Вы находитесь на странице: 1из 32

THORAKOSENTESIS JARUM DAN

DRAINASE DADA
HARI KRISMANUEL
FISIOLOGI RONGGA THORAKS
RONGGA THORAKS SEPERTI POMPA TIUP HISAP
GERAKAN INSPIRASI (TARIK NAPAS) BEKERJA AKTIF KARENA
KONTRAKSI OTOT-OTOT INTERKOSTALES, MENYEBABKAN
RONGGA THORAKS MENGEMBANG DAN BERTAMBAHNYA
TEKANAN NEGATIF SEHINGGA UDARA MENGALIR MELALUI
JALAN NAPAS ATAS KE DALAM PARU-PARU.
GERAKAN EKSPIRASI (MENGELUARKAN NAPAS) BEKERJA PASIF
KARENA ELASTISITAS (DAYA LENTUR) JARINGAN PARU-PARU
DITAMBAH RELAKSASI OTOT-OTOT INTERKOSTALES, MENEKAN
RONGGA THORAKS SEHINGGA MENGECILKAN VOLUME DAN
MENGAKIBATKAN UDARA KELUAR DARI PARU-PARU MELALUI
JALAN NAPAS
TUGAS DAN FUNGSI PERNAPASAN
1. VENTILASI : MEMASUKKAN/MENGELUARKAN UDARA
MELALUI JALAN NAPAS KE DALAM/KE LUAR
PARU-PARU DENGAN CARA INSPIRASI DAN
EKSPIRASI
2. DISTRIBUSI : MENYEBARKAN / MENGALIRKAN UDARA
TERSEBUT MERATA KE SELURUH SISTEM JALAN
NAPAS SAMPAI PADA ALVEOLI
3. DIFUSI : PERTUKARAN OKSIGEN DAN KARBON
DIOKSIDA MELALUI MEMBRAN SEMI
PERMEABEL PADA DINDING AVEOLI
(PERTUKARAN GAS)
4. PERFUSI : DARAH VENOUS CUKUP TERSEDIA UNTUK
DIGANTIKAN ISINYA DENGAN MUATAN
OKSIGEN KEMUDIAN DARAH ARTERIAL DI
KAPILER-KAPILER MERATAKAN PEMBAGIAN
MUATAN OKSIGEN DAN YANG CUKUP UNTUK
MENGHIDUPI JARINGAN


TRAUMA THORAKS DAPAT MENYEBABKAN KEGAGALAN ATAU
HAMBATAN DARI RANTAI MEKANISME TERSEBUT YANG
MENGAKIBATKAN BERKURANG-NYA OKSIGENASI JARINGAN
TUBUH

