Вы находитесь на странице: 1из 152

MATERI KULIAH

HUKUM PERIKATAN

SISTEMATIKA B.W.
BUKU I : Hukum Orang (Personenreht)
Buku II : Hukum Benda (Zakenrecht)
Buku III : Hukum Perikatan (Verbintenissenrecht)
Buku IV : Hukum Pembuktian Dan Daluwarsa
HUKUM PERIKATAN DIATUR DALAM
BUKU III B.W.
SISTEMATIKA BUKU III B.W. terdiri atas delapan belas bab dan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : ketentuan umum dan
ketentuan khusus.
Ketentuan umum diatur dalam bab I sampai dengan bab IV.
Ketentuan khusus diatur dalam bab V sampai dengan bab XVIII.
Bab I : Perikatan-perikatan pada umumnya, Bab II : Perikatan-
perikatan yang lahir dari perjanjian, Bab III : Perikatan-perikatan
yang lahir dari undang-undang, Bab IV : Hapusnya perikatan.
Ketentuan Umum berlaku bagi semua jenis perikatan, baik yang
bersumber dari perjanjian maupun undang-undang. Baik terhadap
perjanjian bernama (perjanjian yang secara khusus diberi nama
dan diatur ketentuannya dalam Buku III BW) maupun tidak
bernama (perjanjian yang tidak diatur dalam Buku III BW).


Pasal 1319 BW : Semua perjanjian, baik yang
mempunyai nama khusus, maupun yang tidak
mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-
ketentuan umum yang termuat dalam bab ini dan bab
yang lalu.--- yang dimaksud dalam bab yang lalu adalah
bab II dan bab I (Abdulkadir Muhammad).
Pasal 1 KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam
kitab undang-undang inisekedar di dalam kitab undang-
undang ini tidak diatur secara khusus menyipang
PERBEDAAN SIFAT
BUKU III & BUKU II BW
Buku II BW merupakan ketentuan yang mengatur tentang hukum
benda. Sistem yang dianut bersifat tertutup (closed system),
sehingga ketentuannya merupakan hukum yang bersifat memaksa
(dwingendrecht).
Sistem tertutup dan ketentuan hukum yang bersifat memaksa
mengandung pengertian bahwa para pihak tidak boleh
mengadakan (membuat) atau melahirkan hak kebendaan baru
selain dari hak telah diatur dalam undang-undang
Indikator sifat memaksa dalam sistem tertutup Buku II BW dapat
disimak ketentuan pasal 499 BW tentang pengertian benda.
Buku III BW tentang hukum perikatan menganut sistem
terbuka (opened system), ketentuan hukum di dalamnya
bersifat mengatur (regellendrecht atau anvullendrecht).
Sistem terbuka dan ketentuan hukum yang bersifat
mengatur mengandung konsekwensi bahwa ketentuan
tersebut hanya merupakan pilihan atau pelengkap yang
memberikan opsi untuk diikuti atau tidak. Dengan
konstruksi demikian, terbuka peluang bagi para pihak
untuk tidak menggunakan atau menyimpangi.
Sistem terbuka dan karakter ketentuan yang bersifat regellendrecht
memberikan keleluasaan atau kebebasan kepada para pihak untuk
menentukan aturan main (hak & kewajiban) dalam perjanjian yang
dibuat.
Sistem terbuka Buku III --- melahirkan kebebasan berkontrak ---
bagi para pihak untuk membuat perjanjian, bentuk dan isi/jenisnya.
Indikator sifat terbuka Buku III BW ialah bahwa di dalamnya tidak
diatur defenisi tentang perikatan, padahal Buku III BW berjudul
hukum perikatan. Pasal 1233 sebagai pasal awal Buku III BW tidak
mengatur defenisi perikatan, akan tetapi hanya menguraikan
sumber perikatan.
Indikator lain sebagai bukti keterbukaan sistem Buku III BW dapat
dicermati ketentuan pasal 1338 (1).
Ketentuan Buku III BW memiliki daya kerja dan mengikat terhadap
perjanjian apabila para pihak tidak mengatur dalam perjanjiannya.
Misal, bila dalam perjanjian jual beli tidak diatur dan ditentukan
tempat (dimana) barang diserahkan, siapa yang membayar biaya
pengiriman, dan bagaimana konsekwensi bila barang musnah
selama pengiriman --- maka berlaku ketentuan dalam pasal 1477
BW yang mengatur bahwa penyerahan harus dilakukan di tempat
dimana barang berada ketika perjanjian jual beli terjadi/lahir.
Kebebasan untuk menyimpangi ketentuan Buku III BW dibatasi
oleh undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
SUMBER-SUMBER PERIKATAN
(Pasal 1233 BW)
1. Perjanjian (Pasal 1313 BW)
2. Undang-Undang (1352 BW)
1) Undang-Undang saja (625, 104 BW)
2) Undang-Undang karena perbuatan manusia
(1353 BW)
a) Perbuatan menurut hukum (1354, 1359 BW)
b) Perbuatan melanggar hukum (1365 BW)
ISTILAH & PENGERTIAN PERIKATAN
Perikatan dan perjanjian merupakan dua istilah yang berbeda, akan tetapi sering
terjadi kerancuan dalam penggunaannya dalam bidang hukum perdata.
Perikatan merupakan terjemahan dari verbintenis, sedang perjanjian merupakan
terjemahan dari overeenkomst.
Verbintenis juga dapat diterjemahkan perutangan, sedang overeenkomst juga
dapat diterjemahkan persetujuan. Namun ada juga yang menerjemahkan
verbintenis menjadi perjanjian dan overeenkomst menjadi persetujuan (Achmad
Ichsan).
Pendapat yang umum adalah :
Verbintenis diterjemahkan menjadai perikatan atau perutangan
Overeenkomst diterjemahkan menjadi Perjanjian atau persetujuan atau kontrak
Hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas
dasar mana pihak yang satu berhak (kreditor) dan pihak lain berkewajiban
(debitor) atas suatu prestasi --- Subekti
1. Suatu hubungan hukum
2. Subyek hukum (kreditor & debitor)
3. Bersifat harta kekayaan
4. Prestasi
DEBITOR :
SCHULD
HAFTUNG
WANPRESTASI
Wanprestasi ---Prestasi buruk; ingkar janji; cidera janji.
Wanprestasi : suatu keadaan bahwa debitor tidak
memenuhi kewajiban/prestasi sebagaimana dimaksud
dalam perikatan (perjanjian).
Debitot tidak memenuhi kewajiban/perstasi perikatan
(perjanjian) karena 2 (dua) hal, yaitu :
1. Kesalahan (lalai atau sengaja) debitor --- wanprestasi
2. Bukan kesalahan debitor --- keadaan memaksa (overmacht/force
majeur)
HAK GUGAT KREDITOR
DALAM HAL DEBITOR WANPRESTASI
Hak gugat kreditor terhadap debitor dalam hal
debitor wanprestasi merupakan wujud
perlindungan hukum bagi kreditor.
Wanprestasi menimbulkan konsekwensi yuridis
bagi debitor untuk siap menghadapi aksi
hukum (gugatan) kreditor.
Wanprestasi membawa akibat kerugian bagi
kreditor yang menuntut debitor untuk
mengganti kerugian tersebut.
Aksi Hukum (hak gugat) Kreditor Dalam
Hal Debitor Wanprestasi ---Niewunhuis,Pokok-
Pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih,
Universitas Airlangga, 1985, h. 53--- :
a) Gugat Pemenuhan Perjanjian;
b) Gugat Pembatalan (Pembubaran) Perjanjian;
c) Gugat Ganti Rugi;
d) Gugat Pemenuhan Perjanjian & Ganti Rugi;
e) Gugat Pembubaran Perjanjian & Ganti Rugi.
Gugat pemenuhan perjanjian dapat diajukan
debitor apabila pemenuhan kewajiban
(prestasi) perjanjian sudah tiba saatnya (jatuh
tempo) untuk dilaksanakan debitor, tetapi
debitor tidak/belum melaksanakannya.
Gugat pemenuhan yang diajukan sebelum tiba
saat pemenuhan merupakan gugatan yang
prematur.
Gugat pemenuhan penting untuk diajukan bila
prestasi perjanjian itu masih memiliki makna
dan manfaat bagi kreditor.
KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)
Diatur dalam pasal 1244 BW
Overmacht adalah dalil debitor untuk menolak gugatan
kreditor bahwa debitor wanprestasi
Alasan pembelaan debitor bahwa debitor tidak
memenuhi kewajiban (prestasi) sebagaimana
diperjanjikan adalah di luar kesalahannya.
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi
(tidak dapat diduga) setelah perjajian disepakati, yang
menghalangi debitor untuk memenuhi prestasi ---
debitor tidak dapat dipersalahkan dan tidak wajib
menanggung risiko
Unsur Keadaan Memaksa :
a) Debitor tidak memenuhi prestasi.
b) Ada peristiwa (keadaan) yang terjadi di luar
kesalahan/kehendak debitor.
c) Peristiwa (keadaan) sebagai penghalang debitor
memenuhi prestasi tidak dapat diduga sebelum
perjanjian lahir
d) Debitor tidak wajib menanggung risiko
Keadaan memaksa merupakan alasan pembenar untuk
membebaskan debitor dari kewajiban membayar ganti
rugi.
Akibat hukum keadaan memaksa :
Kreditor tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi.
Perikatan (perjanjian) kehilangan daya kerja.
Debitor tidak dapat dinyatakan lalai.
Kreditor tidak dapat menggugat pembatalan. (pemutusan)
perjanjian.
Dalam kewajiban timbal balik, kewajiban
melakukan/memberikan kontraprestasi menjadi gugur
Teori keadaan memaksa
a) Teori obyektif/bsolut (de 0byektieve overmachtsleer) ---
debitor berada dalam keadaan memaksa, jika
pemenuhan prestasi itu tidak mungkin dapat
dilaksanakan oleh semua orang --- Misal : Misal A
menyerahkan sapi kepada B, dalam perjalanan sapi
disambar petir --- keadaan terjadi karena bencana alam
atau kecelakaan besar (banjir, tanah longsor, gunung
meletus, gelombang tsunami, badai, angin topan,
kecelakan kereta api, pesawat terbang jatuh, kapal
tenggelam, dll.)
b) Teori Subyektif/relatif (de subjectieve overmachtsleer) ---
debitor mungkin dapat memenuhi prestasi, tetapi
mengalami kesulitan atau harus mengeluarkan
pengorbanan yang besar, sehingga dalam keadaan
demikian kreditor tidak dapat menuntut pemenuhan
prestasi --- misal : penyanyi yang mengadakan perjanjian
konser. Sebelum pelaksanaan konser ia mendengar
berita kematian anaknya, sehingga sulit bagi dirinya untuk
melantunkan lagu dengan baik.
Peristiwa/kejadian yang memenuhi kualifikasai
keadaan memaksa :
Keadaan iklim (bencana alam)
Kehilangan
Pencurian
Kebakaran
Kecelakaan
RISIKO
Pengertian risiko dalam bidang hukum perdata
berbeda dengan pengertian risiko dalam kehidupan
sehari-hari atau pandangan/pemahaman kebanyakan
orang.
Risiko dalam hukum perdata (hukum perikatan)
memiliki pengertian khusus
Risiko adalah suatu teori/ajaran atau prinsip tentang
pihak yang harus menanggung kerugian (ganti rugi)
dalam hal terjadi keadaan memaksa.
Risiko dalam perjanjian sepihak (unilateral contract) :
Diatur dalam pasal 1237 BW
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang kewajiban memenuhi
prestasi hanya ada pada satu pihak (tidak ada kontra prestasi)
Pasal 1237 BW --- Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu
tertentu, sejak perikatan lahir, kebendaan menjadi tanggungan
kreditor, jika debitor lalai memenuhi prestasi, maka sejak saat
kelalainnya maka kebendaan menjadi tanggungan dirinya
(debitor).

