Вы находитесь на странице: 1из 52

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN UMUM JEMBATAN
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan
seperti danau, lembah, jurang, saluran irigasi, jalan kereta api dan semacamnya,
atau untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah
(Soemargono, 1984).
Jembatan telah mengalami banyak perkembangan yang pesat sejalan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga saat ini banyak
terdapat jembatan yang aman dan nyaman dengan sistem struktur yang sederhana
dan kompleks.
Jembatan dapat diklasifikasikan dalam berbagai hal, baik berdasarkan
fungsi, bentuk struktur, panjang bentang maupun tipe material yang digunakan.
Berikut beberapa klasifikasi jembatan secara umum :

1. Berdasarkan Keberadaanya
a) Jembatan Tetap
Jembatan tetap merupakan jembatan permanen yang keberadaannya dapat
dimanfaatkan terus (sesuai dengan umur rencana) atau tidak terikat waktu,
jembatan ini dapat berupa jembatan kayu, baja, beton bertulang, prategang,
plat beton, komposit, dan lain-lain.
7

b) Jembatan Gerak
Jembatan gerak merupakan jembatan yang dapat digerakan karena adanya
kegiatan lalu lintas yang melintasi jembatan tersebut.

(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Jembatan Gerak (b) Jembatan Tetap
Sumber : www.google.com

2. Berdasarkan Fungsinya
Jembatan pada umumnya berfungsi sebagai jembatan jalan raya, jembatan
jalan rel, jembatan untuk talang air/waduk, jembatan untuk penyebrangan
pipa-pipa (air, minyak, gas, dan lain-lain).

Gambar 2.2 Klasifikasi Jembatan Berdasarkan Fungsi
Sumber : www.google.com

8

3. Berdasarkan Material Penyusun
Berdasarkan material penyusunnya, jembatan dapat diklasifikasikan
menjadi jembatan bambu, jembatan kayu, jembatan beton bertulang
(konvesional maupun prategang), jembatan baja, jembatan komposit, dan
jembatan pasangan bata kali/bata.
4. Berdasarkan Bentuk Struktur Atas
Beberapa desain bentuk struktur atas jembatan yang umum digunakan
adalah jembatan balok/gelagar, jembatan pelat, jembatan pelengkung,
jembatan rangka, jembatan gantung, jembatan cable stayed.

Gambar 2.3 Klasifikasi Jembatan Berdasarkan Bentuk Struktur Atas
Sumber : www.google.com



9

5. Berdasarkan Letak Lantai Kendaraan
Dapat diklasifikasikan menjadi jembatan dengan lantai kendaraan di atas,
lantai kendaraan di bawah, lantai kendaraan ganda, lantai kendaraan
laying.

Gambar 2.4 Jembatan Lantai Kendaraan di Atas


Gambar 2.5 Jembatan Lantai Kendaraan di Bawah



10

Jembatan yang direncanakan harus mampu menunjang rasa aman dan
nyaman bagi pengguna, namun ada beberapa aspek lain dalam merencanakan
konstruksi jembatan, antara lain :
1. Memiliki nilai fungsional
a) Sebagai penghubung dari dua lokasi atau lebih, yang terhalang oleh
rintangan tertentu.
b) Cukup kuat untuk menahan berat sendiri konstruksi jembatan serta beban-
beban yang bekerja seperti beban hidup/kendaraan, beban angin, beban
gempa, tekanan air pada pilar, dan lain-lain.
c) Perubahan bentuk atau lendutan masih dalam batas toleransi yang
diizinkan.
2. Mempunyai nilai estetika
Aspek estetiaka merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan
dalam merencanakan jembatan, agar jembatan tidak hanya aman, tapi juga
nyaman saat dipandang dan serasi dengan bangunan-bangunan sekitarnya.
3. Bernilai ekonomis
Dalam membangun jembatan aspek ekonomi harus ditinjau dan
diperhitungkan dengan cermat, agar biaya yang diperlukan untuk
membangun konstruksi jembatan layak dan tidak melebihi kapasitas
modal.



11

2.1.1 JEMBATAN BENTANG MENENGAH
Jembatan bentang menengah merupakan jembatan yang mempunyai
bentang utama antara 40 125 meter yang merupakan batas atas dari standar
jembatan yang diatur dalam peraturan Bina Marga [BMS92]. Jembatan dengan
bentang menengah mengalami banyak perkembangan dari segi bentuk, maupun
bahan material pendukungnya. Berikut tabel yang menerangkan jenis konstruksi
dan bahan jembatan ekonomis berdasarkan standar Bina Marga

Tabel 2.1 Spesifikasi Jembatan Ekonomis

Sumber : BMS92

Dewasa ini, jembatan dengan tipe bentang menengah banyak dirancang
dalam bentuk rangka (truss bridge) serta menggunakan bahan material baja,
dengan maksud meningkatkan tingkat efesiensi dan efektifitas jembatan. Model
untuk struktur rangka sangat bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan
kekuatan, efektifitas dimensi, dan estetika jembatan tersebut.
12


Gambar 2.6 Jembatan Coalbrookdale Arch Bridge di Inggris, 1781
Sumber : www.google.com

Penggunaan baja sebagai bahan material konstruksi banyak digunakan
seiring dengan perkembangan teknologi peleburan besi dan baja untuk memenuhi
kebutuhan seperti tahan karat atau pelapukan, kebutuhan kekuatan, dan lain
sebagainya.
Kelebihan jembatan rangka baja untuk dipertimbangkan menjadi
jembatan ekonomis bentang menengah antara lain bobot struktur yang lebih
ringan dibandingkan dengan penggunaan material kayu maupun beton, sehingga
desain yang dihasilkan akan lebih ekonomis. Kelebihan menonjol dari jembatan
rangka baja adalah kualitas bahan yang lebih awet dan lebih cepat saat
pengerjaan.





