Apif 1 , Dahril 2 , Dasrul 3 . 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala 2) Bagian Urologi Fakultas Kedokteran Unsyiah 3) Bagian Ilmu Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah
ABSTRAK Infertilitas adalah suatu keadaan, yang mana pasangan suami istri tidak dapat menghasilkan keturunan dalam 1 tahun dengan aktivitas seksual aktif tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Torsio testis merupakan salah satu faktor penyebab infertilitas yang dapat menyebabkan berbagai dampak pada testis dan jaringan disekitarnya. Selain itu unilatelar torsio testis dapat berdampak pada histologi testis kontralateralnya. Dari semua efek yang terjadi pada testis kontralateral salah satunya berefek terhadap penghambat poliferasi dan fungsi Sel Leydig yang berfungsi menghasilkan testosteron untuk pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis, yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perubahan yang diakibatkan oleh detorsi torsio testis unilateral pada penurunan jumlah sel Leydig testis kontralateral dan setelah di detorsi selama 30 hari. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorik dengan pendekatan post test only control dan menggunakan teknik pengelompokan rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan jumlah sel Leydig testis kontralateral pada kelompok detorsi torsio testis 4 jam dan 30 hari pasca detorsi torsio testis 4 jam ( P<0,05 ), sedangkan antara perlakuan detorsi torsio testis 4 jam dan 30 hari pasca detorsi torsio testis tidak menunjukkan perbedaan ( P>0,05 ). Kata Kunci : Torsio Testis, Kontralateral, Sel Leydig
ABSTRACT Infertility is a condition in which married couples can not produce offspring within a year with an active sexual activity without using contraception. Testicular torsion is one of the causes of infertility that can cause a variety of effects on the testis and surrounding tissue. Additionally, unilateral testicular torsion can have an impact on contralateral testicular histology. Of all the effects that occur in the contralateral testis one effect on the inhibition of proliferation and function of Leydig cells which produce testosterone function for growth and division testicular germ cells, which is the first stage of the formation of sperm. The purpose of this study was to observe the changes caused by unilateral testicular torsion detorsi on decreasing the number of contralateral testicular Leydig cells and after in detorsi for 30 days. This research was done with the laboratory experimental design and post-test only control using clustering techniques completely randomized design (CRD) using the 3 treatment groups. The results showed a decrease in the number of Leydig cells in the testes contralateral testicular torsion detorsi group 4 hours and 30 days after testicular torsion detorsi 4 hours (p <0.05), whereas between the treatment of testicular torsion detorsi 4 hours and 30 days post detorsi testicular torsion is not shows the difference. Keyword : Testicular torsion, Contralateral, Leydig cells PENDAHULUAN Infertilitas adalah suatu keadaan, yang mana pasangan suami istri tidak dapat menghasilkan keturunan dalam 1 tahun dengan aktivitas seksual aktif tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Infertilitas masih menjadi permasalahan bagi 15% dari pasangan suami istri. Faktor infertilitas pria memegang peranan 50% dari keseluruhan kasus infertilitas. (1) Beberapa faktor yang dapat menimbulkan suatu keadaan infertilitas pada pria, antara lain kelainan genetik, umur, infeksi, autoantibodi, defesiensi testosteron, hipogonadisme, kanker, faktor lingkungan, efek samping dari pengobatan, torsio testis, rertograde ejaculation, vasectomy, varicocele, dan sebab-sebab lain yang belum diketahui. (2) Torsio testis menyebabkan berbagai dampak pada testis dan jaringan disekitarnya. Mulai dari gangguan proses spermatogenesis, penurunan kualitas sperma, hingga perubahan histopatologi jaringan yang terdapat didalam testis khusunya tubulus seminiferus dan jaringan interstisial. (3) Berbagai sel dalam testis seperti sel Sertoli, sel Leydig dan sel epitel germinal, akan mengalami hipoksia dan anoksia, sehingga terjadi gangguan fungsi sampai kematian sel tersebut. (4) Selain itu unilatelar torsio testis dapat berdampak pada testis kontralateral, dampaknya terjadi pada histologi testis kontralateralnya. (5) Pada torsio testis kontralateral dapat ditemukan adanya proses abnormalitas seperti terjadi atrofi dari sel Leydig, terjadi perubahan fisiologi pada sel Sertoli, penurunan jumlah sperma, terjadi proses apoptosis yang cepat pada epitel germinalnya. (6) Banyak teori yang menjelaskan bahwa kerusakan kontralateral testis akibat unilateral torsio testis dapat dipicu oleh berbagai mekanisme yang masih diperdebatkan sampai sekarang, diantaranya adalah akibat dari reaksi radikal bebas oksigen yang dilepas setalah proses reperfusi (7) , dapat juga diakibatkan oleh terajadinya peningkatan dari perfusi darah ke jaringan (8) , selain itu dapat juga dipicu oleh proses auto-imun. (9,10) Kerusakan pada kontralateral ini dapat terjadi oleh karena proses iskemik sekuder yang dipicu oleh reflex vasokonstriksi pada pembuluh darah testis kontralateral akibat respon saraf simpatis.