Pasal 1444 BW --- Jika barang yang diperdagangkan musnah
atau hjilang di luar kesalahan debitor, sehingga tidak dapat lagi
menjadi obyek perjanjian, maka perikatan menjadi hapus.
Prinsip yang dapat disimpulkan dari pasal 1237 dan 1444 BW,
bahwa risiko dalam perjanjian sepihak terletak pada diri
kreditor. --- Misal : Jika dalam perjanjian pemberian hadiah
(hibah), debitor tidak dapat menyerahkan barang karena
barang hilang/musnah, maka kreditor tidak dapat menggugat
ganti rugi kepada debitor. Tidak ada kewajiban debitor untuk
berprestasi --- ini juga berlaku dalam perikatan sepihak yang
ujud prestasinya berbuat sesuatu.
Risiko dalam perjanjian timbal balik (bilateral contract)
Tidak ada ketentuan dalam BW mengenai siapa yang
menanggung risiko dalam perjanjian timbal balik.
Dapat digali dari pendapat ahli --- Risiko dalam perjanjian
timbal balik diselesaikan sesuai asas kepatutan (billijkheid),
yaitu bahwa risiko menjadi tanggungan pihak yang tidak
melakukan prestasi.
Pasal 1545 & 1553 BW --- ada prinsip kepatutan --- pasal 1545
: Bila barang tertentu sebagai obyek perjanjian musnah di luar
kesalahan pemilik, maka perjanjian gugur & pihak yang yang
telah memenuhi prestasi dapat meminta kembali barang
yang telah diberikan dalam perjanjian tukar
menukar
Pasal 1553 BW --- Bila selama perjanjian sewa
menyewa berlansung, barang sebagai obyek
perjanjian musnah karena kejadian yang tidak
disengaja, maka perjanjian gugur demi hukum
Prinsip risiko yang berlaku dalam perjanjian timbal
balik adalah bahwa bila satu pihak tidak dapat
memenuhi prestasi , maka risiko menjadi tanggungan
pemilik barang, pihak lain dibebaskan dari kewajiban.
Eksekusi Riil merupakan upaya kreditor untuk memaksa debitor
memenuhi prestasi perjanjian.
Eksekusi Riil harus diajukan dengan permohonan kepada ketua
pengadilan negeri yang berwenang.
Eksekusi riial tidak diatur secara tegas dalam BW dan HIR, tetapi
diatur dalam pasal 1033 RV.
Pasal 1033 RV --- jika amar putusan pengadilan menghukum
pengosongan barang tidak bergerak (onroerend goed), dan
putusan itu tidak dilaksanakan secara sukarela oleh tergugat
(pihak yang kalah), ketua pengadilan mengeluarkan surat perintah
kepada juru sita melaksanakan pengosongan atas barang
tersebut. Pengosongan itu meliputi diri orang (pihak yang kalah),
keluarga, dan barang-barangnya.
Prosedur pelaksanaan eksekusi riil :
Putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap
(in kracht)
Tergugat (pihak yang kalah) tidak bersedia
melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela
Telah melewati tenggang waktu peringatan (teguran)
Didasarkan pada Surat Perintah Penetapan Eksekusi
Dilaksanakan oleh panitera atau juru sita
Obyek Eksekusi Riil :
a) Penyerahan barang (selain uang)
b) Melakukan sesuatu
c) Tidak melakuka sesuatu
d) Pengosongan tanah/bangunan
e) Menghentikan suatu perbuatan
Eksekusi Riil memiliki kaitan erat dengan ujud prestasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1234 BW :
Memberikan sesuatu --- misal, membayar sejumlah uang,
eksekusi riil dilakukan melalui penjualan barang debitor di
muka umum untuk pelunasan hutang kepada kreditor ;
Penyerahan barang/sebidang tanah & bangunan yang
timbul dari perjanjian jual beli, eksekusi riil dilakukan secara
paksa melalui penyerahan barang dengan bantuan alat
kekuasaan negara.
Berbuat/Melakukan Sesuatu --- prestasi yang berkaitan dengan
profesi/keahlian debitor (bahkan prestasi tersebut hanya dapat
dilakukan debitor ybs.), pemenuhan tidak dapat/sulit dilakuan
secara paksa dengan lembaga eksekusi riil. Dalam hal
pemenuhan prestasi dapat dilaksanakan oleh orang lain selain
debitor, maka prestasi dapat dilakukan secara paksa melalui
eksekusi riil, dengan konsekwensi bahwa seluruh biaya yang
yang dikeluarkan untuk pelaksanaan prestasi menjadi
beban/tanggungan debitor.
Tidak berbuat/melakukan sesuatu --- debitor telah
berjanji bahwa dirinya tidak melakukan sesuatu, misal
debitor telah berjanji untuk tidak mendirikan sebuah
bangunan, akan tetapi hal itu diingkari. Dalam
keadaan demikian, kreditor dapat mengajukan
pelaksanaan eksekusi riil kepada pengadilan agar
bangunan tersebut dibongkar.
Exceptio Non Adimpleti Contractus
Exceptio non adimpleti contractus merupakan prinsip
pelaksanaan/pemenuhan perjanjian dalam perjanjian
yang bersifat timbal balik.
Tangkisan/penolakan debitor untuk memenuhi kewajiban
terhadap kreditor.
Dalam perjanjian timbal balik. kedudukan debitor &
kreditor selalu melekat pada kedua belah pihak.
Dalam perjanjian timbal balik, kedua belah pihak memikul
kewajiban sekaligus memperoleh hak.
Penerapan prinsip/dalil exceptio non adimpleti contractus
dittentukan dalam pasal 1478 BW.
Pasa 1478 BW : Si penjual tidak diwajibkan menyerahkan
barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedangkan
si penjual tidak telah mengijinkan penundaan pembayaran
kepadanya.
Contoh : A (penjual) & B (pembeli) mengadakan perjanjian jual
beli atas sebuah mobil kijang innova warna silver tahun 2011
dengan harga Rp.200 juta. B menuntut penyerahan barang
terhadap A, akan tetapi A menolak karena B belum membayar
harga sebagaimana telah diperjanjikan.
Dalil A adalah benar, namun hal itu tidak menghapus
kewajibannya untuk memenuhi prestasi, akan tetapi
sebatas menangguhkan sampai dengan B melakukan
kewajibannya .
Dalam penggunaan dalil exceptio non adimpleti
contractus harus memperhatikan pihak mana yang lebih
dahulu melaksanakan kewajiban.
Tata urutan pemenuhan kewajiban/prestasi masing-
masing pihak ditentukan dalam undang-undang &
perjanjian.
Bentuk Wanprestasi
Bentuk/wujud wanprestasi ada 3 (tiga)
macam, yaitu :
1) Debitor tidak memenuhi kewajiban (prestasi)
2) Debitor terlambat memenuhi kewajiban (prestasi)
3) Debitor salah/keliru memenuhi kewajiban (prestasi)

