A. PENGERTIAN Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan anus. Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu : 1. Refleks defekasi intrinsik Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi. 2. Refleks defekasi parasimpatis Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen , tekana diafragma dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Anatomi dan fisiologi a. Saluran gastrointestinal bagian atas Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di lambung dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme di dorong ke usus halus. b. Saluran gastrointestinal bagian bawah Saluran gastrointestinal bagian bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan 2,5 cm. Usus besar terdiri atas cecum, colon dan rektum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengabsorpsi air, nutrien dan elektrolit.Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim. Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : Haustral Shuffing adalah gerakan mencampur chyme untuk membantu absorpsi air, Kontraksi Haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan semipadat sepanjang kolon, Gerakan Peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus. B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI: Yang meningkatkan: 1. lingkungan yang bebas stress 2
2. kemampuan untuk mengikuti pola defekasi pribadi, privasi 3. diet tinggi serat 4. asupan cairan normal 5. olah raga 6. kemampuan untuk mengambil posisi jongkok 7. diberikan laksatif dan katartik secara tepat yang merusak eliminasi: 1. stress emosional (cemas atau depresi) 2. gagal mencetuskan reflek defekasi, kurang waktu atau kurang privasi 3. diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat 4. asupan cairan kurang 5. imobilitas atau tidak aktif 6. tidak mampu jongkok akibat imobilitas, usia lanjut, deformasi musculoskeletal, nyeri dan nyeri selama defekasi 7. penggunaan analgesic narkotik, antibiotic dan anestesi umum serta penggunaan katartik yang berlebihan.
C. NILAI-NILAI NORMAL Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter / 24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan nitrogen. Feses terdiri atas 75 % air dan 25 % materi padat. Feses normal berwarna khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk.
D. MASALAH-MASALAH UMUM PADA ELIMINASI FEKAL : 1. Konstipasi : gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif yang lama, stres psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia. 2. Fecal Impaction : masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat dan kelemahan tonus otot. 3
3. Diare : keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi buang air besar akibat cepatnya chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cuckup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena stres fisik, obat-obatan, alergi, penyakit kolon, dan iritasi intestinal 4. Inkontinensia alvi : hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas yang melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan di daerah anus. Penyebabnya karena penyakit neuromuskular, trauma spinal cord, tumor spinter anus eksterna. 5. Kembung : flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, pengunaan obat-obatan (barbiturat, penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek anestesi. 6. Hemorroid : pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan maksimal saat defekasi, kehamilan, dan obesitas.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola Deskripsi feses : warna, bau dan tekstur Diet : makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak Cairan : jumlah dan jenis minuman / hari Aktivitas : kegiatan sehari-hari Kegiatan yang spesifik Peggunaan medikasi : obat-obatan yang mempengaruhi defekasi Stres : stres berkepanjangan atau pendek, kopig untuk menghadapi atau bagaimana menerima 4
Pembedahan / penyakit menetap 2. Pemeriksaan fisik Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, tenderness Rektum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemorroid, adanya massa, tenderness 3. Keadaan feses Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnornal dalm feses : lendir. 4. Pemeriksaan diagnostik Anuskopi Proktosigmoidoskopi Rontgen dengan kontras
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : 1. Gangguan eliminasi bowel : konstipasi 2. Gangguan eliminasi bowel : diare 3. Gangguan eliminasi bowel : inkontinensia
5
DAFTAR PUSTAKA.
Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan. Edisi 3. Salemba Medika. Jakarta. Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Elis J.R, Nowlis E.A. 1985. Nursing a Human Needs Approach. Third Edition. Houghton Mefflin Company. Boston. NANDA, 2002, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications. North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Alimul Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC
6
1. Mulut Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absorpsi nutrisi dengan aman dan efektif. Gigi mengunyah makanan, memecahkan menjadi berukuran yang dapat di telan. Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptyalin, yang mengawali pencernaan unsure unsure makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah ditelan.
2. Esophagus Begitu makanan memasuki bagian atas esophagus, makanan berjalan melalui otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks ( bergerak ke belakang ) kembali ke tenggorokan. Bolus makanan menelusuri esophagus yang panjangnya kira kira 25 cm. makanan didorong oleh gerakan peristaltic lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian esophagus berkontraksi di atas bolus makanan, otot sirkular di bawah ( atau di depan ) bolus berelaksasi. Kontraksi kontraksi otot halus yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang berikutnya. Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni esophagus dan mencapai sfingter esophagus bagian bawah. Sfingter esophagus bagian bawah terletak di antara esophagus dan lambung. Factor factor yang mempengaruhi tekanan sfingter esophagus bagian bawah meliputi antacid, yang meminimalkan refluks, dan nikotin serta makanan berlemak, yang meningkatkan refluks.
