Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Kurang Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Boerhan, 2006). KEP dapat
disebabkan oleh dua hal, yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.
Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan
protein maupun energi yang tidak adekuat. Sedangkan malnutrisi sekunder adalah
malnutrisi yang terjadi akibat meningkatnya kebutuhan tubuh, menurunnya
absorbsi dan atau meningkatnya kehilangan protein maupun energi dari tubuh
(Kleigmen, 2007).
Diagnosis yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya KEP meliputi
diagnosis klinik berupa anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh
kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda
malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin); diagnosis laboratorium terutama Hb,
albumin, dan serum ferritin; diagnosis antropometri berdasarkan BB/U (berat
badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan
atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar
lengan atas menurut tinggi badan); serta diagnosis berdasarkan analisis diet
(Jensen, 2010).

2.1.1 Klasifikasi KEP
Menurut baku median WHO-NCHS, KEP dibagi beberapa tingkatan yaitu
(Hidayat, 2009):
1. KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% dan atau berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70-80% baku median WHO-NCHS.


2. KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan atau BB/TB 60-
70% baku median WHO-NCHS.
3. KEP berat bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan atau BB/TB <60%
baku median WHO-NCHS.
Sedangkan klasifikasi KEP berdasarkan KMS balita yaitu (Departemen
Kesehatan RI, 2007):
1. KEP ringan bila hasil penimbangan BB pada KMS berada pada pita warna
kuning di atas garis merah atau BB/U 70-80% baku median WHO-NCHS.
2. KEP sedang bila hasil penimbangan BB pada KMS berada di bawah garis
merah (BGM) atau BB/U 70-80% baku median WHO-NCHS.
3. KEP berat bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS pada
KMS tidak ada garis pemisah KEP berat dan KEP sedang.
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus dan
marasmik kwashiorkor.
1. Marasmus
Marasmus adalah suatu keadaan kebutuhan minimal akan energi atau
kalori yang tidak dapat dipenuhi oleh pemberian makanan dalam waktu yang
lama. Pada keadaan yang mencolok terjadi hambatan pertumbuhan atau disertai
atrofi otot yang menghilangkan lemak dibawah kulit. Penghancuran jaringan
pada defisiensi kalori saja tidak membantu memenuhi kebutuhan energi, akan
tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya
seperti asam amino, komponen homeostatik, oleh karena itu pada marasmus
berat, kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih
dapat membentuk cukup albumin (Whitney, 2005).
Gejala klinis yang tampak pada marasmus di antaranya adalah anak
tampak sangat kurus hingga tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua,
cengeng dan rewel serta perut cekung. Sering disertai penyakit infeksi
(terutama kronik berulang) dan diare (Whitney, 2005). Gejala klinis yang
tampak pada anak marasmus dapat dilihat pada Gambar 2.1.





Gambar 2.1 Gejala klinis marasmus (Sumber: Humanity Development Library, 2012)

2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu sindrom klinis yang timbul sebagai akibat
adanya kekurangan protein yang berat dan pemasukan kalori yang kurang dari
yang dibutuhkan. Gejala klinis yang tampak di antaranya (Masrizal, 2003):
a. Edema umumnya seluruh tubuh terutama pada kaki (dorsum pedis), wajah
membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan
seperti rambut jagung mudah dicabut tanpa rasa sakit.
b. Perubahan status mental , apatis dan rewel.
c. Otot mengecil/atrofi lebih nyata jika diperiksa dalam posisi duduk, terdapat
kelainan kulit, bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kemerahan dan mengelupas.
d. Sering disertai penyakit infeksi, anemia, dan diare.
Gejala klinis yang tampak pada pasien kwashiorkor dapat dilihat pada
Gambar 2.2.







Gambar 2.2 Gejala klinis kwashiorkor (Sumber: Humanity Development Library, 2012)

3. Marasmik Kwashiorkor
Merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U <60% disertai edema yang tidak mencolok (Masrizal,
2003).