JENIS-JENIS PERIKATAN
Perikatan dapat dibedakan berdasarkan
a) Isi prestasi
b) Subyek & hukum yang menguasainya
c) Daya kerja
d) Ketentuan BW

a) Perikatan berdasar isi prestasi :
1) Perikatan untuk memberikan sesuatu
2) Perikatan untuk berbuat sesuatu (perikatan Positif)
3) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu (negatif)
4) Perikatan manasuka (perikatan alternatif)
5) Perikatan fakultatif
6) Perikatan generik & spesifik
7) Perikatan yang dapat dibagi & tidak dapat dibagi
(deelbaar dan ondeelbaar)
8) Perikatan sepintas lalu & terus menerus
b) Perikatan berdasarkan subyek :
1) Perikatan solider dan tanggung menanggung
2) Perikatan prinsiple dan accessoir
3) Perikatan publik & perikatan privat


c) Perikatan berdasarkan daya kerja :
1) Perikatan dengan ketetapan waktu
2) Perikatan bersyarat
d) Perikatan berdasarkan ketentuan BW :
1) Perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak
berbuat ssuatu (pasal 1234 BW)
2) Perikatan bersyarat (Pasal 1253 BW)
3) Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1268 BW)
4) Perikatan manasuka/alternatif (Pasal 1272 BW)
5) Perikatan tanggung renteng/tanggung menanggung (Pasal 1278 BW)
6) Perikatan yang dapat dibagi & tidak dapat dibagi (Pasal 1296 BW)
7) Perikatan dengan ancaman hukuman (Pasal 1304 BW)

Perikatan memberikan sesuatu adalah Perikatan yang
prestasinya berupa penyerahan barang untuk dinikmati
atau dimiliki.
Perikatan berbuat sesuatu (perikatan positip) adalah
perikatan perikatan yang prestasinya berupa perbuatan
nyata (positifhandeling) --- melakukan/memberikan
sesuatu.
Perikatan tidak berbuat sesuatu (perikatan negatif)
adalah perikatan yang prestasinya tindakan negatif
(negatifhandeling)
Perikatan manasuka (alternatif) adalah perikatan yang
menimbulkan kewajiban bagi debitor untuk
melaksanakan/memilih satu dari dua prestasi yang telah
ditentukan dalam perjanjian, hal mana pelaksanaan
kewajiban tersebut mengakhiri perikatan. Contoh :
Debitor harus menyerahkan sapi atau kuda, debitor wajib
menyerahkan beras bengawan 200 kg dalam waktu 1
buklan atau 250 kg setelah tiga bulan.
Perikatan fakultatif adalah perikatan yang obyeknya
hanya berupa satu prstasi, hal mana debitor dapat
menggantikan dengan prestasi lain. Contoh : debitor
wajib menyerahkan sebuah rumah, bila penyerahan tidak
mungkin maka dapat diganti dengan sejumlah uang. ---
Ada prestasi primair dan subsidair, prestasi utama dan
pengganti.
Perikatan generik adalah perikatan yang obyeknya ditentukan
menurut jenis dan jumlanya . Contoh, kewajiban menyerahkan 100
Kg gula pasir.
Perikatan spesifik adalah perikatan yang obyeknya
ditentukan/diuraikan secara terperinci ciri-cirinya. Contoh, Debitor
berkewajiban menyerahkan mesin atau mobil dengan ciri-ciri
khusus sebagaimana dimkasud dalam perjanjian.
Pembedaan perikatan generik & spesifik memiliki arti penting
terhadap masalah risiko---pasal 1460/1461 BW. Risiko dalam
perikatan spesifik ditanggung kreditor, sedang dalam perikatan
generik menjadi tanggungan debitor.
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan
yang obyek/prestasinya (barang atau
perbuatan) dapat dibagi dan tidak mengurangi
hakekat prestasi.
Perikatan yang tidak dapat dibagi adalah
perikatan yang obyek/prestasinya (barang atau
orang) tidak dapat dibagi, karena jika dibagi
dapat mengurangi hakekat presatsi.
Sifat dapat atau tidak dibagi dalam perikatan dilihat berdasarkan
pada :
1) Sifat barang sebagai obyek perikatan. Misal, obyek
perikatan berupa penyerahan seekor sapi, bila sapai
dibagi2 maka sapi akan kehilangan hakikatnya
2) Maksud perikatan. Misal perikatan membangun jalan
raya sepanjang 500 KM, mungkin saja pekerjaan
pemborongan itu dapat dibagi menjadi beberapa bagian
(masing2 100 KM), namun dengan cara itu maksud
perjanjian harus dibuat seluruhnya, jika tidak maka tujuan
perjanjian tidak akan tercapai.
Perikatan tanggung renteng (tanggung menanggung) adalah
perikatan yang terjadi antara beberapa orang kreditor yang
diperjanjikan secara tegas memberikan hak kepada masing-
masing kreditor untuk menuntut/meminta pembayaran seluruh
hutang, hal mana berlaku ketentuan bahwa pembayaran kepada
salah saeorang kreditor membawa akibat terhadap bebasnya
debitor dari perikatan (meskipun sifat perikatan dapat dibagi di
antara beberapa kreditor.--- Pasal 1278 BW--- Syarat perikatan
tanggung renteng harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian.
Dalam perikatan TR, debitor bebas untuk melunasi hutang kepada siapa
saja diantara para kreditor selama ia belum digugat --- pasal 1279 BW
Pembebasan salah seorang kreditor tak membawa konsekwesi
terhadap terbebasnya debitor dari kewajiban kepada kreditor
lainnya.--- pasal 1279 BW.
Perikatan tanggung renteng juga dapat terjadi pada bebrapa
debitor, yaitu dalam hal seluruh debitor wajib melakukan hal
yang sama bahwa salah satu dapat dituntut seluruhnya,
pemenuhan oleh salah seorang debitor membebaskan debitor
lain terhadap kreditor.--- pasal 1280 BW.
Suatu perikatan dapat bersifat tanggung menanggung,
meskipun salah seorang debitor wajib memenuhi hal sama
dengan cara berbeda dengan debitor lain.--- pasal 1281 BW
Suatu perikatan tidak tergolong sebagai perikatan tanggung
menanggung apabila hal itu tidak dinyatakan secara tegas
dalam perjanjian, kecuali dalam hal ditentukan oleh undang-
undang sebagai perikatan tanggung renteng.--- pasal 1282
BW.
Kreditor dalam perikatan tanggung renteng dapat memilih
untuk menagih piutang kepada salah satu debitor dengan
menutup kemungkinan bagi debitor untuk membagi/memecah
utang.--- pasal 1283 BW
Perikatan publik (publiekrechtelijk/publiek overeenkomst) :
Perikatan yang lahir dari perjajian2 yang seluruh /sebagian
dikuasai oeh hukum publik (Sri Soedewi).
Ketentuan dalam perikatan publik bersumber pada perjanjian
yang tunduk pada hukum publik (sebagaian/seluruh) --- bersifat
imperatif/dwingendrecth).
Dalam perjanjian yang dikuasai hukum publik, pemerintah
berkedudukan/terlibat sebagai subyek perjanjian (kontraktan). -
-- dikenal dengan istilah kontrak pemerintah (government
contract).
Kontrak pemerintah dibedakan menjadi kontrak pengadaan &
non pengadaan (Y.Sogar Simamora)

Kontrak pengadaan adalah kontrak yang menimbulkan beban
pembayaran bagi pemerintah.
Kontrak non pengadaan adalah kontrak yang pada umumnya
menghasilkan pemasukan bagi pemerintah.

Dalam kontrak pemerintah, daya kerja asas kebebasan
berkontrak menjadi melemah (berkurang).
Syarat-syarat dalam kontrak pemerintah lebih
ditentukan/didominasi oleh pemerintah, berdasarkan peraturan
perundang-undangan.


