Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah utama yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik
adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama di daerah tropis
karena kondisi iklim tropis akan sangat mendukung perkembangan OPT. Oleh
karena itu, diperlukan pengendalian OPT yang intensif, antara lain dengan
menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida kimia selama ini sebangai pilihan
utama, karena dapat mengendalikan penyakit dengan cepat dan pektis.
Penggunaan pestisida kimia dapat menimbukan masalah baru bagi petani,
diantaranya terjadi respirasi patogen. Beberapa jenis patogen telah resisten
terhadap benomil, kintozeb dan blastisidin-s. Selain itu pengendalian secara kimia
memerlukan biaya yang cukup tinggi serta residu bahan kimia pada hasil tanaman.
Penggunaan pestisida yang kurang tepat baik sasaran, jenis pestisida maupun
tidak tepat dosis/konsentrasi akan berdampak pada pencemaran lingkungan hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan
dapat mencemari air dan tanah hingga ditemukan adanya kenaikan kandungan Pb
77.946 mg/Ha dalam tanah setelah ditanami bawang merah Karyadi (2008).
Pemakaian pestisida yang berlebihan dapat juga menyebabkan gangguan
pada kesehatan antara lain pestisida organophospat terdeteksi dapat
mempengaruhi pajanan inhalasi pada anak-anak. Pestisida dapat masuk ke tubuh
manusia atau hewan melalui 3 cara yaitu kontaminasi lewat kulit. Pestisida yang
menempel di permukaan kulit. Terhisap lewat hidung atau mulut, Pestisida
terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi
kulit. Pajanan pestisida dapat masuk ke dalam sistem pencernaan makanan, hal ini
dapat terjadi bila petani di lahan pertanian karena drift pestisida terbawa angin
masuk ke mulut, meniup nozel yang tersumbat langsung ke mulut, makanan dan
minuman terkontaminasi pestisida.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui formulasi pestisida, resedu dan membedakan pestisida
herbisida, insektisida, fungisida.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan
perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan zat lain-lain yang digunakan
untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman (Yuantari, 2013).
Pengendalian penyakit antraknosa dengan menggunakan pestisida kimia telah
dilakukan, bahkan dengan cara mengcampur 2 3 jenis pestisida, lalu di semprot
ketanaman 2 5 hari sekali. Penggunaan pestisida kimia selama ini sebangai
pilihan utama, karena dapat mengendalikan penyakit dengan cepat dan praktis
(Marlin, 2002). Penggunaan insektisida sintetik secara terusmenerus dan
berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif seperti resistensi dan resurjensi
hama, ledakan populasi hama sekunder serta munculnya berbagai kasus keracunan
terhadap hewan ternak dan manusia (Zarkani, 2009). Insektisida botanikal adalah
insektisida dari tumbuhan. Tumbuhan yang memiliki senyawa kimia atau
metabolit sekunder yang dapat mempertahankan dirinya terhadap gangguan
serangga dan organisme berpotensi penyakit. Metabolit sekunder dapat berupa
kristal, pati, dan lain-lain. Metabolit sekunder biasa disimpan dalam tumbuhan
sebagai cadangan makanan, maupun sebagai penangkal serangga (Hasanah,
2012).
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran (Wudianto R, 2010) yaitu :
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.
4. Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda.
Berdasarkan Sifat dan Cara Kerja Racun Pestisida (Djojosumarto, 2008)
1. Racun Kontak
Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga sasaran lewat
kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh serangga tempat pestisida
aktif bekerja.
2. Racun Pernafasan (Fumigan)
Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat system
pernapasan.
3. Racun Lambung Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika
termakan serta masuk ke dalam organ pencernaannya.
4. Racun Sistemik
Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan herbisida.
Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada bagian tanaman akan
terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat
membunuh hama yang berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan
bakteri. Pada insektisida sistemik, serangga akan mati setelah memakan atau
menghisap cairan tanaman yang telah disemprot.
5. Racun Metabolisme
Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses metabolismenya.
6. Racun Protoplasma
Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.
5. Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang
digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.
6. Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu : siput, bekicot
serta tripisan yang banyak dijumpai di tambak.
8. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk membunuh
tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
9. Pestisida lain seperti Pisisida, Algisida, Advisida dan lain-lain.
10. Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi 2
atau 3 golongan organisme pengganggu tanaman.
Berdasarkan Bentuk Formulasi Pestisida, Formulasi pestisida yang
dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut bahan aktif (active ingredient)
yang merupakan bahan utama pembunuh organisme pengganggu dan bahan
ramuan (inert ingredient), (Wudianto R, 2010). Beberapa jenis formulasi pestisida
sebagai berikut :
1. Tepung Hembus, debu (dust = D)
Bentuknya tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya
belerang atau dicampur dengan pelarut aktif, kandungan bahan aktifnya rendah
sekitar 2-10%. Dalam penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan
menggunakan alat khusus yang disebut duster.
2. Butiran (granula = G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan
aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap, bagian luarnya ditutup
dengan suatu lapisan.
3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum bisa secara
langsung digunakan untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih dahulu
dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi. Pestisida jenis ini
tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu
disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprotnya digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-sofable powder = SP)
Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaanya pun
ditambahkan air. Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak bisa
terlarut dalam air, SP bisa larut dalam air. Larutan ini jarang sekali mengendap,
maka dalam penggunaannya dengan penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan
sekali pada waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut
serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti pasta
yang disebut campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air dengan baik dan
mempunyai sifat yang serupa dengan formulasi WP yang ditambah sedikit air.
6. Cairan (emulsifiable concentrare = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan
aktif dengan perantara emulsi (emulsifiet). Dalam penggunaanya, biasanya
dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau cairan
semprotnya disebut emulsi.
7. Solution (S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke
dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu
secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain. Formulasi ini hampir
tidak ditemui.
Merek dagang pestisida biasanya selalu diikuti dengan singkatan
formulasinya dan angka yang menunjukkan besarnya kandungan bahan aktif.
Berdasarkan Bahan Aktifnya, Penggunaan pestisida yang paling banyak dan luas
berkisar pada satu diantara empat kelompok besar berikut (Kusnoputranto, 1996) :
1. Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)
Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins) yang
merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia, menyebabkan
tremor dan kejang-kejang.
2. Organofosfat (Organo phosphates Ops)
Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara
akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal (cicak) dan
mamalia), mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
Organofosfat dapat menghambat aktifitas dari cholinesterase, suatu enzim yang
mempunyai peranan penting pada transmisi dari signal saraf. Pajanan oleh
pestisida golongan organofosfat menyebabkan penekanan terhadap fungsi enzim
kolinesterase, yaitu suatu enzim yang diperlukan dalam sistem neurotransmiter
pada manusia, binatang bertulang belakang dan serangga (Siwiendrayanti, 2012).


