Bahan kalsium hidroksida dapat digunakan untuk jangka waktu panjang dalam penyembuhan lesi periapikal dengan membentuk barier kalsifik pada apeks. Sebagai obat antar kunjungan kalsium hidroksida memberikan efek penyembuhan kelainan periapeks pada gigi non-vital. Kemampuan bahan ini sebagai antibakteri dan penginduksi pembentukan jaringan keras gigi menjadi dasar bagi perawatan endodontik konvensional pada gigi dengan lesi periapeks yang luas. Beberapa penelitian mengemukakan terjadinya aposisi sementum pada lesi periapeks setelah penggunaan kalsium hidroksida. Sedangkan penelitian lain mengemukakan kemampuan kalsium hidroksida untuk menginduksi pembentukan jaringan keras pada apeks yang terbuka setelah penggunaan kalsium hidroksida jangka panjang. Pernyataan ini diperkuat oleh temuan yang melaporkan kemampuan kalsium hidroksida dalam mengeliminasi infeksi pada gigi tanpa pulpa. Namun, kalsium hidroksida telah dilaporkan menyebabkan nekrosis penggumpalan superfisial, memungkinkan penghambatan perdarahan dan kehilangan cairan. Perbandingan bahan kalsium hidroksida dan mineral trioxide aggregate dapat ditelaah pada sebuah penelitian respon pulpa gigi monyet yang membandingkan mineral trioxide aggregate dengan kalsium hidroksida ketika digunakan sebagi bahan perawatan pulpa dengan standart pembukaan pulpa 1 milimeter. Hasilnya menunjukkan bahwa semua sampel mineral trioxide aggregate menstimulasi pembentukan jembatan dentin. Jembatan dentin yang dibentuk berdekatan dengan mineral trioxide aggregate tebal dan bersambungan dengan dentin dan 1 sampai 6 sampel terdapat inflamasi. Pembentukan dentin ini disebabkan oleh kemampuan menutup bahan yang baik sehingga mencegah kebocoran mikro yang dapat menyebabkan kontaminasi kembali pulpa gigi setelah perawatan. Selain itu, mineral trioxide aggregate memiliki kemampuan lebih baik dalam merangsang regenerasi dan pembentukan jaringan keras. Kemampuan tersebut kemungkinan disebabkan oleh pH yang tinggi yaitu 10,2- 12,5 dan adanya pelepasan substansi yang dapat mengaktifkan sementoblas memproduksi matriks dalam pembentukan sementum.
2. Feri Sulfat vs MTA Penggunaan feri sulfat pada teknik pulpotomi menunjukkan kesuksesan yang hampir sama dibandingkan formokresol. Penggunaan feri sulfat dapat mengurangi perubahan inflamasi dan resorpsi internal yang merupakan faktor penting dalam kegagalan pulpotomi menggunakan kalsium hidroksida. Penggunaan feri sulfat dianjurkan pada bagian dasar pulpa kemungkinan dapat mencegah masalah pembentukan blod clot setelah penghilangan mahkota pulpa. Pengunaan mineral trioxide aggregate juga dapat bersaing dengan feri sulfat, adanya kontaminasi darah yang menyebabkan adanyan kelembaban ruang pulpa dapat memperlambat setting time yang mungkin dapat menjadi masalah karena bahan tidak dapat beradaptasi dengan baik pada dentin. Mineral trioxide aggregate memiliki kemampuan penutupan dengan baik karena bahan ini bersifat hidrofilik alamiah dan mengalami sedikit ekspansi pada lingkungan lembab, sehingga adaptasinya baik atau berkontak rapat dengan dinding dentin sehingga kebocorannya lebih rendah, meskipun di bawah kontaminasi kelembaban.