13

2.1.2 JEMBATAN RANGKA
2.1.2.1 Pengertian Jembatan Rangka
Jembatan rangka adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian
batang-batang yang dihubungkan satu dengan yang lain dengan membentuk pola-
pola berbentuk segitiga. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan
diuraikan dan disalurkan kepada batang-batang struktur tersebut, sebagai gaya-
gaya tekan dan tarik, melalui titk-titik pertemuan batang (titik buhul). Garis netral
tiap-tiap batang yang bertemu pada titik-titik buhul harus saling berpotongan
pada satu titik saja untuk menghindsri timbulnya momen sekunder. (Asiyanto,
2008)
Berdasarkan Tabel 2.1 Spesifikasi Jembatan Ekonomis, jembatan rangka
memiliki nilai ekonomis jika digunakan pada bentang 60-100 m. Saat ini terdapat
beberapa tipe jembatan rangka, diantaranya seperti ditunjukan gambar berikut :

Gambar 2.7 Tipe Jembatan Rangka Baja
Sumber : www.google.com

14

2.1.2.2 Komponen Jembatan Rangka Baja
Pada umumnya komponen utama jembatan rangka baja terdiri atas lantai
kendaraan, balok memanjang, balok melintang,ikatan angin, ikatan tumbuk,
rangka batang induk (vertikal, diagonal), pengaku, sambungan, dan perletakan.
Masing-masing bagian memiliki berbagai tipe dan bentuk sesuai dengan
fungsinya. Setiap komponen tersebut saling berhubungan, dimana beban dari
struktur atas akan diteruskan oleh rangka dan dilimpahkan ke pondasi jembatan.

2.1.2.3 Metode Pemasangan Jembatan Rangka Baja
Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja terdiri dari tiga
metode, yaitu metode perancah, metode kantilever, serta metode sistem
peluncuran. Pemilihan sistem perakitan bergantung pada kondisi lokasi yang
akan dibangun.

(a) (b) (c)
Gambar 2.8 (a) Metode Perancah (b) Metode Kantilever (c) Metode Peluncuran
Sumber : www.google.com


15

2.2 BAJA KONSTRUKSI
Baja konstruksi adalah alloy steels (baja paduan), yang umumya
mengandung lebih dari 98% besi dan biasanya kurang dari 1% karbon. Baja
bukan merupakan sumber yang dapat diperbaharui, tetapi dapat didaur ulang
untuk digunakan kembali. Penggunaan struktur baja pada suatu konstruksi
memiliki nilai perbandingan kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat) yang
tinggi dibandingkan dengan material struktur lainnya.
Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Baja memiliki keseragaman bahan sehingga sifat materialnya dapat
diprediksi dengan cukup tepat. Kestabilan dimensi, kemudahan
pembuatan, dan cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal yang
menguntungkan dari penggunaan baja.
2. Baja mempunyai kuat tarik dan tekan yang tinggi, sehingga dengan
material yang sedikit bisa memenuhi kebutuhan struktur, dengan kata lain
berat sendiri struktur dapat lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan
material yang lain.
3. Baja dapat dicetak atau di fabrikasi sesuai dengan tipe komponen struktur
yang akan dipakai, sehingga komponen baja dapat disesuaikan.
4. Baja memiliki berat yang ringan sehingga tidak banyak diperlukan tenaga
kerja maupun alat berat dalam pelaksanaannya.
5. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi, dan
berkurangnya kekuatan secara drastis pada temperatur yang tinggi.
16

2.3 DASAR PEMBEBANAN
Beban yang bekerja pada struktur jembatan Sasak Abang ini disesuaikan
dengan RSNI T-02-2005 yaitu :
A. Aksi dan Beban Tetap
1. Beban Mati
Beban mati merupakan beban yang berasal dari nilai berat sendiri
jembatan dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Berat sendiri yang
dimaksud adalah berat bahan dan dari elemen struktural jembatan, ditambah
dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Beberapa acuan berat isi
bahan yang dibutuhkan dalam perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati
No Bahan
Berat/Satuan Isi
(kN/m
3
)
Kerapatan Massa
(kg/m
3
)
1 Lapisan aspal 22,0 2240
2 Timbunan tanah padat 17,2 1760
3 Beton 22,0-25,0 2240-2560
4 Baja 77,0 7850
Sumber : RSNI T-02-2005
Selain beban mati, perlu adanya peninjauan terhadap beban mati
tambahan. Beban mati tambahan merupakan berat keseluruhan bahan yang
membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural
dan mungkin besarnya dapat berubah selama umur rencana.
17

Beban mati tambahan antara lain :
a) Perawatan permukaan khusus berupa penambahan aspal betn setebal 50
mm untuk pelapisan kembali di kemudian hari.
b) Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton
c) Tanda-tanda, dan pelengkap umum seperti pipa air dan penyaluran.

2. Tekanan Tanah
a) Keadaan aktif
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=
2
45 tan 2
2
45 tan
2
| |
o C z y ....................................... (2.1)
b) Keadaan Pasif
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=
2
45 tan 2
2
45 tan
2
| |
o C z y ....................................... (2.2)

B. Beban Lalu Lintas
1. Beban Kendaraan Rencana
Beban kendaraan rencana merupakan beban yang berasal dari berat
kendaraan yang bergerak dan beban lain yang dianggap bergerak dan
bekerja pada jembatan, dan dinyatakan dalam dua macam yaitu beban truk
T yang merupakan beban terpusat untuk kendaraan dan beban lajur D
yang merupakan beban jalur untuk gelagar.