3. Karbamat (carbamat)
Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim-
enzim tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek
toksik dari efek bahan racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami proses
penguraian yang sama pada tanaman, serangga dan mamalia. Pada mamalia
karbamat dengan cepat diekskresikan dan tidak terbio konsentrasi namun bio
konsentrasi terjadi pada ikan.
4. Piretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus Chrysantemum.
Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,
permetrin, fenvlerate. Sedangkan yang tidak stabil terhadap sinar matahari dan
sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin,
fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate. Piretrum mempunyai
toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang yang peka,
dan mempunyai keunggulan diantaranya: diaplikasikan dengan takaran yang
relatif sedikit, spekrum pengendaliannya luas, tidak persisten, dan memiliki efek
melumpuhkan yang sangat baik.
5. Kelompok lain
Berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan, terdiri dari berbagai urutan
senyawa yang diproduksi secara alami oleh tumbuh-tumbuhan. Produk tumbuhan
yang secara alami merupakan pestisida yang sangat efektif dan beberapa (seperti
nikotin, rotenon ekstrak pyrenthrum, kamper dan terpentium) sudah dipergunakan
oleh manusia untuk tujuan ini sejak beberapa ratus tahun yang lalu.













BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Pestisida yang banyak beredar dipasaran
a. Insektisida
1. Fastac 15 EC

Fastac 50 EC adalah insektisida kimia yang mengandung bahan aktif
alfametrin 15 g/l dengan warna jernih kekuningan. Penggunaannya yaitu
mensuspensikan larutan dengan air kemudian disemprotkan pada tanaman
yang terserang hama. Dosis yang duianjurkan adalah 1-2 l/ha untuk
tanaman cabai yang terserang Mizus Perricae, 0,5-1l mL/10L untuk
tanaman tomat yang terserang Helicoverpa Armigera, serta untuk tanamn
lain dengan dosis menyesuaikan. Fastac adalah jenis racun kontak yang
mengendalikan hama secara langsung.
2. PRO 100 SL