TES FUNGSI PARU, DI ANTARANYA:
- FLUOROSKOPI
- VOLUME TIDAL
- MAXIMAL BREATHING CAPACITY
- DIFFERENTIAL BRONCHIAL SIPROMETRY
TES FUNGSI PARUPARU
FLUOROSKOPI :
MENENTUKAN MOBILITAS DINDING THORAKS / PARU-PARU,
TERUTAMA
PERGERAKAN DIAFRAGMA DALAM RESPIARASI MAKSIMAL
PEMERIKSAAN DAPAT DILAKUKAN DARI ANTEROPOSTERIOR
DAN LATERAL
MEMBANTU UNTUK :
1. MENETAPKAN EFISIENSI RESPIRASI
2. KEMAMPUAN DARI PARU-PARU DALAM PERTUKARAN GAS
3. ELASTISITAS DAN MOBILITAS DINDING THORAKS,
DIAFRAGMA DAN PARU-PARU, MISAL PADA EMFISEMA
PULMONUM
TES FUNGSI PARUPARU
SPIROMETRI :
TES UNTUK VENTILASI DAN PERTUKARAN GAS
HARGA NORMAL BERVARIASI TERGANTUNG DARI UMUR,
JENIS KELAMIN, DSB
HASIL PEMERIKSAAN TIDAK MUTLAK, TETAPI HARUS DITINJAU
SECARA KESELURUHAN (KEADAAN UMUM PENDERITA)
THORAKOSENTESIS JARUM
INDIKASI THORAKOSENTESIS JARUM :
TINDAKAN PENYELAMATAN UNTUK TENSION
PNEUMOTHORAKS
BILA DILAKUKAN PADA PENDERITA BUKAN TENSION
PNEUMOTHORAKS, DAPAT TERJADI PNEUMOTHORAKS DAN/
KERUSAKAN PARENKIM PARU.
PADA TENSION PNEUMOTHORAKS TERJADI KATUP 1 ARAH,
KEBOCORAN UDARA DARI PARU-PARU ATAU DINDING DADA
MASUK KE DALAM RONGGA PLEURA DAN TIDAK DAPAT
KELUAR LAGI. AKIBATNYA TEKANAN INTRA PLEURAL TERUS
MENINGKAT, PARU-PARU KOLAPS, MEDIASTINUM
TERDORONG KE SISI BERLAWANAN DAN MENGHAMBAT
PENGEMBALIAN DARAH VENA KE JANTUNG SERTA MENEKAN
PARU-PARU KONTRALATERAL.
PENYEBAB TERSERING TENSION PNEUMOTHORAKS :
PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR) DENGAN
VENTILASI TEKANAN POSITIF PADA PENDERITA DENGAN
KERUSAKAN PLEURA VISERALIS.
PENYEBAB LAIN : KOMPLIKASI DARI PNEUMOTHORAKS
SEDERHANA, SETELAH SALAH ARAH PEMASANGAN KATETER
SUBKLAVIA TAU VENA JUGULARIS INTERNA, SALAH CARA
MENUTUP LUKA ATAU DEFEK DINDING DADA.
DIAGNOSA TENSION PNEUMOTHORAKS DITEGAKKAN
BERDASARKAN GEJALA KLINIS, TERAPI TIDAK BOLEH
TERLAMBAT KARENA MENUNGGU KONFIRMASI RADIOLOGIS.

THORAKOSENTESIS JARUM
GEJALA DAN TANDA TENSION PNEUMOTHORAKS :
Nyeri dada
Sesak
Penderita disress pernapasan dengan RR > 28 x/ menit
Takikardia (Pulsasi > 100 x/ menit), Hipotensi (Tensi < 100 mm Hg)
Hemithoraks yang terkena cembung, gerakan napas tertinggal
Perkusi hipersonor
Hilangnya suara napas pada sisi yang terkena
Penurunan aliran udara inspirasi
Deviasi trakhea, distensi vena leher
Emfisema subkutis
Sianosis merupakan manifestasi lanjut
PERALATAN :
Jarum kateter 14 G (panjang 3 6 cm)
Three-way stopcock
Syringe 10 ml, kasa steril, larutan desinfektan
PROSEDUR :
Identifikasi thoraks penderita dan status respirasi
Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan
Identifikasi sela iga II, di linea midklavikula di sisi tension
pneumothoraks
Asepsis dan antisepsis dada
Anestesi lokal jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan
Penderita dalam keadaan posisi tegak jika fraktur servikal sudah
disingkirkan
Pertahankan Luer-Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter
(panjang 3-6 cm) kekulit secara langsung tepat di atas iga ke dalam
sela iga
Tusuk pleura parietalis
Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika
jarum memasuki pleura parietalis, menandakan tension
pneumothoraks telah diatasi
Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter
Tinggalkan kateter plastik di tempatnya dan ditutup dengan plaster
atau kain kecil
Siapkan chest (thoraks) tube jika perlu
Hubungkan chest tube dengan WSD atau katup tipe flutter dan cabut
kateter thorakosentesis.