2.2 Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil (Modisco)
Modisco ditemukan pada tahun 1973 oleh May White Head. Modisco
merupakan formula bergizi tinggi, kaya kalori dan protein yang terdiri atas susu
skim, gula dan minyak atau margarin. Modisco telah teruji dan memenuhi syarat-
syarat khusus diet untuk anak balita di Indonesia sehingga dapat digunakan untuk
perbaikan status gizi atau menambah berat badan anak yang mengalami KEP
(Nugroho, 2005).
Modisco pertama kali dicobakan untuk anak-anak yang mengalami
gangguan gizi berat di Uganda, Afrika dengan hasil yang cukup memuaskan.
Modisco juga telah dikembangkan di Indonesia yaitu di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RS dr. Soetomo Surabaya. Penelitian tentang pemberian modisco pada
balita di Indonesia menunjukkan peningkatan berat badan sekitar 150-600 gram
selama 10 hari pemberian (Adi, 2001).


Modisco terdiri dari tiga formula dasar yang diberikan untuk gejala atau
keluhan yang berbeda. Modisco I diberikan untuk balita dengan KEP yang disertai
edema, Modisco II untuk balita dengan KEP tanpa edema, serta Modisco III
merupakan lanjutan dari Modisco I dan II (Adi, 2001).

2.2.1 Cara Pembuatan Modisco
Bahan-bahan untuk membuat formula modisco seperti susu skim, gula,
minyak atau margarin merupakan bahan yang mudah diperoleh baik di perkotaan
maupun di pedesaan. Cara pembuatannya relatif mudah dan sederhana. Peralatan
yang dibutuhkan pun merupakan peralatan dapur sehari-hari. Cara pembuatan
Modisco dengan tiga formula dasar adalah sebagai berikut (Adi, 2001):
1. Modisco I
a. Mencampur susu bubuk, gula, dan minyak/margarin kemudian diseduh
dengan air hangat /panas.
b. Mengaduk sampai rata dan menambahkan air sedikit demi sedikit sambil
terus diaduk hingga cairan homogen. Menyaring dan meminumnya dalam
keadaan hangat.
2. Modisco II
a. Melarutkan margarin dalam air.
b. Melarutkan susu dan gula dalam air.
c. Mencampurkan kedua larutan tersebut kemudian disaring. Meminum dalam
keadaan hangat.
3. Modisco III
a. Melarutkan susu full cream dan gula dalam air dingin, lalu mengaduk
hingga rata.
b. Menambahkan minyak dan air panas.
c. Mengaduk sampai rata dan menyaringnya. Agar modisco lebih tahan lama
maka dapat di tim terlebih dahulu selama 15 menit.
Formula dasar modisco beserta nilai gizinya dapat dilihat pada Tabel 2.1.




Tabel 2.1 Formula dasar Modisco
Modisco I/100 ml Modisco II/100 ml Modisco III/100 ml
Bahan
- Susu skim 10 gr atau
full cream 12 gr
- Gula 5 gr
- Minyak 5 gr
Bahan
- Susu skim 10 gr atau
full cream 12 gr
- Gula 5 gr
- Margarin 5 gr
Bahan
- Susu full cream 12 gr (1
sdm) atau susu segar
100 gr ( gelas)
- Gula 7,5 gr (1 sdt)
- Margarin 5 gr ( sdm)
Nilai Gizi
Energi : 100 Kal
Protein 3,6 gr
Lemak : 5 gr
Nilai Gizi
Energi : 100 Kal
Protein 3,6 gr
Lemak : 5 gr
Nilai Gizi
Energi : 130 Kal
Protein 3 gr
Lemak : 7,5 gr

Sumber: Instalasi Gizi RSUD dr. Soetomo (2011).

2.2.2 Penggunaan Formula Modisco
Modisco bukan hanya cocok untuk balita, tetapi juga dapat digunakan oleh
kelompok usia lain seperti anak pra sekolah, anak sekolah, dan pekerja yang
memerlukan tambahan sumber energi. Berikut ini kelompok usia yang dapat
mengkonsumsi modisco antara lain (Adi, 2001):
1. Balita yang mengalami gangguan, dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kekurangan energi protein (KEP) ringan atau gizi buruk.
b. Kekurangan energi protein (KEP) sedang.
c. Kekurangan energi protein (KEP) berat.
2. Usia lain pada saat-saat membutuhkan ekstra energi dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Anak kurus atau kurang nafsu makan.
b. Sakit kronis.
c. Masa penyembuhan dari sakit.
d. Latihan-latihan berat.