Insektisida dengan formulasi SL dan bahan aktif imidaklopid 100 g/l. Pestisida ini
berwarnakuning kecoklatan, penggunaannya adalah disuspensikan dengan air
kemudian menyemprotkannya pada tanaman yang terserang hama. Dosis yang
dianjurkan adalah 0,5-1 ml/l untuk membasmi kutu dan penghisap daun pada
tanaman cabai. Cara kerjanya adalah racuk kontak dan lambung. Insektisida ini
diproduksi oleh PT.CROPCARE indinesia.
3. Rizotin 100 EC

Rizotin 100 EC adalah salah satu insektisida organik denagn bahan aktif Matrine
0,6% berwarna hjau kecoklatan. Cara penggunaannya adalah dengan cara
mencampurnya dengan air kemudian disemprotkan. Dosis yang dianjurka adalah
1-2 ml/l air pada tanaman bawang merah dan kedelai untuk mengendalikan
Spodotera eaigura, Spodoptera litura dan Helopeltis SP. Cara kerjanya adalah
insektisida sistemik. Insektisida ini diproduksi oleh PT. Inti Everspring Indonesia.
b. Fungisida
1. Dithane 80 WP

Dithane 80 WP adalah fungisida dengan bahan aktif Mankozep 80 % dan
formulasi WP. Berwarna kuning keabu-abuan penggunaannya disuspensikan
dengan air. Dosis yang dianjurkan adalah 1-5 g/l pada tanaman apel dan kedelai,
untuk membasmi mursonina coronaria, alternaria pori dan pleakospora
pachyrhizi. Fungisida ini bekerja secara protektif atau melindungi, bisa diberiakan
sebelum tanaman budidaya terserang jamur. Fungisida ini diproduksi oleh PT.
Mastalin Mandiri.
1. Topisin M 70 WP

Fungisida ini adalah fungisida yang berbahan aktif metil tiofanat 70% berwarna
putih kecoklatan penggunaanya cukup disuspensikan dengan air. Dosis yang
dianjurkan 1-2 g/l pada tanaman apel dan melon yang terserang oidium sp dan
cercospora spp. Fungisida ini adalah fungisida yang bersifat sistemik.fungisida
topisin diproduksi oleh PT Petrokimia Kayaku.
2. Heksa 50 SC

Heksa 50 EC adalah fungisida dengan bahan aktif Heksakonazol 50 g/l berwarna
putih susu. Penggunaanya dengan cara disuspensikan dengan air. Dosis yang
dianjurkan untuk fungisida ini adalah 0,5-1 l/ha pada tanamn padi untuk
mengendalikan jamur rhizoctaria Solani dan alternaria porri pada tanaman
bawang merah dengan dosis 1-2 ml/L. Pestisisda ini bekerja dengan cara sistemik.
c. Herbisida
1. Saber 720 EC

Saber 20 EC adalah herbisida dengan bahan aktif 2-4 isobutil eter berwarna
coklat tua dengan penggunaan disuspensikan dengan air. Dosis yang
dianjurkan adalah 0,5-1l/ha pada tanaman padi sawah untuk mengendalikan
gulma jenis Monochoria Vagianalis, echinochloa sp, dan cyperus sp.
Herbisida ini bersifat sistemik dan diproduksi oleh PT Nufarm Indonesia.
2. SATURN D

Saturn D adalah slah satu jenis herbisida yang berbentuk granul dengan bahan
aktif bantiocarb 4%, 2-4 D IBE 2% berwarna biru laut dan ditabur dalam
penggunaannya. Dosis yang dianjurkan adalah 15-25kg/ha untuk mengendalikan
gulma golongan teki dan berdaun lebar pada tanaman padi sawah. Herbisida ini
bekerja dengan cara sistemik. Diproduksi oleh PT Petrokimia Kayaku.
3. Komodor

Komodor adalah herbisida dengan bahan aktif Isopropil amina glisofat 300g/l dan
2-4-D dimetil amina 100g/l berwarna coklat kekuningan, penggunaannya
disuspensikan dengan air kemudian disemprotkan. Dosis yang dianjurkan adalah
1,5-3 l/ha untuk gulma daun sempit dan berdaun lebar pada tanaman karet dan
kakau. Komodor adalah herbisida sistemik dan selektif sehingga aman bagi
tanaman budidaya.
d. Bakterisida
1. AGREPT 20 WP