THORAKOSENTESIS JARUM
KOMPLIKASI :
HEMATOM LOKAL
INFEKSI PLEURA, EMPIEMA
PNEUMOTHORAKS
HEMOTHORAKS
EMFISEMA
KEGAGALAN MENUSUK DINDING DADA DGN JARUM KATETER 14G
MENUSUK PEMBULUH DARAH BESAR ATAU JANTUNG
KEUNTUNGAN THORAKOSENTESIS JARUM :
CEPAT
BERGUNA UNTUK PENDERITA YANG TERJEBAK/TERPENCIL
KERUGIAN THORAKOSENTESIS JARUM : SERING TIDAK
ADEKUAT


INSERSI CHEST TUBE
INDIKASI :
Pneumothoraks (tertutup atau terbuka)
Tension pneumothoraks
Hemothoraks
Efusi pleura luas yang simtomatik
Empiema
Hidrothoraks
Khilothoraks
KONTRAINDIKASI :
Koagulopathy refrakter
Penderita tidak kooperatif
Hernia diafragmatika
Scar (jaringan parut) atau adhesi rongga pleura
INSERSI CHEST TUBE
SISTEM DRAINASE DAN KOLEKSI :
WSD TRADISIONAL :
1. Sistem 1 botol :
Botol berfungsi sebagai botol koleksi dan water seal
Mencegah udara masuk ke rongga pleura saat inspirasi. Permukaan
air dalam pipa tertarik ke atas selama inspirasi yang tingginya sama
dengan tekanan negatif intrathoraks dalam cm. Gerakan naik turun
permukaan air dalam pipa disebut undulasi atau respiratory tidal.
Ujung pipa masuk dalam permukaan air sedalam 2 3 cm.
Saat ekshalasi, udara dari rongga pleura masuk ke dalam botol
melewati water seal sehingga terjadi gelembung udara (air bubble).
Kerugian : semakin terisi cairan efusi semakin sulit mengevakuasi
udara.
2. Sistem 2 botol :
Botol pertama sebagai botol koleksi, botol kedua sebagai botol WSD.
Cairan terkumpul dalam botol pertama, udara dari botol pertama
masuk ke dalam botol kedua (botol WSD).
Botol kedua dapat dihubungkan dengan pompa hisap.
Kerugiannya : besar tekanan negatif yang dipakai selama aspirasi tidak
dapat dikontrol.
3. Sistem 3 botol :
Botol ketiga adalah botol pengontrol hisapan (suction). Ini untuk
menghindari resiko cedera parenkim paru karena penghispan yang
terlalu kuat, karena banyak RS memakai suction dinding daripada unit
suction pleura.
botol pengontrol hisapan mempunyai 3 kanul :
1. dari botol WSD
2. dari suction dinding
3. masuk ke dalam botol dengan ujungnya berada pada level
tertentu di bawah permukaan air (biasanya 10 20 cm air).
Botol ketiga selalu terjadi gelembung udara (air bubble).
4. Unit komersial
Sistem 3 botol dalam 1 tempat dari bahan plastik
Keuntungan : kompak, tidak mudah pecah, nyaman, disposable.
Ruangan pengontrol hisapan hrs selalu bubbling (timbul gelembung
udara).

WSD GENERASI BARU
1. Dry suction (penghisapan kering)
Unit WSD dengan ruang kontrol dry suction.
Level suction dikontrol dengan self compensating regulator
Keuntungan :
a. Dapat diperoleh level tekanan suction yg lebih tinggi,
b. Mudah disiapkan,
c. Tidak ada gelembung udara kontinyu sehingga lebih tenang,
d. Tidak ada penguapan cairan yg menurunkan tekanan suction
2. One way valve (Katup satu arah)
Katup satu arah menggantikan water seal tradisional.
Tidak memerlukan air, cukup menghubungkan alat dengan chest tube

