Вы находитесь на странице: 1из 28

Nama : SITI HAWALIA

NPM : 1102009266

Skenario 2
Seorang laki-laki dewasa mengalami kecelakaan lalu-lintas terjatuh dari sepeda motor menabrak
pohon dengan riwayat kehilangan kesadaran (+) dan daerah selangkangannya terkena stang motor lalu
dibawa berobat ke UGD RSUD. Oleh dokter yang memeriksanya didapatkan : A,B,C : Baik, GCS : 15 St.
Lokalis: Regio Orbita Dextra.
Inspeksi :
Visus : 1/60 dan tak terkoreksi ; Hematoma Palpebra ;
Conjungtiva bulbi : injek siliar (+)< oedem kornea, darah di COA/BMD
Pupil : bulat, Reflex cahaya (+)
Fundus sulit di evaluasi
TIO : normal per palpasi
Region pelvis :
Inspeksi :
jejas di daerah suprapubic, bulging (+), hematoma
Penis dan scrotum : Ada bercak darah di meatus orrificium eksterna yang
sudah mengering
Palpasi :
kistik, nyeri tekan daerah suprapubic

















Memahami dan Menjelaskan Trauma pelvis
Definisi
Trauma buli-buli sering disebabkan rudapaksa dari luar dan sering didapatkan
bersama fraktur pelvis. Penyebab lain adalah trauma iatroggenik seperti operasi
ginekologik, dan operasi-operasi daerah pelvis atau akibat tindakan endoskopik,
seperti operasi transurethral.
Fraktur tulang panggung dapat menimbulkan kontusio atau rupture kandung
kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada buli-buli dengan hematuria
tanpa ekstravasasi urin (S. Sjamsuhidajat Wim de Jong, 2004)
Klasifikasi
Kontusio buli-buli, hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin
didapatkan hematoma vesikel, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urin ke
luar buli-buli.
Cedera buli-buli ekstraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli
kosong. Dapat diakibatkan oleh fraktur pelvis.
Cedera buli-buli intraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli
sedang terisi penuh.

Etiologi
90% trauma tumpul buli-buli akibat fraktur pelvis. Robeknya buli-buli karena
fraktur pelvis bias pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis yang merobek
dindingnya.
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic
antara lain padareseksi buli-buli transurethral.
Partus yang lama atau tindakan operasi didaerah pelvis dapat menyebabkan
traumaiatrogenic pada buli-buli.
Dapat pula terjadi secara spontan, biasanya terjadi jika sebelumnya
terdapat kelainan pada dinding buli-buli seperti tuberculosis, tumor buli-buli
dll.
Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan lalu lintas yang disebakan
fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Trauma tumpul menyebabkan
rupture buli-buli terutama bila vesika urinaria penuh atau terdapat kelainan patologik
seperti tuberculosis, tumor atau obstruksi sehingga trauma kecil sudah menyebabkan
rupture. Trauma tajam akibat luka tusuk atau tembak jarang ditemukan. Luka dapat
melalui daerah suprapubik atau transperineal (S. SJamjuhidayat Wim De Jong, 2004)
Patofisiologi
Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan. Fraktur tulang panggul
dapatmenimbulkan kontusio atau rupture kandung kemih. Pada kontusio buli-buli
hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin.
Rupture kandung kemih dapat bersifat ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal.
Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur
tulang pelvis pada dinding dengan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini
terjadi ekstravasasi urin di rongga perivesikel. Trauma tumpul dapatmenyebabkan
rupture buli-buli terutama jika buli-buli sedang terisi penuh atau terdapat kelainan
patologik seperti TBC, sehingga trauma yang kecil bias menyebabkan rupture.