Hubungan para pihak dalam kontrak publik tidak sama,
pemerintah lebih kuat dari pada kontraktan lain.
Contoh : contract production sharing --- UU Pertamina Nomor 8/1971,
perjanjian kerjasama manajemen, perjanjian kerja sama operasional,
perjanjian kerja sama bagi hasil ---- Permendagri Nomor 4/1990,
Peraturan/Ketentuan mengenai pengadaan barang.
Perikatan privat adalah perikatan yang lahir dari perjanjian hal
mana para pihak berada dalam kedudukan yang sama ---
pemerintah sebagai satu pihak dan swasta/persoon sebagai pihak
lain
Dalam perikatan privat, bila pemerintah berkedudukan sebagai
pihak maka pemerintah harus tunduk pada aturan/ketentuan
hukum privat--- dalam hal ini pemerintah melakukan kegiatan
bisnis.
Contoh : kontrak yang dibuat BUMN --- penjualan saham
negara milik PT. Semen Gresik (persero) Tbk. Kepada Cemes.
SYARAT SAH PERJANJIAN
SYARAT SAH PERJANJIAN MERUPAKAN TOLOK
UKUR LAHIR/TERJADINYA PERJANJIAN.
SAH ATAU TIDAKNYA SUATU PERJANJIAN
MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM (KONSEKWENSI
YURIDIS) BAGI PARA PIHAK YANG
MENGADAKANNYA.
PERJANJIAN SAH APABILA MEMENUHI SYARAT SAH
MENURUT KETENTUAN YANG DIATUR OLEH
UNDANG-UNDANG (BURGERLIJK WETBOEK)
KETENTUAN PASAL 1320 BW
SEBAGAI TOLOK UKUR SYARAT SAH PERJANJIAN
DALAM PASAL 1320 DITENTUKAN 4 (EMPAT)
SYARAT SAH PERJANJIAN, YAITU :
1) KESEPAKATAN (TOESTEMMING)
2) KECAKAPAN (BEKWAAMHEID)
3) SUATU HAL TERTENTU (BEPALD ONDERWERP)
4) SEBAB YANG DIBOLEHKAN ATAU YANG HALAL
(OORZAAK)
KLASIFIKASI SYARAT SAH
PERJANJIAN
DALAM PASAL 1320 BW & KONSEKWENSI HUKUMNYA
SYARAT KE-1 (SEPAKAT) & KE-2 (CAKAP)
DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI SYARAT SUBYEKTIF,
KARENA KEDUA SYARAT TERSEBUT MENGENAI
SUBYEK PERJANJIAN.
SYARAT KE-3 (SUATU HAL TERTENTU) DAN KE-4
(SEBAB YANG DIBOLEHKAN) DIKLASIFIKASIKAN
SEBAGAI SYARAT OBYEKTIF, KARENA KEDUA
SYARAT TERSEBUT MENGENAI OBYEK PEJANJIAN.
DALAM HAL SYARAT SUBYEKTIF PERJANJIAN
TIDAK DIPENUHI, MAKA MENIMBULKAN
KONSEKWENSI HUKUM TERHADAP
PERJANJIAN YANG TELAH DIADAKAN PARA
PIHAK, YAITU BAHWA PERJANJIAN TERSEBUT
DAPAT DIBATALKAN
(VERNIETIGBAAR/VOIDABLE/CANCELING)
DALAM HAL SYARAT OBYEKTIF PERJANJIAN
TIDAK DIPENUHI, MAKA MENIMBULKAN
KONSEKWENSI HUKUM TERHADAP
PERJANJIAN YANG TELAH DIADAKAN PARA
PIHAK, YAITU BAHWA PERJANJIAN TERSEBUT
BATAL DEMI HUKUM (NIETIG/NULL AND VOID)
PERJANJIAN YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT SUBYEKTIF,
TETAP BERLAKU MENGIKAT/EKSIS PARA PIHAK SELAMA
BELUM DIBATALKAN OLEH PENGADILAN.
PERJANJIAN YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT OBYEKIF,
TIDAK BERLAKU DAN TIDAK MENGIKAT PARA PIHAK SEJAK
AWAL PERJANJIAN DIBUAT/LAHIR. SEJAK SEMULA
DIANGGAP TIDAK LAHIR PERJANJIAN, SEHINGGA DI ANTARA
PARA PIHAK TIDAK ADA KETERIKATAN. TIDAK ADA DASAR
BAGI MEREKA UNTUK SALING MENGGUGAT HAK &
KEWAJIBAN DI PENGADILAN.
1) KESEPAKATAN
Pertemuan atau persesuaian kehendak para
pihak untuk mengadakan atau menutup
perjanjian.
Kehendak masing-masing pihak yang sesuai
atau cocok melahirkan kesepaktan.
Kesepakatan para pihak sebagai syarat lahir
perjanjian merupakan bukti bahwa hukum
perjanjian menganut asas konsensualisme.

Unsur Kesepakatan :
1) Penawaran (offerte/aanbod)
2) Penerimaan (acceptatie/aanvarding)

Pertemuan penawaran (offerte) dan
Penerimaan (acceptatie) sebagai titik tolak
terjadinya kesepakatan para pihak.
Offerte satu pihak yang di-acceptatie oleh
pihak lain merupakan tahap penentu saat
perjanjian lahir.
Penawaran : Pernyataan kehendakyang
mengandung usul
untuk mengadakan
perjanjian (J.H. Nieuwenhuis,
terjemahan Djasadin Saragih,
Pokok-Pokok Hukum Perikatan)
Penerimaan : Pernyataan kehendak pihak lain
untuk menyetujui penawaran sa
tu pihak yang telah disampaikan
oleh satu pihak untuk mengada
kan perjanjian.
TEORI KESEPAKATAN/LAHIRNYA
PEJANJIAN :
1) Teori kehendak (wilstheorie)
2) Teori pengiriman (verzendingtheorie)
3) Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
4) Teori Kepercayaan (vertrouwentheorie)

Ad :
1) Kesepakatan terjadi pada saat kehendak para
pihak penerima dinyatakan.
2) Kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan dikirim kepada pihak yang
menyampaikan penawaran.
3) Kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
menawarkan seharusnya mengetahui
penawarannay telah diakseptasi.
4) Kesepakatan terjadi pada saat pernyataan
kehendak dianggap layak/wajar diterima oleh
pihak yang menawarkan.
CACAD KEHENDAK (WILSGEBREK)
Kehendak para pihak untuk mengadakan
perjanjian harus disampaikan secara bebas.
Kesepakatan para pihak harus diberikan secara
benar dan bebas.
Apabila penyampaian kehendak para pihak untuk
mencapai kesepakatan tidak dilakukan secara bebas
maka berarti dalam kesepakatan itu ada cacad
kehendak.
Kesepakatan yang mengadung cacad kehendak
adalah tidak sah.
Kesepakatan yang tidah sah dapat menjadi dasar atau
alasan untuk membatalkan perjanjian
Jenis Cacad Kehendak dalam BW
(Pasal 1321) :
1) Kekhilafan/Kekeliruan/Kesesatan (Dwaling)
2) Paksaan (Dwang)
3) Penipuan (Bedrog)
1) Kekhilafan/Kekeliruhan/Kesesatan (Dwaling)
Diatur dalam pasal 1322 BW
Terjadi karena ada anggapan/gambaran yang
salah mengenai pokok (obyek) perjanjian ketika
seseorang memberikan kesepakatan.
Pokok perjanjian sebagai sumber timbulnya
kesesatan adalah diri seseorang dan hakekat
benda.



Ada 2 (dua) jenis kesesatan, yaitu :
1) Kesesatan karena orang sebagai pokok
perjanjian (error in persoona)
2) Kesesatan karena hakekat benda sebagai
obyek perjanjian (error in substantia)
2) Paksaan (Dwang)
Diatur dalam pasal 1323 s/d 1327 BW
Paksaan tidak harus dalam arti mutlak secara
fisik, akan tetapi dapat juga berupa sikap atau
perbuatan yang dapat menimbulkan ancaman
non fisik (psikis).
Paksaan adalah kekerasan jasmanai atau
ancaman (misal : akan membuka rahasia)
dengan sesuatu yang dibolehkan hukum yang
menimbulkan ketakutan kepada seseorang
sehingga ia membuat perjanjian ( Mariam Darus
Badrul Zaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, h. 76).
Paksaan dapat dilakukan oleh salah satu pihak
dalam perjanjian atau oleh pihak ketiga untuk
kepentingan salah satu pihak ---pasal 1323 BW.
Kriteria paksaan dalam sepakat---pasal 1324 BW :
Menimbulkan ketakutan pada diri salah satu pihak dalam
perjanjian
Menimbulkan ancaman kerugian pada harta kekayaan

Paksaan tidak sama dengan kekerasan, tetapi
memiliki makna yang lebih luas.
Paksaan sebagai alasan batalnya perjanjian---pasal
1325 BW--- tidak sebatas dilakukan terhadap pihak
(subyek) perjanjian tetapi juga apabila dilakukan
terhadap :
Suami
Isteri
Keluarga garis keturunan ke atas
Keluarga garis keturunan ke bawah
Rasa takut tidak identik dengan paksaan, hanya
ketakutan yang disertai ancaman atau kekerasan
yang dapat dikategorikan sebagai paksaan dan
menjadi alasan pembatalan perjanjian.
Takut karena hormat dan segan tidak sama dengan
paksaan---tidak dapat menjadi alasan pembatalan
perjanjian---pasal 1326 BW
Pembatalan perjanjian atas alasan paksaan tidak
dapat diajukan dalam hal :
Paksaan telah berhenti
Perjanjian dikuatkan secara tegas atau diam-diam

Melampau waktu yang ditentukan undang-undang (daluwarsa)-
--selama 5 (lima) tahun---pasal 1454 BW

3) Penipuan (Bedrog)
Diatur dalam pasal 1328 BW
Penipuan adalah rangkaian kebohongan disertai
tipu muslihat dengan akal dan kecerdikan
bermaksud memberikan gambaran yang tidak benar
tentang obyek atau pokok perjanjian.
Dalam penipuan, salah satu pihak dalam
perjanjian tergerakuntuk menutup perjanjian karena
tergerak oleh gambaran yang tidak benar seolah-
olah menjadi benar.
Penipuan tidak sama dengan berbohong/dusta.






