Вы находитесь на странице: 1из 58

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan sector penting dari pembangunan
ekonomi karena kepariwisataan sangat erat kaitannya dengan semua
sector ekonomi, sehingga banyak memberikan kontribusi penting
bagi perekonomian Kota Wisata Batu, Jawa Timur dan Indonesia
pada umumnya. Dampak positif yang mampu diberikan sector
pariwisata dalam upaya memberikan sumbangan terhadap
penerimaan devisa, meningkatkan pendapatan bagi pemerintah pusat,
daerah dan masyarakat serta sebagai wahana bagi masyarakat untuk
menumbuhkan rasa cinta tanah air, dan memperkokoh rasa persatuan
dan kesatuan sekaligus pengenalan budaya Indonesia.
Dalam era globalisasi dan pasar bebas ini, sector pariwisata
dituntut mampu bersaing dan berkesinambungan di taraf
internasional.Pemerintah dalam upaya meningkatkan kunjungan
wisatawan diperlukan intensitas promosi dan komunikasi dengan
pangsa pasar teridentifikasi dan disertai dengan peningkatan kualitas
kualitas produk kepariwisataan. Upaya tersebut harus diawali dengan
proses perencanaan berdasarkan informasi atau data kuantitatif
maupun kualitatif yang memadai, sehingga perencanaan berlangsung
secara bertahap dan mencapai sasarn secara optimal.
Kestabilan pertumbuhan dan perkembangan kepariwisataan
di Kota Wisata Batu sampai tahun 2011 menunjukkan angka yang
cenderung positif. Kondisi ini dikarenakan makin meningkatnya
kesadaran dan kepedulian dari kalangan pelaku pariwisata (stake
holders) khususnya Pemerintah Kota, dunia usaha serta masyarakat
pemerhati pariwisata seperti pers, lembaga pendidikan, lembaga
swadaya masyarakat dan lain sebagainya.
Iklim kompetisi yang semakin ketat dan globalisasi memang
membutuhkan tenaga kerja yang memiliki ketahanan mental,
tanggap terhadap lingkungan, berwawasan luas, dan sekaligus
kemampuan beradaptasi yang tinggi menghadapi berbagai perubahan
cepat yang terjadi. Oleh karena itu, jurusan Statistika FMIPA ITS
2



harusmelakukan evaluasi diri berupa peningkatan sustainability
dengan menjalin kerjasama dalam aktifitas akademis dengan
berbagai pihak baik pemerintah, industri, maupun swasta dalam
penelitian bersama, konsultasi, dan pendampingan umum.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, maka pada kurikulum
jurusan Statistika FMIPA ITS terdapat mata kuliah wajib yaitu Kerja
praktek dengan bobot dua sks yang bertujuan agar mahasiswa
mampu merumuskan masalah praktis ke dalam model Statistik dan
mampu menerapkan metode Statistika untuk menyelesaikan masalah
tersebut.
Perkembangan pariwisata di Indonesia yang semakin pesat
sekarang ini telah menjadi primadona bahkan menjadi sumber mata
pencaharian utama bagi pengusaha-pengusaha di Indonesia.Awal
mulanya sebelum adanya sektor pariwisata yang menjadi sumber
primer adalah sektor pertanian dan pertambangan, lalu sumber
secunder adalah sektor industri, dan yang menjadi sumber tersier
adalah sektor perdagangan, hotel, restaurant, dan pariwisata. Di
sekitar tahun 1975 sektor pertanian dan perdagangan yang awalnya
sekitar 42% menurun hingga 15%, pada sektor industri awalnya 12%
meningkat hingga 28%, dan pada sektor pariwisata yang mulanya
5% meningkat menjadi 30%. Kota Batu merupakan salah satu Kota
yang sedang berkontribusi dalam sektor pariwisatanya di Provinsi
Jawa Timur ini. Banyak diketahui bahwa di Kota Batu terdapat
banyak tempat wisata yang dapat dikunjungi, sehingga makin
banyak pula pengusaha-pengusaha membangun hotel dan restaurant
demi meningkatkan kualitas sektor pariwisata di Kota Batu tersebut.

1.2 Tujuan
Kerja praktek mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA ITS
mempunyai tujuan:
1.2.1 Tujuan Umum
1 Memperoleh gambaran nyata dari penerapan ilmu atau teori
statistika yang selama ini diperoleh pada bangku kuliah dan
membandingkannya dengan kondisi nyata yang ada di
lapangan pekerjaan.
3



2 Memperoleh tambahan pengetahuan dan pengalaman serta
mampu berpikir lebih luas mengenai disiplin ilmu dan
waktu.
3 Memperkaya perbendaharaan pengetahuan dan referensi
data-data yang dapat digunakan untuk membantu
penyusunan Tugas Akhir sesuai dengan bidang minat yang
dipilih.
4 Melatih mahasiswa berpikir secara kritis, praktis dan
sistematis dalam menghadapi suatu persoalan nyata di
lapangan pekerjaan sebenarnya.
5 Mengetahui relasi antara variabel-variabel kependudukan,
ekonomi, dan pariwisata di Kota Batu.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa yang bersangkutan akan merasakan situasi nyata
kondisi lapangan pekerjaan yang sebenarnya, dalam kerja praktek ini
mahasiswa dihadapkan dengan kondisi data mentah (primer) dan
Mahasiswa dilatih untuk lebih siap mental dan fisik untuk
menghadapi tantangan nyata di dunia kerja ketika mereka lulus
kuliah.

1.3 Manfaat
Kerja Praktek mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA ITS
mempunyai manfaat sebagai berikut.
1.3.1 Manfaat Bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Batu-Malang, Jawa Timur.
Adanya kerja sama secara langsung antaraDinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kota Batu-Malang, Jawa Timurdengan dunia
pendidikan dan memberikan pengetahuan tentang bagaimana
mengolah dan menganalisis data dengan tepat. Salah satunya data
yang dapat dianalisis adalah data mengenai tempat wisata, hotel dan
restaurant yang ada di Kota Batu.
1.3.2 Manfaat Bagi Mahasiswa
Kerja Praktek yang dilakukan dapat memberikan
pengalaman dan pengetahuan tentang realita lapangan kerja serta
mampu mengaplikasikan ilmu teori statistika dalam bentuk nyata.
4



1.3.3 Manfaat Bagi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS)
Mampu menghasilkan lulusan yang profesional dalam bidang yang
dikuasai dan dapat menjalin kerjasama yang baik antara lingkungan
akademis dengan dunia kerja serta instansi pemerintah atau
perusahaan yang bersangkutan.


5

BAB II
GAMBARAN UMUM INSTANSI

2.1 Visi dan Misi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Batu
Visi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu adalah
terwujudnya Kota Wisata Batu sebagai kota kepariwisataan
Internasional.
Untuk mewujudkan visi dengan substansi yang telah
dijelaskan diatas, maka Misi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Batu adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pariwisata yang
berwawasan lingkungan
2. Meningkatkan SDM yang berkompetensi yang mampu
bersaing di tingkat global
3. Mengembangkan desa/kelurahan menjadi desa wisata yang
berbasis potensi dan masyarakat
4. Membangun hubungan kerjasama yang baik dengan
stakeholders pariwisata baik di tingkat regional, nacional dan
internacional
5. Melakukan promosi pariwisata secara kontinyu, nacional
maupun internacional

2.2 Tugas dan Fungsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kota Batu
Adapun tugas dan fungsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
terangkum dalam kegiatan kerja masing-masing bidang sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas
a. Perumusan kebijakan, pengendalian, pengevaluasian rencana
strategis dan rencana kerja di bidang pariwisata dan
kebudayaan.
6



b. Perumusan dan penetapan Standar Operasional Prosedur
(SOP), target capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM),
Standar Pelayanan Publik (SPP), dan Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM)
c. Perencanaan dan pengendalian anggaran dan administrasi
Dinas
d. Pembinaan pengembangan produk, promosi dan pemasaran
pariwisata
e. Pembinaan pengembangan sumber daya manusia,
kebudayaan, tradisi, perfilman, kesenian, sejarah dan
purbakala
f. Penilaian dan pengendalian terhadap pelaksanaan program
dan kegiatan
2. Sekretariat
a. Pengendalian urusan ketatalaksanaan dan ketatausahaan
Dinas
b. Pengendalian laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) Dinas
c. Pengendalian data informasi hasil kegiatan Dinas dan
informasi lainnya terkait layanan publik secara berkala
memalui website Pemerintahan Daerah
d. Pengendalian Estndar Operasional Prosedur (SOP), target
capaian Estndar Pelayanan Minimal (SPM), Estndar
Pelayanan Publik (SPP), dan Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM)
3. Bidang Pengembangan Produk Pariwisata
a. Penyusunan pedoman teknis program kegiatan
pengembangan produk pariwisata
b. Pembinaan potensi usaha kepariwisataan, sarana pariwisata,
usaha jasa pariwisata dan objek serta daya tarik wisata
c. Pengkajian rekomendasi ijin di bidang pengembangan usaha
sarana pariwisata, usaha jasa pariwisata, objek dan daya tarik
wisata serta rekreasi dan hiburan umum
7