18

2. Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas mempunyai lebar minimum 2,75 meter dan lebar
maksimum 3,75 meter. Lebar jalan minimum ini harus digunakan untuk
menentukan beban D per jalur.

Tabel 2.3 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

Sumber : RSNI T-02-2005

3. Beban Truk T
Muatan yang digunakan untuk menghitung kekuatan lantai jembatan atau
sistem lantai jembatan.muatan ini disebabkan oleh beban kendaraan truk
yang mempunyai roda gandar sebesar 11,25 ton dengan ukuran-ukuran
yang tertera seperti gambar dibawah ini.
19


Gambar 2.9 Beban Truk T
Sumber : RSNI 02 - 2005

4. Beban Lajur D
Muatan yang digunakan untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar harus
digunakan beban D. Beban D atau beban jalan adalah susunan beban
pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar q
ton per meter panjang perjalur, dan lebat garis p ton perjalur lalu lintas
tersebut.
Besarnya beban terbagi rata q tergantung pada panjang yang dibebani
total (L) sebagai berikut :
q = 9.0 kPa untuk L < 30 m..........(2.3)
q = 9.0 kPa (0.5 + 15/L) kPa untuk L > 30 m...........(2.4)

20


Gambar 2.10 Beban Lajur D
Sumber : RSNI 02 - 2005

Ketentuan penggunaan beban D dalam arah melintang jembatan bila
lebih besar dari 5,5 meter, beban D sepenuhya (100%) dibebankan pada
lebar jalur 5,5 meter sedang selebihnya dibebani hanya separuh beban D
(50%), seperti gambar berikut.

Gambar 2.11 Beban D
Sumber : RSNI 02 2005

Sementara beban garis P ditentukan berdasarkan RSNI T-02-2005
sebesar 49 kN/m yang bekerja sejajar dengan lantai kendaraan.
21

5. Gaya Rem
Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai
gaya memanjang. Gaya ini tida tergantung pada lebar jembatan. Pengaruh
ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem 5% fari beban jalur
D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada.
Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 meter diatas permukaan lantai
kendaraan. Beban jalur D disini jangan direduksi bila panjang bentang
melebihi 30 m, digunakan rumus q = 9 kPa.
Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan
dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan dan karakteristik
perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah
harus diperhitungkan. Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa
memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana
beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada
stabilitas guling pangkal jembatan).

Gambar 2.12 Gaya Rem per Lajur
Sumber : RSNI T-02-2005
22

6. Beban Pejalan Kaki
Intensitas beban pejalan kaki untuk jembatan jalan raya tergantung pada
luas beban yang dipikul oleh unsur yang direncanakan. Bagaimanapun,
lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan
untuk beban nominal 5 kPa.
7. Beban Tumbuk pada Penyangga Jembatan
Penyangga jembatan dalam daerah lalu lintas harus direncanakan agar
mampu menahan tumbukan sesaat atau pilar harus direncanakan dengan
elemen pelindung. Syarat Perencanaan antara lain :
a) Tumbukan kendaraan diambil sebagai beban statis ekivalen sebesar 100
kN yang bekerja membentuk sudut 10
o
dengan sumbu jalan yang terletak
dibawah jembatan setinggi 1,8 meter di atas permukaan jalan.
b) Pengaruh tumbukan kereta api dan kapal ditentukan oleh yang berwenang
dengan relevan.
8. Faktor Beban Dinamis
Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan interaksi antara kendaraan yang
bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi
dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 samapi 5 Hz untuk
kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. FBD berlaku
pada beban garis P, beban lajur D, dan beban truk T. Besarnya FBD
untuk beban T adalah 30%, sedangkan untuk beban garis P pada
beban lajur D mengikuti ketentuan berikut :

23

Tabel 2.4 Faktor Beban Dinamis untuk Lajur D
No
Bentang Ekivalen
Le (meter)
FBD
1 Le < 50 0,4
2 50 < Le < 90 0,525 0,0025 Le
3 Le > 90 0,3
Sumber : RSNI T-02-2005
dengan :
1. Untuk balok di atas 2 tumpuan : Le = bentang balok
2. Untuk balok menerus : Lmax Lav Le =
Lav = panjang bentang rata-rata untuk balok menerus
Lmax = panjang bentang maksimum untuk balok menerus


Gambar 2.13 FBD untuk BGT untuk pembebanan lajur D
Sumber : RSNI T-02-2005

24

C. Beban Lingkungan
1. Penurunan
Jembatan direncanakan untuk mampu menahan terjadinya penurunan total
dan diferensial.
2. Beban Angin
Beban angin pada jembatan merupakan beban lateral yang bekerja pada
sisi jembatan sepanjang bentang jembatan secara merata pada seluruh
bangunan atas yang direncanakan. Luas ekivalen dari bagian samping
jembatan adalah luas total bagian masif dalam arah tegak lurus sumbu
memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap
30% dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar.
Besarnya gaya nominal ultimit akibat angin bergantung dari kecepatan
angin rencana, sebagaimana dirumuskan pada persamaan berikut :
Ab (Vw) Cw 0,0006 T
2
EW
=
................................................................. (2.5)

dengan :
Cw = koefisien seret
Vw = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau
Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m
2
)
Apabila suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis
merata tambahan arah horizontal pada permukaan lantai :
Ab (Vw) Cw 0,0012 T
2
EW
=
................................................................. (2.6)

dengan :
Cw = 1,2
25

Tabel 2.5 Koefisien Seret Cw

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.6 Kecepatan Angin Vw

Sumber : RSNI T-02-2005

3. Gaya Akibat Pengaruh Suhu
Variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung
pergerakan pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk
menghitung beban akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut.
Perhitungan pengaruh perbedaan suhu ini biasanya diaplikasikan pada
bearing jembatan.