PENYALAHGUNAAN KEADAAN
(MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN)
SEBAGAI BENTUK CACAD KEHENDAK DI LUAR BW
Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van
omstadigheden) adalah doktrin atau ajaran sebagai
alasan baru pembatalan perjanjian.
Di Belanda, ajaran misbruik van omstadigheden telah
dituangkan dalam ketentuan undang-undang (Nieuw
Burgerlijk Wetboek) yang telah berlaku sejak tanggal
1 Januari 1992.
Praktek penyaluran kredit perbankan berpotensi besar
terjadi penyalahgunaan keadaan yang dilakukan oleh
pihak bank terhadap nasabah debitor.

Unsur Penyalahgunaan Keadaan (misbruik
van omstandigheden) :
1) Kerugian pada satu pihak
2) Penyalahgunaan kesempatan di pihak lain


KARAKTERISTIK PENYALAHGUNAAN KEADAAN
(MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN) DALAM
PERJANJIAN :
1) Salah satu pihak berada dalam keadaan yang
lemah (ekonomi, psikologis atasan-bawahan,
kondisi yang mendesak/darurara---pasien yang
membutuhkan dokter).
2) Salah satu pihak memiliki keunggulan secara
ekonomis, psikologis, dan fisik
3) Salah satu pihak tidak memiliki posisi tawar
(hubungan PDAM & PT.KAI---Konsumen)
Penyalahgunaan keadaan (misbruik van
omstandigheden) banyak dituangkan dengan klausula
eksonerasi dalam perjanjian yang dbuat.
Dalam Penyalahgunaan keadaan (misbruik van
omstandigheden) ada ketidakseimbangan prestasi
yang tajam di antara para pihak, misal antara bank
dengan nasabah debitor.
Dalam Penyalahgunaan keadaan (misbruik van
omstandigheden) ada keadaan atau kondisi yang
disalahgunakan (Misal : kedudukan memonopoli,
keunggulan psikologis dan ekonomis.
1) Kecakapan (bekwaamheid)
Kecakapan (bekwaamheid) berbeda dengan
kewenangan (bevoegheid) atau ketidak
cakapan (onbekwaamheid) tidak sama
dengan ketidak wenangan (onbevoegheid).
Onbekwaamheid adalah apabila seseorang
sesuai ketentuan undang-undang tidak
mampu membuat sendiri perjanjian.
Onbevoegheid adalah jika seseorang yang
mampu (cakap) membuat perjanjian, namun
tidak dapat atau tanpa kuasa dari pihak
ketiga, ia tidak dapat melakukan perbuatan-
perbuatan hukum tertentu (simak pasal
1467-1470 BW, 1601 I, 1678, dan 1681 BW.
Prinsip Umum bekwaamheid diatur dalam pasal 1329
BW.
Pasal 1329 BW : Pada dasarnya setiap orang cakap
membuat perikatan (perjanjian), jika oleh undang-
undang ia tidak dinyatakan tidak cakap
(onbekwaamheid).
Mereka orang-orang yang dinyatakan tidak cakap
(onbekwaamheid) untuk membuat perjanjian
ditentukan secara defenitif dalam pasal 1330 BW.
Dalam pasal 1330 BW ditentukan bahwa orang yang
tidak cakap (onbekwaamheid) untuk membuat
perjanjian adalah :
1) Orang belum dewasa
2) Mereka yang ditaruh dalam pengampuan
3) Orang perempuan yang telah kawin.

Siapakah Orang-orang belum dewasa itu?
Ketentuan hukum di Indonesia tentang kedewasaan
(batas minimum usia dewasa) seseorang belum ada
kesatuan hukum, akan tetapi masih ada beberapa sistem
hukum yang berlaku.
Kedewasaan seseorang dapat didasarkan pada 3 (tiga)
sistem hukum, yaitu :
Sistem hukum adat
Sistem hukum Islam
Sistem hukum Eropah (BW)
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Sistem hukum Islam
Batas kedewasaan seseorang tidak ditentukan berdasarkan
umur.
Batas kedewasan seseorang ditentukan berdasarkan
keadaan dan kodrat alami siklus biologis kehidupan
manusia.
Batas kedewasaan seorang wanita berbeda dengan pria.
Batas kedewasaan seseorang ditandai dengan kejadian
alami yang dialami oleh setiap orang (haid/menstruasi bagi
wanita dan mimpi indah bagi pria)
Sistem Hukum Adat
Batas kedewasaan tidak ditentukan secara tegas
berdasarkan umur seseorang.
Batas kedewasaan seseorang ditentukan menurut
kenyataan dan kondisi fisik seseorang (telah bekerja---kuat
gawe, telah berkeluarga---kawin, telah hidup mandiri---
mencar)
Sulit ditentukan kepastian hukumnya
Sistem Hukum Eropah (BW)
Batas kedewasaan seseorang ditentukan secara tegas
berdasarkan umur dan status belum-tidaknya seseorang
melansungkan perkawinan.
Batas kedewasaan seorang wanita tidak dibedakan dengan
pria.
Dalam BW hanya diatur ketentuan tentang belum
dewasanya seseorang, bukan telah dewasanya seseorang.
Belum dewasanya seseorang diatur dalam pasal 330 BW.
Dalam pasal 330 Disebutkan : (1) Belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun,
dan tidak lebih dahulu telah kawin. (2) Apabila perkawinan
dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu
tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan
belum dewasa.
Untuk mengetahui batas kedewasaan menurut BW, maka
harus menafsirkan secara acontrario terhadap pasal 330
(1).
Dengan menafsirkan secara acontrario terhadap
pasal 330 (1) BW, maka kedewasaan seseorang
ditentukan sebagai berikut :
Telah berumur dua puluh satu tahun
Telah kawin
Belum berumur dua puluh satu tahun, tetapi telah
kawin

BW membedakan batas minimum usia dewasa dan
batas minimum usia kawin (18 bagi pria , 15 bagi
wanita)

Menurut Undang-Undang Nomor 1/1974
Dalam pasal 49 dan 50 disebutkan bahwa anak berada
dalam kekuasaan orang tua atau wali sampai dengan umur
18 tahun.
Bila anak telah berumur 18 tahun, maka kekuasaan orang
tua dan perwalian berakhir
Berdasarkan ketentuan pasal 49 dan 50 UU Nomor 1/1974,
maka batas kedewasaan seseorang bila ia telah berumur
18 tahun.
Bila seseorang telah berumur 18 tahun, maka orang tua
atau wali tidak dapat lagi mewakili kepentingan atau
tindakan hukum anak.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 477 K/Sip/1976, tanggal 13-10-
1976 :
Dengan berlakunya UU Nomor 1/1974, maka batas seseorang
berada dalam /di bawah kekuasaan perwalian adalah 18 tahun,
bukan 21 tahun.
Apa pengampuan & Siapa yang ditaruh
dalam pengampuan (Curatele)?
Diatur dalam pasal 433 s/d 462 BW.
Orang dewasa yang berada dalam keadaan
dungu, sakit otak atau mata gelap, dan boros
harus ditaruh dalam pengampuan.
Curandus adalah orang dewasa yang diampuh.
Curatus adalah orang tua atau wali atau pihak
lain yang mengampu


3) Hal atau pokok tertentu (bepaald onderwerp)
Diatur dalam pasal 1332 s/d 1334
Barang sebagai obyek perjanjian harus merupakan
barang yang ada dalam perdagangan (legal ), benda
yang tela ada maupun yang masih akan ada, tertentu
atau minimal dapat ditentukan (jenisnya).
Barang-barang yang merupakan fasilitas umumu
(jalan, pelabuhan, dan lain2) tidak dapat dijadikan
obyek perjanjian.