d. Pelaksanaan kerja sama dengan instansi terkait di bidang
usaha sarana pariwisata, usaha jasa pariwisata, objek dan
daya tarik wisata serta rekreasi dan hiburan umum
4. Bidang Promosi dan Pemasaran Pariwisata
a. Penyusunan pedoman teknis operasional kegiatan promosi,
pemasaran, dan kerja sama kebudayaan dan pariwisata
b. .Perumusan Rencana Induk Pengembangan pariwisata
(RIPP) skala daerah
c. Pembinaan pengembangan sistem informasi pariwisata,
pameran kebudayaan dan pariwisata
d. Pengkajian kerja sama internasional pengembangan destinasi
wisata
e. Pengendalian pusat pelayanan informasi pariwisata dan
perumusan branding (merek) dan tagline (slogan) pariwisata
5. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia
a. Pembinaan pengembangan sumber daya manusia pariwisata
b. Penyusunan standardisasi kompetensi profesi di bidang
pariwisata dan teknis kerja sama dengan instansi terkait di
bidang pengembangan sumber daya manusia pariwisata
c. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan usaha pariwisata
6. Bidang Kebudayaan
a. Penyusunan teknis kerja sama regional, nasional dan
internasional di bidang kebudayaan, kepurbakalaan, nilai
tradisional, kesenian, perfilman dan sejarah
b. Pembinaan inventarisasi dan dokumentasi di bidang
kebudayaan. Kepurbakalaan, nilai tradisional, kesenian,
perfilman dan sejarah
c. Pengendalian perawatan dan pengamanan aset/benda
kesenian, Benda cagar Budaya (BCB) dan situs warisan
budaya




8



2.3 Rencana Program Dinas
Sebagai upaya implementasi strategi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Batu, ditetapkan program kerja operasional yang
disesuaikan dengan program pembangunan kepariwisataan di Kota
Wisata Batu sebagai berikut:
- Peningkatan pembangunan sarana dan prasara pariwisata
- Pengembangan jenis dan paket wisata unggulan
- Pembinaan & pengembangan paket wisata
- Pelaksanaan koordinasi pembangunan objek pariwisata
dengan lembaga/dunia usaha
- Pelaksanaan koordinasi dengan PHRI/pengelola pelaku
usaha pariwisata
- Pengembangan SDM di bidang kebudayaan dan pariwisata
bekerjasama dengan lembaga lainnya
- Penignkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan
kemitraan pariwisata
9



2.4 Struktur Organisasi Dinas

10


















(Halaman I ni Sengaja Dikosongkan)


11

BAB III
PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja praktek dilaksanakan di Dinas Pariwisata Dan
Kebudayaan Kota Batu, Jl. Sultan Agung No 7B, Kota Batu. Kerja
praktek akan dilaksanakan selama 4 minggu 3 hari yaitu pada
tanggal 16 Juni-16 Juli 2014. Dengan pelaksanaan kerja praktek
(menyelesaikan tugas khusus dari instansi) yaitu berupa survey Data
Ketenagakerjaan Bidang Pariwisata Perhotelan yang dilakukan oleh
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu.
Adapun kegiatan yang dilakukan selama kerja praktek di Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batuadalah sebagai berikut :
Tabel 3.1Jadwal Kegiatan Kerja Praktek
No Tanggal Kegiatan
1 16 Juni 2014
Meminta data kunjungan wisata, hotel dan
restaurant di Pusat Informasi Alun-alun Kota
Wisata Batu
2
17 Juni 2014 - 20
juni 2014
Apel Pagi di Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan lalu menyerahkan form data
tenaga kerja dari Dinas Pariwisata kepada
HRD/Manager setiap hotel/penginapan di
Kota Batu
3 23 Juni 2014
Mengambil form data tenaga kerja di setiap
hotel di Kota Batu
4
24 Juni 2014 - 26
Juni 2014
Apel Pagi di Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan lalu mengambil form data tenaga
kerja di setiap hotel/penginapan di Kota Batu
5 27 Juni 2014
Mengambil form data tenaga kerja di setiap
hotel di Kota Batu
6 30 Juni 2014
Mengambil form data tenaga kerja di setiap
hotel di Kota Batu
12



No Tanggal Kegiatan
7
01 Juli 2014 - 02
Juli 2014
Mengambil form data tenaga kerja di setiap
hotel di Kota Batu
8
03 Juli 2014 - 04
Juli 2014
Izin (Kegiatan ekivalensi di Jurusan Statistika
ITS)
9 07 juli 2014
Menginputkan data tenaga kerja dan membuat
laporan untuk Dinas Pariwisata
10
08 Juli 2014 - 09
Juli 2014
Membuat laporan database tenaga kerja hotel
di Kota Batu untuk Dinas Pariwisata Kota
Batu, Jawa Timur
11 10 Juli 2014
Revisi dan finishing buku laporan database
tenaga kerja hotel di Kota Batu untuk dinas
Pariwisata Kota Batu, Jawa Timur
12 11 juli 2014
Penyerahan buku laporan database tenaga
kerja hotel kepada Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Batu

3.2 Metodologi Penyelesaian Tugas Khusus
Metode yang akan digunakan dalam penyusunan laporan
Kerja Praktek di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu adalah
sebagai berikut.
3.2.1 Statistika deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan
dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga
menjadi informasi yang berguna (Walpole, 1995).Analisis deskriptif
juga dapat diartikan sebagai suatu analisis yang digunakan untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan karakteristik dan pola data,
dalam hal ini berkaitan dengan data tingkat hunian kamar (room
occupancy) pada hotel berbintang dan hotel melati yang ada di Kota
Batu, Jawa Timur.Analisis tersebut meliputi perhitungan nilai rata-
13


rata, nilai maksimum, nilai minimum, varians dan pola data yang
disajikan dalam bentuk grafik.
1. Rata-rata (Mean)
Nilai rata-rata adalah nilai jumlah keseluruhan data dibagi
dengan banyaknya data. Rumus untuk menghitung nilai rata-
rata adalah sebagai berikut,
n
xi
X
n
i

=
=
1
(3.1)
Keterangan :
x
i
:data ke-i
n : banyak data
2. Nilai Maksimum dan Minimum
Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data, sedangkan
nilai minimum adalah nilai terkecil dari data
3. Varians
Varians adalah rata-rata hitung deviasi kuadrat setiap data
terhadap rata-rata hitungnya.Dalam penellitian ini
menggunakan varians sampel, varians sampel adalah deviasi
kuadrat dari setiap data rata-rata hitung terhadap semua data
dalam sampel.Fungsinya untuk mengetahui tingkat
penyebaran atau variasi data.
4. Grafik Batang (Bar Chart)
Grafik batang adalah grafik yang digunakan untuk
menggambarkan data atau informasi pada periode tertentu,
serta membandingkan antar item / batang.Bagan dengan bar
persegi panjang dengan panjang sebanding dengan nilai-nilai
yang meereka wakili. Bar bisa di plot secara vertical maupun
horizontal yang menunjukkan perbandingan antar kategori.

3.2.2 Metode Peramalan (Time Series)
Deret Waktu (Time series) adalah serangkaian penga-matan
terhadap suatu variabel yang diambil dari waktu ke-waktu dan
dicatat secara berurutan menurut urutan waktu kejadiannya dengan
14



interval waktu yang tetap (Wei, 1990). Time series dapat juga
diartikan sebagai serangkaian data yang didapatkan berdasar-kan
pengamatan dari suatu kejadian pada urutan waktu terjadinya. Waktu
kejadian bisa merupakan periode dalam satuan detik, menit, jam,
hari, bulan, tahun dan periode waktu yang lainnya, se-muanya itu
merupakan serangkaian data pengamatan yang dida-sarkan pada
waktu kejadian dengan interval waktu tertentu yang lebih dikenal
dengan time series (Cryer, 1986), dimana setiap pengamatan
dinyatakan sebagai variabel random Z
t
yang didapat-kan berdasarkan
indeks waktu tertentu (t
i
) sebagai urutan waktu pengamatan,
sehingga penulisan data time series adalah Z
t1
, Z
t2
, Z
t3
, , Z
tn.
Dalam
metode time series ada beberapa hal yang per-lu diperhatikan, yaitu
kestasioneran data, fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi
parsial.
Stasioneritas time series merupakan suatu keadaan jika
proses pembangkitan yang mendasari suatu deret berkala didasarkan
pada nilai tengah konstan dan nilai varians konstan (Makridakis,
Wheelwright, McGee, 1999). Dalam suatu data kemungkinan data
tersebut tidak stationer hal ini dikarenakan mean tidak konstan atau
variansnya tidak konstan sehingga Untuk menghilangkan
ketidakstasioneran terhadap mean, maka data tersebut dapat dibuat
lebih mendekati stasioner dengan cara melakukan penggunaan
metode pembedaan atau differencing (Makridakis, Wheelwright,
McGee, 1999).
1
=
t t t
Z Z Y
(3.2)

Dan jika tidak stasioner dalam varians, maka dapat
distabilkan dengan menggunakan transformasi.Berikut adalah
tranformasi Box-Cox (Wei, 1990) untuk beberapa nilai yang sering
digunakan.






