Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu mengenal
dan memahami teknik pelaksanaan fermentasi dalam produksi biomassa.

1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1. Pengertian Fermentasi
Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari
Bahasa Latin fervere yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin
tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih.
Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau
biji-bijian. Gelembung-gelembung karbon dioksida dihasilkan dari katabolisme
anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti yang berbeda
bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang
biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa
organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih
luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari
pembiakan mikroorganisme (Suprihatin,2010).
Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh para ahli. Arti kata fermentasi berubah pada saat Gay Lussac
berhasil melakukan penelitian yang menunjukkan penguraian gula menjadi
alkohol dan karbon dioksida. Selanjutnya Pasteur melakukan penelitian mengenai
penyebab perubahan sifat bahan yang difermentasi, sehingga dihubungkan dengan
mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim (Suprihatin,2010).
Untuk beberapa lama fermentasi terutama dihubungkan dengan karbohidrat,
bahkan sampai sekarang pun masih sering digunakan. Padahal pengertian
fermentasi tersebut lebih luas lagi, menyangkut juga perombakan protein dan
lemak oleh aktivitas mikroorganisme.
Meskipun fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan gas yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup, pada saat ini pembentukan gas
maupun terdapatnya sel mikroorganisme hidup tidak merupakan kriteria yang
esensial. Dalam beberapa proses fermentasi misalnya fermentasi asam laktat, tidak
ada gas yang dibebaskan. Fermentasi dapat juga berlangsung (meskipun jarang
terjadi) dengan menggunakan ekstrak enzim yang berfungsi sebagai katalisator
reaksi. Dari uraian diatas dapat disarikan bahwa fermentasi mempunyai
pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik
melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Untuk hidup semua mikroorganisme membutuhkan sumber energi yang
diperoleh dari metabolisme bahan pangan dimana mikroorganisme berada di
dalamnya. Bahan baku energi yang paling banyak digunakan oleh
mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya oksigen beberapa
mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbon dioksida, dan
sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh. Ini adalah
metabolisme tipe aerobik. Akan tetapi beberapa mikroorganisme dapat mencerna
bahan baku energinya tanpa adanya oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku
energi ini hanya sebagian yang dipecah. Bukan air, karbon dioksida, dan sejumlah
besar energi yang dihasilkan, tetapi hanya sejumlah kecil energi, karbon dioksida,
air, dan produk akhir metabolik organik lain yang dihasilkan. Zat-zat produk akhir
ini termasuk sejumlah besar asam laktat, asam asetat, dan etanol, serta sejumlah
kecil asam organik volatil lainnya, alkohol dan ester dari alkohol tersebut.
Pertumbuhan yang terjadi tanpa adanya oksigen sering dikenal sebagai fermentasi
(Suprihatin, 2010).