Manifestasi Klinis
Gejala umum :
Tanda-tanda fraktur pelvis mudah didiagnosa dengan pemeriksaan fisik di
dapatkan nyeri tekan dan krepitasi daerah fraktur.
Biasanya didapatkan retensio urin dan gross hematuria
Tanda-tanda abdomen akut ditemukan pada rupture intraperitoneal
Gejala berdasarkan patofisiologi :
Kontusio buli buli : penderita mengeluh nyeri, terutama bila ditekan daerah
suprapubik dan hematuria tanpa tanda rangsang peritoneum. Sulit dibedakan
dengan laserasi buli-buli atau rupture uretra intra pelvis.
Rupture buli-buli ekstraperitoneal : terdapat nyeri dan pekak pada perkusi di
daerah suprapubik akibat masuknya urin ke kavum Retzii. Patah tulang pelvis
dapat diketahui bila terasa nyeri waktu diadakan penekanan pada kedua Krista
iliaka.
Rupture buli-buli intraperitoneal: urin masuk ke rongga perut sehingga perut
makin kembung dan timbul tanda rangsang peritoneum. Terdapat juga nyeri
suprapubik.
Diagnosis
Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta hematuria. Pada
foto pelvis atau foto polos perut terlihat fraktur tulang pelvis. Pemeriksaan radiologic
untuk menunjang diagnostic adalah sistogram : yang dapat memberi keterangan ada
atau tidak rupture kandung kemih dan lokasi rupture ekstra peritoneal atau
intraperitoneal.
a) Pemeriksaan Laboratorium
Kateterisasi dikerjakan bila klinis tidak terdapat darah menetes dari
uretra. Bila terdapat darah menetes dari uretra, harus dibuat
uretrogram retrograde untuk memastikan adanya rupture uretra.
Pada kateterisasi sering didapatkan gross hematuria.
b) Pemeriksaan Radiologi
BNO IVP: dibuat untuk memastikan trauma ginjal dan uretra bila
terdapat hematuria
Sistogram : dilakukan untuk mencari adanya ekstravasasi urin dan lokasi
kelainannya apakah ekstraperitoneal atau intraperitoneal. Pemeriksaan
sistogram dilakukan dengan memasukkan medium kontras ke vesika
urinaria sebanyak 300-400 ml kemudian dibuat foto antero-posterior.
Kandung kemih kemudian dikosongkan lalu dibilas dan dibuat foto
sekali lagi. Bila tidak dijumpai ekstravasasi, diagnosisnya adalah kontusio
buli-buli. Pada rupture ekstra peritoneal gambaran ekstravasasi terlihat
adanya nyala api pada daerah perivesikeal, sedangkan rupture
intraperitoneal terlihat jontra masuk ke intra abdomen.
c) Pemeriksaan Pembantu
Tes buli-buli
Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimasukkan 300 ml larutan
garam faal yang sedikit melebihi kapasitas buli-buli. Kateter di klem sebentar
lalu dibuka kembali, cairan yang keluar diukur kembali. Bila selisihnya besar
mungkin terdapat rupture buli-buli. Kekurangan :
Hasil negative palsu bila daerah rupture tertutup bekuan darah, usus atau
omentum
Hasil positif palsu bila muara kateter terlalu tinggi atau kateter tersumbat
bekuan darah sehingga selisih cairan tidak bisa keluar.
Sukar membedakan jenis ekstraperitoneal dan intraperitoneal
Bahaya infeksi dan peritonitis bila ada rupture intra peritoneal.

Penatalaksanaan
Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dulu dengan
memberikan cairanintravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, lakukan
reparasi buli-buli.
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan
untuk memberikan istirahat pada buli-buli. Diharapkan buli-buli sembuh
setelah 7-10 hari.
Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk
mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera organ lain. Rongga
intraperitoneum dicuci,robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian
dipasang kateter sistostomi yangdilewatkan diluar sayatan laparotomi.
Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan untuk
memasangkateter 7-10 hari tetapi dianjurkan juga untuk melakukan
penjahitan disertai pemasangankateter sistostomi.
Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra
atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk
melihat kemungkinanmasih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada
hari ke 10-14 pasca trauma. Jikamasih ada ekstravasasi kateter sistostomi
dipertahankan sampai 3 minggu.

Memahami dan Menjelaskan Trauma Uretra

Definisi
Trauma pada urethra pada umumnya disebabkan oleh trauma pelvik pada laki-
laki. Trauma ini akan menyebabkan keadaan komplikasi kronis berupa striktur urethra,
impotensi, dan inkontinensia urine. Struktur urethra lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan wanita, striktur urethra dapat disebabkan oleh trauma atau infeksi. Yang
tersering adalah akibat pemakaian cateter dalam waktu lama sehingga menyebabkan
iskemia dan trauma interna. Trauma eksterna meliputi trauma pelvik yang dapat
menyebabkan kerusakan parsial atau komplit pada membran urethra sehingga
menimbulkan striktur.

Etiologi
Trauma uretra terjaid akibat cedera yang berasal Dari luar.
Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra.
Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan
ruptur uretra pars membranasea.
Trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan
rupture uretra pars bulbosa
Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra
karena false route atau salah jalan

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan
cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan
fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptura uretra pars membranasea, sedangkan
trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan ruptura
uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-
hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route atau salah jalan; demikian
pula tindakan operasi transuretra dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenik.
Klasifikasi :
1. Trauma uretra posterior, yang terletak proksimal diafragma urogenital.
2. Trauma uretra anterior, yang terletak distal diafragma urogenital.
Derajat cedera urtera dibagi dalam 3 jenis :
1) Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Pada
fotouretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak
memanjang.
2) Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan
diafragmaurogenital masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi
kontras yang masihterbatas di atas diafragma urogenitalis.
3) Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut
rusak.Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga dibawah
diafragmaurogenital dampai ke perineum.

Manifestasi Klinis
Gejala umum
Perdarahan dari uretra
Hematom perineal: mungkin hanya disebabkan trauma bulbus kavernosus
Retensi urin : jika terjadi memar mukosa uretra penderita masih dapat kencing
meskipun nyeri. Jika terjadi rupture akan terjadi spasme muskulus sphincter
uretrae ekternum yang timbul retensi urin.
Bila buli-buli terlalu penuh , terjadi ekstravasasi sehingga timbul nyeri hebat
dan keadaan umu penderita memburuk
Gejala rupture uretrae posterior
Pada rupture uretra posterior terdapat tanda tulang pelvis. Pada daerah
suprapuik dan abdomen bagian bawah. Dijumpai jejas, hematom, dan nyeri
tekan. Bila disertai rupture kandung kemih, bisa ditemukan tanda rangsang
peritoneum.
Pasien mengeluh tidak bisa kencing dan sakit daerah perut bawah
Darah menets dari uretra siertai patah tulang pelvis
Tanda-tanda fraktur pelvis dan nyeri suprapubik dapat dijumpai pada
pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan colok dubur, didapatkan prostat mengapung (floating
prostat) pada rupture total dari uretra pars membranacea oleh Karena
putusnya ligament puboprostatika.
Gejala rupture uretra anterior
Pada ruptur uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis
dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda
klasik cedera uretra. Bila terjadi rupture uretra total, penderita mengeluh tidak
bisa buang air kecil sejak trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah
suprapubik. Pada perabaan ditemukan vesika urinaria.
Adanya darah yang menetes dari uretra yang merupakan gejala penting
Nyeri daerah perineum dan kadang-kadang ada hematom perineal
Retensio urin dapat terjadi , dapat diatasi dengan sistomi suprapubik.
Pemasangan kateter uretra adalah kontra indikasi.