15


Tabel 3.2 Transformasi Box-Cox
Nilai Transformasi
estimasi
-1,0 1/ Z
t

-0,5 1/ Z
t

0,0 Ln Z
t

0,5 Z
t

1 Z
t
(tidak ada transformasi)
(Sumber : Wei, 1990)
Autocorrelation Function (ACF) merupakan suatu proses
korelasi pada data time series antara Z
t
dengan Z
t+k.
Plot ACF dapat
digunakan untuk identifikasi model pada data time series dan melihat
kestasioneran data, terutama pada kestasioneran dalam mean. Fungsi
autokovarians dapat dituliskan sebagai berikut:
) )( ( ) , cov( = =
+ + k t t k t t k
Z Z E Z Z
(3.3)

dan fungsi autokorelasi antara Z
t
dan Z
t+k
adalah :
) var( ) var(
) , cov(
k t t
k t t
k
Z Z
Z Z
+
+
=
(3.4)


Sampel pengambilan data pada time series untuk fungsi autokorelasi
dapat dituliskan sebagai berikut : (Wei, 1990)
2
1
1
) (
) (
) (
Z
t
Z Z
t
Z
Z Z
n
t
k t
k n
t
k

untuk k = 0,1,2,3 (3.5)


Plot fungsi autokorelasi parsial digunakan sebagai alat untuk
mengukur tingkat keeratan antara Z
t
dan Z
t+k
dan apabila terjadi
pengaruh dari lag time 1,2,3,, dan seterusnya sampai k = 1
dianggap terpisah. Fungsi autokorelasi parsial dapat dituliskan
sebagai berikut:
) ,.., , , (
1 2 1 + + + +
=
k t t t k t t
Z Z lZ Z Z corr kk | (3.6)
Dimana : j k k kj = , 1 | | , untuk j=1,2,,k-1
16



1. Model Time Series
Proses pada time series secara umum memiliki
beberapamodel, diantaranya Model AR (Autoregressive), MA
(Moving Average), Model campuran ARMA (Autoregressive
Moving Average), ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average), dan model SARIMA (Seasonal Autoregressive Integrated
Moving Average). (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1999).
Model AR (Autoregressive) pada orde p menyatakan bah-wa
suatu model dimana pengamatan pada waktu ke- t berhubung-an
linear dengan pengamatan waktu sebelumnya t-1
,
t-2
,
t-p. Ben-tuk
fungsi persamaan untuk model AR pada orde p adalah (Wei, 1990) :
at p pZt Zt t t
Z Z
+ + + +
=
| |
|
... 2 2 1 1

Model AR pada orde 1 yaitu :
at t t
Z Z
+
=
1 1
|
Model AR pada orde 2 yaitu :
at Zt t t
Z Z
+ +
=
2 2 1 1 |
|
Model MA (Moving Average) pada orde q menyatakan bahwa suatu
model yang merupakan suatu penyimpangan pengamatan masa lalu
dengan pengamatan waktu ke-t. Bentuk fungsi persamaan untuk
model MA pada orde (q) adalah (Wei,1990):
q at at at t
q at Z

= | | | .. 2 1
2 1

Model MA pada orde 1 yaitu :
1
1

=
at t
at Z |
Model MA pada orde 2 yaitu :
at B B Z
t
) 2 1 1 (
2
| | =
Model ARMA merupakan model gabungan antara model AR
(autoregressive) dengan MA (Moving Average) yang kadang ditulis
dengan notasi ARMA (p,q). Bentuk fungsi model ARMA pada orde
p dan q adalah :
q at at pZ Z Z
q at p t t t
+ + + =

| | | | .. 1 .. 1
1 1
(3.7)
Model ARMA (1,1) pada orde p=1 dan q=1 yaitu :
1 1 1
1
+ =

at at Z Z
t t
| | (3.8)
17


Model ARIMA (p, d, q) yang dikenalkan oleh Box dan
Jenkins dengan orde p sebagai operator dari AR, orde d merupakan
differencing, dan orde q sebagai operator dari MA. Model ini
digunakan untuk data time series yang telah di differencing atau
sudah stasioner dalam mean, dimana d adalahbanyaknya hasil
differencing, bentuk persamaan untuk model ARIMA adalah (Wei,
1990) :
at q t
d
p
B Z B B ) ( ) 1 )( (
0
u u | + =
Fungsi orde (p) untuk operator dari AR yang telah stasioner:
p
p p
B B B | | | = ... 1 1 ( ) (
Fungsi dari orde (p) untuk operator MA yang telah stasioner :
) .. 1 ( ) (
2
2 1
q
q q
B B B B u u u u =
Model ini dinotasikan dengan ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)
S
yang
mempunyai faktor musiman dalam pengamatan waktu ke-t. Bentuk
fungsi perssamaan model ARIMA musiman adalah :
at
s
Q q t
D
p
s
p
B B Z B B B ) ( ) ( ) 1 )( ( ) ( O = u | | (3.9)
Dimana :
u
P
= orde P pada koefisien komponen AR musiman
|
p
= orde p pada koefisien komponen AR
O
Q
= orde Q pada koefisien komponen MA Musiman
| q
= orde q pada koefisien komponen MA

2. Identifikasi Model ARIMA Box-Jenkins dan Pemeriksaan
Parameter
Identifikasi model ARIMA Box-Jenkins dapat dijadikan
sebagai langkah dalam mengidentifikasi adanya ketidakstasioneran
model. Bila tidak stasioner dalam mean maka harus di differencing
dan jika tidak stasioner dalam varians maka harus di transformasi
Box Cox, kemudian setelah data sudah stasioner dalam mean dan
varian maka selanjutnya membuat plot ACF dan PACF yang
digunakan untuk mengidentifikasi model awal ARIMA jika data
sudah stasiner dalam means dan varians.
18



Tabel 3.3 Kriteria ACF dan PACF pada model ARIMA
Proses ACF PACF
AR (p) Tails off menurun
mengikuti bentuk
eksponensial atau
gelombang sinus
Cut off setelah lag ke-p
MA (q) Cut off setelah lag ke-q Tails off menurun
mengikuti bentuk
eksponensial atau
gelombang sinus
ARMA (p,q) Tails off setelah lag (q-
p)
Tails off setelah lag (p-
q)
Penaksiran parameter dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan apakah parameter model sudah layak masuk kedalam
model. Secara umum, misal u adalah suatu parameter dan
^
u adalah
nilai taksiran dari parameter tersebut, serta SE(
^
u ) adalah
standart error dasi nilai taksiran u , maka uji kesignifikanan
parameter dapat dilakukan sebagai berikut :
Hipotesis :
H
0
:u = 0 (parameter tidak signifikan) H
1
: u
0 (parameter signifikan)
Statistik Uji :
) (
^
^
u
u
SE
t
hitung
= (3.10)
Daerah Kritis :
Tolak H
0
jika P_value < atau lt
hitung
l>t
(1-/2);df = n-np,
dimana n
p

= banyaknya parameter

3. Pengujian Asumsi Residual
Untuk mendapatkan model yang baik setelah model
memiliki parameter yang signifikan selanjutnya melakukan peng-
19


ujian terhadap residualnya yaitu melakukan pengujian apakah
residual white noise dan residual berdistribusi normal.
Residual ( a
t
) yang white noise (residual independen dan
identik) harus berupa variabel random. Uji yang digunakan untuk
asumsi white noise adalah uji Ljung-Box (Wei, 1990). Dimana uji ini
bertujuan untuk menguji residual memenuhi asumsi whitenoise
digunakan uji sebagai berikut :
Hipotesis:
H
0
: 0 ..
2 1
= = = =
k
(residual memenuhi asumsi white noise)
H
1
: minimal ada satu 0 =
i
, untuk i=1,2,..,k (residual tidak white
noise)
Statistik Uji:
2
^
1 ) 2 (
) (
1
k k n
K
k
n n Q

+ =

=
(3.11)
Dimana :
k
^
adalah taksiran autokorelasi residual lag k
Daerah kritis : tolak H
0
jika
q p K df
Q

> ) 1 (
2
o _ , dimana nilai p
dan q adalah orde dari ARMA(p,q).
Untuk mengetahui bahwa data memenuhi asumsi distribusi
normal, maka dilakukan uji yaitu Uji Kolmogorov Smirnov (Daniel,
1989), untuk menguji residual berdistribusi normal digunakan uji
sebagai berikut:
Hipotesis :
H
0
: F (x) = F
0
(x) (residual berdistribusi normal)
H
1
: F (x) F
0
(x) (residual tidak berdistribusi normal)
Statistik uji :
| (x) F0 - S(x) | sup = D (3.12)
Dimana :
S (x) = fungsi peluang kumulatif yang dihitung dari data sampel.
F
0
(x) = fungsi peluang kumulatif distribusi yang dihipotesiskan. F
(x) = fungsi distribusi yang belum diketahui
20



Sup = nilai supermum semua x dari |S(x) F
0
(x)|
Daerah Kritis :
Tolak H
0
jika D
hitung
>D
(1- , n)
, atau nilai P-value <

4. Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan model terbaik atau seleksi model dilakukan jika
terdapat lebih dari satu model time series yang layak dipakai yaitu
dengan menggunakan dua pendekatan diantaranya pendekatan In
Sampel dan pendekatan Out Sampel. Pendekatan In Sampel dapat
dilakukan berdasarkan nilai MSE sedangkan pendekatan Out Sampel
menggunakan MAPE.
MSE (Mean Square Error)
MSE (Mean Square Error) digunakan untuk mengetahui
kesalahan rata-rata kuadrat dari tiap-tiap model yang
layak dengan rumus sebagai berikut:
n
F X
n
e
MSE
i i i

= =
2
2
) (

MAPE (Mean Absolute Percentage Error)
MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dihitung
dengan menggunakan kesalahan absolut pada tiap
periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata untuk
periode itu dengan rumus sebagai berikut:
n
x
X
F X
n
x
X
e
MAPE
i
i i
i
i


= =
% 100 % 100
2





21

BAB IV
HASIL KERJA PRAKTEK

Tujuan dari kerja praktek terdapat dua macam yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus, di mana tujuan umum disini membantu
Dinas Pariwisata melakukan survey ketenagakerjaan hotel di Kota
Batu dan tujuan khusus untuk mengetahui dan meramalkan data
penghunian kamar (room occupancy) hotel di Kota Batu.