1.2.2. Sejarah Perkembangan Industri Fermentasi
Tahap pertama industri fermentasi dimulai sebelum tahun 1900, yaitu mulai
pembuatan alkohol dan vinegar. Di Arab produksi dalam skala besar dimulai
tahun 1700. Pengembangan proses dengan menggunakan termometer dimulai
tahun 1757 dan pemindahan panas pada tahun 1801. Pada pertengahan abad 19,
fungsi khamir dalam fermentasi alkohol mulai dikembangkan. Pada akhir abad 19
mulai digunakan kultur murni khamir pada pembuatan starter (Nur Hidayat,
2010).
Vinegar pada mulanya dihasilkan dari oksidasi wine karena perkembangan
mikroba liar. Perkembangan kemudian dengan menggunakan generator yang
diikuti dengan medium penyangga. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20 mulai
digunakan medium yang dipasteurisasi dan ditambah 10% vinegar yang baik
untuk menjadikan asam dan mencegah kontaminasi. Jadi konsep proses mulai
dikembangkan pada awal abad 20.
Tahap ke dua yaitu dari tahun 1900-1940 dengan mulai dikembangkan
produk baru seperti massa sel khamir, gliserol, asam sitrat, asam laktat dan aseton
butanol. Pembuatan ragi roti merupakan proses aerob sehingga sel tumbuh cepat.
Jika oksigen tidak ada maka yang dihasilkan adalah alkohol bukan sel khamir.
Masalah pembatas adalah konsentrasi wort awal, karena pertumbuhan sel dibatasi
oleh kemampuan penggunaan sumber karbon dari pada oksigen. Pertumbuhan sel
juga dipengaruhi oleh penambahan wort dalam jumlah kecil selama proses.
Teknik ini sekarang disebut kultur fedbatch dan secara luas digunakan dalam
fermentasi industri dengan oksigen sebagai pembatas. Perkembangan fermentasi
aseton butanol secara aseptis selama perang dunia II dipelopori oleh Weizmann
(Nur Hidayat, 2010).
Pada tahap ke tiga mulai dihasilkan penisilin pada kultur submerged secara
aseptis. Produksi penisilin secara aerob sangat mudah mengalami kontaminasi,
terutama pemasukkan udara dalam skala besar. Program pengembangan strain
dilakukan dalam pilot plant. Pada tahap ini (1940 sampai sekarang) banyak
ditemukan proses-proses baru diantaranya antibiotik yang lain, vitamin, gibrelin,
asam amino, enzim dan transformasi steroid (Nur Hidayat, 2010).
Tahap ke empat (1960 sampai sekarang), sejumlah perusahaan besar
meneliti tentang produksi protein sel tunggal untuk ternak. Tahap ini merupakan
pengembangan tahap ke tiga dengan skala lebih besar dengan kemungkinan harga
jual yang lebih rendah. Mulai tahap ini semakin diperhatikan kontrol peralatan
dan proses menggunakan kontrol komputer dan mulai dilakukan penelitian strain
yang digunakan melalui rekayasa genetik (Nur Hidayat, 2010).
Tahap ke lima (1979 sampai sekarang) mulai diteliti dan diproduksi
senyawa yang tidak umum dihasilkan mikroba seperti interferon, insulin dengan
manipulasi genetik. Produksi konvensional juga dapat ditingkatkan melalui
rekayasa genetik. Perkembangan tahap ini semakin canggih sesuai perkembangan
bioteknologi (Nur Hidayat, 2010).
Maksimalisasi profit dalam bioteknologi maupun proses industri komersial
umumnya sangat erat kaitannya dengan optimasi pembentukan produk oleh
katalis selular yaitu menghasilkan jumlah maksimum produk pada waktu singkat
dengan biaya yang sangat rendah. Untuk memperoleh tujuan ini, kultur sel harus
diperhitungkan secara kuantitatif. Dengan kata lain kinetika proses harus
diketahui. Dengan menentukan kinetika dari sistem maka dimungkinkan untuk
prediksi yield dan waktu reaksi yang pada akhirnya ditujukan untuk desain ukuran
bioreaktor (Siti Rahma, 2012).
Kultivasi mikroba baik skala kecil maupun skala besar dilakukan dalam
vessel reaksi spesial yang disebut bioreaktor atau Fermentor, sehingga prosesnya
disebut dengan fermentasi. Ada tiga model pengoperasian bioreaktor: batch,
kontinu dan fed batch. Pada kultur batch, bioreaktor diisi dengan medium segar
kemudian diinokulasi. Gambar 1.1 adalah salah satu contoh reaktor batch yang
dipakai dalam melakukan reaksi fermentasi yang dilengkapi dengan pengaduk,
saluran aerasi, dan perlengkapan lainnya. Diakhir fermentasi, isi reaktor
dikeluarkan untuk proses down stream reaktor kemudian dibersihkan, disterilkan
dan diisi kembali untuk fermentasi berikutnya. Saat sel ditumbuhkan pada kultur
batch mereka akan mengalami beberapa fase pertumbuhan, yaitu the lag phase,
exponential phase, stationary phase dan the death phase (Siti Rahma, 2012).

Gambar 1.1 Reaktor Pada Proses Fermentasi Batch (Siti Rahma, 2012)