26


Tabel 2.7 Temperatur Jembatan Rata-rata Nominal

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.8 Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur

Sumber : RSNI T-02-2005

4. Gaya Akibat Gempa Bumi
Berdasarkan SNI 2833-2008 (Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Jembatan), analisis seismik tidak harus dilakukan untuk jembatan
dengan bentang tunggal sederhana. Pada perencanaan jembatan rangka
baja ini hanya direncanakan dengan satu bentang, oleh karena itu pengaruh
gempa tidak dimasukan sebagai beban pada perencanaan ini.
27

2.3.1 Kombinasi Beban
Berdasarkan RSNI T-02-2005, kombinasi beban dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 2.9 Kombinasi Beban Umum Keadaan Batas Layan dan Ultimit

Sumber : RSNI T-02-2005



28

2.3.2 Faktor Beban
Menurut RSNI T-02-2005 faktor beban dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 2.10 Faktor Beban untuk Berat Sendiri

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.11 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan

Sumber : RSNI T-02-2005







29

Tabel 2.12 Faktor Beban Akibat Tekanan Tanah

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.13 Faktor Beban Akibat Beban Jalur D

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.14 Faktor Beban Pembebanan Truk T

Sumber : RSNI T-02-2005



30


Tabel 2.15 Faktor Beban Akibat Gaya Rem

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.16 Faktor Beban Akibat Pembebanan untuk Pejalan Kaki
Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.17 Faktor Beban Akibat Beban Tumbukan
pada Penyangga Jembatan

Sumber : RSNI T-02-2005




31

Tabel 2.18 Faktor Beban Akibat Penurunan

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.19 Faktor Beban Akibat Pengaruh Temperatur

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.20 Faktor Beban Akibat Benda Hanyutan

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2.21 Faktor Beban Akibat Beban Angin

Sumber : RSNI T-02-2005
32

Tabel 2.22 Faktor Beban Akibat Gesekan pada Perletakan

Sumber : RSNI T-02-2005

2.3.3 Faktor Reduksi
Menurut RSNI T-03-2005, faktor reduksi untuk baja adalah :
Tabel 2.23 Faktor Reduksi Baja

Sumber : RSNI T-02-2005



33

2.4 LENDUTAN
Berdasarkan RSNI T-03-2005 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
untuk Jembatan, lendutan yang terjadi pada struktur dihitung berdasarkan akibat
beban layan yang merupakan beban hidup ditambah dengan beban kejut.
Beberapa peraturan mengenai lendutan pada balok dapat dilihat pada rumus
dibawah ini.
1. Balok di atas dua tumpuan atau gelagar menerus
L 1/800
max
= .................................................................................... (2.7)
2. Kantilever
- Ujung Kantilever
kantilever max
L 1/300 = ......................................................................... (2.8)
- Daerah Pejalan Kaki
L 1/375
max
= ................................................................................... (2.9)
dengan :
L = panjang bentang

2.5 KONEKTOR GESER
Gaya geser horizontal yang ditransfer antara beton dengan baja nilainya
sama dengan gaya tekan pada beton (C). Gaya geser horizontal (Vh) merupakan
nilai terkecil dari gaya tekan beton, gaya tarik baja, atau kapasitas dari konektor
geser itu sendiri. Jika gaya tekan beton atau gaya tarik baja dikontrol terhadap
profil, aksi penuh komposit akan menjadi jumlah dari konektor geser yang
dibutuhkan antara titik dimana momen bernilai nol dan maksimum.
34

Qn
Vh
N1 = ....................................................................................................... (2.10)
dengan :
Qn = kuat geser nominal dari satu buah konektor
Konektor N1 harus ditempatkan dengan jarak seragam sepanjang yang
dibutuhkan. Spesifikasi AISC telah memberikan persamaan untuk kekuatan baik
dengan konektur stud maupun channel, namun kebanyakan konektor untuk
komposit menggunakan penyambung stud. Kekuatan tarik minimal stud yang
biasa digunakan sebesar 60 ksi. Kekuatan satu buah stud dirumuskan sebagai
berikut :
Fu Asc Ec fc' 0,5Asc Qn s = ..................................................................... (2.11)
dengan :
Asc = luas penampang melintang dari stud
fc = kekuatan beton umur 28 hari
Ec = modulus elastisitas dari beton
Fu = kekuatan tarik minimal stud
.
2.6 HUBUNGAN
Elemen hubungan terdiri dari komponen hubungan (pelat penyambung,
pelat pertemuan, pelat pendukung, pelat penghubung) dan penghubung (baut, pen,
las). Hubungan harus direncanakan sedemikian rupa agar mampu menahan dan
menyalurkan semua aksi rencana. Kekuatan rencana tiap elemen tidak boleh
kurang dari aksi rencana yang dihitung.
35

2.6.1 Hubungan dalam Unsur Utama
Hubungan dan sambungan dalam unsur utama hanya boleh menggunakan
baut mutu tinggi dalam sambungan gesek, tetapi tidak untuk hubungan unsur
sekunder seperti ikatan dan kerangka melintang atau untuk hubungan unsur
sekunder dengan unsur utama.