2.2.3 Penggunaan Modisco dalam Penatalaksanaan Gizi Buruk
Perawatan dan pengobatan anak gizi buruk terdiri dari 4 fase (Depkes RI,
2007):
a. Fase stabilisasi
Fase stabilisasi adalah fase awal pada saat ditemui anak gawat darurat dan
harus segera dilakukan tindakan karena keterlambatan akan mengakibatkan
kematian. Pada umumnya fase ini berlangsung dalam dua hari pertama, tetapi
dapat berlanjut sampai satu minggu atau lebih sesuai kondisi klinik anak.
Terapi yang diberikan pada fase ini adalah Modisco I,II dengan frekuensi 12x,
8x, dan 6x setiap 2 jam.
b. Fase transisi
Fase transisi adalah masa peralihan dari fase stabilisasi ke fase rehabilitasi.
Pada fase ini pemberian energi dinaikkan secara bertahap dari 100 kkal/kg/BB
menjadi 150 kkal/kg/BB, dan umumnya berlangsung selama satu minggu.
Terapi yang diberikan pada fase ini adalah Modisco I,II dengan frekuensi 6x
setiap 3 jam.
c. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemberian makanan untuk tumbuh kejar.
Pemberian energi sebesar 150-220 kkal/kg/BB, umumnya berlangsung selama
2-4 minggu. Terapi yang diberikan pada fase ini adalah Modisco III dengan
frekuensi 3x setiap 4 jam ditambah makanan bayi yang lumat.
d. Fase tindak lanjut
Adalah fase setelah anak dipulangkan dari rumah sakit/puskesmas/panti
pemulihan gizi. Fase ini merupakan fase pemberian makanan tumbuh kejar
dengan pemberian makanan keluarga dan Pemberian Makanan Tambahan
Pemulihan (PMT-P).

2.3 Nanas (Ananas comosus)
Nanas adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brasil, Bolivia,
dan Paraguay. Dalam bahasa Inggris nanas disebut sebagai pineapple karena


bentuknya yang seperti pohon pinus. Nama nanas berasal dari sebutan orang Tupi
untuk buah ini yaitu anana, yang bermakna buah yang sangat baik (Ashari, 2008).
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak. Pada mulanya di Indonesia,
nanas hanya sebagai tanaman pekarangan, namun kemudian meluas di lahan
kering (Ashari, 2008). Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan
buahnya dikenal 4 jenis golongan nanas, yaitu Cayene (daun halus, tidak berduri,
buah besar), Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut),
Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat
dengan mata datar), dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau
seperti piramida). Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia
adalah golongan Cayene dan Queen (Hidayat, 2006). Tanaman nanas dapat dilihat
pada Gambar 2.3.













Gambar 2.3 Tanaman nanas (Sumber: Central for Agriculture and Biosciences
International, 2007)


2.3.1 Klasifikasi Nanas (Ananas comosus)
Berikut ini adalah klasifikasi tanaman nanas (Ananas comosus) (Central for
Agriculture and Biosciences International, 2007):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Farinosae
Family : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas Comosus (L) Merr

2.3.2 Kandungan Nanas (Ananas comosus)
Ditinjau dari komposisinya, sebagian besar nanas terdiri dari air yang
didalamnya banyak mengandung gula dan vitamin serta mineral penting (Iqmal,
2008). Kandungan zat gizi dalam 100 g buah nanas segar dapat dilihat dalam
Tabel 2.2.



Tabel 2.2 Kandungan zat gizi dalam 100 g buah nanas segar
Kandungan Gizi Jumlah
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Zat besi
Vitamin A
Vitamin B
1
Vitamin B
2

Vitamin C
Niacin
Air
52 kal
0,4 g
0,2 g
16 g
19 mg
11 mg
0,3 mg
130 SI
0,08 mg
0,04 mg
24 mg
0,2 g
85,3 g

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2004).

2.3.3 Manfaat Nanas (Ananas comosus)
Bagian utama yang bernilai ekonomi tinggi dari tanaman nanas adalah
buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai
macam makanan dan minuman seperti selai, jelly, sirup, dan lain-lain (Iqmal,
2008). Selain itu, buah nanas mengandung enzim bromelin yang merupakan
enzim protease yang dapat menghidrolisa protein atau peptide sehingga banyak
digunakan untuk melunakkan daging (Wuryanti, 2006).
Buah nanas juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia di
antaranya adalah (Iqmal, 2008):
a. mengobati batuk, demam, haid tidak teratur, meningkatkan nafsu makan,
mulas, obat cacing, radang tenggorokan, hepatitis, dan ketombe.
b. dapat menghambat pertumbuhan sel tumor dalam jaringan karena mengandung
enzim peroksidase yang mempunyai keunggulan sebagai komponen anti tumor.