Penurunan blood flow dapat menyebabkan terjadinya hipoksia pada jaringan sehingga terjadi peningkatan produksi ROS (Reactive Oxygen Species).
Hal tersebut dapat menyebabkan gangguan dari perfusi jaringan, terjadi peningkatan dari ekspresi adhesi molekul, migrasi dari leukosit, kerusakan pada epitel spermatogenik, respon autoimun, kerusakan pada testis blood-barrier (11) , dan penurunan kadar testosteron serum. (12)
Dari semua efek yang terjadi pada testis kontralateral salah satunya berefek terhadap penghambat poliferasi dan fungsi Sel Leydig melalui produksi ROS yang merangsang pengeluaran magrofak. (13)
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat perubahan yang diakibatkan oleh detorsi torsio testis unilateral pada menurunan jumlah sel Leydig testis kontralateral dan setelah di detorsi selama 30 hari, karena sel Leydig menghasilkan testosteron yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis, yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma. (14) METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorik dengan pendekatan post test only control dan menggunakan teknik pengelompokan rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 kelompok perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai Januari 2014. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah 27 ekor tikus Rattus norvegicus jantan dengan umur 3-4 bulan dan berat 150-200 gram. Definisi Operasional Untuk memudahkan memahami pengertian dari variabel-variabel dalam penelitian ini, akan dijelaskan dalam definisi operasional sebagai berikut: 1. Pola torsio Testis Torsio testis adalah memutarnya funikulus spermatikus. Pada perlakuan masing-masing kelompok akan dilakukan torsio sebanyak 1 x 360 derajat dan diputar ke arah medial. Torsio akan dibiarkan selama 4 jam. 2. Detorsi Detorsi adalah proses mereposisi kembali testis yang telah mengalami torsio. 3. Variasi waktu Variasi waktu adalah lamanya waktu untuk menilai perlakuan. Menilai efek cepat dengan melihat efeknya langsung setelah detorsi serta menilai efek lambat dengan membiarkan tikus selama 30 hari setelah detorsi dan dilihat efeknya. 3 Gambaran jumlah sel Leydig Sel-sel interstisial Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh susunan-susunan tubulus seminiferus. Sel-sel tersebut besar dengan sel sitoplasma sering bervakuol pada sajian mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-butiran kromatin kasar dan anak inti yang jelas. (5) Variabel dapat diukur dengan menggunakan mikroskop foto DP 12 dengan hasil ukuran berupa jumlah sel nominal.