2.6.2 Luas Lubang
Dalam menghitung perngurangan akibat lubang pengencang, luas penuh
dari lubang dalam bidang sumbunya harus menggunakan 2 jenis lubung, yaitu :
1. Lubang tidak selang-seling
Untuk lubang yang tidak selang-seling, luas yang dikurangi adalah jumlah
maksimum luas lubang dalam tiap penampang melintang tegak lurus pada
arah aksi rencana unsur.
2. Lubang selang-seling
Untuk lubang selang-seling luas yang dikurangi harus terbesar dari
pengurangan untuk lubang tidak selang-seling.
Jumlah luas semua lubang dalam tiap garis selang-seling yang menerus
melintang unsur.
Sg 4
t Sp
At
2


= ..................................................................................... (2.12)
dengan :
Sp = Jarak lubang searah gaya (mm)
Sg = Jarak lubang tegak lurus gaya (mm)
36

t = Tebal bahan yang dilubangi (mm)

Gambar 2.14 Lubang Selang-Seling

Tabel 2.24 Mutu Baut
Mutu Baut
Kekuatan Tarik Minimum
f
uf
(Mpa)
4.6 400
8.8 830
10.9 1000

Tabel 2.25 Luas Penampang Baut
Diameter
Nominal Baut
D
f
(mm)
Luas Baut (mm
2
)
Ac As Ao
M16 144 157 201
M20 225 245 314
M24 324 353 452
M30 519 561 706
37

M36 759 817 1016
dengan :
Ac = Luas inti baut (mm
2
)
As = Luas untuk menghitung kekuatan tarik (mm
2
)
Ao = Luas nominal polos baut (mm
2
)

2.6.3 Kekuatan Nominal Baut
1. Kekuatan geser nominal baut
( ) Ao no Ac nc kr f 0,62 Vf
uf
+ = N Vu < .Vf.........(2.13)
Bila menggunakan elemen pelat pengisi dengan tebal 6-20 mm, maka
kekuatan geser nominal baut harus direduksi sebesar 15%.
2. Kekuatan tarik nominal baut
fy As Ntf = N Nu < .Ntf........................................................(2.14)
3. Kekuatan tumpu nominal pelat lapis
up
f tp df 3,2 Vb = N.......................................................................(2.15)
Untuk pelat lapis yang memikul komponen gaya yang bekerja menuju
suatu ujung, kekuatan tumpu nominal pelat lapis harus nilai terkecil dari
rumus diatas dan dibawah ini :
up e
f tp a Vb = N Vup < .Vb..........................................(2.16)
dengan :
kr = Faktor reduksi panjang yang dibaut
n = Jumlah bidang geser yang melalui baut
f
uf
= Kuat tarik minimum baut (Mpa)
38

f
up
= Kuat tarik minimum pelat lapis (Mpa)
df = Diameter baut (mm)
tp = Tebal pelat lapis (mm)
a
e
= Jarak minimum antara lubang ke ujung pelat lapis (mm)
Vu = Kapasitas geser rencana (N)
Nu = Kapasitas tarik rencana (N)
Vup = Kapasitas tumpu pelat lapis (N)

Tabel 2.26 Tabel Reduksi Panjang yang Dibaut
Panjang (mm) Lj < 300 300 < Lj < 1300 Lj >1300
kr 1.0 1,975 Lj/4000 0,75

4. Baut yang memikul Kombinasi Geser dan Tarik
Syarat : 1
2
2
s
|
|
.
|

\
|

+
|
|
.
|

\
|

tf
N
Nu
Vf
Vu
| |
...................................................... (2.17)








39


2.7 RUMUS PERHITUNGAN
2.7.1 Perhitungan Struktur Atas
1. Pelat Lantai Kendaraan
a. Pembebanan Pelat Lantai Kendaraan
Menurut PPPJJR 1987 pembebanan pelat lantai kendaraan meliputi :
1) Beban hidup (beban T)
2) Beban mati
b. Penulangan Pelat Lantai Kendaraan
1) Tinggi efektif
( )
tp
0,5 - s - h d | = ............................................................................. (2.18)
dengan :
d = tinggi efektif (mm)
s = tebal selimut (mm)
h = tinggi penampang (mm)

tp
= diameter tulangan pokok (mm)
2) Momen Ultimit
) M (1,6 ) M (1,2 Mu
liveload deadload
+ = .............................................. (2.19)
3) Penulangan Pelat Lantai Kendaraan
0,8
Mu
Mn = ........................................................................................... (2.20)
1/2a) - (d b a c f' 0,85 Mn = .................................................... (2.21)
fy As Ts Cc = = .............................................................................. (2.22)
40

fy
b a c f' 0,85
As

= ....................................................................... (2.23)
As
1000 tul As
jarak

= ......................................................................... (2.24)
dengan :
Mn = momen nominal (Nmm)
Mu = momen ultimit (Nmm)
fc = kuat tekan karakteristik beton (N/mm
2
)
d = tinggi efektif (mm)
a = tinggi gaya tekan (mm)
b = lebar penampang (mm)
As = luas penampang tulangan (mm
2
)

2. Rangka
a. Komponen Struktur Tarik
Syarat desain komponen struktur tarik : Tu

Tn
Ada 3 macam kondisi keruntuhan yang mungkin terjadi :
1) Leleh : fy Ag 0,9 Tn = | ....................................... (2.25)
2) Fraktur : fy U An 0,75 Tn = | .............................. (2.26)
3) Geser Blok :
a) Geser leleh tarik fraktur Agv) fu 0,6 Ant (fu >
Ant) fu Agv y (0,6 0,75 Tn + = f | ............................................. (2.27)