c. nanas mengandung citric dan malic acid yang memberi rasa manis dan asam
pada buahnya. Asam ini membuat nanas menjadi bahan makanan yang
digunakan secara luas untuk membuat masakan asam manis.
d. kandungan serat dan kalium dalam buah nanas dapat digunakan untuk
mengobati konstipasi dan gangguan pada saluran kencing.
e. minum segelas sari nanas segar dicampur dengan sedikit lada dan garam
berkhasiat untuk menyembuhkan mual-mual di pagi hari, pengeluaran empedu
berlebihan, flu, wasir dan anemia.
f. penyakit kulit seperti gatal-gatal, eksim, dan kudis juga dapat diobati dengan
diolesi sari buah nanas.
g. nanas juga mengandung serat yang berguna untuk membantu proses
pencernaan, menurunkan kolesterol dalam darah, dan mengurangi risiko
diabetes dan penyakit jantung.
h. serat dari 150 gram nanas setara dengan setengah dari jeruk. Selain itu
kandungan vitamin dan mineral menjadikan nanas sumber yang baik untuk
vitamin C dan berbagai macam vitamin lainnya.
i. asam chlorogen, yaitu antioksidan yang banyak terdapat di buah-buahan juga
dapat ditemukan pada nanas. Asam ini memblokir formasi dari nitrosamine, zat
yang dapat menyebabkan kanker. Nitrosamine terbentuk ketika daging olahan
yang diberi pengawet dipanaskan pada suhu tinggi.
j. zat valine dan leucine yang terdapat di dalam nanas juga dibutuhkan oleh tubuh
untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan otot. Zat ini juga termasuk salah
satu zat esensial yang diperlukan untuk mempertahankan kadar energi tubuh.

2.4 Enzim Bromelin
Bromelin dikenalkan pertama kali pada tahun 1957 oleh Heinicke saat
menemukannya pada batang nanas dalam konsentrasi yang besar, kemudian sejak
itu dipelajari secara luas sebagai salah satu modalitas terapi anti inflamasi. Selain
memiliki efek farmakologi, bromelin dimanfaatkan dalam industri makanan, salah
satunya dalam pengolahan daging (Ferreira, 2011).


Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease sulfhidril yang mampu
menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi asam amino,
fungsi ini mirip dengan papain dan fisin (Bhattacharya, 2008). Fungsi bromelin
dalam memecah protein dapat dilihat pada Gambar 2.4.







Gambar 2.4 Pemecahan protein menjadi asam amino oleh enzim protease (Sumber:
University of Maryland Medical Center, 2009)


Bromelin pada nanas memiliki karakteristik sebagai berikut (Wuryanti,
2006):
a. berat molekul: 33.500
b. titik isoelektrik: pH 9,55
c. derajat keasaman (pH) optimum: 6-8
d. suhu optimum: 50 C
e. aktivitas spesifik: 5-10 U/mg protein
f. warna: putih sampai kekuning-kuningan dengan bau khas
Enzim bromelin terdapat pada berbagai bagian nanas dengan jumlah yang
berbeda. Kandungan enzim bromelin pada berbagai bagian nanas dapat dilihat
pada Tabel 2.3.



Tabel 2.3 Kandungan enzim bromelin pada berbagai bagian nanas
Bagian Tanaman Jumlah (%)
Daging buah masak
Kulit buah
Tangkai buah
Daging buah mentah
8-12,5
5-7,5
4-6
5-7

Sumber: Murniati (2006).


Bromelin dapat diperoleh dalam bentuk ekstrak kasar dengan melalui
beberapa tahapan. Pertama, buah nanas dibersihkan, dipotong-potong kemudian
dihomogenisasi dengan bufer fosfat pH 7,5 dingin sedikit-sedikit sebanyak 1:1.
Larutan yang diperoleh disentrifugasi pada 3000 rpm selama kira-kira 15 menit
pada suhu 15
o
C. Selanjutnya supernatan dipisahkan dari endapannya. Supernatan
yang diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim bromelin (Wuryanti, 2004).
Enzim bromelin dapat mencerna protein. Dalam bidang industri pangan
maupun nonpangan bromelin berperan dalam industri daging kalengan, minuman
bir, dan lain-lain. Selain itu, bromelin dapat dimanfaatkan sebagai masker
kecantikan dan memperbaiki produk daging kornet. Beberapa manfaat lain dari
enzim bromelin di antaranya (Murniati, 2006):
a. mencerna protein di dalam makanan dan menyiapkannya agar mudah untuk
diserap oleh tubuh.
b. membantu proses penyembuhan luka dan mengurangi pembengkakan atau
peradangan di dalam tubuh.
c. membantu melarutkan pembentukan mukus dan juga mempercepat
pembuangan lemak melalui ginjal.
d. memiliki asam sitrat dan malat yang penting dan diperlukan untuk memperbaiki
proses pembuangan lemak dan mangan.
e. membantu membersihkan tubuh dan mengimbangi kadar keasaman dalam
darah.