Teknik / Prosedur Penelitian Tiga puluh ekor tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan yang berumur 3-4 bulan dengan berat badan 150-200 gram dibiarkan selama seminggu untuk proses aklimatisasi. Selama masa penelitian, hewan coba dikandangkan dalam wadah yang diberi alas sekam dan deberikan pakan standar berupa pellets dan air ad libitum. Ketiga puluh hewan coba dirandomisasi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor tikus. Kelompok kontrol tidak dilakukan perlakuan berupa torsio testis unilateral. Sementara kedua kelompok perlakuan di anaestesi dengan cara melakukan injeksi secara intramuskular dengan mengguanakan obat anastesi berupa lidocain 0.2%. Setelah hewan coba teranastesi, kemudian skrotum diinsisi dan diberi perlakuan berupa torsio 360 o ke arah medial pada unilateral testis. Kemudian luka insisi dijahit dan torsio dibiarkan selama 4 jam. Setelah 4 jam, skrotum diinsisi kembali kemudian dilakukan reposisi 360 o ke arah lateral. Pada 18 ekor tikus dari kedua kelompok perlakuan dilakukan pengangkatan dan pembuatan preparat histologi sebelum diamati di bawah mikroskop (efek cepat) pada testis kontralateralnya. Sedangkan 8 ekor tikus lain pada tiap kelompok perlakuan dilakukan fiksasi dengan benang absorbable, lalu luka insisi ditutup dan dibiarkan selama 30 hari. Setelah 30 hari, dilakukan kembali insisi skrotal kemudian testis kontralateral diangkat, dilkukan pembuatan preparat, kemudian diamati dibawah mikroskop (efek lambat). Kemudian testis melalui serangkaian tahapan pembuatan preparat yang dilaukan dengan proses pewaranaan Haematoxylin dan Eosin (H&E). Dalam pembuatan mikroteknik preparat histologi, langkah pertama yang harus dilakukan ialah fiksasi. Pada tahap ini, testis yang telah dipotong seukuran 2 cm diletakkan di kaca film, lalu direndam dalam larutan formalin selama 24 jam. Kemudian dilanjutkan dengan langkah kedua yang dikenal dengan istilah dehidrasi. Pada tahap ini, potongantestis direndam dalam larutan alkohol 80% selam 2 jam. Selanjutnya direndam lagi dalam alkohol dengan konsentrasi 90%, 95%, 100%I dan 100%II seacara berurutan masing- masing selama 2 jam. Kemudian dilakukan tahapan ketiga yang disebut clearing, yaitu peendaman sebanyak 3 kali dalam larutan xylol masing-masing selama 30 menit dalaam botol yang berbeda. Selanjutnya dilakuan proses infiltrasi yang dikerjakan dalam inkubator dengan suhu 56-58 o C. Potong testis direndam dalam parafin sebanyak 3 kali masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan embedding dengan mencelupkan potongan testis dalam parafin cair yang telah dituang dalam wadah yang berbentuk kubus ukuran 3x3 cm yang terbuat dari karton jeruk. Selanjutnya wadah tersebut dimasukkan ke dalam air, lalu dimasukkan kedalam lemari es, dansetelah beberapa saat, parafin akan memadat dan testis berada dalam blok parafin. Testis dalam blok parafin ditempelkan pada lempeng mikrotom. Ketebalan irisan yang diinginkan adalah 4-6 um. Irisan diambil dengan pinset dan dimasukkan kedalam air hangat (38-40 o C) untuk meluruskan kerutan halus yand ada dan untuk membuka lipatan irisan yang mungkin terjadi pada preparat. Irisan yang terentang sempurna diambil dengan gelas obyek. Potongan terpilih dikeringkan dan diletakkan diatas hotplate (38-40 o C) sampai preparat menjadi kering. Kemudian preparat tersebut diwarnai dengan hematoxylin dan Eosin (H&E) yang terdiri dari beberapa rangkaian tahapan dengan menggunakan berbagai larutan seperti xylol, alkohol, alkohol absolut, air mengalir, dan berakhir diberi balsem Canada agar preparat merekat kuat pada gelas obyek dan cover (Lampiran 4). Lalu preparat diamati di bawah mikroskop foto DP 12 menggunakan skala 20 um dan 30 um dan selanjutnya di foto. Perhitungan dilakukan pada 1 penampang potongan testis yang dibagi menjadi 4 bagian (kanan atas, kanan bawah, kiri atas, kiri bawah). Setiap bagian diambil 3 tubulus untuk dihitung jumlah selnya dengan pembesaran 400X pada 5 lapangan pandang.
Analisa Data Data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan jumlah sel Leydig testis kontralateral akan diuji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov dan homegenitas dengan menggunakan uji Levene serta uji beda dengan metode analisis ANOVA satu arah dan akan dilanjutkan dengan metode Tukeys HSD test. Hasil pengolahan data akan ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Setelah dilakukan pengamatan pada masing-masing kelompok, yaitu kelompok kontrol (K), efek cepat (P1), dan efek lambat (P2). Dengan jenis perlakuan pada masing-masing kelompok secara berurutan yaitu tidak dilakukan torsio, diinduksi torsio testis 360 derajat selama 4 jam dengan pengamatan langsung pada testis kontralateralnya dan diinduksi torsio testis 360 derajat selama 4 jam dengan pengamatan setelah 30 hari pasca detorsi pada testis kontralateral. Data jumlah sel Leydig testis kontralateralnya diuji normalitas dan homogenitas, kemudian dilanjutkan dengan uji statistik ANOVA satu arah dan Tukey HSD test.