Gambar 1.2 Kurva Karakteristik Pertumbuhan Sel dalam Medium Fermentor a)
Fasa stationer, b) Fasa pertumbuhan dipercepat, c) Fasa
eksponensial, d) Fasa pertumbuhan diperlambat (Siti Rahma, 2012)
Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu
kurva pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap
seperti pada gambar 1.2 antara lain:
1. Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi/lag phase. Pada saat ini
mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium
baru dari pada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini mikroba
berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan
sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada komponen
yang tidak dikenal mikroba, mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular
untuk merombak komponen tersebut. Fasa ini juga berlangsung seleksi. Hanya
mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannya
lah yang dapat bertahan hidup.
2. Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikroba sudah dapat
menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba
banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan
cepat.
3. Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Pada fasa ini laju
pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum (maks). Nilai maks ini
ditentukan oleh konstanta jenuh/saturasi substrat. Nilai maks untuk setiap
mikroba juga tertentu pada masing-masing substrat.
4. Fasa pertumbuhan diperlambat mulai pada akhir fasa eksponensial.
Pertumbuhan mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya nutrisi
yang cukup. Jika fermentasi dilakukan secara batch, dimana umpan nutrisi
dimasukkan hanya pada awal proses fermentasi, pada waktu tertentu saat
jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi daya dukung
nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang memperlambat
pertumbuhan mikroba adalah terjadinya inhibisi ataupun represi yang terjadi
karena terakumulasinya produk metabolit sekunder hasil aktifitas fermentasi
mikroorganisme.
5. Fasa kematian terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi
mencukupi kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh akumulasi
produk metabolit primer dan sekunder yang tidak dipanen sehingga terus
menginhibisi ataupun merepresi pertumbuhan sel mikroorganisme. Selain itu
umur sel juga sudah tua, sehingga pertahanan sel terhadap lingkungan yang
berbeda dari kondisi biasanya juga berkurang.
Plot ln [Cell] terhadap waktu akan menghasilkan hubungan garis lurus yang
mewakili exponential phase dapat dilihat pada gambar 1.3.

Gambar 1.3 Grafik ln [cells] Terhadap Waktu (Siti Rahma, 2012).
Analisis dari bagian exponential phase dari kurva pertumbuhan ini adalah
bahwa sel tidak hanya bertambah dalam konsentrasinya tetapi juga dalam laju
peningkatan konsentrasi sel. Sel adalah katalis yang self-reproducing
(autocatalysts) yaitu dapat mengkatalisa reaksi dan juga memproduksi katalis
lebih banyak lagi. Saat jumlah sel meningkat, laju bioreaksi juga akan meningkat
(Siti Rahma, 2012). Sehingga, jika kondisi lainnya tetap konstan maka laju
peningkatan jumlah sel (biomass) akan tergantung dari konsentrasi sel yang ada
dalam reaktor yang dituliskan sebagai berikut:
X
dt
dX
.................................................................(1.1)
Yang mana X adalah konsentrasi biomass dalam bioreaktor. Konsentrasi biomass
dinyatakan dalam g/l (Siti Rahma, 2012).
Ekspresi proporsionalitas dalam persamaan 1 dapat ditambahkan dengan
sebuah konstanta yang disebut specific growth rate (), sehingga menjadi:
Waktu
[
C
e
l
l
s
]

Waktu
l
n
[
C
e
l
l
s
]

slope
X
dt
dX
.................................................................(1.2)
yang mana adalah laju pertumbuhan specific growth rate. Model pertumbuhan
mikroba seperti ini disebut the exponential growth model. Specific growth rate ()
mengambarkan berapa cepat sel bereproduksi. Semakin tinggi nilainya maka
semakin cepat sel melakukan pertumbuhan. Saat sel tidak tumbuh, maka nilai
specific growth ratenya adalah nol/zero. Selama exponential phase, specific
growth rate relatif konstan (Siti Rahma, 2012).
Untuk estimasi specific growth rate, maka persamaan 2 harus diintegralkan
untuk menghasilkan hubungan antara konsentrasi biomass (X) dan waktu (t) pada
interval waktu dari 10 sampai l. Dengan memindahkan variabel pada persamaan 2
maka diperoleh:
) 0 1 (
0 1
t t
e X X


....................................................(1.3)
Plot ln X vs t akan menghasilkan persamaan garis lurus. Slope garis ini ekuivalen
dengan specific growth rate ().
Biomass biasanya diukur/dinyatakan dalam dry weight yaitu berat sel
setelah air dikeluarkan (setelah pengeringan). Untuk menentukan dry weight, sel
pertama kali harus dipisahkan dari medium fermentasi ini dapat dilakukan dengan
filtrasi membran atau sentrifugasi. Teknik filtrasi membran yaitu liquid fermentasi
difilter melalui predried, pre-weighed membran. Filter kemudian dicuci untuk
menghilangkan broth yang masih larut. Lalu filter dikeringkan dan ditimbang (Siti
Rahma, 2012).
Doubling time (t
D
) adalah ekspresi yang biasa dipakai mikrobiologis untuk
menyatakan laju pertumbuhan sel yaitu waktu yang dibutuhkan oleh populasi sel
untuk melipat gandakan dirinya. Selama exponensial phase t
D
akan selalu
konstan. Hubungan antara doubling time dan specific growth rate dapat dituliskan
sebagai berikut:
D
t
X
2X
ln ........................................................(1.4)
Jika konsentrasi biomass double time dari X
1
menjadi 2 X
1
selama doubling time,
t
D
(= t
2
- t
1
) kemudian persamaan 4 menjadi:

D
t 2 ln .............................................................(1.5)

Sehingga hubungan antara doubling time dan specific growth rate diperoleh:

ln2

D
t ...................................................................(1.6)
Yield (atau koefisien yield) didefinisikan sebagai jumlah produk yang
dihasilkan dari sejumlah input tertentu. Contoh: jika 0,6 gram asam sitrat
dihasilkan dari 1 gram glukosa maka yield asam sitrat dari glukosa adalah 0,6
gram/gram. Yield dapat sangat bervariasi selama fermentasi. Untuk alasan ini,
yield rata-rata selalu digunakan untuk menggambarkan efisiensi produksi. Yield
rata-rata disebut koefisien yield. Tipe-tipe koefisien yield yaitu:
Biomass yields (Yxs) dan
Product yields (Yps).
Yield koefisien biomass adalah berat rata-rata biomass dihasilkan per berat
substrat digunakan (Siti Rahma, 2012). Contoh untuk kultur batch, Yxs dihitung
sebagai:
S S
X X
S
Y


0
0
X
.............................(1.7)
yang mana:
X
0
dan S
0
adalah konsentrasi awal biomass dan substrat.
X
1
dan S
1
adalah konsentrasi biomass dan substrat pada waktu tertentu
(biasanya pada

akhir fermentasi).
Escherichia coli masih merupakan salah satu mikroorganisme yang penting
dan banyak diekploitasi untuk menghasilkan produk-produk dalam bioproses,
misalnya untuk produksi rekombinat protein. Untuk memperoleh produk tersebut
perlu untuk memproduksi biomass Escherichia coli dalam konsentrasi tinggi.
Produksi komersial biomass Escherichia coli secara organik yang lebih sederhana
serta air. Misalnya bahan baku yang mengandung glukosa maka proses
fermentasinya adalah sebagai berikut:
C
6
H
12
O
6
+ O
2
Biomass + CO
2
+ H
2
O
Proses fermentasi yang menghasilkan produk biomass, artinya proses
fermentasi hanya ditujukan untuk memperoleh sel-sel mikroorganisme sebanyak
mungkin. Pada keadaan ini, tujuan akhir dari proses fermentasi adalah untuk
meningkatkan akumulasi sel-sel mikroorganisme. Produk biomass dari suatu
proses fermentasi, secara komersil telah dikembangkan untuk menghasilkan
produk sel ragi dan protein sel tunggal (Siti Rahma, 2012).
Untuk mengendalikan proses fermentasi agar berada dalam keadaan
optimum, dibutuhkan beberapa parameter pengendalian proses. Dewasa ini,
beberapa Fermentor dalam skala industri telah dilengkapi dengan alat
pengendalian poses yang canggih dengan menggunakan perangkat komputer.
Pengendalian ini berjalan secara otomatis sehingga kondisi optimum fermentasi
dapat terjaga dengan baik. Parameter yang digunakan untuk mengendalikan
proses diantaranya pH dan suhu (Siti Rahma, 2012).