Patofisiologi
Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang panggul karena
jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ; rupture uretra
posterior dan anterior.
Ruptur uretran posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis. Akibat fraktur
tulang pelvis terjadi robekan pars membranaseae karena prostat dan uretra prostatika
tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur. Sedangkan uretra membranaseae terikat
di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit.
Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum
robek, sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke cranial.
Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk atau
terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang keras seperti batu, kayu atau
palang sepeda dengan tulang simpisis. Cedera uretra anterior selain oleh cedera
kangkang juga dapat di sebabkan oleh instrumentasi urologic seperti pemasangan
kateter, businasi dan bedah endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio dan laserasi
uretra karena straddle injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi
ekstravasasi urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding
abdomen yang bila tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau sepsis.

Diagnosis
a) Pemeriksaan Pembantu
1. Rectal Toucher
Bila rupture terjadi di pars membranacea, maka prostat tidak akan teraba,
sbeliknya akan teraba berupa massa lunak dan kenyal
2. Uretrogram
Pemeriksaan uretrogram dilakukan untuk menentukan lokasi rupture
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Anemia
2. Pemeriksaan urin, terkadang tidak bisa diperiksa bila ada retensi
c) Pemeriksaan Radiologi
1. Fraktur pelvis
2. Uretrogram retrograde, akan menunjukkan ekstravasasi bile terdapat
laserasi uretra, sedangkan pada kontusio uretra tidak tampak adanya
ekstravasasi. Bila tidak ada ekstravasasi maka kateter uretra boleh
dipasang.

Penatalaksanaan
Bila rupture uretra posterior tidak disertai cedera organ intra abdomen atau organ
lain cukup dilakukan sitostomi. Repasari suretra dilakukan 2-3 hari kemudian
dengan melakukan anastomose ujung ke ujung dan pemasangan kateter silicone
selama 3 minggu. Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan
reparasi maka dipasang kateter secara langsir (rail roading). Pada rupture uretra
anterior langsung dilakukan pemulihan uretra dengan anastomosis ujung ke ujung
melalui sayatan perineal. Dipasang kateter silicon selama 3 minggu. Bila rupture
parsial, dilakukan sitostomi dan pemasangan kateter Foley di uretra selama 7-10
hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cidera. Kateter sistosomi baru dicabut
bila saat kateter sistosomi dikelm ternyata penderita bisa buang air kecil.

Jika dapat kencing dengan mudah, lakukan observasi saja.
Jika sulit kencing atau terlihat ekstravasasi pada uretrogram usahakan
memasukkankateter foley sampai buli-buli. Jika gagal lakukan pembedahan
sistostomi untuk manajemen aliran urin.
Bila rupture uretra posterior tidak disertai cedera organ intrabdomen, cukup
dilakukansistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan
melakukan anastomosisujung ke ujung dan pemasangan kateter silicon selama 3
minggu. Bila disertai cederaorgan lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi2-
3 hari kemudian, sebaiknyadipasang kateter secara langsir.
Pada rupture uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra
dengananastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal. Dipasang kateter
silicon selama 3minggu. Bila rupture parsial dilakukan sistostomi dan pemasangan
kateter foley di uretraselama 7-10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang
cedera. Kateter sistostomi baru dicabut bila saat kateter sistostomi diklem ternyata
penderita bias buang air kecil.
Pasca bedah :
Buli-buli dibilas dengan larutan antiseptic (KMnO4 encer) setiap hari. Berikan
antibiotil dosis tinggi (PP 1,5juta U/hari)
Setelah keadaan umum nya membaik, dapat dipikirkan operasi untuk
menyambung kembali uretra
Setiap penderita dengan trauma uretra harus di follow up di awasi) secara teratur
selama sekurang-kurangnya 3-4 tahun untuk diagnose dini striktur uretra. Hal ini
dapat dilakukan dengan ulangan pemeriksaan untuk tahun pertama tiap bulan ke
1, 3, 6, 9 dan 12, sedangkan untuk selanjutnya setiap 6 bulan.



Memahami dan Menjelaskan Gangguan Kesadaran

Definisi
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls aferen dan eferen. Semuan impuls aferen dapat disebut input
dan semua impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. Kesadaran
yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kompos mentis, dimana aksi dan reaksi
terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap,dialami dan perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu
tepat dan sesuai. Kesadaran yang terganggu adalah dimana tidka terdapat aksi dan
reaksi, walaupun dirangsang secara kasar. Keadaan ini disebut koma.