4.1 Deskripsi Kota Batu
Kota Batu merupakan salah satu kota yang sedang
berkembang pesat di Indonesia dalam sektor pariwisatanya.
Perkembangan ini telah berlangsung dari awal tahun 2000an hingga
sekarang. Pemandian selecta, Kusuma Agro Wisata, Jatim Park 1,
Air Panas Cangar, Pemandian Songgoriti, dan Wisata Petik Apel
merupakan pariwisata-pariwisata yang menjadi awal terbentuknya
kota wisata Batu. Di tahun 2009 terbangun BNS yang menjadi
pendongkrak wisata di kota ini. BNS merupakan salah satu wisata
yang cukup terkenal akan wisata malamnya. Wisata ini berisi
permainan-permainan yang memanjakan baik anak-anak, remaja,
dewasa maupun orang tua.Pemandangan malam yang indah di
malam hari merupakan keunggulannya. Di tahun 2010 banyak
daerah tujuan wisata yang dikembangkan, yaitu Museum Satwa,
Coban Talun, Coban Rais, Kampoeng Kidz, tempat-tempat rafting
dan outbond lainnya. Semakin berkembangnya daerah tujuan wisata
di setiap tahunnya, menjadikan semakin banyak pengusaha
berlomba-lomba untuk mendirikan penginapan/hotel baik kelas
berbintang maupun kelas melati. Berdasarkan BPS kota Batu, di
tahun 2010 banyak hotel atau penginapan yang baru berdiri, yaitu De
Daunan, Hotel Graha Bunga, Losmen Jaya, Hotel Filadelfia, Hotel
Batu Paradise, dan Hotel Pohon Inn. Untuk di tahun 2011 hanya
Hotel Batu Suki Resort yang baru berdiri. Untuk lebih jelas tentang
hotel dalam kepariwisataan di kota Batu dapat dijelaskan pada
berikut ini.
22



4.2 Ketenagakerjaan di Bidang Pariwisata Perhotelan di
Kota Batu
Pembangunan hotel di Kota Batu dalam 2 tahun terakhir ini
berlangsung pesat dan hal itu ditandai dengan berdirinya hotel-hotel
berbintang baru di Kota Batu.Semakin banyaknya hotel yang berdiri
di Kota Batu tentunya membutuhkan tenaga kerja terdidik yang
semakin banyak untuk bidang pariwisata perhotelan tersebut.Struktur
umur penduduk Kota Batu cenderung mengarah pada kelompok
berusia muda, yang berarti bahwa kemungkinan besar tenaga kerja di
Kota Batu baik di bidang pariwisata maupun perhotelan. Hal tersebut
erat kaitannya dan berbanding lurus dengan hasil survey yang telah
dilakukan dari Dinas Pariwisata kepada semua hotel yang ada di
Kota Batu bahwa sebagian besar tenaga kerja di setiap hotel di Kota
Batu memiliki tingkat pendidikan SMA/Sederajat dengan program
studi umum, sedangkan untuk tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan SMA/Sederajat dengan program studi kejuruan
pariwisata masih sangat sedikit apalagi pada tingkat-tingkat
pendidikan diploma dan strata. Namun tak sedikit pula tenaga kerja
di hotel berbintang yang memiliki tingkat pendidikan khusus
program kepariwisataan dan juga pada tingkat pendidikan diploma
dan strata. Dinas Tenaga Kerja Kota Batu sebaiknya mampu
memberikan pelatihan-pelatihan ataupun seminar bagi para lulusan
yang siap kerja di bidang pariwisata khususnya perhotelan. Tenaga
kerja pada suatu hotel sangatlah berpengaruh besar terhadap
kepuasan dan kenyamanan para pengunjung hotel maka sebaiknya
tenaga kerja hotel juga mendapatkan pelatihan-pelatihan yang cocok
bagi para tenaga kerja tersebut karena sektor pariwisata dan
perhotelan menyandang 45% perekonomian Kota Batu maka
dibutuhkan tenaga kerja yang professional pada bidang tersebut
untuk meningkatkan ekonomi Kota Batu.
Selain ketenagakerjaan, hotel juga selalu berhubungan
informasi kamar dan harga setiap kamarnya.Berbicara tentang harga
setiap kamar pastilah berbeda-beda antara kelas berbintang dan
melati. Untuk hotel berbintang 1 dan 2 di tahun 2013 memberikan
harga terendah untuk per kamarnya rata-rata Rp 350.000/nett.
23



Sedangkan untuk harga tertingginya diberikan harga Rp
750.000/nett.Untuk hotel berbintang 3 dan 4 memberikan harga
terendah untuk per kamarnya rata-rata Rp 650.000/nett.Dan untuk
harga tertinggi per kamarnya rata-rata Rp 6.000.000/nett.Untuk
informasi harga kelas melati, harga terendah yang dapat ditawarkan
yaitu Rp 70.000/nett dan harga tertingginya yaitu Rp
1.600.000/nett.Harga ini sangat mempengaruhi tingkat penghunian
kamar di setiap hotel karena dengan adanya tingkat penghunian
kamar dapat diketahui siapa pengunjung paling banyak di hotel
tersebut.Berikut adalah tingkat penghunian kamar hotel berbintang
dan melati dari tahun 2008-2012.

Gambar 4.1Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang dan Melati
Tahun 2008-2012
Gambar 4.1 menunjukkan rata-rata dan penyebaran tingkat
penghunian kamar hotel baik hotel berbintang maupun melati.Secara
visual tahun 2012 merupakan tahun yang paling pesat
perkembangannya.Hal ini dapat dilihat dari garis kurvanya yang
runcing yang berarti bahwa penyebaran pada tahun 2012 paling
baik.Faktor yang menyebabkan penyebaran tersebut adalah
perkembangan sektor pariwisata selama beberapa tahun ini telah
menarik perhatian wisatawan sehingga perkembangan hunian kamar
hotel pun juga ikut berkembang.Untuk lebih jelas analisa dalam hotel
pariwisata di Kota Batu ini, terdapat hasil analisa statistika deskriptif
dan peramalan.



60 55 50 45 40 35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Data
D
e
n
s
i
t
y44.09 5.767 12
47.90 3.926 12
48.60 4.095 12
48.69 4.917 12
57.00 1.302 12
Mean StDev N
2008
2009
2010
2011
2012
Variable
Normal
Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang 2008-2012
50 45 40 35 30 25 20
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Data
D
e
n
s
i
t
y34.76 6.718 12
36.28 4.171 12
38.01 3.803 12
38.14 4.361 12
41.25 1.778 12
Mean StDev N
2008
2009
2010
2011
2012
Variable
Normal
Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati 2008-2012
24



4.3 Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran
umum tingkat penghunian kamar menurut jenis hotel dari tahun
2008-2012 yang diolah menggunakan software Minitab didapatkan
hasil sebagai berikut.
4.3.1 Statistika Deskriptif Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Berbintang Tahun 2008-2012
Jenis hotel terdiri dari dua yaitu hotel berbintang dan
melati.Untuk mengetahui tingkat penghunian kamar hotel berbintang
di tahun berapa yang signifikan tingkatannya, maka perlu identifikasi
statistika deskriptif yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.1 Statistika Deskriptif Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Berbintang Tahun 2008-2012 (percent)
Variable Mean Variance Minimum Maximum
2008 44.09 33.26 35.07 53.07
2009 47.90 15.41 42.01 53.10
2010 48.60 16.77 42.33 56.06
2011 48.69 24.17 44.42 59.64
2012 57.002 1.694 54.63 58.93
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa tingkat penghunian kamar
hotel berbintang tahun 2008-2012.Tahun 2008 tingkat penghunian
kamar hotel berbintang mempunyai nilai rata-rata 44.09% dan
penyebaran sebesar 33.26%. Nilai terendah dari tingkat penghunian
kamar hotel berbintang di tahun 2008 adalah 35.07% dan nilai
tertinggi dari tingkat penghunian kamar hotel berbintang adalah
53.07%.
Tahun 2009 tingkat penghunian kamar hotel berbintang
mempunyai nilai rata-rata 47.90% dan penyebaran sebesar 15.41%.
Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel berbintang di
tahun 2009 adalah 42.01% dan nilai tertinggi dari tingkat penghunian
kamar hotel berbintang adalah 53.10%.
Tahun 2010 tingkat penghunian kamar hotel berbintang
mempunyai nilai rata-rata 48.60% dan penyebaran sebesar 16.77%.
Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel berbintang di
tahun 2010 adalah 42.33% dan nilai tertinggi dari tingkat penghunian
kamar hotel berbintang adalah 56.06%.
25