2.5 Albumin
Albumin adalah rantai peptida tunggal terdiri dari 585 asam amino dan
mengandung 17 buah ikatan disulfide (S-S) yang mempertahankan stabilitas
rantai. Konfigurasi albumin terdiri dari 67% alfa helix dan 10% beta. Albumin
merupakan protein utama dalam plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari
total plasma. Sekitar 40% albumin terdapat dalam plasma dan 60% lainnya
ditemukan ekstravaskuler (Murray, 2000).
Hati menghasilkan albumin sekitar 9-12 g/hari. Produksi albumin dikontrol
oleh perubahan tekanan osmotik koloid dan osmolalitas ruang ekstravaskular hati.
Sintesis albumin ditingkatkan oleh insulin/T4 atau kortisol. Albumin tidak
disimpan dalam tubuh dan dikatabolisme sebanyak 9-12 g/hari dengan pinoktosis
oleh sel yang berdekatan dengan endotel pembuluh darah. Albumin mempunyai
waktu paruh 16-18 jam dan meninggalkan sirkulasi darah melalui interstitium ke
sistem limfe serta kembali ke sirkulasi darah melalui duktus thoracicus (Erinda,
2009).
Kadar normal albumin dalam serum manusia antara 3,5-4,5 g/dL, dengan
kandungan total tubuh 300-350 g. Peningkatan kadar albumin disebabkan karena
dehidrasi, penggunaan glukokortikoid berlebihan, dan gagal jantung kongestif.
Sedangkan penurunan kadar albumin didapatkan pada disfungsi hepar, malnutrisi,
diare, luka bakar, penyakit inflamasi, serta kelainan idiopatik dan kongenital
(Agung, 2005).
Karena massa molekulnya yang relatif rendah (kurang lebih 69 kDa) dan
konsentrasinya yang tinggi, albumin diperkirakan bertanggung jawab atas 75%
80% dari tekanan osmotik pada plasma manusia. Fungsi penting albumin lainnya
adalah kemampuannya untuk mengikat berbagai macam ligand. Ligand ini
mencakup asam lemak bebas (FFA), kalsium, hormon steroid tertentu, bilirubin,
dan sebagian triptofan plasma. Di samping itu, albumin memainkan peranan
penting dalam transportasi tembaga di dalam tubuh. Sejumlah obat, termasuk
sulfonamid, penisilin G, dikumarol dan aspirin terikat dengan albumin (Murray,
2000). Albumin juga sebagai sumber utama dari kelompok sulfidril, pengikat
radikal bebas (jenis nitrogen dan oksigen). Di samping itu albumin memiliki efek


sebagai antikoagulan dan antitrombotik. Efek ini diperkirakan karena albumin
mengikat Nitric Oxide (NO), menghambat, mengaktivasi, dan memperpanjang
efek antiaggregasi. Preparat human albumin digunakan dalam terapi untuk syok
hemoragik dan luka bakar (Belayev, 2001).

2.6 Limfosit dan Sistem Imunitas Tubuh
Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau
nonspesifik/natural/innate/native/nonadaptif dan didapat atau spesifik/
adaptif/acquired. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba
tertentu, telah ada, dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak
menunjukkan spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh
terhadap banyak patogen potensial. Sedangkan sistem imun spesifik mempunyai
kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda
asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenali oleh sistem imun
spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan
masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenali lebih cepat dan kemudian
dihancurkan. Salah satu sistem imun spesifik adalah limfosit karena setiap limfosit
dewasa memiliki sisi ikatan khusus sebagai varian dari prototipe reseptor antigen
(Decker, 2001).
Limfosit adalah leukosit mononuklear dalam darah, yang memiliki inti bulat
atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit berwarna biru yang
mengandung sedikit granula (Kresno, 2001). Limfosit mampu mengenal dan
menghancurkan bebagai determinan antigenik yang memiliki dua sifat pada
respons imun khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit memiliki beberapa
subset yang memiliki perbedaan fungsi dan jenis protein yang diproduksi, namun
morfologinya sulit dibedakan (Baratawidjaja, 2006). Morfologi limfosit dengan
hapusan darah dapat dilihat pada Gambar 2.5.












