokumen yang
menyatakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang
bersangkutan telah lulus dalam pengujian dari standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu dari lembaga yang berwenang di
negara asal.
(2) Kelengkapan dokumen hasil pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) menjadi tanggung jawab importir Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT setelah melalui pemeriksaan Badan Pengawas.


BAB V
PROMOSI DAN IKLAN

Pasal 19

(1) Promosi dan iklan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang
diedarkan wajib memuat keterangan yang obyektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan.
(2) Promosi dan iklan mengenai Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan.
(3) Khusus Promosi dan Iklan Sediaan Farmasi berupa obat untuk
pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan berdasarkan resep
dokter hanya dapat dipromosikan dan diiklankan pada media cetak
ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.
(4) Ketentuan tentang tata cara promosi dan iklan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT diatur dalam peraturan perundang-undangan.


BAB VI
PENGUJIAN LABORATORIUM, PENARIKAN KEMBALI, DAN PEMUSNAHAN

Bagian Pertama
Pengujian Laboratorium

Pasal 20

(1) Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang tidak
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu dilakukan
pengujian laboratorium terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT yang beredar.
8

(2) Pengujian laboratorium terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT yang beredar dilaksanakan:
a. secara rutin; dan
b. karena adanya data atau informasi terbaru berkenaan dengan
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT.
(3) Pengujian laboratorium terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT yang beredar dilaksanakan oleh Badan Pengawas.

Pasal 21

(1) Jika hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan PKRT tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu atau dapat menimbulkan bahaya kesehatan
bagi manusia, maka pelaku usaha Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT dapat dikenakan sanksi administratif sampai dengan pencabutan izin
edar.
(2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang dicabut izin edarnya
karena ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
dibuat atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan.
(3) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang dicabut izin edarnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditarik dari peredaran untuk
dimusnahkan.
(4) Ketentuan mengenai pencabutan izin edar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Penarikan Kembali
Pasal 22

(1) Penarikan kembali Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT dari
peredaran karena dicabut izin edarnya wajib dilaksanakan oleh Pelaku
Usaha yang membuat dan/atau mengedarkan kembali Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan PKRT.
(2) Kepala Badan Pengawas menyebarluaskan informasi kepada masyarakat
berkenaan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang
sedang dalam penarikan kembali dari peredaran.
(3) Ketentuan mengenai penarikan kembali dan penyebarluasan informasi
kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Pemusnahan

Pasal 23

Pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT dilaksanakan
terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang:
a. dibuat tanpa memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu;
b. kedaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan;
d. dicabut izin edarnya;
9

e. berhubungan dengan tindak pidana di bidang Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT.

Pasal 24

(1) Pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT dilaksanakan
oleh Pelaku Usaha yang membuat dan/atau mengedarkan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang bertanggung jawab atas sarana
pembuatan, penyaluran, atau penyerahan, fasilitas kesehatan dan/atau
Pemerintah.
(2) Pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang
berhubungan dengan tindak pidana di bidang Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT dilaksanakan oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25

Pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT dilaksanakan
dengan memperhatikan dampak terhadap kesehatan manusia serta upaya
pelestarian lingkungan hidup.

Pasal 26

Ketentuan mengenai tata cara pemusnahan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.


BAB VII
PEMERIKSAAN SARANA DAN PENGAMBILAN CONTOH

Pasal 27

(1) Pemeriksaan sarana dan pengambilan contoh dilakukan terhadap Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT sesuai dengan standar dan
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
(2) Pelaksanakan pemeriksaan dan pengambilan contoh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengawas.

Pasal 28

Pelaku Usaha yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan
dan pengambilan contoh oleh Badan Pengawas wajib:
a. mengizinkan Badan Pengawas untuk memasuki setiap tempat yang
digunakan atau diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, penyaluran, penyerahan, dan perdagangan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT serta membantu terlaksananya
tugas pemeriksaan;
b. mengizinkan Badan Pengawas untuk mengambil contoh Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan PKRT;
c. mengizinkan Badan Pengawas untuk melakukan pemotretan dan/atau
pengambilan gambar;
d. mengizinkan Badan Pengawas untuk melakukan pemeriksaan dokumen
atau catatan lain yang memuat atau diduga memuat keterangan mengenai
kegiatan pembuatan, penyimpanan,pengangkutan, penyaluran, penyerahan,
10

dan perdagangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT, termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut; dan
e. memberikan keterangan dengan benar, baik lisan maupun tertulis.

Pasal 29

Pelaku Usaha yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya
pemeriksaan dan pengambilan contoh oleh Badan Pengawas berhak untuk
menolak dilakukan pemeriksaan jika Badan Pengawas yang bersangkutan
tidak dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat tugas pemeriksaan.


BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 30

Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta yang seluas-luasnya
dalam mewujudkan perlindungan masyarakat dari bahaya yang disebabkan
oleh penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang tidak tepat
dan/atau tidak memenuhi standar dan persyaratan.

Pasal 31

Peran serta masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan
mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat dalam rangka
pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT.

Pasal 32

Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui:
a. pemenuhan standar dan persyaratan yang ditetapkan dalam pembuatan
dan peredaran Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT;
b. penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerja sama dalam kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan PKRT;
c. sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan
kebijakan dan/atau pelaksanaan program pengawasan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan PKRT; atau
d. keikutsertaan dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat terkait
dengan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang
tepat serta memenuhi standar dan persyaratan.

Pasal 33

Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh orang perseorangan atau
korporasi.


Pasal 34

Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, Badan Pengawas
melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi terkait dengan pengawasan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT.