Tahun 2011 tingkat penghunian kamar hotel berbintang
mempunyai nilai rata-rata 48.69% dan penyebaran sebesar
24.17%.Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel
berbintang di tahun 2011 adalah 44.42%.dan nilai tertinggi dari
tingkat penghunian kamar hotel berbintang adalah 59.64%.
Tahun 2012 tingkat penghunian kamar hotel berbintang
mempunyai nilai rata-rata 57.002% dan penyebaran sebesar
1.694%.Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel
berbintang di tahun 2012 adalah 54.63%.dan nilai tertinggi dari
tingkat penghunian kamar hotel berbintang adalah 58.93%.
Tahun 2012 merupakan tahun yang paling terbaik dari segi
tingkat penghunian kamar hotel berbintang di Kota Batu karena di
tahun ini rata-ratanya paling tinggi dan penyebarannya sangat kecil
dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain dan ini membuktikan
bahwa penyebaran tingkat penghunian kamar hotel berbintang di
tahun 2012 tersebut telah merata dengan baik.
4.3.2 Statistika Deskriptif Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Melati Tahun 2008-2012
Untuk mengetahui tingkat penghunian kamar hotel melati di
tahun berapa yang signifikan tingkatannya, maka perlu identifikasi
statistika deskriptif yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.2 Statistika Deskriptif Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati
Tahun 2008-2012 (percent)
Variable Mean Variance Minimum Maximum
2008 34.77 45.13 24.01 44.44
2009 36.28 17.40 29.60 44.51
2010 38.01 14.47 33.90 45.92
2011 38.14 19.02 32.15 45.92
2012 41.25 3.16 37.90 43.05
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tingkat penghunian kamar
hotel melati tahun 2008-2012.Tahun 2008 tingkat penghunian kamar
hotel melati mempunyai nilai rata-rata 34.77% dan penyebaran
sebesar 45.13%. Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel
melati di tahun 2008 adalah 24.01% dan nilai tertinggi dari tingkat
penghunian kamar hotel melati adalah 44.44%.
26



Tahun 2009 tingkat penghunian kamar hotel melati
mempunyai nilai rata-rata 36.28% dan penyebaran sebesar 17.40%.
Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel melati di tahun
2009 adalah 29.60% dan nilai tertinggi dari tingkat penghunian
kamar hotel melati adalah 44.51%.
Tahun 2010 tingkat penghunian kamar hotel melati
mempunyai nilai rata-rata 38.01% dan penyebaran sebesar 14.47%.
Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel melati di tahun
2010 adalah 33.90% dan nilai tertinggi dari tingkat penghunian
kamar hotel melati adalah 45.92%.
Tahun 2011 tingkat penghunian kamar hotel melati
mempunyai nilai rata-rata 38.14% dan penyebaran sebesar
19.02%.Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel melati di
tahun 2011 adalah 32.15%.dan nilai tertinggi dari tingkat penghunian
kamar hotel melati adalah 45.92%.
Tahun 2012 tingkat penghunian kamar hotel melati
mempunyai nilai rata-rata 41.25% dan penyebaran sebesar
3.16%.Nilai terendah dari tingkat penghunian kamar hotel melati di
tahun 2012 adalah 37.90%.dan nilai tertinggi dari tingkat penghunian
kamar hotel melati adalah 43.05%.
Tahun 2012 merupakan tahun yang paling terbaik dari segi
tingkat penghunian kamar hotel melati di Kota Batu karena di tahun
ini rata-ratanya paling tinggi dan penyebarannya sangat kecil
dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain dan ini membuktikan
bahwa penyebaran tingkat penghunian kamar hotel berbintang di
tahun 2012 tersebut telah merata dengan baik.
4.3.3 Deskripsi Tingkat Penghunian Kamar Menurut Jenis
Hotel Tahun 2008-2012
Statistika deskriptif tidak hanya berupa hitungan saja, namun
bisa disajikan dalam bentuk grafik salah satunya adalah Bar
Chart.Grafik tersebut menyajikan data dalam bentuk bar persegi
panjang yang di plot secara vertikal maupun horizontal. Berikut
adalah Bar Chart dari rata-rata tingkat penghunian kamar menurut
jenis hotel tahun 2008-2012 di Kota Batu.
27




Gambar 4.2Rata-Rata Tingkat Penghunian Kamar Menurut Jenis
Hotel Tahun 2008-2012
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
penghunian kamar menurut jenis hotel baik berbintang maupun
melati meningkat disetiap tahunnya. Peningkatan paling tertinggi
terjadi di tahun 2012 hal ini disebabkan karena jumlah wisatawan
yang berkunjung di Kota Batu pada tahun tersebut sangat banyak
sehingga para wisatawan tersebut harus mencari tempat
peristirahatan yang nyaman untuk tempat tinggal sementara. Hotel
berbintang merupakan pilihan utama bagi wisatawan tersebut, karena
berdasarkan diagram diatas hotel berbintang jauh lebih tinggi
peningkatannya dibandingkan dengan hotel melati, salah satu faktor
yang menyebabkan hotel berbintang lebih tinggi daripada hotel
melati adalah dari segi kenyamanan dan fasilitas yang ditawarkan
oleh hotel tersebut yang menjadi pilihan utama wisatawan. Berikut
adalah Bar Chart dari penyebaran tingkat penghunian kamar
menurut jenis hotel tahun 2008-2012 di Kota Batu.
28




Gambar 4.3Penyebaran Tingkat Penghunian Kamar Menurut
Jenis Hotel Tahun 2008-2012
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penyebaran tingkat
penghunian kamar menurut jenis hotel tahun 2008-2012 mengalami
penurunan dan peningkatan yang tidak berarturan di setiap tahunnya.
Penyebaran yang paling baik terjadi di tahun 2012 karena semakin
kecil penyebaran tersebut maka dapat dikatakan bahwa penyebaran
tingkat penghunian kamar menurut jenis hotel tersebut telah baik.
Tingkat penghunian kamar di hotel berbintang di tahun 2012
merupakan penyebaran yang paling baik daripada di hotel melati
yaitu sebesar 1.69%.

4.4 Time Series Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang didapatkan dari
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu tentang tingkat
penghunian kamar hotel berbintang dan melati akan dilakukan
peramalan data tingkat penghunian kamar hotel berbintang dan
kamar hotel melati dalam satu tahun kedepan. Data yang digunakan
data mulai tahun 2008 hingga 2012. Akan dilakukan untuk data
tahun 2008 Juni 2012 sebagai data in sample dan data Juli
Desember 2012 sebagai data outsample. Tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah prediksi data out sample pada data Juli
Desember 2012 sesuai atau tidak berbeda jauh dengan aktualnya dan
meramalkan data untuk Januari Juni 2013.
29



4.4.1 Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang
Analisa time series tingkat penghunian kamar hotel
berbintang menggunakan data bulanan dari tahun 2008 Juni 2012.
Hasil time series plot data tingkat penghunian kamar hotel
berbintang dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.4Time Series Plot Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang
Tahun 2008-Juni 2012
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat secara visual hampir
semua titi-titik menyebar secara merata dan meningkat.Hal ini
menunjukkan fluktuasi data tingkat penghunian kamar hotel
berbintang stasioner dalam varians dan trend. Dalam pemodelan time
series, dilakukan identifikasi terlebih dahulu agar data stasioner
dalam mean dan varian serta residual juga harus white noise.
Stasioner dalam varian dapat diidentifikasi menggunakan plot Box-
Cox. Jika varian data belum stasioner, maka perlu dilakukan
transformasi data dengan tujuan data hasil transformasi tersebut
stasioner dalam varian. Berikut adalah hasil tranformasi data tingkat
penghunian kamar hotel berbintang menggunakan plot Box-Cox.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
60
55
50
45
40
35
Index
b
i
n
t
a
n
g
Time Series Plot of bintang
30




Gambar 4.5Box-Cox Plot Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang
Pada taraf nyata 5%, nilai Rounded Value diperoleh dari
plot Box-Cox untuk tingkat penghunian kamar hotel berbintang
sebesar 2.00 dan nilai antara Lower CL dan Upper CL telah
melewati nilai 1.00, sehingga data yang digunakan telag stasioner
dalam varian dan tidak perlu dilakukan differencing. Selanjutnya
akan dilakukan identifikasi plot ACF dan PACF untuk menduga
order dari model ARIMA. Berikut adalah hasil plot ACF dan PACF
dari data tingkat penghunian kamar hotel berbintang.

Gambar 4.6ACF dan PACF Plot Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Berbintang
Berdasarkan gambar 4.5 dapat diduga beberapa model yang
sesuai diantaranya model MA (1), AR (1), dan model ARIMA
(1,0,1) karena terjadi cut off pada lag pertama pada ACF dan PACF
plot. Berikut hasil estimasi dari beberapa model yang diduga sesuai
plot ACF dan PACF.