1. PH
Proses fermentasi merupakan proses yang berdasarkan pada kerja enzim.
Jadi aktivitas yang berlangsung dalam proses fermentasi tergantung pada aktivitas
enzimnya. Pada keadaan ini, enzim berfungsi sebagai penghambat, pengendali
dan mengkatalisa aktivitas kimia dari suatu sel hidup. Kondisi pH optimum untuk
pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada mikroorganisme yang dipilih.
Setiap mikroorganisme mempunyai pH optimum tertentu untuk dapat tumbuh
dengan cepat. Oleh karena itu, substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme harus
diatur seteliti mungkin sesuai dengan pH optimum mikroorganisme tersebut.
Sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh pada rentang pH 3 hingga 4.
Bakteri umumnya tumbuh pada rentang pH 4 hingga 8. Ragi tumbuh pada rentang
3 hingga 8 dan fungi (jamur) tumbuh pada rentang pH 3 hingga 7 dan sel-sel
eukariot mampu tumbuh pada rentang pH 6,5 hingga 7,5. Pengaturan pH dalam
proses fermentasi dewasa ini telah berkembang sehingga pengaturan pH dapat
dilakukan secara otomatis (Siti Rahma, 2012).
Prinsip dasar pengaturan pH adalah dengan penambahan asam atau basa.
Bila pH proses turun dari pH yang diharapkan atau pH proses menjadi asam maka
untuk meningkatkan pH cairan dilakukan dengan penambahan basa sehingga pH
cairan sesuai dengan pH yang ditetapkan. Senyawa basa yang biasa ditambahkan
dalam proses fermentasi biasanya dengan larutan NaOH dengan konsentrasi
tertentu seperti NaOH 4 N. Dan jika pH proses naik dari pH yang ditetapkan
dalam suatu proses fermentasi atau dengan kata lain pH cairan basa maka untuk
penurunan pH sesuai dengan pH yang ditetapkan ke dalam cairan ditambahkan
larutan asam. Larutan asam yang digunakan pada umumnya adalah larutan H
2
SO
4

atau larutan HCl dengan konsentrasi sekitar 4 N (Siti Rahma, 2012).

2. Suhu
Suhu mempengaruhi laju reaksi, namun bila suhu terlalu tinggi untuk
pertumbuhan mikroorganisme maka dapat menyebabkan kerusakan pada enzim.
Akibatnya akan mempengaruhi aktivitas enzim terhambat. Oleh karena itu, untuk
mengoptimalisasi pertumbuhan mikroorganisme harus dilakukan proses
fermentasi pada kondisi suhu optimum. Pertumbuhan mikroorganisme yang
maksimum berdasarkan suhu proses dapat digolongkan dalam 3 keadaan yaitu
psikhrofilik, mesofilik, dan thermofilik. Rentang suhu masing-masing keadaan
tersebut ditampilkan dalam tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2 Temperatur Pertumbuhan Mikroorganisme Maksimum
Mikroorganisme Rentang Suhu (
o
C)
Psikhrofilik < 20
Mesofilik 30 35
Thermofilik > 50
(Siti Rahma, 2012)
Fermentor merupakan wadah tempat berlangsungnya pertumbuhan
mikroorganisme dan pembentukan produk selama proses fermentasi berlangsung.
Bila ditinjau dari ukuran Fermentor, maka Fermentor dapat digolongkan menjadi :
1. Fermentor skala laboratorium, yaitu Fermentor yang mempunyai kapasitas
volume dari 1 L hingga 20 L.
2. Fermentor skala pilot yaitu Fermentor yang mempunyai kapasitas volume dari
20 L hingga 30 L.
3. Fermentor skala industri yaitu Fermentor yang mempunyai kapasitas volume
lebih besar dari 100 L.
Peningkatan proses fermentasi mulai dari skala laboratorium (volume 1-20
L) menjadi Fermentor berskala industri disebut sebagai scale up. Scale up ini
dapat dilakukan bila parameter kinetika dari proses fermentasi tersebut dapat
diperoleh dengan akurat melalui penelitian yang bertahap dan intensif. Parameter
yang perlu ditentukan pada saat melakukan scale up adalah besaran Ks, maks,
Yx/s, Yp/s, K
L
a (khusus aerob) dan lain-lain (Siti Rahma, 2012).
Fermentor merupakan tempat proses utama dalam sistem fermentasi. Oleh
karena itu, Fermentor harus memenuhi beberapa kriteria meliputi :
1. Bisa dioperasikan secara aseptis dalam selang waktu yang panjang.
2. Tersedia fasilitas aerasi
3. Tersedia sistem pengatur agitasi
4. Tersedia sistem pengatur suhu
5. Tersedia sistem pengatur pH
6. Tersedia fasilitas sampling
7. Tangki bioreaktor dapat dipergunakan untuk berbagai proses dan mempunyai
geometri yang sama.
Berdasarkan pengoperasian suatu fermentor baik dalam skala laboratorium,
skala pilot maupun skala industri, maka fermentor dapat dioperasikan dalam
berbagai cara :
1. Fermentor batch (curah)
2. Fermentor fed batch.
3. Fermentor semi batch
4. Fermentor kontinue.