4) Sebab (oorzaak)
Diatur dalam pasal 1335, 1336, dan 1337 BW
PRINSIP-PRINSIP (ASAS-ASAS) PERJANJIAN
1) Asas Konsensualisme (consensualism)
2) Asas Kebebasan Berkontrak (beginsel van de contract
vrijheid, partij autonomie, freedom of contract)
3) Asas Kepastian Hukum/Daya Mengikat Perjanjian
(pacta sund servanda)
4) Asas Kepribadian/Personalitas (privity of contract)
5) Asas Itikad baik (goede trouw)
1) Asas Konsensualisme
Perjanjian lahir atau terjadi dan mengikat sejak ada
kata sepakat para pihak.
Asas paling sentral dalam hukum perjanjian
Memiliki posisi yang sentral dan universal dalam
hukum perjanjian
Filosofi yang terkandung dalam pasal 1320 BW
Sepakat berarti mengikat (Eigens)---melahirkan
kepercayaan
Kesepakatan para pihak menentukan sahnya
perjanjian, kecuali perjanjian-perjanjian tertentu
(perdamaian, hibah, dll.)
2) Asas Kebebasan Berkontrak
Merupakan asas yang mendasar dan universal dalam
hukum perjanjian.
Konsekwensi logis dari sistem terbuka dalam hukum
perjanjian.
Implementasi pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Setiap orang memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk
membuat perjanjian mengenai isi dan bentuk, termasuk
dalam menentukan pihak (rekan kontraktan).
Kebebasan berkontrak meliputi substansi dan formasi.

KEBEBASAN DALAM ASAS KEBEBASAN BER
KONTRAK MELIPUTI DUA HAL (NIEUWENHUIS) :
1) BENTUK PERJANJIAN --- PARA PIHAK MEMILIKI KEBEBASAN
UNTUK MEMILIH BENTUK LISAN ATAU TERTULIS (AKTA DI
BAWAH TANGAN ATAU OTENTIK). BENTUK TERTULIS MEMILIKI
KEUNGGULAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA
PARA PIHAK BILA TERJADI SENGKETA
Kebebasan berkontrak sebagai prinsip perjanjian, dapat
digali dari ketentuan pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW---
dengan mencermati kata semua dalam pasal 1338 ayat
(1) yang mengandung makna seolah-olah hal itu menjadi
proklamasi bahwa diperbolehkan untuk membuat perjanjian
apapun dan itu mengikat pembuatnya (Pendapat Subekti
dalam sebuah bukunya). ---Mariam DBZ menafsirkan kata
semua dengan makna bahwa kebebasan itu meliputi
semua jenis perjanjian (di dalam dan luar BW), dan bebas
menentukan perjanjian apa dan dibuat dengan siapa.
Kebebasan berkontrak bukan berarti bebas tanpa batas.
Kebebasan berkontrak dibatasi oleh undang-undang,
kesusilaan, ketertiban umum (kepatutan)---pasal 1337 BW.
Kebebasan berkontrak harus didasari dengan tanggung
jawab---dibatasi oleh itikad baik para pihak.
Kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Hak seseorang untuk mengaktualisasikan kebebasan
dibatasi oleh kewajiban untuk untuk tidak mengganggu atau
melanggar hak orang lain.
3) Asas Daya Mengikat perjanjian
Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat
para pihak pembuatnya bagaikan undang-
undang.
Hukum kodrat (Grotius) mengajarkan bahwa
janji itu mengikat.
Janji itu hutang, janji itu harus dilaksanakan
dan dipenuhi.
Janji tidak boleh ditarik kembali, kecuali dengan
kesepakatan /persetujuan kedua belah pihak.
Dalam BW diatur pada pasal 1338 ayat (1)

4) Asas Personalitas/Kepribadian
Perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya.
Perjanjian sebatas melahirkan kewajiban bagi para pihak
yang membuatnya.
Perjanjian hanya memiliki kekuatan mengikat atau daya
kerja bagi para pembuatnya.
Diatur dalam pasal 1315 jo 1340 BW, namun dalam
situasi tertentu ada perkecualian, mengikatkannya
perjanjian dapat diperluas.
Pasal 1317, 1318, 1365, dan 1376 BW merupakan
perkecualian dari pasal 1315 jo 1340 BW.
5) Asas Itikad Baik
Itikad baik harus selalu dianggap ada dalam perjanjian
yang dibuat.
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
Dalam BW, itikad baik dalam memenuhi isi perjanjian
diatur dalam pasal 1338 ayat (3).
Itikad baik adalah tingkah laku yang berdasarkan pada
kepatutan, kewajaran, sopan santun, anggapan umum.
Itikad baik adalah sikap bathin atau kejujuran seseorang
dalam proses persiapan, pembuatan dan pelaksanaan
perjanjian.

PENENTUAN ISI PERJANJIAN
Isi Perjanjian adalah sifat serta luasnya hak dan
kewajiban para pihak.
Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
seharusnya dapat ditentukan secara jelas dan terukur,
sehingga memudahkan para pihak untuk memenuhinya.
Sifat serta luas hak-kewajiban dalam perjanjian ada
kemungkinan sulit ditentukan secara jelas dan sesuai
dengan kehendak atau pemahaman para pihak.
Sehubungan dengan isi perjanjian, dalam kepustakaan
ada 3 (tiga) unsur perjanjian :
a) Unsur Esensialia adalah unsur pokok yang mutlak ada
dalam perjanjian. Contoh : barang & harga merupakan
unsur ensensialia dalam perjanjian jual beli.
b) Unsur Naturalia adalah unsur yang ditentukan oleh
undang-undang dan bersifat mengatur (dapat disimpangi
para pihak). Contoh : penanggungan (vrijwaring).
c) Unsur Acceidentalia adalah unsur yang ditambahkan para
pihak karena undang-undang tidak mengaturnya.
Contoh : jual beli rumah beserta perabotnya.
Dalam menentukan sifat dan luas hak-kewajiban yang timbul
dari perjanjian, menurut Niewenhuis harus diperhatikan dua
aspek, yaitu :
a) Interpretasi (penafsiran ; uitleg) terhadap sifat serta luas
hak dan kewajiban yang timbul di antara para pihak; dan
b) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sifat serta luas
hak dan kewajiban yang timbul di antara para pihak, yang
meliputi faktor otonom (daya mengikat kontrak) dan faktor
heteronom (faktor-faktor di luar para pihak), yaitu :
undang-undang, kebiasaan (gebruik), syarat yang biasa
diperjanjikan (bestandig gebruikelijk beding), dan
kepatutan (billijkheid).

Interpretasi Isi Perjanjian
Interpretasi adalah suatu cara atau metode untuk menggali,
mencari, dan menemukan makna hakiki atas suatu ketentuan
atau pernyataan yang ada dalam suatu peraturan perundang-
undangan atau perjanjian.
Interpretasi perjanjian berarti upaya untuk menggali, mencari,
dan menemukan makna hakiki pernyataan para pihak yang
tertuang (tertulis) dalam perjanjian.
Interpretasi perjanjian juga merupakan upaya untuk mencari
dan menemukan maksud hakiki para pihak.

Faktor Penentu Makna Pernyataan Para Pihak Dalam
Perjanjian :
a) Maksud yang mendasari pernyataan
b) Istilah-istilah dalam pernyataan
Pedoman Prosdure Interpretasi :
Pertama, apabila gambaran para pihak mengenai hak
dan kewajiban, kata-kata dalam pernyataan tidak
penting. Berarti interpretasi didasarkan pada maksud
para pihak atas penggunaan istilah-istilah yang
mereka buat dalam perjanjian. Tidak masalah, apakah
istilah itu dimaknai sebagaimana lazimnya di
lazimnya di masyarakat atau tidak. Berarti maksud
atau kehendak para pihak merupakan mnifestasi kebebasan
berkontrak dalam menentukan makna berdasarkan istilah
yang digunakan.

