Dapur dimana diletakkan tungku untuk memasak yang diatasnya diberi tanah atau abu dan diatas tanah inilah diletakkan tungku-tungku. Alat-alat dapur yang utama adalah periuk dari tembaga dan belanga dari tanah bakar. Sendok keperluan memasak terbuat dari tempurung kelapa dengan diberi bergagang kayu, disebut senduk. Tempat air terbuat dari labu yang dikeringkan,tetapi labu yang seperti ini hanya masih dipakai di dearah pedalaman. Labu ini kemudian dengan masuknya kebudayaan baru telah berganti dengan kendi yang terbuat dari tanah bakar. Kendi ini pun kemudian berangsur hilang digantikan oleh kendi yang terbuat dari kaca yang disebut kelalang. Tempat persediaan air dipergunakan gentong besar yang disebut Tempayan. Tempayan ini juga berasal dari Cina,terkadang diberi hiasan motif naga di luarnya.
2. Tata Cara Hidangan Kuliner Melayu Masyarakat tradisional dikenal banyak menyelengarakan upacara adat. Seiring kemajuan zaman, tentu saja saat ini sudah banyak upacara yang disederhanakan. Dengan alasan agar lebih praktis, bahkan tata cara diubah hingga menghilangkan makna filosofis yang dikandungnya. Misalnya dalam penyajian hidangan makanan, saat ini lebih banyak dengan cara prasmanan.
Walaupun tak mengenal table manner layaknya kebudayaan barat, masyarakat Melayu memiliki tata cara khusus dalam menghidangkan makanan dalam acara kenduri (hajatan, selamatan). Berikut ini tata cara menghidangkan makanan pada kenduri dalam tradisi Melayu Indragiri yang saya rekam dalam memori. Masyarakat Melayu puak Indragiri menyebutnya makan berhidang atau makan sebekas (bekas= wadah; makan di wadah yang sama), di tempat lain ada yang menyebutnya makan sejambar. Setiap 5 (lima) orang duduk di lantai beralas tikar pandan (atau saat ini kadang digantikan karpet) melingkar mengelilingi hidangan yang terdiri dari: *5 piring yang sudah berisi nasi (biasanya dengan porsi besar) dan ditutup dengan tangkupan piring (pinggan), bila tamu merasa porsi nasi terlalu besar ia dapat mengurangi dan memindahkan sebagian nasi ke piring tangkupan tersebut ketika akan mulai makan.
*5 gelas berisi air minum tawar *5 gelas berisi air minum manis (teh atau kopi) *Sebuah talam (baki) yang berisi 5 piring lauk-pauk yang berbeda jenisnya. Talam ini ditutup dengan tudung saji dan baru dibuka ketika akan mulai makan. Konon piring lauk pauk ini harus berjumlah ganjil, umumnya 5, minimal 3. Bila lauk pauk hanya 4 piring maka dilengkapi dengan 1 piring kue agar jumlah piring tetap ganjil. *mangkok basuh untuk mencuci tangan diletakkan di atas piring kecil beralaskan serbet Bila ada 40 tamu berarti akan ada 8 lingkaran. Sebelum meletakkan hidangan, kain panjang berwarna putih dibentangkan di atas tikar pandan (atau karpet). Makna filosofis hidangan sebekas ini terutama adalah cerminan masyarakat Melayu yang egaliter, semua anggota masyarakat dipandang sama tanpa ada pembedaan kelas sosial. Ada semangat kebersamaan serta penghormatan kepada tamu. Penggunaan penutup wadah makanan (pinggan penangkup untuk nasi dan tudung saji untuk lauk pauk) di terapkan secara ketat. Pada zaman dahulu mungkin untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan terkait dengan praktik ilmu sihir melalui makanan oleh pihak yang biasanya ingin menjatuhkan citra tuan rumah. Tetapi saat ini tetap relevan terutama bila dikaitkan dengan hygiene makanan dan tentu saja nilai estetika. Konsep makanan sebekas dalam gaya modern (dipadukan dengan western table manner) saya temukan di Malaysia seperti gambar di bawah ini. Resepsi selamat datang dalam rangka upacara pembukaan Training on Veterinary Services yang ditaja oleh Malaysian Technical Cooperation Program (MTCP) pada tahun 2005 diselenggarakan di Putrajaya Marriott Hotel di Putrajaya. Konsep makanan sebekas dengan style modern ini sangat tepat untuk tema hidangan Melayu terutama untuk penyajian di Hotel.