11


BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 35

Setiap orang yang dengan sengaja mengadakan dan/atau membuat Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 36

Setiap orang yang melakukan pembuatan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan PKRT yang tidak sesuai dengan cara pembuatan yang baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 37

Setiap orang yang tidak memuat penandaan dan informasi yang obyektif,
lengkap, dan tidak menyesatkan tentang materi iklan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 38

Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT tanpa mencantumkan penandaan dan informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana penjara paling lama 5 (dua)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Pasal 39

Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT tanpa memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).

Pasal 40

Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan PKRT tanpa memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).

Pasal 41

Setiap orang yang bekerja pada lembaga pendidikan dan/atau lembaga
penelitian yang mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
12

selain untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 42

Setiap orang yang tidak memuat informasi yang obyektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan tentang materi iklan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, PKRT,
dan Pangan Olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 43

Setiap orang yang tidak memberikan izin dan keterangan dengan benar
kepada tenaga pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf (a),
huruf (b), huruf (c), huruf (d), dan huruf (e) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).


BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 44

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a. Ordonansi Obat Keras Stb. 419 Tahun 1949 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
b. semua peraturan perundang-undangan tentang Pengawasan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang telah ada dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.






















13


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 45

Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.



Disahkan di Jakarta
pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,



AMIR SYAMSUDDIN




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR















14

PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR... TAHUN
TENTANG
PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN
PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA.


I. UMUM

Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang juga
merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan
nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang
menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan
kesehatan.

Setiap warga negara memiliki hak asasi manusia atas kesehatan, hidup
sejahtera lahir dan batin, seperti ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat
(1) dan ayat (3). Mendapatkan Sediaan Farmasi yang sehat sesuai dengan
kebutuhan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Begitu pula
penyediaan fasilitas Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT) yang baik dan berkwalitas juga harus diwujudkan demi terjaminnya
masyarakat yang sehat.

Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk memenuhi standar
keamanan, khasiat/manfaat dari Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT,
serta setiap kegiatan dan upaya untuk memenuhi standar keamanan dan
mutu bagi masyarakat dilakukan berdasarkan asas kemanusiaan, keamanan,
khasiat/manfaat, mutu, dan ketersediaan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan sumber daya manusia Indonesia yang sehat dan berdaya saing
tinggi sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

Perbaikan kualitas Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT di awali
dengan menetapkan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu
sehingga memudahkan dalam membentuk standar produksi yang baku dan
memudahkan pengujian dari hasil produksi tersebut.

15

Perkembangan teknologi dibidang Sediaan Farmasi memunculkan dampak
positif dan negatif terhadap kesehatan masyarakat. Dampak positifnya adalah
tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik, karena Sediaan Farmasi
yang dihasilkan saat ini terbukti telah memberikan kontribusi yang signifikan
pada dunia kesehatan. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan masyarakat
terhadap kemajuan teknologi ini adalah banyaknya pemalsuan Sediaan
Farmasi maupun penyalahgunaan Sediaan Farmasi sehingga menghasilkan
Sediaan Farmasi yang tidak layak edar dan dapat mengganggu kesehatan.
Pengawasan terhadap kualitas Alat Kesehatan dan bahan PKRT juga menjadi
hal penting agar masyarakat terlindung dari bahaya penyalahgunaan tersebut.

Pengawasan dan pembinaan terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT wajib dilakukan agar kerugian yang diderita masyarakat dalam
mengkonsumsi dan menggunakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
PKRT yang tidak layak edar dan tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan dapat diatasi. Pengawasan dan pembinaan ini
dilakukan kepada seluruh pelaku usaha dimulai dari proses produksi hingga
setelah diedarkan di masyarakat. Pengawasan ini dilakukan oleh Badan POM
yang sifatnya independen sehingga dapat bekerja secara netral dan tidak ada
pihak yang dapat mengintervensi kewenangan lembaga ini dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengawasan dan pembinaan dilakukan
dengan mengikutsertakan peran serta masyarakat guna pencapaian hasil yang
maksimal dalam upaya melindungi masyarakat dari peredaran dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang merugikan
dan/atau membahayakan kesehatan.

Persoalan pengawasan terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
merupakan faktor penting yang mendukung peningkatan kesehatan
masyarakat. Dalam rangka implementasi paradigma tersebut maka
dibutuhkan sebuah undang-undang yang mengatur tentang hal-hal yang
terkait pengawasan terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas kemanusian adalah bahwa Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT harus dapat menjamin
produk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT sesuai standar
dan persyaratan kesehatan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas keamanan adalah bahwa Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT harus dapat menjamin rasio
manfaat lebih besar daripada risiko kesehatan.

16

Huruf c
Yang dimaksud dengan asas khasiat/manfaat adalah bahwa
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT Tangga ditujukan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas mutu adalah bahwa Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT harus dapat menjamin
pembuatan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT
dilaksanakan sesuai dengan cara pembuatan yang baik dan
bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan standar dan
persyaratan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas ketersediaan adalah bahwa Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT harus dapat menjamin
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang tersedia
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, dan
mutu.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas
17


Pasal 13
Yang dimaksud dengan bertanggung jawab langsung adalah bahwa
pemilik edar berkewajiban memberikan ganti rugi kepada konsumen
yang menjadi korban produk. Dalam hal ini konsumen tidak perlu
membuktikan adanya kesalahan pada pemilik izin edar karena tanggung
jawab untuk memberikan ganti rugi timbul langsung dari sifat
produknya, dan bukan dari adanya kesalahan pelaku usaha.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dilarang untuk mengedarkan dalam ayat ini
adalah larangan untuk menyerahkan/memberikan kepada pihak
lain, termasuk memperjual belikan.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.


18

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

19

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

Вам также может понравиться