5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0
4.50
4.25
4.00
3.75
3.50
Lambda
S
t
D
e
v
Lower CL Upper CL
Limit
Estimate 1.57
Lower CL -1.01
Upper CL 4.04
Rounded Value 2.00
(using 95.0% confidence)
Lambda
Box-Cox Plot of bintang
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Autocorrelation Function for bintang
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
P
a
r
t
i
a
l

A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Partial Autocorrelation Function for bintang
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
31



Tabel 4.3 Hasil Estimasi Beberapa Model Dari Plot ACF dan PACF
Parameter
Model
ARIMA
(1,0,1)
MA (1) AR (1)
AR (1) 0.4671 - 0.4974
MA (1) -0.0379 -0.4335 -
MSE 23.49 24.01 23.04
White Noise Ya Ya Ya
Berdasarkan tabel 4.3 hasil estimasi beberapa model
menunjukkan model AR (1) merupakan model yang terbaik untuk
melakukan peramalan. Hal ini dapat dilihat dari mean square error
(MSE) atau error terkecil dari model AR (1) merupakan error
terkecil diantara model yang lainnya dan model AR (1)
menunjukkan bahwa data telah white noise. Dengan model AR (1)
maka dapat dilakukan forecast atau peramalan 12 bulan kedepan.
Berikut ini adalah hasil forecast data tingkat penghunian kamar hotel
berbintang untuk 12 bulan kedepan hingga Juni 2013 sesuai tabel 4.4
dibawah ini.
Tabel 4.4 Hasil Peramalan Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang 12
Bulan Kedepan
Bulan
(2012)
Forecast Lower Upper Aktual Bulan
(2013)
Forecast Lower Upper
Juli 52.54 43.13 61.95 57.22 Januari 48.30 37.46 59.15
Agustus 50.38 39.87 60.89 57.45 Februari 48.27 37.42 59.12
September 49.30 38.54 60.07 57.90 Maret 48.25 37.41 59.10
Oktober 48.77 37.94 59.59 58.25 April 48.25 37.40 59.09
November 48.50 37.66 59.34 58.59 Mei 48.24 37.39 59.09
Desember 48.37 37.52 59.21 58.93 Juni 48.24 37.39 59.09
Berdasarkan tabel 4.4 hasil peramalan tingkat penghunian
kamar hotel berbintang pada bulan Juli-Desember 2012 sedikit jauh
berbeda dengan aktualnya yaitu data out sample yang digunakan.
Perbedaan ini sekitar 5-10% dan untuk peramalan pada bulan
Januari-Juni 2013 menghasilkan ramalan yang hampir sama tiap
bulannya yaitu sekitar 48%. Namun model ini ternyata sesuai karena
aktual masih berada diantara lower atau batas bawah dan upper atau
batas atas sehingga untuk bulan Juli-Desember 2012 hasil forecast
masih sesuai dengan aktual yang terjadi pada 6 bulan terakhir
tersebut.
32



4.4.2 Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati
Analisa time series tingkat penghunian kamar hotel melati
menggunakan data bulanan dari tahun 2008 Juni 2012. Hasil time
series plot data tingkat penghunian kamar hotel melati dapat dilihat
pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Time Series Plot Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati
Tahun 2008-Juni 2012
Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat secara visual hampir
semua titi-titik menyebar secara merata dan meningkat.Hal ini
menunjukkan fluktuasi data tingkat penghunian kamar hotel melati
stasioner dalam varians dan trend. Dalam pemodelan time series,
dilakukan identifikasi terlebih dahulu agar data stasioner dalam mean
dan varian serta residual juga harus white noise. Stasioner dalam
varian dapat diidentifikasi menggunakan plot Box-Cox. Jika varian
data belum stasioner, maka perlu dilakukan transformasi data dengan
tujuan data hasil transformasi tersebut stasioner dalam varian.
Berikut adalah hasil tranformasi data tingkat penghunian kamar hotel
berbintang menggunakan plot Box-Cox.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
45
40
35
30
25
Index
m
e
l
a
t
i
Time Series Plot of melati
33




Gambar 4.8 Box-Cox Plot Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati
Pada taraf nyata 5%, nilai Rounded Value diperoleh dari
plot Box-Cox untuk tingkat penghunian kamar hotel melati sebesar
0.00 dan nilai antara Lower CL dan Upper CL telah melewati nilai
1.00, sehingga data yang digunakan telag stasioner dalam varian dan
tidak perlu dilakukan differencing. Selanjutnya akan dilakukan
identifikasi plot ACF dan PACF untuk menduga order dari model
ARIMA. Berikut adalah hasil plot ACF dan PACF dari data tingkat
penghunian kamar hotel berbintang.

Gambar 4.9 ACF dan PACF Plot Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati
Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa untuk plot
ACF terjadi cut off pada lag pertama dan dua belas dan pada plot
PACF terjadi cut off pada lag pertama dan sebelas. Cut offseperti ini
dinamakan subsetsehingga diperlukan software SAS untuk
menganalisa forecast atau ramalan yang baik. Sebelum itu dilakukan
diagnostic checking terhadap model data tingkat penghunian kamar
5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0
3.9
3.8
3.7
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3.0
Lambda
S
t
D
e
v
Lower CL Upper CL
Limit
Estimate -0.18
Lower CL -2.10
Upper CL 1.67
Rounded Value 0.00
(using 95.0% confidence)
Lambda
Box-Cox Plot of melati
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Autocorrelation Function for melati
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
P
a
r
t
i
a
l

A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Partial Autocorrelation Function for melati
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
34



hotel melati yang signifikan dengan menguji residualnya apakah
white noise dan normal.
Tabel 4.5 Hasil Uji Box Pierce (Ljung Box) Chi-Squaredan Kenormalan
Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati
Model Output
Kolmogorov
-Smirnov
Signifikasi MAPE
AR (1)
12
To Lag ChiSquare DF
Pr >
ChiSq
6 8.94 4 0.0626
12 10.96 10 0.3607
18 13.8 16 0.6137
24 16.42 22 0.7943
8.1319
Signifikan
dan White
Noise
8.1319
MA (1)
11
To Lag ChiSquare DF
Pr >
ChiSq
6 11.64 4 0.0202
12 21.82 10 0.0160
18 26.94 16 0.0421
24 34.14 22 0.0476
9.7198
Signifikan
dan Tidak
White
Noise
9.7198
ARMA
(1,1)
(1,0)
12

(0,1)
11
To Lag ChiSquare DF
Pr >
ChiSq
6 8.86 2 0.0119
12 10.9 8 0.2073
18 13.7 14 0.4722
24 16.32 20 0.6968
8.1131
Signifikan
dan Tidak
White
Noise
8.1131
Berdasarkan tabel 4.5 hasil estimasi beberapa model
menunjukkan model AR(1)
12
merupakan model yang terbaik untuk
melakukan peramalan. Hal ini dapat dilihat dari hasil signifikansi,
model tersebut telah memenuhi asumsi residual (white noise) dan
kenormalan. Dan dari hasil mean absolute percentage error (MAPE)
dari model AR(1)
12
merupakan error terkecil diantara model yang
lainnya. Dengan model AR(1)
12
maka dapat dilakukan forecast atau
peramalan 12 bulan kedepan. Berikut ini adalah hasil forecast data
tingkat penghunian kamar hotel melati untuk 12 bulan kedepan
hingga Juni 2013 sesuai tabel 4.6 dibawah ini.
35



Tabel 4.6 Hasil Peramalan Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Melati 12 Bulan Kedepan
Bulan
(2012)
Forecast Lower Upper Aktual Bulan
(2013)
Forecast Lower Upper
Juli 42.21 35.43 49.00 39.55 Januari 41.67 34.31 49.02
Agustus 40.44 33.17 47.72 42.69 Februari 41.21 33.85 48.56
September 37.9 30.55 45.24 40.2 Maret 39.13 31.77 46.49
Oktober 39.12 31.76 46.47 42.66 April 41.09 33.73 48.45
November 36.09 28.73 43.44 40.77 Mei 39.57 32.21 46.93
Desember 41.45 34.10 48.81 42.71 Juni 41.13 33.77 48.49
Berdasarkan tabel 4.6 hasil peramalan tingkat penghunian
kamar hotel melati pada bulan Juli-Desember 2012 sedikit jauh
berbeda dengan aktualnya yaitu data out sample yang digunakan.
Perbedaan ini sekitar 1-3% (sedikit lebih rending dibandingkan
dengan ramalan hotel berbintang) dan untuk peramalan pada bulan
Januari-Juni 2013 menghasilkan ramalan sekitar 39% atau 41%.
Namun model ini ternyata sesuai karena aktual masih berada diantara
lower atau batas bawah dan upper atau batas atas sehingga untuk
bulan Juli-Desember 2012 hasil forecast masih sesuai dengan aktual
yang terjadi pada 6 bulan terakhir tersebut.