3. Lambung Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan kimiawi dipecahkan untuk dicerna dan diabsorpsi. Lambung menyekresi asam hidroklorida ( HCL ), lendir, enzim pepsin, dan factor intrinsic. Konsentrasi HCL mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam basa tubuh. HCL membantu mencampur dan memecahkan makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitasenzim. Pepsin mencerna protein, walaupun tidak banyak pencernaan yang berlangsung di lambung. Factor intrinsik adalah komponen penting yang dibutuhkan untuk absopsi viatamin B12 di dalam usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah merah normal. Kekurangan factor intrinsic ini mengakibatkan anemia dan pernisiosa. Sebelum makan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorpsi daripada makanan padat. Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung yang cepat ( seperti pada gastritis ) dapat mengalami masalah pencernaan yang serius karena makanan tidak dipecah menjadi kimus.
7
4. Usus Halus Selama proses pencernaan normal. Kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2.5 cm dan panjang 6 m. Usus halus dibagi mkenjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Kimus bercampur dengan enzim enzim pencernaan ( missal : empedu dan amylase ) saat berjalan memalui usus halus. Segmentasi ( kontrasi dan relaksasi otot halus secara bergantian ) mengaduk kimus, memecahkan makanan lebih lanjut untuk dicerna. Pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk memungkinkan absorpsi. Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorbsi di dalam usus halus. Enzim dari pancreas ( missal : amylase ) dan empedu dari kandungan empedu dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim di dalam usus halus memecahkan lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsure unsur dasar. Nutrisi hampir seluruhnya diabsorbsioleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorpsi vitamin vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami perubahan besar. Inflamasi, reseksi bedah, atau obstruksi dapat mengganggu peristaltic, mengurangi area absorpsi, atau menghambat aliran kimus.
5. Usus Besar Saluran GL bagian bawah disebut usus besar ( kolon ) karena ukuran diameternya lebih besar daripada usus halus. Namun, panjangnya, yakni 1,5 sampai 1,8 m jauh lebih pendek. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Usus besar merupakan utama dalam eliminasi fekal.
a. Sekum Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup ileosekal. Katup ini merupakan lapisan otot sirkulat yang mencegah regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus.
b. Kolon Walaupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurum saat kimus bergerak di sepanjang kolon. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, kolon transversal, kolon desenden, kolon sigmoid. Kolon dibangun oleh jaringan otot, yang memungkinkannya menampung dan mengeliminasi produk buangan dalam jumlah besar. Kolon memiliki empat fungsi yang saling berkaitan : absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah besar volume air, natrium dan klorida diabsorbsi oleh kolon setiap hari. Pada waktu makanan bergerak melalui kolon, terjadi kontraksi haustral. Kontraksi ini sama dengan kontraksi segmental usus halus, tetapi berlangsung lebih lama sampai 5 menit. Kontraksi membentuk kantung berukuran besar di dinding kolon, menyediakan daerah permukaan yang luas untuk absorpsi. 8
Sebanyak 2.5 L air dapat diabsorbsi oleh kolon dalam 24 jam. Rata rata, 55 mEq natrium dan 23 mEq klorida diabsorbsi setiap hari. Jumlah air yang diabsorbsi dari kimus bergantung pada keecepatan pergerakan isi kolon. Kimus dalam kondisi normal bersifat lunak, berbentuk masa. Apapbila kecepatan kontraksi peristaltic berlangsung dengan cepat secara abnormal, waktu untuk absorbs air berkurang sehingga feses akan menjadi encer. Apabila kontraksi peristaltis melambat, air akan terus diabsorpsi sehingga terbentuk masa feses yang keras, mengakibatkan konstipasi. Kolon melindungi dirinya dengan melepaskan suplai lendir. Lendir dalam kondisi normal berwarna jernih sampai buram dengan konsistensi berserabut. Lendir melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding bagian dalamnya. Lubrikasi terutama penting pada ujung distal kolon, tempat isi kolon menjadi lebih kering dan lebih keras. Fungsi sekresi kolon membantu keseimbangan asam basa. Bikarbonat disekresi untuk mengganti klorida. Sekitar 4 sampai 9 mEq kalium dilepaskan setiap hari oleh usus besar. Perubahan serius pada fungsi kolon, seperti diare, dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit. Akhirnya, kolon mengeleminasikan produk buangan dan gas ( flatus ). Flatus timbul akibat menelan gas, difusi karbohidrat ( seperti yang terjadi pada kibis dan bawang ) menghasilkan gas di dalam usus, yang dapat menstimulasi peristaltic. Orang dewasa dalam kondisi normal menghasilkan 400 sampai 700 ml flaktus setiap hari. Kontraksi peristaltic yang lambat menggerakkan isi usus ke kolon. Isi usus adalah stimulus utama untuk terjadinya kontraksi. Produk buangan dan gas memberikan tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot meregang, menstimulus refleks yang menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltic masa, mendorong makanan yang tidak tercerna menuju rectum. Gerakan ini terjadi hanya tiga sampai empat kali sehari, tidak seperti gelombang peristaltis yang sering timbul di dalam usus halus ( biasanya terdengar selama auskultasi ). Saat gerakan peristaltic masa terjadi, segmen besar kolon berkontraksi akibat respon refleks gastrokolik dan duodenokolik. Gerakan ini terjadi apabila lambung atau duodedum terisi makanan. Pengisian makanan ke dalam lambung atau duodenum ini mencetuskan impuls saraf yang menstimulasi dinding otot kolon. Gerakan peristaltic masa paling kuat terjadi pada jam setelah makan. c. Rectum Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid, disebut feses. Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi. Rectum merupakan bagian akhir pada saluran GL. Panjang rectum bervariasi menurut usia : Bayi 2,5 sampai 3,8 cm Toddler 5 cm Prasekolah 7,5 cm Anak usia sekolah 10 cm Dewasa 15 sampai 20 cm Dalam kondisi normal, rectum tidak berisi feses sampai defekasi. Rectum dibangun oleh lipatan lipatan jaringan vertical dan transversal. Setiap lipatan vertical berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila vena menjadi distensi akibat tekanan selama mengedan, maka terbentuk hemoroid. Hemoroid 9
dapat membuat proses defekasi terasa nyeri. Apabila masa feses atau gas bergerak kedalam rectum untuk membuat dindingnya berdisensi, maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan control voluntary dan control involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos ynag di persarafi oleh system saraf otonom. Saat sfingter interna relaksasi sfingter eksterna juga relaksasi. Orang dewasa dan anak anak yang sudah menjalani toilet training ( latihan defekasi ) dapat mengontrol sfingter eksterna secara volunteer ( sadar ). Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan intraabdomen atau melakukan valsava maneuver. Maneuver valsava ialah kontraksi volunter otot otot abdomen saat indivudu mengeluarkan nafas secara paksa, sementara glottis menutup (menahan napas saat mengedan). Faktor eliminasi fekal: 1. Usia Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karana kurangnya perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini biasanya tidak terjadi sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak laki-laki. Anak remaja biasanya mengkonsumsi makana dalam jumlah lebih besar. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi. Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan didalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan proseas penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim limpase.
2. Diet Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Usus bayi yang belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan berserat sampai usianya mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan dengan cepat melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa). i. Buah-buahan mentah (apel,jeruk) ii. Buah-buahan yang diolah (prum,apricot) iii. Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis) iv. Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun) 10
v. Gandum utuh (sereal, roti) Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas, seperti bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas kolon. Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer. Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu, sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dank ram.
3. Asupan Cairan Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6 sampai 8 gelas (1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa individu dan menyebabkan konstipasi.
4. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal Upaya mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang penting. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.
5. Faktor Psikologis Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya 11
pertahanan tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efek samping peristaltic yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu mengalami depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltic dapat menurun. Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stress. Penyakit ini meliputi colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit crohn. Upaya penelitian berulang yang dilakukan sejak lama telah gagal membuktikan mitos bahwa penyebab klien mengalami penyakit tersebut adalah karena memiliki kondisi psikopatologis. Namu, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat dari masalah kronik tersebut (cooke,1991)
6. Kebiasaan pribadi Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex gastrokolik adalah reflex yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.
7. Posisi Selama Defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk tpilet memampukan klienuntuk bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan. Klien yang mengguanakan alat tersebut dan individu yang berposter pendek, mungkin membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia menekluk pinggulnya dengan benar. Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot. Akan meningkatkan kemampuan defekasi.
8. Nyeri Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun, pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.
12
9. Kehamilan Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan fectus mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat menyebabkan terbentukannya hemoroid yang permanen.