41

b) Geser fraktur tarik leleh Agv) fu 0,6 Ant (fu s
Agt) fy Agv u (0,6 0,75 Tn + = f | .............................................. (2.28)
dengan :
Tn = tahanan nominal (N)
Ag = luas penampang kotor (mm
2
)
Fy = tegangan leleh (Mpa)
Agv = luas kotor akibat geser
Anv = luas bersih akibat geser
Agt = luas kotor akibat tarik
Ant = luas bersih akibat tarik

b. Komponen Struktur Tekan
Syarat desain komponen struktur tekan Nn Nu
c
< |
dengan :
c = 0,85
Nu = beban terfaktor
Nn = kuat tekan nominal komponen struktur fcr Ag =
Daya dukung nominal Nn :

fy
Ag fcr Ag Nn = = ................................................................... (2.29)
Dengan bersarnya ditentukan oleh c, yaitu :
Untuk c < 0,25 maka = 1
Untuk 0,25 < c < 1,2 maka
c
0,67 - 1,6
1,43
= ................................... (2.30)
42

Untuk c > 1,2 maka
2
c
1,25 = .................................................. (2.31)
Nn = kuat tekan nominal komponen struktur = Ag x fcr
E
fy

c
= ......................................................................................... (2.32)
c = parameter kelangsingan batang tekan.

3. Gelagar Memanjang dan Melintang
a. Gelagar Memanjang
Syarat desain Mu Mn > , dengan = 0,9
Cek profil (penampang kompak atau tidak kompak)
p r
f
f
2t
b
=
fy
170

fr - fy
370
................................(2.33)
w
0 f
w
t
) r 2(t - d

+
=
fy
1680

fy
2550
....................................(2.34)
Penampang kompak jika < p dan r

2
f w f f
) 2t (d t
4
1
) t (d t b Zx + = ............................................ (2.35)
Untuk penampang kompak Mp = Mn
x y
Z f Mp = .................................................................................... (2.36)
Mu Mn Mn, Mp > = ...................................................................... (2.37)
Untuk penampang tidak kompak
x y
Z f Mp = .................................................................................... (2.38)
43

d/2
Ix
Sx dimana Sx, fr) (fy Mr = = ................................................ (2.39)
Mr
p - r
p -
Mp
p - r
- r
Mn + = .................................................. (2.40)

dengan :
Mn = kuat lentur nominal (Nmm)
Mu = momen lentur akibat beban terfaktor (Nmm)
Mr = momen batas tekuk
Mp = momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang
mengalami tegangan leleh
p = batas perbandingan lebar terhadap tebal untuk penampang
kompak
r = batas perbandingan lebar terhadap tebal untuk penampang tidak
kompak

Selain memikul momen lentur, suatu balok umumnya juga memikul
geser. Syarat desain kuat geser suatu balok
Vn 0,9 Vu s .................................................................................. (2.41)
Aw fyw 0,6 Vu = ....................................................................... (2.42)
Berlaku jika
fyw
1100
tw
h
s ...................................................................................... (2.43)

44

dengan :
fyw = kuat leleh bahan
Aw = luas penampang badan = d x tw

b. Gelagar melintang
Syarat desain Mu Mn > , dengan = 0,9
My adalah momen lentur penyebab seluruh penampang mulai mengalami
tegangan leleh, diambil sama dengan fyS dan S adalah modulus
penampang elastis.
Mp adalah momen lentur yang penyebab seluruh penampang mengalami
tegangan leleh, yaitu harus diambil lebih kecil dari fyZ atau 1,5 My dan Z
adalah modulus penampang elastis.
Mr adalah momen batas tekuk diambil sama dengan S(fy fr) dan fr
adalah tegangan sisa.
Tabel 2.2 Bentang untuk Pengekang Lateral
Profil Lp Lr
Profil I dan kanal ganda
lemah sumbu terhadap irasi
g jari - jari adalah ,
A
Iy
Iy
dengan ,
fy
E
Iy 1,76
=
si puntir tor konstanta adalah J
lengkung. puntir konstanta adalah Iw
dengan ,
Iy
Iw
GJ
S
4 X2
2
EGJA
S

X1
fr - fy fL dengan
, X2fL 1 1
fL
X1
Iy
2
2
|
.
|

\
|
=
=
=
+ + |
.
|

\
|

45

Profil kotak pejal/
berongga
Mp
JA
Ery 0,13
Mr
JA
Ery 2
Sumber : SNI 03-1729-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung

1) Bentang Pendek
Syarat L Lp, kuat nominal komponen struktur terhadap momen lentur
adalah : Mn = Mp
2) Bentang Menengah
Syarat Lp L Lr, kuat nominal komponen struktur terhadap momen
lentur adalah :

( )
( )
Mp ]
Lp Lr
L - Lr
Mr) - (Mp Mr [ Cb Mn s

+ = .................................... (2.44)
3) Bentang panjang
Syarat Lr L, kuat nominal komponen struktur terhadap momen lentur
adalah : Mn = Mcr Mp
2,3
3Mc 4Mb 3Ma 2,5Mmax
Mmax 12,5
Cb s
+ + +

= ..................................... (2.45)
Dengan Mmax adalah momen maksimum pada bentang yang ditinjau,
serta Ma, Mb, Mc adalah masing-masing momen pada bentang, tengah
bentang, dan bentang komponen struktur pada bentang yang ditinjau.