4.5 Keterkaitan Antara Pendapatan Sektor Pariwisata
dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Diketahui hasil peramalan pada tingkat penghunian kamar
hotel berbintang maupun hotel melati diatas adalah meningkat setiap
tahunnya. Peningkatan ini pastinya akan mempengaruhi pendapatan
dalam sektor pariwisata dalam hal ini dipegang oleh Perhimpunan
Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Kota Batu terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Batu. Mengapa demikian,
karena pendapatan tingkat penghunian kamar akan mempengaruhi
investasi yang akan masuk dalam PAD Kota Batu tersebut. Untuk
lebih jelas melihat apakah PAD Kota Batu juga meningkat pada
tahun 2008-2012, lihat tabel 4.7 dibawah ini.
36



Tabel 4.7 Perkembangan Indikator PAD Kota Batu
Uraian Ket. 2008 2009 2010 2011 2012
PDRB ADHB (Jutaan) 2,524,551.63 2,851,689.98 3,251,565.04 3,554,756.51 2,851,689.98
PDRB ADHK (Jutaan) 1,244,946.54 1,328,892.60 1,422,065.90 1,492,248.52 1,328,892.60
PDRB/KAPITA (Ribuan) 13,578.33 15,156.87 17,096.94 18,476.64 15,156.87
APBD (Jutaan) 311,061.13 368,477.57 418,326.20 446,028.33 495994.38
Rasio
APBD/PDRB
12.32 12.92 12.87 12.55 12.92
PAD (Jutaan) 14,202.63 17,386.74 17,735.60 30,257.31 38794.38
Rasio
PAD/APBD
4.57 4.72 4.24 6.78 4.72
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dengan hanya salah satu
faktor dari peningkatan kamar hotel berbintang maupun hotel melati,
akan mempengaruhi PAD kota tersebut. Belum lagi dari faktor lain
seperti jumlah pengunjung hotel setiap tahunnya, jumlah pengunjung
di restaurant setiap tahunnya, jumlah tamu menurut asal tamu setiap
tahunnya, dan sebagainya. Sehingga semakin kecilnya varians dalam
perkembangan di sektor pariwisata di Kota Batu akan meningkatkan
pendapatan asli daerah atau PAD Kota Batu. Hal ini akan
menguntungkan dalam hal seperti investasi jangka pendek maupun
jangka panjang. Sehingga para investorpun tidak akan merasa sia-sia
bila mereka menanmkan saham pada Kota Batu khususnya dalam di
sektor pariwisatanya. Untuk lebih jelas apakah tingkat penghunian
kamar hotel menurut jenis hotel mempengaruhi PAD Kota Batu
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


37




Gambar 4. 10 Grafik Rata-Rata Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Terhadap PAD
Gambar diatas menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pendapatan asli daerah atau PAD Kota Batu adalah
tingkat penghunian kamar menurut jenis hotel yaitu berbintang
maupun melati (dalam hal ini dijadikan rata-rata). Puncak tertinggi
tingkat penghunian kamar berbintang maupun melati terjadi di tahun
2012, sehingga pendapatan asli daerah atau PADpun juga ikut
meningkat sangat signifikan. Pendapatan asli daerah atau PAD
merupakan pendapatan di Kota Batu dalam bentuk satuan jutaan
rupiah, sedangkan tingkat penghunian kamar berbintang maupun
melati satuannya adalah persentase. Untuk menggabungkan kedua
variabel yang berbeda tersebut menggunakan indeks dan menjadikan
di tahun 2008 sebagai patokan utama (100) untuk tahun-tahun
berikutnya. Berikut tabel indeks yang digunakan untuk
mempermudah kedua variabel tersebut sehingga menghasilkan
perhitungan seperti gambar diatas.

100
122.42
124.87
213.04
273.15
100
106.75
109.84 110.13
124.61
0
50
100
150
200
250
300
2008 2009 2010 2011 2012
PAD
Rata-Rata Tingkat
Penghunian
Kamar Hotel
38



Tabel 4.8 Tabel Indeks PAD Kota Batu dan Rata-Rata Tingkat Penghunian
Kamar Hotel di Kota Batu

2008 2009 2010 2011 2012
PAD 100 122.42 124.87 213.04 273.15
Rata-Rata Tingkat Penghunian Kamar Hotel 100 106.75 109.84 110.13 124.61
Tabel 4.8 merupakan tabel indeks pendapatan asli daerah
atau PAD Kota Batu dengan rata-rata tingkat penghunian kamar
hotel. Dari perhitungan sehingga membentuk indeks diatas telah
membuktikan bahwa pertumbuhan rata-rata tingkat penghunian
kamar hotel baik berbintang maupun melati juga akan
mempengaruhi pertumbuhan pendapatan asli daerah atau PAD Kota
Batu. Pertumbuhan ini dimulai meningkat pada tahun 2010 hingga
2012


39

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan statistika deskriptif, tahun 2012 baik tingkat
penghunian kamar hotel berbintang maupun hotel melati sama-
sama merupakan tahun yang paling terbaik di Kota Batu karena
di tahun ini rata-ratanya paling tinggi dan penyebarannya sangat
kecil dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain dan ini
membuktikan bahwa penyebaran tingkat penghunian kamar hotel
berbintang maupun hotel melati di tahun 2012 tersebut telah
merata dengan baik. Berdasarkan rata-rata tingkat penghunian
kamar menurut jenis hotel baik berbintang maupun melati
meningkat disetiap tahunnya. Peningkatan paling tertinggi terjadi
di tahun 2012. Dan penyebaran tingkat penghunian kamar
menurut jenis hotel tahun 2008-2012 mengalami penurunan dan
peningkatan yang tidak berarturan di setiap tahunnya.
Penyebaran yang paling baik terjadi di tahun 2012 karena
semakin kecil penyebaran tersebut maka dapat dikatakan bahwa
penyebaran tingkat penghunian kamar menurut jenis hotel
tersebut telah baik.
2. Berdasarkan analisa time series pada tingkat penghunian kamar
hotel berbintang menunjukkan fluktuasi stasioner dalam varians
dan trend. Setelah dilakukan pengecekan menggunakan Box-
Cox, plot ACF dan plot PACF didapatkan model yang sesuai
adalah model AR (1) karena mean square error (MSE) atau error
terkecil dari model AR (1) merupakan error terkecil diantara
model yang lainnya dan model AR (1) menunjukkan bahwa data
telah white noise. Dengan model AR (1) maka dapat dilakukan
forecast atau peramalan 12 bulan kedepan. Sedangkan pada
tingkat penghunian kamar hotel melati didapatkan model yang
sesuai adalah AR (1)
12
karena mean absolute percentage error
(MAPE) dari model AR(1)
12
merupakan error terkecil diantara
model yang lainnya. Dengan model AR(1)
12
maka dapat
dilakukan forecast atau peramalan 12 bulan kedepan.
40



3. Berdasarkan keterkaitannya antara pendapatan sektor pariwisata
yang dalam hal ini dipegang oleh Perhimpunan Hotel dan
Restaurant Indonesia (PHRI) dengan pendapatan asli daerah
(PAD) dapat disimpulkan bahwa dengan hanya salah satu faktor
yaitu dari peningkatan kamar hotel berbintang maupun hotel
melati, akan mempengaruhi PAD kota tersebut. Sehingga
semakin kecilnya varians dalam perkembangan di sektor
pariwisata di Kota Batu akan meningkatkan pendapatan asli
daerah atau PAD Kota Batu. Hal ini akan menguntungkan dalam
hal seperti investasi jangka pendek maupun jangka panjang.
Sehingga para investorpun tidak akan merasa sia-sia bila mereka
menanmkan saham pada Kota Batu khususnya dalam di sektor
pariwisatanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan
asli daerah atau PAD Kota Batu adalah tingkat penghunian
kamar menurut jenis hotel yaitu berbintang maupun melati
(dalam hal ini dijadikan rata-rata). Puncak tertinggi tingkat
penghunian kamar berbintang maupun melati terjadi di tahun
2012, sehingga pendapatan asli daerah atau PADpun juga ikut
meningkat sangat signifikan.
41



5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam kerja praktek selanjutnya
adalah sebaiknya memilih permasalahan yang jelas atau
permasalahan yang sedang terjadi di tempat kerja praktek, sehingga
dapat memberikan solusi atau jalan keluar yang tepat bagi
permasalahan tersebut. Dan saran yang dapat disampaikan untuk
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu adalah sebaiknya
memiliki semua data yang berhubungan dengan kepariwisataan,
misalnya data pendapatan, data occupancy, data ketenagakerjaan
yang jelas dari setiap usaha hotel, restaurant, dan daerah tujuan
wisata sehingga data tersebut dapat membantu dalam permasalahan
yang sedang terjadi di pariwisata Kota Batu.


























(Halaman I ni Sengaja Dikosongkan)

43



DAFTAR PUSTAKA



Makridakis S., Wheelwright, Mc Gee, 1999, Metode
danAplikasi Peramalan, Edisi Kedua, Bina RupaAksara,
Jakarta.
Walpole, Ronald E. (1995), Pengantar Statistiks , PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Wei, W.W.S., 1990, Time Analysis Univariate andMultivariate
Methods, Addison Wesley PublishingCompany, Inc.



