Gambaran Histologi Jumlah Sel Leydig Testis Kontralateral
(a)
(b)
(c) Gambar 4.1 Histologi Jumlah Sel Leydig Testis Kontralateral (a) Preparat kontrol dengan pewarnaan H&E (pembesaran 1000x), (b) Preparat P1 dengan Pewarnaan H&E (pembesaran 1000x), (c) Preparat P2 dengan Pewarnaan H&E (pembesaran 1000x).
Jumlah Sel Leydig Testis Kontralateral Setelah dilakukan perhitungan jumlah sel Leydig testis kontralateral pada 5 lapangan pandang setiap preparat, didapatkan rerata jumlah sel Leydig testis kontralateral sebagai berikut.
Tabel 4.1 Rerata Std. Error Jumlah Sel Leydig Testis Kontralateral Kelompok Jumlah Perlakuan Rarata Std. Error Sel Leydig Kontrol (K) 9 181,33 9,14 Efek Cepat (P1) 9 143,11 4,51 Efek Lambat (P2) 9 151,89 7,55
Tabel 4.2 Uji Normalitas Jumlah Sel Leydig Testis Kontralateral Menggunakan Kolmogorov-Smirnov Kelompok Ulangan Mean SD Sig. Kontrol (K) 9 181,33 27,42 0,609 Efek Cepat (P1) 9 143,11 13,54 0,960 Efek Lambat (P2) 9 151,89 22,65 0,998 Hasil analisis di atas nilai Kolmogrov-Smirnov tiap kelompok perlakuan sebesar 0,609 (>0,05), 0,960 (>0.05), 0,998 (>0.05), karena hasil dari setiap kelompok perlakuan >0,05 maka hasil uji normalitas didapatkan data terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas dari hasil jumlah sel Leydig dengan menggunakan uji Lavene. Hasil uji homogenitas penelitian tersaji pada tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Uji Homogenitas Jumlah Sel Leydig Testis Kontralateral Menggunakan Levene Test Levene Statistic df1 df2 Sig. 0,991 2 24 0,386 Berdasarkan uji Lavene didapatkan nilai signifikansinya 0,386 (>0,05), karena nilai signifikansinya >0,05 maka data jumlah sel Leydig memiliki varian yang sama atau homogen. Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas, maka data memenuhi syarat untuk dilanjutkan dengan Analysis of variance (ANOVA) one way. Tabel 4.4 Uji Statistik Analysis of variance (ANOVA) one way dan Tukey HSD Test
Sum of Squar es df Mean Square F Sig. Between Group 7096, 889 2 3548,4 44 7, 34 9 0,00 3 Within Group 11587 ,778 24 482,82 4
Total 18684 ,667 26 Berdasarkan uji statistik Analysis of variance (ANOVA) one way didapatkan F hitung > F tabel (7,349>3,403) atau signifikannya 0,003<0,005, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil uji statistik Analysis of variance (ANOVA) one way menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,005) pada kelompok penelitian. Untuk melihat kelompok yang berbeda dilanjutkan dengan uji lanjut dengan menggunakan Tukey HSD test. Perbandingan Std. Error Sig. Perlakuan Perlakuan Kontrol P1 10,3829 0,003 P2 10,3829 0,029 P1 K 10,3829 0,003 P2 10,3829 0.618 P2 K 10,3829 0,029 P1 10,3829 0,618 Dari hasil uji Tukey HSD test didapatkan jumlah sel Leydig pada kelompok Kontrol berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok P1 dan P2, sedangkan antara kelompok P1 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05). Pembahasan Torsio testis merupakan salah satu faktor penyebab infertilitas yang dapat menyebabkan berbagai dampak pada testis dan jaringan disekitarnya. (2,3)
Selain itu unilatelar torsio testis dapat berdampak pada histologi testis kontralateralnya. (5) Dari semua efek yang terjadi pada testis kontralateral salah satunya berefek terhadap penghambatan poliferasi dan fungsi Sel Leydig yang berfungsi menghasilkan testosteron untuk pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma. (14)
Berdasarkan penelitian ini di dapatkan torsio testis unilateral dapat menurunkan jumlah sel Leydig testis kontralateral. Hal tersebut dapat terjadi karena torsio testis menyebabkan iskemia, yaitu penurunan drastis aliran darah mikrovaskular testis dan tekanan oksigen akibat terpelintirnya furnikulus spermatikus. (15) Keadaan iskemia tersebut dapat memicu peningkatan produksi radikal bebas oleh makrofag, neutrofil, spermatozoa serta berbagai jenis sel lain yang berada dalam kondisi patologis. (16) Menurut Docmeci, torsio testis unilateral dapat menyebabkan kerusakan pada testis kontralateral yang disebabkan oleh gangguan dari perfusi jaringan, terjadi peningkatan dari ekspresi adhesi molekul, migrasi dari leukosit, kerusakan pada epitel spermatogenik, respon autoimiun, kerusakan pada testis blood-barrier dan peningkatan aktifitas radikal bebas. (11)