46

Tabel 2.3 Momen Kritis untuk Tekuk Lateral
Profil Mcr
Profil I dan kanal ganda IyIw
L
E
EIyGJ
L

Cb
2
|
.
|

\
|

Profil kotak pejal/berongga
L/ry
JA
2CbE
Sumber : SNI 03-1729-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk
Bangunan Gedung

4. Perhitungan sambungan
a. Sambungan baut
Tahanan baut
Geser : Ab fub r1 m Rn =| | .................................................. (2.46)
Tumpu : fu tp db 2,4 Rn =| | ................................................ (2.47)
Tarik : Ab fub Rn = ................................................................ (2.48)
1,6Pll Pdl 1,2 Pu + = .......................................................................... (2.49)
Jumlah total baut :
Rn
Pu
.................................................................... (2.50)
dengan :
= faktor reduksi = 0,75
Rn = kuat nominal baut (kg)
fub = kuat tarik baut = 825 Mpa (untuk baut mutu tinggi jenis A325)
m = jumlah bidang geser
Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir (mm
2
)
P = gaya yang bekerja pada profil (N)
47

n = jumlah baut
r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
db = diameter baut pada daerah tak berulir
tp = tebal pelat

b. Sambungan las
Persyaratan sambungan las : Rnw Ru
Macam sambungan las :
1) Las tumpul
a) Bila sambungan dibebani gaya tarik atau tekan aksial, maka :
fyw te 0,9 Rw = ......................................................................... (2.51)
b) Bila sambungan dibebani gaya geser, maka :
fuw 6 , 0 te 0,8 Rw = ................................................................ (2.52)
Dengan fy dan fu adalah kuat leleh dan kuat tarik putus
2) Las sudut
fuw 0,6 te 0,75 Rnw = ............................................................ (2.53)
3) Las baji dan pasak
Aw 0,6 0,75 Rnw = fuw ......................................................... (2.54)
dengan :
Aw = luas geser efektif las
Fuw = kuat tarik putus logam las

Formatted: Justified, Indent: Left: 0.49",
Hanging: 0.51"
48

Tabel 2.4 Ukuran Minimum Las Sudut
Tebal Pelat (mm) Ukuran Minimum Las Sudut (mm)
T 7 3
7 t 10 4
10 t 15 5
15 t 6
Sumber : SNI 03-1729-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk
Bangunan Gedung

Pembatasan ukuran maksimum las sudut :
a. Untuk komponen dengan tebal kurang dari 6,4 mm, diambil setebal
komponen
b. Untuk komponen dengan tebal 6,4 mm atau lebih, diambil 1,6 mm kurang
dari tebal komponen

5. Ikatan Angin
a. Pembebanan Ikatan Angin
Menurut PPPJJR 1987, pembebanan ikatan angin meliputi :
1) Beban mati (berat sendiri)
2) Muatan angin (150 kg/m
2
)
3) Beban hidup



49

2.7.2 Perhitungan Struktur Bawah
1. Perhitungan Abutment
a. Pembebanan Abutment
1) Gaya akibat beban struktur atas (beban mati dan beban hidup)
2) Gaya akibat tekanan tanah aktif
3) Gaya akibat berat sendiri abutment
4) Gaya akibat rem dan traksi
5) Gaya akibat gesekan
6) Gaya akibat beban gempa pada abutment
7) Gaya akibat beban gempa pada konstruksi atas
8) Gaya akibat beban angin

b. Penulangan Abutment

Pll 1,6 Pdl 1,2 Pu + = .......................................................................... (2.55)

Mll 1,6 Mdl 1,2 Mu + = ...................................................................... (2.56)

Pu
Mu
e = .............................................................................................. (2.57)

fy 600
d 600
xb
+

= .................................................................................... (2.58)

xb 1 ab = ....................................................................................... (2.59)

( )
xb
ds xb
0,003 2.10 fs'
5

= ........................................................... (2.60)

fy fs' gunakan fy fs' = >

fy fs'-As As' ab b c f' 0,85 Pub + = ......................................... (2.61)
50

|
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
+ =
2
h
d fy As d'
2
h
fs' As'
2
ab
2
h
ab b c f' 0,85 Mnb
tarik keruntuhan e
Pnb
Mnb
eb s =
............................................................... (2.62)

(
(

|
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
=
d
d'
1 p m 2
2d
2e h
2d
2e - h
d b c f' 0,85 Pn
2
...... (2.63)

Jika eb > e keruntuhan desak
0,5
d' d
e
fy As'
1,18
d
e h 3
h b fc'
Pn
2
+

+
+


=
............................................................. (2.64)

dengan :
Pu = beban ultimit (ton)
Mu = momen ultimit (tm)
Pdl = beban mati (ton)
Pll = bebant hidup (ton)
Mdl = momen akibat beban mati (tm)
Mll = momen akibat beban hidup (tmm)
e = eksentrisitas (m)
b = lebar penampang (m)
h = tinggi penampang (m)
As = luasan area yang mengalami desak (m
2
)
As = luas area yang mengalami tarik (m
2
)
Pnb = kuat beban aksial nominal balance (ton)
fc = kuat tekan karakteristik beton (Mpa)
51

xb = jarak dari serat terluar ke garis netral untuk kondisi tegangan
batas (mm)
d = jarak titik berat tulangan tekan ke tepi beton yang tertekan (mm)
d = jarak titik berat tulangan tarik ke tepi beton yang mengalami
tekan (mm)
eb = eksentrisitas balance (mm)
ab = tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beton (mm)
1 = faktor reduksi tinggi blok tegangan tekan ekivalen beton
fy = tegangan leleh baja (Mpa)