10. Pembedahan dan Anestesia Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau regional beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikitt atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali. Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara akan menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat terhambat lebih lanjut.
11. Obat-obatan Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Waupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunakan dengan benar , laktasif dan katartik mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun, penggunaan katartik dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsive terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif . penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif umum, menurunkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat mempengaruhi kemajuan kerja obat lain dengan mengubah waktu transit(missal waktu obat berada di saluran GI). Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi. Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (robinul), menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI. Walupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi, banyak antibiotik menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri normal didalam saluran GI. Apabila diare dan kram abdomen yang terkait dengan diare semakin parah, obat- obatan yang diberikan kepada klien mungkin perlu diubah. Intervensi keperawatan dapat digunakan untuk diare osmotic, yang disebabkan oleh obat-obatan hiperosmolar telah diuraikan oleh Fruto(1994)
12. Pemeriksaan Diagnostik 13
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah atau serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium enema atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma katartik dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal. Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan. Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerima katartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien yang mengalami kegagalan dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan dengan menggunakan enema.
C. MASALAH DEFEKASI YANG UMUM Perawat mungkin merawat klien yang mengalami atau beresiko mengalami masalah eliminasi akibat stress emosional ( ansietas atau depresi ), berubahan fisiologis pada saluran GI, perubahan truktur usus melalui pembedahan, program terapi lain, atau gangguan yang mengganggu defekasi.
1. Konstipasi Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. Penyebabnya : a. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain b. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang c. Meningkatnya stress psikologik d. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama. e. Obat-obatan: kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang. f. Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi. 14
g. Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
2. Impaction Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
3. Diare Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.
6. Hemoroid Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi. 15
D. DIVERSI USUS Penyakit tertentu menyebebkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses secara normal dari rectum. Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan yang permanen atau sementara. Lubang uyang dibuat melalui upaya bedah(ostomi ) paling sering di bentuk di Ileum (ileostomi) atau di kolom (kolostomi)(Mc. Garity,1992). Ujung usus kemudian ditarik kesebuah lubang di dinding abdomen untuk membentuk stoma. Ada dua jenis ostomi yaitu: 1. Ostomi Kontinen : klien memiliki control terhadap pengeluaran feses. Dimana dalam ostomi kontingen tipe pembedahan tertentu memungkinkan kontinensia pada klien tertentu yang mengalami kolektomi (pengangkatan kolon). Ostomi Kontinen ini juga disebut Disversi kontinen atau reservoir kontinen. Pada sebuah prosedur yang disebut dengan ileoanal pull-through, kolon diangkat dan ileum dianastomosis atau disambungkan ke sfingter anus yang utuh. Di beberapa prosedur bedah terbaru yang didasarkan pada upaya ileoanal pull-through adalah reservoar ileoanal .Reservoar ileoanal juga disebut protokolektomi restorasi, anastomosis kantong ileum anus, atau kantong pelvis. Pada prosedur ini klien tak memiliki stoma eksterna yang permanen dan dengan demikian tidak perlu mengenakan kantong ostomi.klien mengenakan kantung interna yang berasal dari ileumnya. Kantong ileum ini dapat di bentuk dalam berbagai bentuk seperti bentuk lateral, S,J,atau W. Ujung kantong kemudian dijahit atau di anastomosis ke anus.pembedahan dilakukan dalam berbagai tahapandan klien dapat mempunyai ostomi yang bersifat sementara sampai kantung ileum yang dibentuk melalui upaya bedah telah sembuh.
2. Ostomi Inkintingen: klien tidak mempunyai control terhadap pengeluaran Feses. Pada hal ini lokasi ostomi menentukan kosistensi feses. Sebuah ileostomi merupakan jalan pintas keluarnya feses sehingga feses tidak melalui seluruh bagian usus besar. Akibatnya feses akan keluar lebih sering dan dalam bentuk cair. Kejadian serupa juga terjadi pada kolostomi di kolon asenden. Kolostomi pada kolon transversal umumnya akan menghasilkan feses yang lebih padat dan berbentuk, sedangkan kolostomi sigmoid menghasilkan feses yang sudah mendekati feses normal. Dalam hal ini kolostm dibagi menjadi 3 yaitu: a. Loop Colostomy Loop colostomy biasanya di lakukan dalam kondisi kedaruratan medis yang nantinya colostomy tersebut akan ditutup. Jenis colostomy ini biasanya mempunyai stoma yang berukuran besar, dibentuk di kolon transversal dan sifatnya sementara. b. End Colostomy 16
End Coostomy terdiri dari satu stoma, yang dibentuk dari ujung proksimal usus dengan bagian distal saluran GI dapat dibuang atau dijahit tertutup (disebut kantong Hartmann) dan dibiarkan di dalam rongga abdomen. c. Double Barrel colostomy Tidak seperti loop colostomy , usus dipotong melalui pembedahan kedalam bentuk double barrel colostomy dan kedua ujungnya ditarik keatas abdomen . Double-barrel colostomy terdiri dari dua stoma yang berbeda yaitu stoma proksimal yang berfungsi dan stoma distal yang tak berfungsi.