AGREPT 20 WP adalah bakterisida berbahan aktif Striptomisin sulfat 20%
berwarna putih keabu-abuan penggunaannya dengan cara disemprotkan dengan
air. Dosis yang dianjurkan 1-2 g/liter air untuk tanaman tomat dalam pengendalian
Pseudomonas Solonecearum dan 2-2,5 g/air untuk mengendalikan Erwinia
Carotovora pada tanaman tembakau. GREPT 20 WP bakterisida sistemik yang
diproduksi oleh PT Mastalin Mandiri.
Pestisida Sistemik, cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida,
fungisida dan herbisida. Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan
pada bagian tanaman akan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar atau
daun, sehingga dapat membunuh hama yang berada di dalam jaringan tanaman
seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik, serangga akan mati setelah
memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah disemprot, sedangkan
pestisida kontak bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga sasaran lewat
kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh serangga tempat pestisida
aktif bekerja.
Berdasarkan Bentuk Formulasi Pestisida, Formulasi pestisida yang
dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut bahan aktif (active ingredient)
yang merupakan bahan utama pembunuh organisme pengganggu dan bahan
ramuan (inert ingredient), (Wudianto R, 2010). Beberapa jenis formulasi pestisida
sebagai berikut :
1. Tepung Hembus, debu (dust = D)
Bentuknya tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya
belerang atau dicampur dengan pelarut aktif, kandungan bahan aktifnya rendah
sekitar 2-10%. Dalam penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan
menggunakan alat khusus yang disebut duster.
2. Butiran (granula = G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan
aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap, bagian luarnya ditutup
dengan suatu lapisan.
3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum bisa secara
langsung digunakan untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih dahulu
dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi. Pestisida jenis ini
tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena itu, sewaktu
disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprotnya digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-sofable powder = SP)
Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaanya pun
ditambahkan air. Perbedaannya terletak pada kelarutannya. Bila WP tidak bisa
terlarut dalam air, SP bisa larut dalam air. Larutan ini jarang sekali mengendap,
maka dalam penggunaannya dengan penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan
sekali pada waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambah pelarut
serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti pasta
yang disebut campuran basah. Campuran ini dapat tercampur air dengan baik dan
mempunyai sifat yang serupa dengan formulasi WP yang ditambah sedikit air.
6. Cairan (emulsifiable concentrare = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan
aktif dengan perantara emulsi (emulsifiet). Dalam penggunaanya, biasanya
dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengencerannya atau cairan
semprotnya disebut emulsi.
7. Solution (S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke
dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu
secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain. Formulasi ini hampir
tidak ditemui.






BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang
tumbuh), organisme renik, virus dan zat lain-lain yang digunakan untuk
melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman.
2. Penggunaan pestisida harus sesuai dengan cara pakai yang tertera pada
kemasan.
3. Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut
bahan aktif.

4.2 Saran
Penggunaan pestisida harus seminimal mungkin dan tepat dosis serta tepat
sasaran agar kelestarian lingkungan terjaga, dan lebih disarankann pestisida nabati
karena pestisida nabati tidak mengandung residu yang membahayakan.








DAFTAR PUSTAKA
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia, Jakarta.

Hasanah, M., I., M. Tangkas, dan J, Sakung. 2012. Daya Insektisida Alami
Kombinasi Perasan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) dan Ekstrak
Tembakau ( Nicotiana tabacum L). Akademika Kimia),1(4): 1.

Kusnoputranto, H. 1995. Pengantar Toksikologi Lingkungan,
DIKTI Depdikbud, Jakarta.

Marlin., S, Hafsah, dan Rahmah. 2012. Efektivitas Lateks Pepaya (Carica
papaya) Terhadap Perkembangan Colletotrichum capsici pada Buah Cabai
(Capcicum annuum L). Penelitian), 14(1): 1-3.

Swiendrayanti, A., Suhartono, dan N, Endah. 2012. Hubungan Riwayat Pajanan
Pestisida Dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati (Studi pada Wanita
Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes). Kesehatan
Lingkungan Indonesia), 11(1): 1.

Wudianto, R. 2010. Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penebar Swadaya, Jakarta.

Yuantari, MG. C., B, Widiarnako, dan H, R. Sunoko. 2013. Tingkat Pengetahuan
Petani dalam Menggunakan Pestisida (Studi Kasus di Desa Curut
Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan). Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan), 1(1): 1,2.

Zarkani, A., D, Prijono, dan Pudjianto. 2009. Pengujian Ekstrak Piper
retrofractum sebagai Insektisida Nabati terhadap Crocidolomia pavonana
dan Plutella xylostella Serta Keamanannya terhadap Diadegma
semiclausum. Akta Agrosia), 12(1): 1,2.

Вам также может понравиться