2. Penulangan Wing Wall dan Pelat Injak

( ) 1/2a - d b a fc' 0,85 Mn =
...................................................... (2.65)


fy As Ts Cc = =
............................................................................... (2.66)


fy
b a fc' 0,85
As

=
......................................................................... (2.67)


As
1000 Astul
jarak

=
......................................................................... (2.68)

dengan :
Mn = moemen nominal (Nmm)
fc = kuat tekan karakteristik beton (N/mm
2
)
d = tinggi efektif (mm)
a = tinggi gaya tekan (mm)
b = lebar penampang (mm)
52

As = luas penampang tulangan yang dibutuhkan (mm
2
)
tp = diameter tulangan pokok (mm)

3. Perhitungan Pondasi Abutment
a. Daya Dukung Tiang Pancang terhadap Kekuatan Tanah (Sardjono, 1984)

Q n Qpg =
....................................................................................... (2.69)

Daya dukung tiang (single) dicari dengan metode Briaud :

( )
0,36
60
N r 19,7 qp =
.................................................................... (2.70)


( )
0,29
60
N r 0,224 fs =
................................................................... (2.71)


Ap qp Qp =
..................................................................................... (2.72)


As fs Qs =
....................................................................................... (2.73)


SF
Qs Qp
Q
+
=
..................................................................................... (2.74)

dengan :
Qpg = daya dukung ppile group (ton)
qp = end bearing (kN/m
2
)
Qp = daya dukung end bearing (ton)
qs = skin friction (kN/m
2
)
Qs = daya dukung skin friction (ton)
SF = faktor aman
Ap = luas penampang tiang (m
2
)
As = luas selimut tiang (m
2
)
r = 100 kN/m
2

53

b. Menentukan Jarak Antar Tiang dalam Kelompok
2,5D s > ................................................................................................. (2.75)


3D s >
................................................................................................ (2.76)

dengan :
s = jarak antara tiang pancang dalam kelompok (cm)
D = diameter tiang pancang (cm)

c. Efesiensi Tiang Pancang ()
Rumus Converse-Labarre :

( ) ( )
(

+
=
n m
n 1 m m 1 n
90

1
....................................................... (2.77)

dengan :
= efesiensi tiang pancang (%)
= arc tan d/s (dalam derajat)
d = diameter tiang pancang (cm)
s = jarak antar tiang dari as ke as tiang (cm)
m = banyaknya baris
n = banyaknya tiang pancang per baris





54


d. Check Beban yang Dipikul Tiang Pancang (Sardjono, 1984)

Gambar 2.3 Gaya dan Momen yang Bekerja pada Pile Group


2 2
Y nx
Ymax Mx
X ny
Xmax My
n
V
Pmax

=
....................................... (2.78)

dengan :
Pmax = beban maksimum yang diterima oleh tiang pancang (ton)
V = jumlah total beban normal (ton)
Mx = momen pada bidang tegak lurus sumbu x (tm)
My = momen pada bidang tegak lurus sumbu y (tm)
n = banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang
X
max
= absis terjauh tiang terhadap titik berat kelompok tiang (m)
ny = banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu x
nx = banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu y



55

4. Penulangan Poer Abutment

( ) a d b a 2 / 1 ' fc 0,85 Mn =
.................................................... (2.79)


fy As Ts Cc = =
.............................................................................. (2.80)


fy
b a fc' 0,85
As

=
......................................................................... (2.81)


As
1000 Astul
jarak

=
......................................................................... (2.82)

dengan :
Mn = moemen nominal (Nmm)
fc = kuat tekan karakteristik beton (N/mm
2
)
d = tinggi efektif (mm)
a = tinggi gaya tekan (mm)
b = lebar penampang (mm)
As = luas penampang tulangan yang dibutuhkan (mm
2
)
tp = diameter tulangan pokok (mm)









56

5. Bangunan Pelengkap
a. Perencanaan Dinding Penahan Tanah
(Mekanika Tanah II, Hary Christady Hardiyatmo)

Gambar 2.4 Tekanan Tanah

1) Kontrol Terhadap Guling

kohesif h untuk tana 2 dan 1,5
guling momen Jumlah
guling melawan yang momen Jumlah
SF s =


2) Kontrol Terhadap Geser

kohesif urugan untuk 2 dan 1,5
mendorong yang gaya Jumlah
menahan yang gaya Jumlah
jSF s =
3) Eksentrisitas

R
guling momen - moemen Jumlah
x =
............................................... (2.83)


( ) x B 1/2 e =
................................................................................. (2.84)


6
B
e s
.................................................................................................. (2.85)

57


4) Kontrol Terhadap Settlement

1/2/2 DNq cNc qult + + =
.......................................................... (2.86)


SF
qult
qsafe =
....................................................................................... (2.87)

dengan :
B = lebar atau dimensi pondasi (m)
H = kedalaman dinding penahan tanah (m)
D = kedalaman pondasi (m)
e = eksentrisitas (m)
c = kohesi
x = jarak dari pusat guling ke resultan (m)
w = berat sendiri dinding penahan tanah (ton)
Pa = tekanan tanah aktif (ton/m)
Pp = tekanan tanah pasif (ton/m)
ka = koefisien tekanan tanah aktif
kp = koefisien tekanan tanah pasif
q = daya dukung tanah (ton/m
2
)
= berat volume tanah (ton/m
3
)
Nc, Nq, N = faktor daya dukung tanah (tabel Terzaghi)

Вам также может понравиться