Gambar 2.5 Morfologi limfosit (Sumber: Kresno, 2001)


Sel limfosit menempati suatu organ yang disebut organ limfoid. Pada organ
ini terjadi interaksi antara sel-sel limfosit dengan sel-sel nonlimfosit. Interaksi ini
memiliki fungsi yang sangat penting baik bagi perkembangan limfosit itu sendiri
maupun sebagai titik awal adaptasi (Kuby, 2000). Organ limfoid secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama disebut organ limfoid primer atau
sentral, yaitu sumsum tulang dan timus serta kedua disebut organ limfoid
sekunder atau perifer, yaitu spleen, lymph node, Peyers patch, appendix, adenoid,
dan tonsil. Sel-sel limfosit dihasilkan oleh organ limfoid primer yang kemudian
akan menuju ke organ limfoid sekunder. Pada organ limfoid sekunder sel-sel
limfosit dijaga untuk tetap hidup dan mengalami adaptasi akibat adanya antigen
yang masuk ke dalam tubuh (Bellanti, 2000).
Limfosit dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu limfosit T dan
B. Keduanya berasal dari sumsum tulang, namun hanya limfosit B yang
mengalami pematangan pada sumsum tulang, sementara limfosit T melakukan
migrasi dari sumsum tulang menuju organ timus sebelum matang dan mengalami
pematangan pada organ ini (Bellanti, 2000). Limfosit yang telah mengalami
pematangan pada organ limfoid primer segera memasuki peredaran darah untuk
menuju organ limfoid sekunder. Organ limfoid sekunder merupakan tempat
terjadinya penangkapan antigen oleh sel-sel imunokompeten. Pada organ ini
imunitas adaptif dimulai. Limfosit T dan limfosit B harus mampu secara spesifik


mengenali sel-sel dan benda lain yang tidak dibutuhkan untuk dihancurkan atau
dinetralisasi karena berbeda dari sel-sel normal, perbedaan tersebut dimungkinkan
dengan adanya antigen (Kuby, 2000). Mekanisme kerja sistem imun secara
singkat dapat dilihat pada Gambar 2.6.



Gambar 2.6 Mekanisme kerja sistem imun (Sumber: Bellanti, 2000)


Antigen eksogen masuk ke dalam tubuh melalui endosistosis atau
fagositosis. Antigen dan limfosit akhirnya akan bertemu pada organ limfoid
perifer (Bellanti, 2000). Pada organ limfoid perifer ini, Antigen Presenting Cell
(APC) yaitu makrofag, sel denrit, dan limfosit B merombak antigen eksogen
menjadi fragmen peptida melalui jalan endositosis. Limfosit T mengeluarkan
subsetnya yaitu CD4 untuk mengenal antigen dan bekerja sama dengan Mayor
Hystocompatablity Complex (MHC) kelas II sebagai MHC kelas II restriksi.
Antigen endogen dihasilkan oleh tubuh inang, misalnya protein yang disintesis
virus dan sel kanker. Antigen endogen ini dirombak menjadi fraksi peptida yang
selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I pada retikulum endoplasma. Limfosit


T mengeluarkan subsetnya yaitu CD8, mengenali antigen endogen untuk
berikatan dengan MHC kelas I sebagai MHC kelas I restriksi (Kuby, 2000).
Jajaran ketiga sel limfoid adalah Natural Killer Cells (sel NK) yang tidak
memiliki reseptor antigen spesifik dan merupakan bagian dari sistem imun
nonspesifik. Sel ini beredar dalam darah sebagai limfosit besar yang khusus
memiliki granula spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan membunuh
sel abnormal, seperti sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan
penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler (Kuby, 2000).
Antibodi diproduksi oleh sistem imun spesifik primer pada pemulihan pada
infeksi virus dan pertahanan pada serangan infeksi virus. Sel T lebih berperan
pada pemulihan infeksi virus. Sitotoksik sel T (CTLs) atau CD8 berperan pada
respon imun terhadap antigen virus pada sel yang diinfeksi dengan cara
membunuh sel yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran infeksi virus. Sel T
helper (CD4) adalah subset sel T yang berperan membantu sel B untuk
memproduksi antibodi. Limfokin disekresikan oleh sel T untuk mempengaruhi
dan mengaktivasi makrofag dan sel NK sehingga meningkat secara nyata pada
penyerangan virus (Kuby, 2000).