Kedua, apabila gambaran hak dan kewajiban para pihak
tidak dapat ditunjukkan, artinya pemahaman para pihak
terhadap istilah yang digunakan itu tidak sama, maka
pernyataan itu ditentukan oleh kepercayaan yang wajar
(penilaian makna istilah itu tergantung pada praktik di
masyarakat).
Ketentuan sebagai pedoman melakukan interpretasi
dalam BW diatur dalam pasal 1342 sampai dengan 1351.
HAPUSNYA PERIKATAN
Perikatan hapus berarti kewajiban para pihak telah selesai
dilaksanakan.
Dalam BW, diatur pada pasal 1381 sampai dengan pasal 1456.
Beberapa cara perikatan hapus diatur dalam pasal 1381 BW.
Cara hapusnya perikatan sebagaimana diatur pasal 1381 BW
adalah bersifat enunsiatif, bukan bersifat limitatif.
Bersifat enunsiatif berarti bahwa cara hapusnya perikatan
sebagaimana diatur dalam pasal 1381 BW hanya sekedar contoh
atau jenis yang ada dalam BW.
Bersifat limitatif berarti masih terbuka cara lain untuk hapusnya
perikatan, misal meninggalnya seseorang dalam suatu perjanjian
yang prestasinya hanya hanya dapat dilakukan salah satu pihak.
Cara hapusnya perikatan menurut pasal 1381BW adalah :
1) Pembayaran
2) Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
3) Pembaharuan hutang (Novasi)
4) Perjumpaan hutang (Kompensasi)
5) Percampuran hutang
6) Pembebasan hutang
7) Musnahnya barang
8) Kebatalan atau pembatalan
9) Berlakunya syarat batal (sebagaimana diatur dalam bab 1 buku 3)
10) Lewatnya waktu (daluwarsa)
1) Pembayaran (Pasal 1382 -1403 BW)
Pembayaran adalah setiap perbuatan untuk memenuhi
atau melunasi prestasi perikatan.
Pembayaran dapat berupa sikap atau perbuatan yang
dimaksudkan untuk memenuhi perikatan.
Pembayaran tidak sebatas diartikan atau dikaitkan
dengan pembayaran sejumlah uang dalam perjanjian
hutang piutang.
Tindakan pembeli menyerahkan sejumlah harga kepada
penjual termasuk pembayaran, sebaliknya tindakan
penjual menyerahkan barang kepada pembeli juga
merupakan pembayaran.
Pihak yang wajib melakukan pembayaran
Diatur dalam pasal 1382 BW
Ada beberapa pihak yang wajib atau dapat
melakukan pembayaran :
1) Debitor
2) Pihak ketiga yang berkepentingan (kawan berutang
dan penanggung/borg)
3) Pihak ketiga yang tidak berkepentingan (bertindak
atas nama debitor atau atas nama sendiri yang
dimaksudkan untuk melunasi hutang debitor)
Kawan debitor dan penanggung adalah pihak yang memiliki
hubungan dengan debitor dan isi perjanjian antara debitor dan
kreditor.
Kawan debitor dan borg memiliki kepentingan terhadap
perjanjian debitor-kreditor agar dapat dilaksanakan, karena bila
bila debitor tidak memenuhi prestasi maka keduanya (kawan
debitor dan borg) dapat disomasi dan memiliki kewajiban untuk
melaksanakan/memenuhi isi perjanjian debitor-kreditor.
Pihak yang tidak memiliki kepentingan atas pejanjian debitor-
kreditor diantaranya adalah pesuruh (last hebber) dan mereka
yang mengurus kepentingan debitor secara sukarela ( pasal
1358 BW). Keduanya dapat melakukan pembayaran atas ...
nama debitor dan memebebaskan kewajiban debitor kepada
kreditor.
Pihak Ketiga dapat melaksanakan prestasi atas nama pribadi
dengan syarat pemenuhan tersebut membebaskan kewajiban
debitor untuk melunasi hutangnya (namun pihak ketiga
tersebut tida menggantikan posisi atau hak kreditor lama
terhadap debitor sebagaimana dalam subrogasi). Dalam hal ini
hubungan hukum debitor-kreditor lama beralih kepada kreditor
baru dan pembayaran itu bersifat relatif.

Pembayaran perikatan yang prestasinya berbuat sesuatu
Ketentuan pihak ketiga yang dapat melakukan pembayaran
dalam perikatan untuk memberikan sesuatu berbeda dengan
perikatan untuk berbuat sesuatu.
Dalam perikatan untuk berbuat sesuatu tidak semua pihak
ketiga boleh atau dapat melakukan pembayaran untuk
memenuhi isi perjanjian debitor-kreditor.
Pasal 1383 BW : Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak
dapat dipenuhi oleh seseorang pihak ketiga berlawanan
dengan kemauan si berpiutang, jika si berpiutang ini
mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan .
sendiri , oleh si berutang.

Syarat debitor untuk melakukan pembayaran (prestasi :
memberikan sesuatu dengan maksud menyerahkan hak milik
atas suatu barang---pasal 1384 BW) :
a) Orang yang membayarkan harus sebagai pemilik
benda/barang yang diserahkan;
b) Orang yang menyerahkan memiliki kuasa (berkuasa)
untuk memimndahkan benda/barang tersebut.

Pihak yang berhak menerima pembayaran (Pasal 1385
BW)
Pembayaran harus dilakukan kepada :
1) Kreditor
2) Orang yangdiberi kuasa oleh kreditor
3) Orang yang diberi kuasa oleh hakim
4) Orang yang diberi kuasa oleh undang-undang.

Tempat Pembayaran (Pasal 1393 BW)
Pada prinsipnya pembayaran dilakukan di tempat yang
diperjanjikan debitor-kreditor. pada saat perjanjian lahir.
Apabila para pihak tidak menentukan tempat pembayaran,
maka :
a) Jika perjanjian mengenai barang tertentu, pembayaran
dilakukan di tempat barang berada pada saat perjanjian
dibuat.
b) Di tempat kediaman kreditor, jika kreditor menetap tinggal
di kabupaten tertentu.
c) Di tempat debitor jika kreditor tidak memiliki kediaman
tetap.
2) Penawaran pembayaran tunai diikuti penyimpanan atau
penitipan ( consignatie)
Diatur dalam pasal 1404 s/d 1412 BW
Pola hapusnya perikatan dengan cara penawaran
pembayaran tunai diikuti penitipan terjadi apabila kreditor
menolak menerima prestasi yang dilakukan debitor.
Penolakan kreditor atas prestasi yang dilakukan debitor
disebut mora kreditoris.
Penolakan kreditor atas pembayaran yang dilakukan
debitor memberikan hak bagi debitor untuk menggugat
pemenuhan, pemutusan, maupun ganti rugi.
Misal : Kreditor menolak pembayaran uang yang
menjadi kewajiban debitor dalam perjanjian hutang piutang
dengan bunga 10%. Penolakan kreditor sangat merugikan
debitor, karena harus memikul bunga selama hutang belum
lunas. Dalam keadaan demikian, untuk menghapus
perikatan dan membebaskan diri dari kewajiban serta
kerugian, debitor dapat melakuka penawaran pembayaran
tunai diikuti dengan penitipan uang di pengadilan.
Syarat-syarat pembayaran tunai (Pasal 1405 BW),
antara lain :
Dilakukan kepada kreditor atau pihak yang
menerima kuasa dari kreditor
Dilakukan oleh pihak yang berkuasa (berhak)
melakukan pembayaran
Dilakuka oleh notaris atau jurusita pengadilan
dengan 2 (dua) orang saksi
Syarat sah penyimpanan (1406 BW) :
Keterangan tentang pemberitahuan kepada kreditor (memuat
hari, waktu, dan tempat barang yang ditawarkan disimpan).
Debitor melepaskan hak atas barang yang dititipkan kepada
kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pengadilan
Pemberitahuan yang dibuat notaris atau jurusita tentang
wujud mata uang yang ditawarkan (jika pembayaran
mengenai sejumlah uang), penolakan kreditor atau
ketidakhadirannya untuk menerima pembayaran, dan tentang
pelaksanaan penyimpanan
Peringatan/tegoran kepada kreditor untuk mengambil
barang/uang yang dititipkan.

Biaya penyelenggaraan penawaran pembayaran tunai dan penitipan dipikul oleh kreditor





SUBROGASI
Diatur 1400 s/d 1403
Penggantian hak (kedudukan) kreditor oleh pihak ketiga yang
melakukan pembayaran kepada kreditor
Subrogasi dapat terjadi karena perjanjian dan undang-undang
Apabila pihak ketiga melunasi hutang debitor kepada kreditor
(lama/asli) berakibat pada hapus/berakhirnya hubungan hukum
debitor kreditor lama, sekaligus/seketika itu juga hubungan
hukum itu beralih/berubah kepada pihak ketiga (kreditor baru).
Yang berakhir adalah hubungan hukum D dan K-lama, bukan
perikatannya, yang terjadi adalah pergeseran/penggantian
kreditor.
Unsur Subrogasi
Hubungan hukum antara dua pihak (K & D)
Pihak Ketiga membayar hutang D kepada K
Penggantian hak hak K oleh Pihak Ketiga
Terjadi dengan perjanjian maupun undang2
Pembayaran hutang D oleh pihak ketiga kepada K,
membawa konsekwensi yuridis pada penggantian
posisi/kedudukan K terhadap Doleh pihak ketiga .
3) Pembaharuan Hutang (Novasi)
Diatur dalam pasal 1413 s/d 1424 BW
Lahir karena adanya perjanjian
Para pihak mengadakan perjanjian untuk menghapus
perjanjian sebelumnya sekaligus lahir perjanjian baru.
Novasi diadakan dengan maksud menghapus perjanjian
(lama), namun hubungan hukum dalam perjanjian lama
dilanjutkan dalam perjanjian baru.
Novasi adalah suatu perjanjian yang dimaksudkan untuk
menghapus perikatan lama yang telah ada dan sekaligus
diadakan perikatan baru.
Misal : A membeli barang kepada B, namun harganya tidak
dibayar. Untuk lebih menjamin/memperkuat dan kepastian
hubungan hukum kedua belah pihak, maka A & B
mengadakan perjanjian hutang piutang dengan bunga 10%.