(Halaman I ni Sengaja Dikosongkan)
53



LAMPIRAN

Lampiran D Data Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang dan Melati Tahun 2008 2012
2008 2009 2010 2011 2012
Bulan Berbintang Melati Jumlah Bulan Berbintang Melati Jumlah Bulan Berbintang Melati Jumlah Bulan Berbintang Melati Jumlah Bulan Berbintang Melati Jumlah
Januari 37.4 24.6 27.89 Januari 42.01 29.6 32.78 Januari 45.21 35.14 37.74 Januari 47.14 39.79 40.86 Januari 54.63 42.45 43.4
Februari 42.64 24.01 28.79 Februari 46.19 30.72 34.68 Februari 44.3 34.37 36.92 Februari 46.09 35.19 36.76 Februari 55.63 41.44 42.54
Maret 40.93 27.86 31.25 Maret 47.54 33.49 37.09 Maret 48.72 34.65 38.3 Maret 45.31 34.35 35.95 Maret 55.82 37.9 39.2
April 40.51 36.12 37.25 April 45.62 33.98 39.96 April 50.71 33.9 38.25 April 44.42 32.15 33.94 April 56.2 43.05 44.62
Mei 43.64 32.35 35.24 Mei 45.48 34.51 35.82 Mei 49.2 34.85 36.66 Mei 46.44 34.76 20.5 Mei 56.53 38.8 39.63
Juni 46.96 40.89 42.44 Juni 50.54 37.16 40.6 Juni 42.33 37.64 38.84 Juni 59.64 43.28 45.68 Juni 56.88 42.81 43.56
Juli 50.92 37.19 40.67 Juli 52.09 40.45 43.44 Juli 46.58 37.69 39.94 Juli 51.7 42.5 43.82 Juli 57.22 39.55 41.12
Agustus 39.7 37.51 38.08 Agustus 45.36 37.37 39.43 Agustus 45.36 38.66 40.42 Agustus 45.44 39.62 40.45 Agustus 57.45 42.69 43.75
September 35.07 31.33 32.28 September 42.67 37.61 38.91 September 48.68 39.47 41.82 September 48.42 36.15 37.92 September 57.9 40.2 41.8
Oktober 51.31 39.61 42.71 Oktober 51.61 36.39 40.08 Oktober 53.73 40.59 44.07 Oktober 47.37 40.26 41.39 Oktober 58.25 42.66 43.78
November 46.87 44.44 45.06 November 53.1 39.56 43.04 November 52.31 43.25 45.56 November 45.33 33.72 35.39 November 58.59 40.77 42.42
Desember 53.07 41.27 44.25 Desember 52.55 44.51 46.52 Desember 56.06 45.92 48.51 Desember 57.02 45.92 47.52 Desember 58.93 42.71 44.69
54



Descriptive Statistics: 2008, 2009, 2010, 2011, 2012

Variable Mean Variance Minimum Maximum
2008 44.09 33.26 35.07 53.07
2009 47.90 15.41 42.01 53.10
2010 48.60 16.77 42.33 56.06
2011 48.69 24.17 44.42 59.64
2012 57.002 1.694 54.630 58.930

Descriptive Statistics: 2008_1, 2009_1, 2010_1, 2011_1,
2012_1

Variable Mean Variance Minimum Maximum
2008_1 34.76 45.13 24.01 44.44
2009_1 36.28 17.40 29.60 44.51
2010_1 38.01 14.47 33.90 45.92
2011_1 38.14 19.02 32.15 45.92
2012_1 41.252 3.163 37.900 43.050

LAMPIRAN E Hasil Output software SAS, Time Series
tingkat penghunian kamar hotel dan perhitungan indeks
PAD dengan tingkat penghunian kamar hote










Output 2 Statistika Deskriptif

















60 55 50 45 40 35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Data
D
e
n
s
i
t
y44.09 5.767 12
47.90 3.926 12
48.60 4.095 12
48.69 4.917 12
57.00 1.302 12
Mean StDev N
2008
2009
2010
2011
2012
Variable
Normal
Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang 2008-2012
50 45 40 35 30 25 20
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Data
D
e
n
s
i
t
y34.76 6.718 12
36.28 4.171 12
38.01 3.803 12
38.14 4.361 12
41.25 1.778 12
Mean StDev N
2008
2009
2010
2011
2012
Variable
Normal
Tingkat Penghunian Kamar Hotel Melati 2008-2012
55






\


























44.09
47.90
48.60 48.69
57.00
34.77
36.28
38.01 38.14
41.25
2008 2009 2010 2011 2012
Berbintang Melati
33.26
15.41
16.77
24.17
1.69
45.13
17.40
14.47
19.02
3.16
2008 2009 2010 2011 2012
Berbintang Melati
56



Output 3 Hasil Analisa Time Series Data Tingkat
Penghunian Kamar Hotel Berbintang Tahun 2008 2012
Menggunakan Software Minitab

1. Time Series Plot

2. Box-Cox


3. Plot ACF dan Plot PACF


50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
60
55
50
45
40
35
Index
b
i
n
t
a
n
g
Time Series Plot of bintang
5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0
4.50
4.25
4.00
3.75
3.50
Lambda
S
t
D
e
v
Lower CL Upper CL
Limit
Estimate 1.57
Lower CL -1.01
Upper CL 4.04
Rounded Value 2.00
(using 95.0% confidence)
Lambda
Box-Cox Plot of bintang
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Autocorrelation Function for bintang
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
P
a
r
t
i
a
l

A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Partial Autocorrelation Function for bintang
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
57






4. Hasil ARIMA

ARIMA (1,0,1)
Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P
AR 1 0.4671 0.2610 1.79 0.079
MA 1 -0.0379 0.2883 -0.13 0.896
Constant 25.7074 0.6865 37.45 0.000
Mean 48.237 1.288


Number of observations: 54
Residuals: SS = 1198.00 (backforecasts excluded)
MS = 23.49 DF = 51


Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag 12 24 36 48
Chi-Square 9.7 14.8 24.7 40.1
DF 9 21 33 45
P-Value 0.378 0.834 0.849 0.678


ARIMA Model: bintang

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters
0 1714.88 0.100 48.377
1 1495.21 -0.050 48.391
2 1353.60 -0.200 48.385
3 1277.51 -0.350 48.352
4 1265.29 -0.446 48.278
5 1264.95 -0.432 48.251
6 1264.95 -0.434 48.252
7 1264.95 -0.434 48.252

Relative change in each estimate less than 0.0010

58



ARIMA (0,0,1)
Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P
MA 1 -0.4335 0.1252 -3.46 0.001
Constant 48.2522 0.9549 50.53 0.000
Mean 48.2522 0.9549


Number of observations: 54
Residuals: SS = 1248.75 (backforecasts excluded)
MS = 24.01 DF = 52


Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag 12 24 36 48
Chi-Square 12.0 17.0 27.2 58.8
DF 10 22 34 46
P-Value 0.284 0.763 0.790 0.098


ARIMA Model: bintang

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters
0 1436.21 0.100 43.540
1 1304.03 0.250 36.283
2 1233.22 0.400 29.016
3 1220.69 0.476 25.300
4 1220.05 0.492 24.495
5 1220.01 0.496 24.303
6 1220.01 0.497 24.256
7 1220.01 0.497 24.244

Relative change in each estimate less than 0.0010

Relative change in each estimate less than 0.0010

59








5. Forecast 12 Bulan Kedepan

Forecasts from period 54

95% Limits
Period Forecast Lower Upper Actual
55 52.5362 43.1260 61.9463
56 50.3756 39.8657 60.8855
57 49.3009 38.5363 60.0656
58 48.7664 37.9396 59.5932
59 48.5005 37.6584 59.3426
60 48.3683 37.5224 59.2142
61 48.3025 37.4557 59.1493
62 48.2698 37.4227 59.1168
63 48.2535 37.4064 59.1006
64 48.2454 37.3983 59.0925
65 48.2414 37.3943 59.0885
66 48.2394 37.3923 59.0865

ARIMA (0,0,1)
Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P
AR 1 0.4974 0.1235 4.03 0.000
Constant 24.2444 0.6538 37.08 0.000
Mean 48.237 1.301


Number of observations: 54
Residuals: SS = 1198.14 (backforecasts excluded)
MS = 23.04 DF = 52


Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag 12 24 36 48
Chi-Square 9.8 14.9 25.0 39.7
DF 10 22 34 46
P-Value 0.457 0.867 0.871 0.733


ARIMA Model: bintang

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters
0 1436.21 0.100 43.540
1 1304.03 0.250 36.283
2 1233.22 0.400 29.016
3 1220.69 0.476 25.300
4 1220.05 0.492 24.495
5 1220.01 0.496 24.303
6 1220.01 0.497 24.256
7 1220.01 0.497 24.244

Relative change in each estimate less than 0.0010

Relative change in each estimate less than 0.0010

Relative change in each estimate less than 0.0010

60



Output 4 Hasil Analisa Time Series Data Tingkat
Penghunian Kamar Hotel Melati Tahun 2008 2012
Menggunakan Software SAS
1. Time Series Plot

2. Box-Cox

3. Plot ACF dan Plot PACF


50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
45
40
35
30
25
Index
m
e
l
a
t
i
Time Series Plot of melati
5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0
3.9
3.8
3.7
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3.0
Lambda
S
t
D
e
v
Lower CL Upper CL
Limit
Estimate -0.18
Lower CL -2.10
Upper CL 1.67
Rounded Value 0.00
(using 95.0% confidence)
Lambda
Box-Cox Plot of melati
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Autocorrelation Function for melati
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
P
a
r
t
i
a
l

A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
Partial Autocorrelation Function for melati
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
61







62




63







64




65







66

Вам также может понравиться