1.2.3. Peranan Mikroba Dalam Proses Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang
menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang
merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi
bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam
asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010). Jenis-jenis
mikroorganisme yang berperan dalam teknologi fermentasi adalah :

1. Bakteri asam laktat
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang
menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang
merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi
bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam
asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010). Jenis-jenis
mikroorganisme yang berperan dalam teknologi fermentasi adalah :
a. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus
cremoris. Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat
(coccus) yang terdapat sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai
ekonomis penting dalam industri susu.
b. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat,
khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini
tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam
fermentasi daging dan sayuran.
c. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat,
khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini
tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam
fermentasi daging dan sayuran.
d. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat,
khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini
tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam
fermentasi daging dan sayuran.

2. Bakteri asam propinoat
Jenis-jenis yang termasuk kelompok ini ditemukan dalam golongan
Propionibacterium, berbentuk batang dan merupakan gram positif. Bakteri ini
penting dalam fermentasi bahan pangan karena kamampuannya memfermentasi
karbohidrat dan juga asam laktat dan menghasilkan asam-asam propionat, asetat,
dan karbon dioksida. Jenis-jenis ini penting dalam fermentasi keju Swiss
(Suprihatin, 2010).

3. Bakteri asam asetat
Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif dan ditemukan dalam golongan
Acetobacter sebagai contoh Acetobacter aceti. Metabolismenya lebih bersifat
aerobik (tidak seperti spesies tersebut di atas), tetapi peranannya yang utama
dalam fermentasi bahan pangan adalah kemampuannya dalam mengoksidasi
alkohol dan karbohidrat lainnya menjadi asam asetat dan dipergunakan dalam
pabrik cuka (Suprihatin, 2010).

4. Khamir
Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang bersifat alkohol dimana
produk utama dari metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae
adalah jenis yang utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol
seperti bir dan anggur dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam
perusahaan roti (Suprihatin, 2010).

5. Kapang
Kapang jenis-jenis tertentu digunakan dalam persiapan pembuatan beberapa
macam keju dan beberapa fermentasi bahan pangan Asia seperti kecap dan tempe.
Jenis-jenis yang termasuk golongan Aspergillus, Rhizopus, dan Penicillium sangat
penting dalam kegiatan tersebut.
Dalam proses fermentasi, mikroorganisme harus mempunyai 3 (tiga)
karakteristik penting yaitu:
a. Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan
lingkungan yang cocok untuk memperbanyak diri.
b. Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan
fisiologi dan memilki enzim-enzim esensial yang mudah dan banyak supaya
perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki terjadi.
c. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya
produksi maksimum.
Berdasarkan sumber mikroorganisme, proses fermentasi dibagi 2 yaitu:
a. Fermentasi spontan adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuata
nnya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi, tetapi
mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang baik
secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk
pertumbuhannya, dimana aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat
dirangsang karena adanya garam, contohnya pada pembuatan sayur asin.
b. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan
yang dalam pembuatannya ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter
atau ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak
secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang
diinginkan, contohnya pada pembuatan tempe dan oncom (Suprihatin, 2010).

1.2.3. Jenis-Jenis Fermentasi
a. Fermentasi Asam Laktat
Pada sel hewan tingkat tinggi dan manusia, jika bekerja terlalu berat dan
kebutuhan oksigen untuk melakukan respirasi sel tidak cukup, maka senyawa
asam piruvat dalam sel otot akan direduksi menjadi asam laktat (asam lelah).
Asam laktat adalah suatu senyawa yang dapat menurunkan pH sampai pada suatu
titik yang mengakibatkan gangguan serius pada fungsi sel. Salah satu gangguan
yang ditimbulkannya adalah kelelahan, sehingga asam laktat sering disebut juga
asam lelah (Debby Sumarty, 2010).
Proses glikolisis menghasilkan asam piruvat. Jika cukup oksigen, glikolisis
akan dilanjutkan dengan siklus Krebs. Bila kondisi anaerob (kurang oksigen) yang
terjadi, asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat. Akibatnya, rantai transpor
elektron tidak terjadi karena tidak lagi menerima elektron dari NADH dan FADH
2
yang dalam keadaan aerob dihasilkan oleh siklus Krebs. Karena tidak terjadi
penyaluran elektron, maka NAD
+
dan FAD yang mutlak diperlukan dalam siklus
Krebs juga tidak terbentuk sehingga daur Krebs terhenti. Reaksi ini merupakan
suatu pemborosan, karena hanya 7% dari energi yang terdapat pada asam piruvat
yang dibebaskan. Meskipun fermentasi asam laktat menghasilkan senyawa yang
merugikan otot, tetapi poses ini menghasilkan ATP bagi sel yang tidak dapat
melakukan respirasi secara aerob. Pada fermentasi asam laktat ini, dari satu
molekul glukosa dihasilkan ATP sebanyak 2 molekul (Debby Sumarty, 2010).
C
6
H
12
O
6
2 Asam Piruvat 2 Asam laktat + 2 ATP