Etiologi
Trauma
Trauma dapat menyebabkan gangguan kesadaran lewat beberapa mekanisme,
yaitu pendarahan subdural, pendarahan epidural serta kontusio. Pendarahan subdural
paling sering disebabkan trauma dan harus dicurigai pada setiap kasus gangguan
kesadaran setelah trauma kepala. Diagnosis pasti dengan CT-Scan (gambaran bulat
sabit) dan terapi dengan evakuasi surgikal. Pendarahan subdural, terutama bila terjadi
bilateral, disebabkan trauma non-kecelakaan, misalnya shaken baby syndrome atau
kekerasan pada anak. Gejala pada infant biasa tidak spesifik, sedang anak biasa datang
dengan sakit kepala hebat, meningismus, fotofobia dan tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial. Pasien juga bisa mengalami demam tidak tinggi, leukositosis dan
pendarahan retina subhyaloid. CSF mengandung darah dan glukosa rendah. CSF
xantokromia menunjukkan pendarahan sudah terjadi lebih dari 10 jam.

Hematoma epidural karena robeknya arteri meningea media juga paling sering
disebabkan oleh trauma. Setelah trauma sering terjadi interval lusid di mana tidak ada
gejala klinis yang muncul, diikuti sakit kepala, muntah, kejang dan defisit neurologis
fokal. Diagnosis dengan CT-Scan yang menunjukkan gambaran bayangan bikonveks
yang menekan hemisfer serebri. Terapi dengan evakuasi surgikal. Kontusio
menyebabkan defisit neurologis lewat edema korteks.

Infeksi
Anak dengan gangguan status mental, demam, muntah dan/atau kekakuan leher
harus dicurigai mengalami infeksi SSP. Pada neonatus kecurigaan harus lebih
ditingkatkan karena tidak khasnya gejala pada neonatus. Jika ada kecurigaan infeksi
SSP, harus dilakukan pungsi lumbal. Pungsi sebaiknya dilakukan sebelum terapi, namun
pungsi tidak boleh menunda pemberian terapi. Tekanan awal harus diukur dengan
pasien berbaring posisi lateral dekubitus dan kaki ekstensi. CSF harus diperiksa sitologi,
kadar glukosa, protein dan kultur. Kultur darah juga perlu dilakukan, mengingat
sebagian besar meningitis bakteri memberikan hasil positif. Sebelum hasil kultur
keluar, dapat langsung diberikan terapi empirik. Untuk anak berusia di bawah 3 bulan
diberikan ampicillin dan cefotaxime/gentamicin, sedang di atas 3 ulang
ceftriaxone/cefotaxime dan acyclovir.

Vaskular/Stroke
Anak juga bisa mengalami stroke hemoragik dan iskemik. Yang berbeda adalah
faktor resiko terjadinya stroke. Penyebab tersering stroke iskemik anak adalah
penyakit jantung kongenital dan penyakit jantung didapat (penyakit jantung rematik,
atrial myxoma, endocarditis). Penyebab lain misalnya gangguan darah (koagulopati,
sickle cell disease), penyakit vaskular, vaskulopati, diseksi aorta dan trauma. Namun
ada 25% anak dengan stroke iskemik tidak memiliki penyebab yang jelas.
Untuk stroke hemoragik, penyebab terseringnya adalah rupturnya malformasi
arterivena atau aneurisma. Pasien datang dengan tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial seperti pusing dan muntah. Ini berbeda dengan pasien stroke iskemik yang
biasanya datang dengan defisit neurologis fokal. Jika darah terdapat di ruang
subaraknoid, biasanya setelah beberapa jam juga terdapat meningismus dan fotofobia.

Tumor
Tumor SSP adalah tumor solid tersering pada anak. Pada anak di bawah 1 tahun,
kebanyakan tumor terletak supratentorial, sedang pada anak yang lebih tua tumornya
terletak infratentorial. Tumor otak menyebabkan gejala lewat kenaikan tekanan
intrakranial atau lewat efek lokal massa pada struktur sekitarnya. Gejala bisa terjadi
dalam hitungan bulan, atau akut jika terjadi masalah pendarahan. Tidak seperti pada
orang dewasa, pada anak sangat jarang didapati tumor dari metastasis. Kortikosteroid
sangat berguna dalam mengurangi edema otak vasogenik terkait tumor dan
memperbaiki defisit neurologisnya. Terapi lain adalah eksisi, radioterapi dan
kemoterapi, tergantung lokasi dan perjalanan lesi.

Kenaikan Tekanan Intrakranial/Hidrosefalus
Kenaikan TIK harus dicurigai pada anak dengan perubahan status mental dan
sakit kepala yang memberat dengan bersin, batuk, membungkuk atau berbaring.
Tanda lain misalnya perubahan kepribadian, muntah, diplopia dan gangguan melirik ke
atas (sunset sign). Diplopia terjadi karena regangan N.VI. Gangguan melirik ke atas
disebabkan tekanan pada regio pretektal midbrain. Lingkar kepala serta ubun-ubun
harus diperiksa untuk mencari tanda kenaikan TIK.
Pasien hidrosefalus dengan shunt yang mengalami kenaikan TIK bisa saja
mengalami kegagalan shunt. Pasien ini harus menjalani CT-Scan. Jika terdapat massa
dengan efek SOL, edema serebri unilateral atau hidrosefalus obstruktif, dibutuhkan
tindakan oleh bedah saraf. Terapi pada kondisi lain bisa berupa elevasi kepala,
mengurangi prosedur invasif, penggunaan zat hiperosmolar dan hiperventilasi.