2.7 Pengaruh Kurang Energi Protein (KEP) terhadap Imunitas Tubuh
KEP dapat mengganggu berbagai macam fungsi komponen sistem imun.
Sistem imun yang melemah akan mengurangi keefektivannya dalam
mengeliminasi patogen dan memudahkan munculnya berbagai macam penyakit.
Keadaan ini berhubungan erat dengan penurunan cell mediated immunity (sel
limfosit T dan limfosit B), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi
imunoglobulin, dan produksi sitokin. Pada keadaan KEP, kemampuan fagosit
untuk mencerna dan mengeliminasi antigen akan berkurang (Franca, 2009).
Jumlah limfosit dalam tubuh manusia dapat menjadi salah satu indikator
penentuan derajat KEP seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.




Tabel 2.4 Kriteria KEP berdasarkan jumlah limfosit total
Kriteria Jumlah Limfosit Total (sel/mm
3
)
Normal 2000
KEP ringan 1200-1800
KEP sedang 800-1199
KEP berat <800

Sumber: Gee (2011).


Protein merupakan struktur penyusun utama pada sel imun. Kekurangan
protein sangat mempengaruhi jumlah maupun fungsi dari sistem imun.
Kemampuan makrofag dalam memfagosit akan menurun dari keadaan normal.
Begitu pula dengan kemampuan limfosit dan imunoglobulin (Baratawidjaja,
2009).
Limfosit merupakan salah satu sel yang berperan penting dalam sistem
imunitas dan menggambarkan besarnya pertahanan tubuh manusia dalam
melawan segala macam benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Limfosit
mengendalikan sistem imun seluler dan humoral dalam menghadapi antigen.
Limfosit diproduksi di dalam organ limfoid primer yaitu sumsum tulang dan timus
(Playfair, 2005). Pada keadaan KEP terjadi atrofi pada organ limfoid primer
sehingga produksi dari limfosit B dan limfosit T akan terganggu. Hasil yang
paling cepat diketahui dari kondisi tersebut adalah leukopenia, penurunan rasio
CD4:CD8, dan peningkatan jumlah sel T imatur di jaringan perifer. Selain itu,
metabolisme limfosit juga dipengaruhi oleh beberapa asam amino, sehingga jika
pemenuhan asam amino berkurang, maka peningkatan pemenuhan kebutuhan
tubuh akan sistem imun menjadi meningkat dan akhirnya akan berefek pada
penurunan jumlah limfosit dalam tubuh karena terjadinya ketidakseimbangan
kompensasi dari sistem tersebut (Mayer, 2011).




2.5 Kerangka Konseptual Penelitian

















Keterangan :




Gambar 2.7 Kerangka konseptual penelitian

Pada kondisi KEP terjadi penurunan protein plasma yang berdampak pada
terjadinya gangguan pembentukan enzim-enzim di dalam tubuh salah satunya
adalah enzim protease. Enzim protease berfungsi dalam memecah protein menjadi
mikromolekul yang lebih mudah diabsorbsi, yaitu asam amino. Defisiensi enzim
Kurang Energi Protein (KEP)
Enzim protease
Malabsorbsi nutrisi
Modisco
Ekstrak nanas
Belum optimal
Albumin

Jumlah limfosit
total


= variabel yang diteliti
= pokok permasalahan
= mencegah
Sistem imun tubuh
Risiko terjadinya
penyakit infeksi
Protein plasma


