Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue yang
ditransmisikan oleh nyamuk sebagai vektornya dengan karekteristik penyakit diantaranya
seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, adanya rash atau petechiae. Beberapa
infeksi dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang secara cepat dapat
menyebabkan penderita jatuh ke dalam syok, yang disebut sebagai DSS atau dengue
shock syndrome yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup
tinggi (Irawan dkk, 2000).
Dengue shock syndrome (DSS) merupakan demam berdarah dengue yang ditandai
dengan kegagalan sirkulasi termasuk tekanan nadi yang rendah (<=20 mmHg) dan tanda-
tanda syok lainnya. Demam berdarah dengue yang disertai syok ini dapat terjadi tiba-tiba,
biasanya setelah demam turun, yaitu antara hari ke-3 dan ke-7 sakit (Sumarno dkk, 2002).

B. Epidemiologi
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina
pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun
1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di
Asia Tenggara. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virulogis baru diperoleh tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama
dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD dilaporkan berturut-turut dilaporkan
di Bandung (1972), Yogyakarta (1972).
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis.

C. Etiologi
Penyebab dari demam dengue adalah virus dengue. Virus Dengue termasuk grup
B arthropord borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus ini mempunyai hubungan yang erat
secara antigenik. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe lain. Seseorang yang tinggal di di daerah endemis dapat terinfeksi 3 bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Di Indonesia serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat (Sumarno dkk, 2002).

D. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi
yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus
Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary
heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang
berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi
tinggi (Sarwono, 2006)
Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut :
1. Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat
dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding
tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah
terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-masing sebanyak 33%
dan 89%
.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran
plasma melalui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura,
peritonium atau pericardium (Sumarno, 2002)
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.
Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem
retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan
terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat
meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang
merangsang koagulasi intravascular.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan
intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi
plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin
menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang
sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler
(Sarwono, 2006)
Pathway terlampir
E. Vektor Penular
Host natural dari Virus Dengue adalah manusia, primata dan nyamuk. Vektor
arthropoda merupakan anggota dari genus Aedes yang hidup baik di daerah perkotaan
maupun daerah pedesaan. Spesies predominan yang berperan dalam transmisi penyakit
adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk betina menggigit sepanjang hari
dimana aktivitas puncaknya pada pagi dan siang hari (Depkes, 2004). Mereka yang
berisiko terkena demam berdarah adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun dan
sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah pinggiran yang kumuh.
Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan. Virus
ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim serta prilaku manusia (Depkes, 2004)

Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air,
baik kota maupun desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di
atas permukaan laut. Perkembangan hidup nyamuk ini memerlukan waktu sekitar 10-12
hari dari telur hingga dewasa. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah
manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak menghisap darah
tapi hidup dari sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk betina berkisar antar 2 minggu
sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara
disekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100 meter dari tempat
berkembang biaknya. Tempat yang disukai adalah benda-benda tergantung yang ada di
dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan pakaian di kamar yang gelap dan lembab.
Di dalam tubuh nyamuk Virus Dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus ini
berada di dalam kelenjar liur nyamuk tersebut. Ketika nyamuk ini menggigit manusia
maka Virus Dengue dikeluarkan bersama air liur nyamuk.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari infeksi Virus Dengue bervariasi mulai dari yang
asimptomatis, demam ringan flu like syndrome (demam dengue) sampai yang berat
seperti dengue shock syndrome. Bervariasinya gejala klinis yang timbul masih belum
dipahami dan sepertinya berhubungan dengan umur, jenis kelamin serta status imunologi
dan nutrisi dari pasien sendiri. Selain itu faktor risiko yang berpengaruh pada berat-
ringannya gejala yang ditimbulkan adalah jenis serotipe dari virus yang menginfeksi.
1. Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
o Nyeri kepala.
o Nyeri retro-orbital.
o Mialgia / Atralgia.
o Ruam kulit.
o Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
o Leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif.
2. Demam Berdarah Dengue (DBD).
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO tahun
1997).
Kriteria Klinis:
o Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari, biasanya bifasik.
o Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk *uji bendung positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena.
o Hepatomegali.
o Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml).
o Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurut standar umur
dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi
secara uji serologik hemaglutinasi.

3. Sindroma Syok Dengue (SSD).
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam
berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan.
Renjatan :
Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam
menurun yaitu siantara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-
10.
Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas :
a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.
b. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun ksadaran menurun menjadi
apati, spoor dan koma.
c. Perubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
e. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
f. Oligouri sampai anuria. (infeksi tropic)
g. Panas Tinggi (suhu penderita DSS terendah ialah 37 derajat celcius dan tertinggi
40,8 derajat celcius)
h. Hepatomegali
Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebagian ahli membagi renjatan atas:
a. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan darah
yang tidak dapat diukur dan nadi ta dapat diraba.
b. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau tekanan
darah sistolik kuranh atau sama dengan 80 mmHg.