Metabolik
Ada banyak sekali gangguan metabolik yang bisa menyebabkan gangguan
kesadaran: hipo/hipernatremia, hipo/hiperkalsemia, hipo/hiperglikemia, uremia, gagal
hati, dll. Oleh karena itu, setiap pasien dengan gangguan kesadaran harus diperiksa
serum elektrolit, glukosa serta fungsi hati dan ginjal. Hipoglikemia merupakan kondisi
yang harus dengan cepat ditangani. Tubuh bisa mengkompensasi hipoglikemia selama
60-90 menit, namun setelah munculnya kelemasan (flaccidity) dan hiporefleks, glukosa
harus diberikan dalam 15 menit. Pada hipoglikemia, pemberian glukosa biasanya akan
segera memperbaiki tampilan klinis (hitungan detik untuk pemberian per IV dan 15-30
menit untuk per NGT). Infant atau anak dengan gangguan perkembangan, letargi,
gangguan makan, muntah, kuning, apnea, hipo/hipertonia, ataksa, gangguan
perkembangan, kejang dan gangguan kesadaran perlu dicurigai inborn error of
metabolism dan dievaluasi AGD, serum laktat, piruvat, amonia dan urinalisis.

Ingesti/Intoksikasi Substansi
Ingesti substansi toksik sering datang dengan gangguan kesadaran. Tanyakan
riwayat pengobatan anak, serta obat-obatan yang ada di rumah mengingat adanya
kemungkinan ingesti disengaja atau tidak. Pada pemeriksaan fisik juga harus dicari
tanda-tanda yang mengarahkan dugaan ke zat tertentu. Tanda-tandanya bisa dilihat
pada tabel di bawah ini. Namun apapun dugaan zatnya, sangat penting untuk
mengambil sample urin untuk menyingkirkan dugaan intoksikasi zat multiple



Inflammatory
Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) adalah penyakit demyelinisasi yang
biasanya terjadi setelah infeksi atau imunisasi. Biasa terjadi paska rubeola, rubella,
varicella, herpes zoster, gondongan, ISPA atas dan M. pneumonia. Pasien datang
dengan kesadaran menurun, kejang dan defisit neurologis fokal. MRI menunjukkan
adanya banyak plak demyelinisasi, dan bisa sampai meliputi substansi grisea.

Hyperthermia
Pada temperatur 42-43oC, tubuh tidak mampu mencukupi kebutuhan metabolik
neuron SSP sehingga terjadi gangguan kesadaran. Penyebab hipertermia tersering
adalah kenaikan temperatur lingkungan, biasa disebut heat stroke. Penyebab lain
adalah status epileptikus, rekasi idiosinkrasi terhadap anestesi inhalasi, obat
antikolinergik dan kerusakan hipotalamus. Pemeriksaan fisik menunjukkan pupil yang
masih reaktif dan kenaikan tonus otot menyeluruh. Terapi dengan mendinginkan
tubuh pasien dengan spons sampai 39oC dengan air dingin atau dengan evaporasi.

Patofisiologi
Mekanisme gangguan kesadaran
Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan
langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena
proses tersebut, maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya.
Proses inimenjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro-kaudal
sepanjang batang otak.Gejala-gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses
tersebut yang dimulaidengan gejala-gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi.
Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma
mesefalon bahkan sindroma ponto-meduler dan deserebrasi. karena kenaikan tekanan
intrakranial dapat terjadi herniasi giruscinguli di kolong falks serebri, herniasi
transtentoril dan herniasi unkus lobus temporalismelalui insisura tentorii.

Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik
oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.

Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir
selalusimetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu
susunan anatomic tertentu pada susunan saraf pusat. Penyebab gangguan kesadaran
padagolongan ini terutama akibat kekurangan O2, kekurangan glukosa, gangguan
sirkulasidarah serta pengaruh berbagai macam toksin.

Kekurangan O
2Otak yang normal memerlukan 3.3 cc O2/100 gr otak/menit yang disebut
Cerebral Metabolic Rate for Oxygen(CMR O2). CMR O2 ini pada berbagai kondisi
normal tidak banyak berubah. Hanya pada kejang
kejang CMR O2 meningkat dan jika timbulgangguan fungsi otak, CMR O2 menurun.
Pada CMR O2 kurang dari 2.5 cc/100 gramotak/menit akan mulai terjadi gangguan
mental dan umumnya bila kurang dari 2 ccO2/100 gram otak/menit terjadi koma.

Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5
mgr glukosa/menit. Menurut Hinwich padahipoglikemi, gangguan pertama terjadi pad
aserebrum dankemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal.
Padahipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.

Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan O2 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang
peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, O2 dan glukosa darah juga akan
berkurang.

Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik
dalamtubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi.

Penilaian kesadaranDerajat kesadaran
Kompos mentis :
Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksisepenuhnya dan adekuat
terhadap rangsang visuil, auditorik dan sensorik.
Apati :
sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.
Delirium :
kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik sepertidesorientasi,
iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi danhalusinasi.
Somnolen :
penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi secara motorik atau
verbalyang layak tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsanga
ndihentikan.
Sopor (stupor) :
penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsangnyeri yang
hebat dan berulangulang.
Koma :
tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeriyang bagaimanapun hebatnya.