b. Fermentasi alkohol
Beberapa organisme seperti Saccharomyces dapat hidup, baik dalam kondisi
lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Organisme yang demikian
disebut aerob fakultatif. Dalam keadaan cukup oksigen, Saccharomyces akan
melakukan respirasi biasa. Akan tetapi, jika dalam keadaan lingkungan kurang
oksigen Saccharomyces akan melakukan fermentasi.
Dalam keadaan anaerob, asam piruvat yang dihasilkan oleh proses glikolisis
akan diubah menjadi asam asetat dan CO
2
. Selanjutnya, asam asetat diubah
menjadi alkohol. Proses perubahan asam asetat menjadi alkohol tersebut diikuti
pula dengan perubahan NADH menjadi NAD
+
. Dengan terbentuknya NAD
+
,
peristiwa glikolisis dapat terjadi lagi. Dalam fermentasi alkohol ini, dari satu mol
glukosa hanya dapat dihasilkan 2 molekul ATP. Sebagaimana halnya fermentasi
asam laktat, reaksi ini merupakan suatu pemborosan. Sebagian besar dari energi
yang terkandung di dalam glukosa masih terdapat di dalam etanol, karena itu
etanol sering dipakai sebagai bahan bakar mesin. Reaksi ini, seperti fermentasi
asam laktat, juga berbahaya. Ragi dapat meracuni dirinya sendiri jika konsentrasi
etanol mencapai 13% (Hal ini menjelaskan kadar maksimum alkohol pada
minuman hasil fermentasi seperti anggur) (Debby Sumarty, 2010).
C
6
H
12
O
6
2 C
2
H
5
OH + 2 CO
2
+ 2 H
2
O + 2 ATP





c. Fermentasi asam cuka
Fermentasi asam cuka merupakan satu contoh fermentasi yang berlangsung
dalam keadaan aerob. Fermentasi ini biasa dilakukan oleh bakteri asam cuka
(Acetobacter) dengan substrat etanol. Jika diberikan oksigen yang cukup, bakteri-
bakteri ini dapat memproduksi cuka dari bermacam-macam bahan makanan yang
beralkohol. Bahan makanan yang biasa digunakan yaitu sari buah apel, anggur,
biji-bijian fermentasi, malt, beras, atau bubur kentang. Dari proses fermentasi
asam cuka, energi yang dihasilkan lima kali lebih besar daripada energi yang
dihasilkan oleh fermentasi alkohol (Debby Sumarty, 2010). Secara umum reaksi
kimia yang terfasilitasi oleh bakteri ini adalah:
C
2
H
5
OH + O
2
CH
3
COOH + H
2
O

DAFTAR PUSTAKA

Debby Sumanti,Ir,MS, Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi
Hasil Pertanian. ( www.teknologi fermentasi.com) diakses pada 31 Maret
2014
Hidayat. N, 2010, Mikrobiologi Industri . Malang : Staf Jurusan Tek. Industri
Pertanian FTP Universitas, Brawijaya, http://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/10/Kuliah-11-Mikrobiologi-fermentasi.pdf diakses
pada 31 Maret 2014
Suprihatin, 2010, Teknologi Fermentasi. Semarang : UNESA University press,
http://eprints.upnjatim.ac.id/3161/2/fermentasi.pdf diakses pada 31 Maret
2014
Tim Penyusun. 2012. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II.
Pekanbaru: Program Studi S1 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Riau.
Warni. 1997. Teknik Inokulasi Mikroorganisme, http://www.scribd.com/teknik-
inokulasi-mikroorganisme/d/18656107, diakses pada 31 Maret 2014

Вам также может понравиться