Pada torsio testis unilateral juga dapat menyebabkan perubahan pada enzim antioksidan, histopatologi dan aktivitas radikal bebas pada testis kontralateral. Pada testis kontralateral terjadi penurunan aktifitas catalase (CAT) dan glutathione peroxidase (GHS-Px), glutathione (GSH), mean values of seminiferous tubule diameter (MSTD) dan germinal cell layer thicknesses (GCLT), serta peningkatan dari nitric oxide (NO). (7)
Pada hasil Penelitian Yildiz et al yang melakukan torsio 720 derajat selama 2 jam pada testis kontralateral ditemukan penigkatan dari NO dibandingkan dengan kontrol, rerata nilai NO pada testis kontralatral adalah 33,10 0,22 mol/g dan jumlah NO pada testis kontrol adalah 31.11 0.49 mol/g serta peningkatan malondialdehyde (MDA) jika dibandingkan dengan MDA pada kontrol. Pada testis kontralateral rerata MDA adalah 0,73 0,03 mol/g dan pada kontrol rerata MDA adalah 0,60 0,02 mol/g namun demikian peningkatan MDA secara statistik tidak signifikan jika dibandingkan dengan kelompok control. (7)
Peningkatan ROS sendiri dapat menyebabkan kerusakan pada testis. ROS merupakan senyawa kimia yang memiliki satu elektron tidak berpasangan di orbital luarnya sehingga menjadi senyawa yang sengat reaktif autokatalitik dari protein, lipid, karbohidrat dan terutama molekul- molekul yang terdapat pada membran sel maupun asam nukleat.
MDA sendiri terbentuk dari reaksi NO dan hidrogen peroxida (H 2 O 2 ). MDA dapat bereaksi dengan lipoprotein pada sel sehingga dapat menyebabkan gangguan pada permeabilitas sel, integritas sel serta menyababkan kerusakan pada organel sel dan MDA juda dapat menggangu proses transkripsi DNA sehingga menyebabkan kerusakan sel. (17) Jumlah NO yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada DNA dan kematian pada sel. NO juga dapat meningkatkan produksi dari cyclic guanosine monophosphate yang mana dapat menyebabkan relaksasi dari otot polos sehingga terjadi peningkatan perfusi jaringan. (7)
Hasil penelitian ini terlihat bahwa jumlah Sel Leydig testis kontralateral pada efek cepat (P1) tidak berbeda secara nyata (P>0,05) dengan efek lambat (P2). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya Lorenzini et al yang melakukan penelitian pada tikus yang ditorsio testis 1.080 0 selama 1, 5, 10 dan 90 hari. Hasil penelitiannya torsio testis tidak menunjukkan efek jangka panjang terhadap proses spermatogenesis testis kontralateral. (9) Turner juga melakukan penelitian torsio testis unilateral pada tikus dewasa selama 1, 2 dan 4 jam, hasil penelitiannya tidak menunjukkan adanya efek jangka panjang terhadap kerusakan spermatogenesis testis kontralateral setelah 7, 30 dan 60 hari. (18)
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Kosar et al membuat penelitian pada tikus dengan banyak variasi torsio testis selama 12, 48 dan 3 bulan, dengan ada atau tidak orchiectomy pada 1 bulan setelah torsio. Hasil pengamatan pada bulan 1 menunjukkan terjadi pengurangan yang signifikan pada berat testis, diameter tubulus seminiferus dan Johnsen Score, sedangkan pada pengamatan bulan ke 3 menunjukkan perbaikan berarti. (19)
Meskipun hasil penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun ada suatu kecenderungan bahwa makin lama waktu setelah detorsi makin bertambah jumlah Sel Leydig testis kontralateral yang di peroleh. Pertambahan jumlah sel Leydig tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbaikan sel setelah detorsi testis. Detorsi yang dilakukan 4 jam setelah torsio membuat testis tersebut kembali mendapat suplai darah dan oksigen karena testis yang ditorsio menjadi infark dimulai 2 jam setelah iskemi, infark torsio testis menjadi irreversibel setelah 6 jam dan infark menjadi lengkap setelah 24 jam. (11)