Penentuan tingkat kesadaran
Batas antara berbagai derajat kesadaran tidak jelas. Untuk menentukan derajat ganggu
ankesadaran dapat digunakan:
A. Glasgow Coma Scale= CGS, yang pertama kali diperkenalkan oleh Teasdale & Jennet
dalam tahun 1974 dan banyak digunakan dalam klinik.
B. Glasgow Pitsburgh Coma Scale = GPCS (modifikasi CGS)Pada GSC tingkat kesadaran
dinilai menurut 3 aspek :
1. kemampuan membuka mata : EYE opening = E
2. aktifitas motorik : MOTOR response = M
3. kemampuan bicara : VERBAL response = V

Kemampuan membuka mata
a) Dapat membuka mata sendiri secara spontan : 4
b) Dapat membuka mata atas perintah : 3
c) Dapat membuka mata atas rangsang nyeri : 2
d) Tak dapat membuka mata dengan rangsang nyeri apapun : 1

Aktifitas motorik
Dinilai anggota gerak yang memberikan reaksi paling baik dan tidak dinilai pada
anggota gerak dengan fraktur / kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan
karena gerakannyalebih bervariasi daripada tungkai.
a) Mengikuti perintah : 6
b) Adanya gerakan untuk menyingkirkan rangsangan yang diberikan pada
beberapa tempat : 5
c) Gerakan fleksi cepat disertai dengan abduksi bahu : 4
d) Fleksi lengan disertai aduksi bahu : 3
e) Ekstensi lengan disertai aduksi : 2
f) Tidak ada gerakan : 1

Kemampuan bicara
Menunjukkan fungsi otak dengan integritas yang paling tinggi.
a) Orientasi yang baik mengenai tempat, orang dan waktu : 5
b) Dapat diajak bicara tetapi jawaban kacau : 4
c) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti : 3
d) Tidak mengeluarkan kata, hanya bunyi : 2
Tidak keluar suara

Memahami dan Menjelaskan Trauma Mata (Hifema)

Definisi
Trauma tumpul pada mata adalah trauma yg dapat diakibatkan oleh benda yang
keras atau benda yang tidak keras, dimana benda terebut dapat mengenai mata
dengan keras (kencaang) ataupun lambat.
Hifema adalah darah yang ada di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata depan,
yaitu darahdiantara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aquos
yang jernih. Walaupun darah yangterdapat dibilik mata depan sedikit tetap dapat
menurunkan penglihatan.

Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu dll.Selain itu hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi
mata. Keadaan lain yangdapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah
adanya tumor mata seperti retinoblastoma dan kelainan pembuluh darah.
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi :
Hifema traumatic, merupakan perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan siliar akibat trauma pada
segmen anterior bolamata.
Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan siliar, sehingga
pembuluh darah pecah.
Hifema akibat kelainan sel darah merah atau pembuluh darah.
Hifema akibat neoplasma.
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi 2 :
Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke-2
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan
klinisnya :
Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA.
Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA.
Grade III : darah mengisi hampir total COA.
Grade IV : darah memenuhi seluruh COA

Gambaran Hifema berdasarkan Grade:
Grade 1:

Grade 2:

Grade 3:


Grade 4 :

Grade


Manifestasi Klinis
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat tumpukan darah yang terlihat
dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruangan bilik mata depan. Selain itu dapatterjadi peningkatan tekanan
intraocular, merupakan keadaan yang harus diwaspadai karena dapatmenyebabkan
glaucoma sekunder.
Tanda dan Gejala Hifema:
-Mata Merah
-Rasa sakit
-mual dan muntah karena kenaikan tekanan intracranial okuler (TIO)
-penglihatan kabur
-penurunan visus
-infeksi conjungtiva
-pada anak-anak sering terjadi somnolen

Patofisiologi
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus,
dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.
Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain
arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-
vena badan siliar.
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin
juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh
darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada
patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori
permukaan dalam kornea. Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan
teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan
intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme
pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat
meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya
berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan
darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh
aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah
yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama
dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju
jalinan trabekular dan aliran uveaskleral. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah
trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula
banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma.
Perdarahannya biasanya lebihhebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang
dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini
terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh
darah takmendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali

Diagnosis dan pemeriksaan penunjang
penderita hifema perlu untuk dilakukan Anamnesis, pemeriksaan dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
meliputi adanya riwayat trauma, kapan terjadinya trauma. Perlu ditanyakan
adanya penyakit lain yang menyertai seperti kelainan pembekuan darah seperti
sel sabit, penyakit hati, dan pemakaian aspirin atau obat tertentu.
Pemeriksaan
menggunakan slit lamp digunakan untuk menilai jumlah akumulasi darah,
memastikan tidak ada darah yang mengeras, dan penyerapan darah tetap
lancar.
Pemeriksaan Laboratorium: untuk mengetahui keadaan sel darah sabit
Pemeriksaan Radiologi: tidak terlalu diperlukan tetapi dapat menilai adanya
tulang orbita yang patah atau retak

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ketajaman penglihatan : menggunakan kartu mata snellen. Visus
dapatmenurun akibat kerusakan kornea, aquos humor, iris dan retina.
Lapangan pandang : penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler
okuler atauglaucoma.
Pengukuran tonometri : untuk mengetahui tekanan intra okuler.
Slit lamp biomicroscopy : untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact,aqueous flare dan sinekia posterior.
Pemeriksaan oftalmoskopi : untuk mengetahui struktur internal okuler.

Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan
demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema
traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik
hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara
konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o (posisi semi fowler).
Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta
memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari
banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang
harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi
perdarahansekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari
mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan,
terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan
kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat
di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu
untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atasdigunakan
obat-obatan seperti :
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :Anaroxil,
Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan
terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal
sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat
diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri
dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan
sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5
hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan
transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea.
Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intraokular.
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan
dan kerugian sendiri -sendiri. Miotika memang akan mempercepat
absorbsi,tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan
perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi
iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian
midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua
kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah
satu obat saja.

Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,
manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,walaupun
ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan
kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama24 jam.
Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,
lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea. Bila
tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan
dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya
masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis
dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.

Perawatan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaucoma sekunder,
tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 35 hari. Untuk mencegah
atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50
mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari.
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-
rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila
hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari.
Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan
indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari
(untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika
Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol
dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat
insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.
Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata
depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan
dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak
perlu dijahit. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika
darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9

2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200

Komplikasi
1.perdarahan sekunder
2.glaukoma sekunder
3.hemosidoresis kornea
4.sinekia posterior
5.atropi optic
6.uveitis
Pencegahan
Hifema dapat terjadi bila terdapat trauma pada mata. Gunakan kacamata
pelindung saat bekerja di tempat terbuka atau saat berolahraga.

Prognosis
75% pasien dengan hifema memiliki ketajaman mata akhir 6/12
Prognosis dari hifema traumatic sangat tergantung pada tingginya hifema,
ada atau tidaknya komplikasi dari perdarahan atau traumanya, cara
perawatan dan keadaan dari penderintanya sendiri. Hifema yang penuh
mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada hifema sebagian dengan
kemungkinan timbulnya glaucoma dan hemosiderosis.
Memahami dan Menjelaskan kasus kegawatdaruratan mata
Trauma tumpul pada mata
DEFINISI
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang
keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan
bola mata atau daerahsekitarnya.Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas
sehari-hari ataupun karena olah raga.Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan
trauma tumpul berupa bola tenis, bolasepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain
sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat counter coupe, yaitu terjadinya tekanan
akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika
tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampaidengan makula.
ETIOLOGI
Penyebab dari trauma ini adalah :
1) 1.Benda tumpul
2) 2.Benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara

PATOFISIOLOGI
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada
pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan
dalam bilik matadepan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu
trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidralis yang dapat
menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga
pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma
diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior
sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bolamata ke lateral
sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti,
oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap
sehingga akan menjadi jernih kembali
KLASIFIKASI
Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari
luarterhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata
2.Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada
jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.
Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringanberupa
kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder,
kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata,dari
palpebra sampai dengan saraf optikus.
GAMBARAN KLINIS
Tanda dan Gejala
Mata merah
Rasa sakit
Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
Penglihatan kabur
Penurunan visus
Infeksi konjunctiva
Pada anak -anak sering terjadi somnolen
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatansementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina)atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
Diagnosis
Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai
prosedur diagnostik, antara lain:
a. Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu
akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina.
b. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi
vaskuler okuler, glukoma.
c. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-
25 mmHg.
d. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO
normal atau meningkat ringan.
e. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-
ray): mengkaji struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan
kornea.
f. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia
sistemik/infeksi.
g. Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes


Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma
1. Orbita
Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan
menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila
yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan mengenai
dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita menerima suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan
dapat menyebabkan fraktur dinding inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps bola
mata beserta jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin terdapat
cedera intraokular terkait, yaitu hifema, penyempitan sudut, dan ablasi retina. Enoftalmos dapat
segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah edema menghilang dan terbentuk
sikatrik dan atrofi jaringan lemak.6
Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otot-otot
ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus. Diplopia dapat disebabkan kerusakan
neuromuskular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior
orbita dan jaringan di sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh
forseps menjadi terbatas.6
2. Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat
berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra.11
3. Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan
edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang
dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila
terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya
fraktur orbita atau ruptur sklera.
4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang
dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat terutama
ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera
sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.
5. Koroid dan korpus vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang
dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat menyebabkan
edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat
perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya
terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga
dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.

6. Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial
dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin
dengan batas tegas berdiameter 2 3 mm.
Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice. Membrana descement
bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang
berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke dalam stroma
kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea
akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi.
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya
segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara
terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi.9
7. Iris dan Korpus Siliaris
Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila
trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi
sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap
bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan
harus dibantu dengan kacamata.
Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi yang segera
diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadang-kadang hebat sehingga
timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-
deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat
menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema.
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif
akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli anterior. Tetapi dapat juga
terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam
kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Tanda dan gejala hifema, antara lain:
Pandangan mata kabur
Penglihatan sangat menurun
Kadang kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
Pasien mengeluh sakit atau nyeri
Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme
Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebral
Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen
Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan
Pupil tetap dilatasi (midriasis)
Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.
Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea
Kenaikan TIO (glukoma sekunder )
Sukar melihat dekat
Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil
Anisokor pupil
Penglihatan ganda (iridodialisis)
Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudah bersih.
Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadi pada hari ke-3 dan ke-5,
karena viskositas darahnya lebih kental dan volumenya lebih banyak. Hifema sekunder
disebabkan lisis dan retraksi bekuan darah yang menempel pada bagian yang robek dan
biasanya akan menimbulkan perdarahan yang lebih banyak.
8. Lensa
Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi
lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior karena
pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan
punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa.
Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi
akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu penglihatan.
Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif
menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif
lensa.
Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu
visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat mengakibatkan
reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang
interretina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan
glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya
lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus
menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO.
9. Retina
Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli. Bila hebat
dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi pada tempat kontusio,
tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling diskus dan makula. Dapat pula terjadi
nekrosis dan perdarahan retina yang pada proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan
sikatrik.
Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-abuan dengan
bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri retina sentralis. Edema dapat
berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila edema tidak hebat, hanya akan
meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti
oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina,
subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya menyebabkan
retinopati proliferatif.
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata
yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun
dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata
sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda,
disertai dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi akibat:
o Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur
o Perdarahan koroid dan eksudasi
o Robekan retina dan koroid
o Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.
o Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.