DRAINASE GRAVITASI
Tidak semua penderita memerlukan suction
Suction dapat dihentikan : untuk transport penderita, 24 jam sebelum
pelepasan chest tube.
Bila suction dihentikan, selang jangan diklem spy udara dapat mengalir
keluar, dan menghindari kemungkinan tension pneumothoraks.
SELANG DIKLEM ATAU TIDAK DIKLEM
Bila ada kebocoran udara (gelembung udara), jangan diklem
sebab dapat menyebabkan akumulasi udara dalam rongga pleura
yg dapat menyebabkan tension pneumothoraks.
Chest tube diklem bila :
1.Melakukan prosedur sklerosing
2.Memeriksa kebocoran udara
3.Untuk memperbaiki drainase atau mengganti botol koleksi
4.Sebelum melepaskan chest tube untuk menentukan apakah
penderita tidak sesak tanpa chest tube
Selama memindahkan penderita, selang jangan diklem bila
sistem WSD tidak terlepas dan bila ada gelembung udara (ada
kebocoran udara).

INSERSI CHEST TUBE
PERALATAN :
Chest tube dengan atau tanpa
trokar (No. 32 Fr atau 36 Fr)
Peralatan WSD
Surgical blade dan knife
handle
Forseps jaringan dengan dan
tanpa gigi
Klem mosquito dan klem
lengkung panjang (forseps
Kelly)
Needle holder
Retraktor dada

Gunting
Jarum dengan benang silk
besar ( No. 0, 1 atau 2)
Anestesi lokal (lidocaine 2 %
atau pehacaine)
Jarum suntik dispossable
Duk lubang steril
Kasa steril, plaster adhesive.
Sarung tangan steril
Larutan desinfektan

PROSEDUR :
Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber
besar dan monitor tanda-tanda vital.
Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V atau VI) di
anterior linea midaksillaris pada area yang terkena. Chest tube kedua
mungkin dipakai pada hemothoraks.
Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup kain (duk) lubang
steril.
Anestesi lokal kulit dan periosteum iga.
Insisi transversal (horisontal) 2 3 cm pada tempat yang telah
ditentukan dan diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas
iga.
Tusuk pleura parietalis dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam
tempat insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan
melepaskan perlekatan, bekuan darah, dll.
Klem ujung proksimal tube thorakostomi dan dorong tube ke dalam
rongga pleura sesuai panjang yang diinginkan.
Cari adanya fogging pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar
aliran udara.
Sambung ujung tube thorakostomi ke WSD
Jahit tube di tempatnya. Jahitan harus air tight (kedap udara), dan
jangan menggunakan simpul mati.
Tutup dengan kain/ kasa dan plaster.
Buat foto rontgen thoraks.
Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan.
KOMPLIKASI :
Laserasi atau menusuk intrathoraks atau organ abdomen
Infeksi pleura (empiema)
Kerusakan saraf, arteri, vena interkostalis
a. Pneumothoraks menjadi hemothoraks
b. Neuritis interkostal/ neuralgia
Posisi tube yang keliru, intrathoraks atau ekstrathoraks.
Lepasnya chest tube dari dinding dada atau lepasnya sambungan
dengan WSD
Pneumothoraks persisten :
a. Kebocoran primer yang besar
b. Kebocoran di kulit sekitar chest tube; pengisapan pada tube
terlalu besar.
c. WSD yang bocor.
Emfisema subkutis

Pneumothoraks rekurens sesudah pencabutan tube; penutupan luka
thorakostomi tidak segera dilakukan
Gagalnya paru-paru untuk mengembang akibat adanya plak bronkus;
perlu bronkoskopi.
Reaksi anafilaktik atau alergi obat anestesi atau persiapan darah.
Figure 1: Incising the chest wall Figure 2: Opening the incision with a Kelly clamp
Figure 3: Using a Kelly clamp to guide
insertion of the chest tube
Figure 4: Inserting a trocar chest tube

Вам также может понравиться