Pertimbangan Psikologi Sebuah ostomi dapat menimbulkan perubahan citra tubuh yang serius, terutama apabila ostomi tersebut bersifst permanen. Klien yang memiliki riwayat penyakit usus kronik dalam jangka waktu yang lama seperti penyakit Crohn atau Kolitis ulseratif telah meningkatkan kualitas hidupnya, tetapi memiliki citra tubuh yang lebih rendah. Sebaliknya, Klien yang membutuhkan ostomi akibat kanker memiliki citra tubuh yang lebih tinggi, tetapi kualitas hidupnya berkurang. Klien sering mempersepsikan stoma sebagai bentuk pemotongan/perusakan. Walaupun pakaian menutupi ostomi, klien merasa berbeda. Banyak klien memiliki kesulitan untuk mempertahankan/memulai hubungan seksual yang normal. Faktor penting yang mempengaruhi reaksi klien adalah karakter sekresi feses dan kemampuan untuk mengontrolnya. Bau busuk kebocoran atau tumpahan feses tang encer dan ketidakmempuan mengatur defekasi membuat klien kehilangan harga dirinya.
E. PROSES KEPERAWATAN DAN ELIMINASI FEKAL 1. Pengkajian a. Frekwensi buang air besar pada bayi sebanyak 4 6 kali sehari , sedangkan orang dewasa adalah 2 3 kali per hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 gr
b. Keadaan feses : warna hitam atau merah berbau tidak sedap konsistensi cair bentuk kecil seperti pensil terdapat darah
17
2. Diagnosa a. Konstipasi berhubungan dengan: defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera akibat medulla spinalis, dan CVA nyeri akibat hemoroid menurunya peristaltic akibat stress b. Diare berhubungan dengan: melabsorpsi atau inflamasi akibat penyakit infeksi atau gastritis, kulkus, dll peningkatan peristaltic akibat peningkatan metabolism stress psikololgis c. Inkontinensia usus berhubungan dengan: gangguan sfingter rectal akibat cedera rectum atau tindakan pembedahan distensi rectum akiibat konstipasi kronis ketidak mampuan mengenal atau merespon proses defekasi akibat depresi atau kerusakan kognitif d. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan: pengluaran cairan yang berlebihan (diare) 3. Perencanaan Tujuan : Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup Mempertahankan kebiasaan defikasi secara teratur Mempertahankan defikasi secara normal Mencegah gangguan integritas kulit Rencana tindakan : 1. Kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi 2. Kurangi faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah seperti konstipasi akibat nyeri dan inkontenensia usus 3. Jeleskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien 4. Bantu defikasi secara manual 18
5. Bantu latihan buang air besar 6. Pertahankan asupan makanan dan minuman
4. Pelaksanaan 1. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan 2. Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot 3. Memberikan gliserin untuk merangsang peristaltic usus sehingga pasien dapat buang air besar 4. Mengeluarkan feses dengan jari 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Evaluasi Evaluasi terhadap kebutuhan eliminasi dapat dinilai dengan adanya kemampuan dalam : 1. Memahami cara eliminasi yang normal 2. Mempertahankan defektasi secara normal yang ditunjukan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol defektasi tanpa bantuan obat atau enema , berpartisipasi dalam program latihan secara teratur , defikasi tanpa mengedan 3. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukan dengan kenyamanan dalam kemampuan defikasi , tidak terjadi bleeding , tidak terjadi inflamasi dan lain-lain 4. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukan dengan keringnya area perianal , tidak ada inflamasi atau ekskoriasi , keringnya kulit sekitar stoma dan lain-lain 5. Melakukan latihan secara teratur , seperti rentang gerak atau aktifitas lain (jalan , berdiri , dll) 6. Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup dapat ditunjukan dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan , seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (tergantung dari tendensi diare / konstipasi serta mampu minum 2000 3000 ml)