Wong dkk. (1973) juga mengemkakan beberapa tanda dan gejala yang perlu
diperhatikan dalam diagnosis klinim penderita dengue shock syndrome, yaitu :
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis,
melena, hematuri, dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat
6. Adanya pleural efosion pada toraks foto
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau
lebih tanda: sakit kepala,
Nyeri retro-orbital,
Mialgia, Atralgia.
4. Leukopenia
5. Trombositopenia,
tidak ditemukan
bukti kebocoran
plasma.
DBD I Gejala di atas ditambah
uji bendung positif.
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plaasma.
DBD II Gejala di atas ditambah
perdarahan spontan.
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plaasma.
DBD III Gejala di atas ditambah
kegagalan sirkulasi
(kulit dingin dan lembab
serta gelisah).
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plaasma.
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak terukur.
Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada
kebocoran plaasma.
*DBD derajat III dan IV juga disebut sindroma syok dengue (SSD)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru.
Parameter laboratori yang dapat diperiksa:
Leukosit: dapat normal atau menurun.
Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai
adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase
syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi
sumsum tulang.
Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3.
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Imunoserologi
Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM
IgM IgG Interpretasi
+ - Infeksi primer
+ + Infeksi sekunder
- + Riwayat terpapar/ dugaan infeksi sekunder
- - Bukan infeksi Flavivirus, ulang 3-5 hari bila curiga.
Protein/Albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut.
Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan
pasien.
Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan.
Golongan darah dan cross match: dilakukan sebelum tindakan tranfusi darah untuk
keamanan pasien.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto rontgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi
lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam
keadaan klinis ragu-ragu dan pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian
cairan.
USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.
H. Penatalaksanaan
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang
berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali
mengalami syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati (FKUI, 2002)
1. Penggantian Volume Plasma Segera
Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3
bagian cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini
dibagi lagi menjadi cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%).
Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan
kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal
dan tidak meninbulkan reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang
tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan lebih banyak volume dan
berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah ringer laktat,
ringer asetat dan NaCl 0,9%.
Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu
mempertahankan tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi
sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan
gelatin. (Irawan, 2000)
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan
secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi
menjadi 20 ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi
30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum teratasi
sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi
bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht (FKUI, 2002)
2. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan
kadar Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan
kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48
jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1
ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik.
3. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka
pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.
4. Pemberian Oksigen
Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan
pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak
sering menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.
5. Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien
syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit
tanpa parbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan
tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel
darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan DIC
yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan
FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.
6. Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah :
Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau
lebih sering sampai syok teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan,
jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).
7. Rawat di PICU
Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi
perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif (FKUI, 2002).
I. Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat pulang apabila :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit >50.000/mm
3

7. Tidak dijumpai distress pernafasan

J. Komplikasi.
1. Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.
2. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
3. Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.

K. Langkah Promotif / Preventif.
Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan
melakukan tindakan 3M, yaitu:
Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau
menaburkan bubuk larvasida (abate).
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

L. Asuhan Keperawatan Dengue Shock Syndrome
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Dengue Shock Syndrome
1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat
4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat
5. Resiko perfusi jaringan tidak efektif b/d perdarahan dan syok
6. Resiko pola nafas tidak efektif b/d efusi pleura
M. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Hipertermi b/d proses infeksi
virus dengue (viremia)

Tujuan :
Suhu tubuh normal kembali
setelah mendapatkan tindakan
perawatan selama 3x 24 jam.

Kriteria hasil :
Suhu tubuh antara 36 37
Membran mukosa basah
Nadi dalam batas normal (80-
100 x/mnt)
Nyeri otot hilang.

Mandiri
1. Berikan kompres (air biasa / kran).
2. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum
1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
3. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang
tipis dan mudah menyerap keringat pada klien.
4. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi,
tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Kolaborasi
5. Pemberian cairan intravena sesuai dengan fase syok.
6. Pemberian obat antipiretik sesuai program.
2 Kekurangan volume cairan b/d
perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ekstravaskuler

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 3x 24 jam tidak
terjadi devisit voume cairan /
Tidak terjadi syok hipovolemik.


Mandiri
1. Observasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
2. Observasi capillary Refill
3. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna,
konsentrasi, BJ urine.
4. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai
toleransi)
Kriteria Hasil:
Input dan output seimbang,
Vital sign dalam batas
normal (TD 100/70 mmHg,
N: 80-120x/mnt),
Kolaborasi
5. Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
3 Resiko syok hipovolemik b/d
permeabilitas membran
meningkat

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam
Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria Hasil:
Tanda Vital dalam batas
normal (TD 100/70 mmHg,
N: 80-120x/mnt)
Tidak terdapat tanda-tanda
syok

Mandiri
1. Monitor keadaan umum pasien
2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan,
dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
4. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya
perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan
jika ada tanda perdarahan seperti di gusi,
hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau
muntah darah (hematemesis).
5. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah
baring ( bedrest )
Kolaborasi
6. Pemberian cairan intravena
7. Pemeriksaan : HB, PCV, trombosit

DAFTAR PUSTAKA

FKUI. 2002. Updates in Pediatrics Emergences. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 95-
108.
Rezeki, Sri H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.
Sarwono W., A.Muin R., LA Lesmana. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 417-420.
Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar Kesehatan AnakInfeksi dan Penyakit
Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 176-208.

Вам также может понравиться