ini akan mengakibatkan malabsorbsi nutrisi yang semakin memperburuk kondisi
pasien KEP.
Pemeriksaan laboratorium yang membantu diagnosis KEP antara lain adalah
kadar albumin dan jumlah limfosit total. Albumin merupakan protein utama dalam
plasma, sehingga kondisi KEP akan menurunkan kadar albumin di dalam tubuh.
Begitu pula dengan jumlah limfosit total yang menjadi salah satu marker imunitas
tubuh. Penurunan jumlah limfosit total berdampak pada buruknya sistem
pertahanan tubuh yang akan mengakibatkan tingginya risiko penyakit-penyakit
infeksi yang menyertai kondisi KEP.
Salah satu terapi diet pada KEP yaitu dengan pemberian Modisco yang
merupakan formula bergizi tinggi, kaya kalori, dan protein. Namun defisiensi
enzim protease mengakibatkan pemberian modisco masih belum dapat
mengkompensasi kekurangan protein pada pasien KEP secara optimal.
Penambahan ekstrak nanas yang mengandung enzim bromelin yang bersifat
proteolitik diharapkan mampu membantu penyerapan protein pada modisco
sehingga dapat menyelesaikan masalah malabsorbsi nutrisi pada pasien KEP dan
mengoptimalkan modalitas terapi.

2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini antara lain:
a. Pemberian modisco dan ekstrak nanas dapat meningkatkan kadar albumin dan
jumlah limfosit total tikus wistar jantan model KEP.
b. Penambahan ekstrak nanas pada modisco berpengaruh terhadap peningkatan
kadar albumin dan jumlah limfosit total tikus wistar jantan model KEP.

Вам также может понравиться

  • Formulir Mutasi Keluarga
    Formulir Mutasi Keluarga
    Документ1 страница
    Formulir Mutasi Keluarga
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • F2-Sanitasi TPM
    F2-Sanitasi TPM
    Документ5 страниц
    F2-Sanitasi TPM
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • F2-Bahaya Rokok
    F2-Bahaya Rokok
    Документ9 страниц
    F2-Bahaya Rokok
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Diet DM Ayun
    Diet DM Ayun
    Документ20 страниц
    Diet DM Ayun
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • PROLANIS
    PROLANIS
    Документ32 страницы
    PROLANIS
    Redho Afriando
    Оценок пока нет
  • Diet DM Ayun
    Diet DM Ayun
    Документ20 страниц
    Diet DM Ayun
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    Документ2 страницы
    Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    tonirian99
    Оценок пока нет
  • f3 Program KB
    f3 Program KB
    Документ7 страниц
    f3 Program KB
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    Документ2 страницы
    Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    tonirian99
    Оценок пока нет
  • F1 Katarak
    F1 Katarak
    Документ8 страниц
    F1 Katarak
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Lapsus D.S
    Lapsus D.S
    Документ18 страниц
    Lapsus D.S
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Mini Pro Asihanti
    Mini Pro Asihanti
    Документ55 страниц
    Mini Pro Asihanti
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    Документ2 страницы
    Pertanyaan Seputar Imunisasi MR
    tonirian99
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Lab Foresik
    Pemeriksaan Lab Foresik
    Документ9 страниц
    Pemeriksaan Lab Foresik
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Oktober 2016
    Oktober 2016
    Документ1 страница
    Oktober 2016
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Vegas Indo
    Vegas Indo
    Документ3 страницы
    Vegas Indo
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • RM 12.40.09.57
    RM 12.40.09.57
    Документ3 страницы
    RM 12.40.09.57
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Visum 150119
    Visum 150119
    Документ3 страницы
    Visum 150119
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Lab Foresik
    Pemeriksaan Lab Foresik
    Документ9 страниц
    Pemeriksaan Lab Foresik
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Jadwal Jaga Dokter Muda
    Jadwal Jaga Dokter Muda
    Документ2 страницы
    Jadwal Jaga Dokter Muda
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Fix
    Fix
    Документ33 страницы
    Fix
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Sampul Referat
    Sampul Referat
    Документ4 страницы
    Sampul Referat
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • KSPR
    KSPR
    Документ2 страницы
    KSPR
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Visum 150113
    Visum 150113
    Документ3 страницы
    Visum 150113
    Lindsay Frost
    Оценок пока нет
  • Cover Business Plan
    Cover Business Plan
    Документ1 страница
    Cover Business Plan
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • 3 Alur Management e Journal Revisi
    3 Alur Management e Journal Revisi
    Документ3 страницы
    3 Alur Management e Journal Revisi
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Business Plan
    Business Plan
    Документ22 страницы
    Business Plan
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • BAB I New
    BAB I New
    Документ40 страниц
    BAB I New
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет
  • Asma Bronkial
    Asma Bronkial
    Документ29 страниц
    Asma Bronkial
    Quritaayun Zendikia Luckita
    Оценок пока нет