Suplai darah tersebut juga membawa enzim antioksidan yang mampu menekan peningkatan ROS sehingga tidak terjadi oksidatif stres pada testis tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Detorsi torsio testis unilateral dapat menurunkan jumlah sel Leydig testis kontralateral pada tikus Rattus norvegicus. 2. Efek lambat setelah detorsi torsio testis unilateral tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah sel Leydig testis kontralateral pada efek cepat. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai lama waktu detorsi torsio testis yang paling baik untuk mencegah kerusakan testis kontralateral. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perubahan kadar hormon testosteron yang disekresikan oleh sel Leydig pada testis yang mengalami detorsi torsio testis. 1 DAFTAR PUSTAKA 1. Agarwal A and Said T. Oxidative stress, DNA damage and apoptosis in male infertility: a clinical approach. BJUI. 2005; p. 503-7. 2. Sikka S. Oxidative Stress and Role of Antioxidant in Normal and Abnormal Sperm Function. Frountiers in Bioscience. 1996; 1: p. 78-86. 3. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Textbook of Histology. Jakarta: EGC; 1996; p. 511-526
4. Ongkorahardjo E, Hardjowijoto S, Soetojo , Sudiana K, Widodo JP. Hubungan orkidektomi dan detorsi dengan respon imun testis kontralateral pada torsio testis. Jurnal Urologi Indonesia. 2008; 15(1-6). 5. Vigueras RM, Reyes G, Rojas- castaneda J, Rojas P, Hernandez R. Testicular torsion and its effects on the spermatogenic cycle in the contralateral testis of the rat. Laboratory Animals. 2004; 38: p. 313-8. 6. Visser AJ and Heyns CF. Testicular function after tersion of spermatic cord. BJU Internasional. 2003; p. 200-4. 7. Yildiz H, Durmus AS, Simsek H, Yaman M. Protective effect of sildenafil citrate on contralateral testis injury after unilateral testicular torsio/detorsion. Clinics. 2011; 66(1): p. 137-6. 8. Koc A, Akaydin Y, Narci A, Duru M, Gergerlioglu HS, Sogut S. The protective role of erdosteine on testicular tissue after testicular torsion and detorsion. Molecular and Cellular Biochemistry. 2005; 280: p. 193-8. 9. Lorenzini F, Filho RT, Gomes RPX, Andreda AJM, Erdmann TR, Matias JEF. Long-term effect of the testicular torsion on the spermatogenesis of the colateral testis and the preventive valie of the twisted testis orchiepidymectomy. Acta Cir Bras. 2012; 27(6): p. 388-8. 10. Subowo. Imuno Biologi. Bandung: Angkasa; 1993; p. 17- 20, 53-7. 11. Dokmeci D. Oxidative Stress and Testicular Torsion. Springer Science. 2012; p. 355-44. 12. Harjdjowijoto S. Pengaruh torsio testis unilateral terhadap modulasi imunitas dan apoptosis sel germinal di testis kontralateral. Disertasi. Surabaya. Universitas Airlangga; 2004; p. 110. 13. Weinbauer GF, Luetjens CM, Simoni M, Neischaig E. Andrology : Male Reproductive Health and Dysfunction. 3rd ed. Neischlag E, Behre H, Neischlag s, editors. Berlin: Spinger; 2010; p. 38-39. 14. Guyton C and Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007; p. 1055-1059. 15. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC. 1998; P. 166-167. 16. Turner TT and Jeffrey JL. Oxidative stress A common Factor in Testicular Dysfunction. Journal of Andrology. 2008; 5(29): p. 488-498. 17. Halliwell B and Gutteridge J. Free radicals in biology and medicine. 3rd ed. Oxford: Oxford University Press; 2006. p. 249-253 18. Turner TT. Acute experimental testicular torsion. No effect on the contralateral testis. J Androl. 1985;6(1):65-72. 19. Kosar A, Sarica K, Kupeli B, Alcigir G, Suzer O, Kupeli S. Testicular torsion: evaluation of contralateral testicular histology. Int Urol Nephrol. 1997;29(3):351- 6.