10. Nervus Optikus
Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik
berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan
kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan
ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat.
Penatalaksanaan Trauma Tumpul Bola Mata
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur
bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi
umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena
kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik
dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata.
Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi
makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat
menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan
bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya
kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan
pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke
mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-
konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah
untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan sekunder
dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan
perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa
jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan
nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat
penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk
menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan
terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa
lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di
sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot
rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula,
robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi
merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus
tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata
diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak
darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin. Penanganan hifema, yaitu :
1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.
4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).
5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.
6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang
7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada
tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau
bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.
9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:
o Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila
terjadi penjepitan
o Enoftalmos 2 mm atau lebih
o Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan
menyebabkan enoftalmos.
Penundaan pembedahan selama 1 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat
menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan kemungkinan
keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik. Perbaikan secara
bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva. Periorbita diinsisi dan
diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan dasar. Jaringan yang
mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.

Вам также может понравиться

  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Tugas Anestesii
    Tugas Anestesii
    Документ34 страницы
    Tugas Anestesii
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ1 страница
    Kata Pengantar
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Osteomielitis
    Osteomielitis
    Документ23 страницы
    Osteomielitis
    Santi Sidabalok
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Referat Gagal Ginjal Kronik
    Referat Gagal Ginjal Kronik
    Документ15 страниц
    Referat Gagal Ginjal Kronik
    heraaaa
    100% (1)
  • BAB I Referat
    BAB I Referat
    Документ4 страницы
    BAB I Referat
    Nia Anestya
    Оценок пока нет
  • Pemantauan Peningkatan Tekanan Intrakranial Dan Tatalaksananya
    Pemantauan Peningkatan Tekanan Intrakranial Dan Tatalaksananya
    Документ20 страниц
    Pemantauan Peningkatan Tekanan Intrakranial Dan Tatalaksananya
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Tugas Obgyn HAWA
    Tugas Obgyn HAWA
    Документ21 страница
    Tugas Obgyn HAWA
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Документ1 страница
    Cover Referat
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Endoftalmitis Bab II
    Endoftalmitis Bab II
    Документ9 страниц
    Endoftalmitis Bab II
    Nia Anestya
    Оценок пока нет
  • BAB III Referat
    BAB III Referat
    Документ1 страница
    BAB III Referat
    Nia Anestya
    Оценок пока нет
  • BAB I Referat
    BAB I Referat
    Документ4 страницы
    BAB I Referat
    Nia Anestya
    Оценок пока нет
  • Cover Tgs Ujian Radiologi
    Cover Tgs Ujian Radiologi
    Документ1 страница
    Cover Tgs Ujian Radiologi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Lemak Dibagian Tubuh
    Lemak Dibagian Tubuh
    Документ3 страницы
    Lemak Dibagian Tubuh
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Cover Tgs Ujian Radiologi
    Cover Tgs Ujian Radiologi
    Документ1 страница
    Cover Tgs Ujian Radiologi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • COVER Tugas Radiologi Zee
    COVER Tugas Radiologi Zee
    Документ1 страница
    COVER Tugas Radiologi Zee
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Cover Jurnal Santi
    Cover Jurnal Santi
    Документ1 страница
    Cover Jurnal Santi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • OMA-BAB1
    OMA-BAB1
    Документ16 страниц
    OMA-BAB1
    Feby Oktaviani
    100% (2)
  • Cover Case Anakk
    Cover Case Anakk
    Документ1 страница
    Cover Case Anakk
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • COVER Tugas Radiologi Zee
    COVER Tugas Radiologi Zee
    Документ1 страница
    COVER Tugas Radiologi Zee
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Radiologi Osteomielitis
    Radiologi Osteomielitis
    Документ22 страницы
    Radiologi Osteomielitis
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • SPONDYLOLISTHESIS
    SPONDYLOLISTHESIS
    Документ40 страниц
    SPONDYLOLISTHESIS
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Referat Osteogenis Imperfecta
    Referat Osteogenis Imperfecta
    Документ19 страниц
    Referat Osteogenis Imperfecta
    Nawang Fea Aurora
    Оценок пока нет
  • Osteogenesis Imperfecta
    Osteogenesis Imperfecta
    Документ43 страницы
    Osteogenesis Imperfecta
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Tugas Radiologi
    Tugas Radiologi
    Документ30 страниц
    Tugas Radiologi
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет
  • Radiologi Osteomielitis
    Radiologi Osteomielitis
    Документ22 страницы
    Radiologi Osteomielitis
    Shanti Intansari
    Оценок пока нет