Hutang A karena perjanjian jual beli diperbaharui
dengan hutang yang timbul dari perjanjian hutang
piutang dengan bungan 10%.
Menurut pasal 1413 BW, ada 3 (tiga)
cara/bentuk/pola novasi, yaitu :
1) Debitor-Kreditor mengadakan perjanjian dengan maksud
untuk mengganti/menghapus perjanjian lama (Obyek
perjanjian lama dihapus dengan obyek perjanjian baru,
harga yang belum dibayar dalam perjanjian jual beli
dihapus/diganti dengan hutang yang timbul dari perjanjian
hutang-piutang).
2) Debitor baru menggantikan debitor lama yang dibebaskan
dari kewajiban pembayaran oleh kreditor (debitor lama
sebagai subyek perjanjian digantikan oleh debitor baru)
3) Kreditor lama digantikan oleh kreditor baru dengan suatu
perjanjian yang mengakibatkan kreditor lama tidak berhak
menerima/menuntut pembayaran dari perjanjian lama
(Kreditor lama sebagai subyek perjanjian digantikan oleh
kreditor baru).

Berdasarkan pola novasi sebagaimana dimaksud dalam pasal
1413 BW, maka novasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) :
a) Novasi Obyektif
b) Novasi Subyektif (pasif- penggantian debitor & aktif-
penggantian kreditor)
Novasi merupakan perjanjian yang dibuat kreditor-debitor
dengan maksud untuk menggantikan obyek dalam perjanjian
lama dengan obyek baru dalam perjanjian baru.
Novasi adalah perundingan segitiga yang menghasilkan suatu
perjanjian untuk menggantikan kreditor lama dengan kreditor
baru atau debitor lama dengan debitor baru.
Perbedaan Subrogasi, Cessie, dan Novasi
1) Subrogasi : lahir karena perjanjian atau undang-undang, harus
dinyatakan secara tegas (tanpa atau dengan akta otentik), Hak
ikutan/accessoir beralih kepada kreditor baru.
2) Cessie : Piutang telah dijual kreditor lama kepada kreditor
baru (perjanjian hutang piutang kreditor lama tidak berakhir), terjadi
secara tertulis (tidak bebas bentuk)-akta otentik/di bawah tangan,
hak accessoir ikut beralih, tidak memerlukan bantuan debitor (debitor
cukup mendapat pemberitahuan).
3) Novasi : Hanya lahir dari perjanjian kreditor-debitor, bebas
bentuk (lisan atau tertulis) merupakan hasil perundingan segitiga, Hak
accessoir tidak beralih kepada kreditor baru, memerlukan bentuan
debitor
4) Perjumpaan Hutang (Kompensasi)
Perjumpaan hutang berasal dari istilah/kata vergelijking
van schuld (memperbandingkan hutang) --- masyarakat
lebih populer dengan istilah kompensasi.
Undang undang (BW) tidak menyebutkan pengertian
kompensasi, hanyai mendeskripsikan kapan dan
bagaimana kompensasi terjadi --- Pasal 1425 BW.
Kompensasi terjadi jika dua orang saling berhutang satu
sama lain, maka terjadilah antara mereka suatu
perjumpaan, dengan mana hutang-hutang antara kedua
orang tersebut dihapuskan, ...


Kompensasi adalah suatu cara penghapusan hutang dengan
cara memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang
secara bertimbal balik antara kreditor dan debitor --- Subekti,
Hukum Perjanjian.
Kompensasi adalah adanya dua orang saling berhutang dan
mereka menyelesaikan pembayaran hutang mereka dengan
cara memperhitungkan mereka secara bertimbal balik --- J.
Satrio, Hukum Perikatan.
Kompensasi merupakan peristiwa yang banyak terjadi dalam
praktek kehidupan sehari-hari di hampir seluruh lapisan
masyarakat, awam maupun berpendidikan.

Perjanjian I : A (k)---------B (d) --- A sebagai
kreditor atas pembayaran piutang/tagihan dari B
sejumlah Rp. 100 juta
Perjanjian II : A(d)-----------B(k)--- B sebagai
kreditor atas pembayaran piutang/tagihan dari A
sejumlah Rp. 100 juta.
A & B saling
memperjumpakan/memperhitungkan hutang
mereka.
5. Percampuran Hutang
Diatur dalam ketentuan pasal 1436, 1437 BW.
Pada umumnya, kualitas kreditor dan debitor dalam setiap
perikatan ada pada dua orang yang berbeda.
Dalam kondisi tertentu dimungkinkan bahwa status/posisi
kreditor & debitor berkumpul/melekat pada satu orang.
Berkumpulnya kapasitas kreditor &debitor pada satu orang
dapat terjadi karena titel umum (misal : pewarisan) maupun
titel khusus (perjanjian).

Percampuran hutang terjadi apabila kedudukan kedudukan
sebagai orang yang berpiutang (kreditor) dan orang berhutang
(debitor) berkumpul/bercampur pada satu orang.
Ada yang berpendapat, yang bercampur/berkumpul bukan
hutangnya , akan tetapi kualitas kreditor & debitor pada diri
orang yang sama.
Percampuran hutang dapat terjadi atas dasar alas hak umum
maupun khusus.



Dalam hal terjadi peristiwa meninggal dunianya seseorang, maka
demi hukum terjadi peralihan/perpindahan hak dan kewajiban dari
pewaris kepada ahli waris.--- peralihan hak & kewajiban dengan
cara demikian merupakan peralihan atas dasar alas hak umum.
Dalam hal terjadi hubungan hukum (perjanjian) antara pewaris
semasa hidupnya dengan ahli waris, yang menimbulkan tagihan
kepada pewaris & hutangitu belum dilunasi hingga pewaris
meninggal dunia, maka andaikata ahli waris itu merupakan ahli
waris satu2nya, maka demi hukum terjadi percampuran hutang ---
ahli waris berkedudukan sebagai debitor sekaligus debitor
terhadap harta peninggalan pewaris.

Percampur atas dasar alas hak khusus --- karena wasiat, jual beli
tagihan diikuti dengan cessie atau subrogasi.
Anton memiliki tagihan kepada Bagus
Dalam wasiatnya, Anton melegatir (memberikan) tagihan yang
dimilikinya dari Bagus kepada Bagus.
Apabila Anton meninggal dunia, maka kualitas sebagai debitor
dan debitor atas tagihan tersebut bercampur pada diri Bagus.
Terhadap harta waris, Bagus berkedudukan sebagai debitor,
sedang sebagai legataris (penerima wasiat) dia berkedudukan
sebagai kreditor.
Untuk terjadinya percampuran hutang harus memenuhi syarat
bahwa debitor dan kreditor harus memiliki kualitas yang
sama/sederajat.
Andi (direktur PT) memiliki tagihan terhadap Basuki.
Andi (sebagai pribadi) memiliki tagihan terhadap Basuki.
Dalam hal Andi meninggal dunia, kemudian Basuki mewaris
terhadap Andi, maka hal itu sebatas tagihan pribadinya
terhadap Basuki, bukan tagihan PT.

Percampuran hutang membawa
konsekwensi/akibat hukum terhadap
hapusnya perikatan.
6. Pembebasan Hutang
Diatur dalam pasal 1438 s/d 1443 BW.
Pembebasan hutang terjadi apabila debitor tidak lagi
menghendaki pemenuhan prestasi dari debitor.
Pembebasan hutang terjadi jika kreditor melepaskan
hak-haknya atas pemenuhan kewajiban dari debitor.
Pembebasan hutang merupakan tindakan kreditor
untuka membebaskan kewajiban debitor dari
pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
perjanjian.
Pembentuk undang-undang (BW) tidak merumuskan defenisi
pembebasan hutang, akan tetapi hanya mengatur bentuk,
pembuktian, dan akibat hukumnya.
Perbuatan pembebasan hutang merupakan tindakan kreditor
untuk membebaskan debitor dari keterikatannya dalam suatu
perikatan.
Pembebasan hutang harus dinyatakan secara tegas, tidak boleh
dipersangkakan.
Pembebasan hutang mensyaratkan adanya perikatan, karena bila
tidak ada perikatan maka pembebasan hutang tidak mungkin
terjadi.
Perikatan merupakan syarat terjadinya pembebasan hutang.
Pembebasan hutang merupakan suatu
tindakan/perbuatan hukum dua pihak --- tidak dapat
dilakukan sepihak (pendapat umum)
Pembebasan hutang tidak mengikat bila debitor tidak
sepakat/menerima pembebasan hutang itu.
Pembebasan hutang --- dilakukan melalui perjanjian ---
pasal 1440 BWW.
Pelepasan hutang --- dilakukan secara sepihak ---
tindakan hukum sepihak --- Pasal 1442 BW.
Pembebasan hutang dilakukan melalui perjanjian ---
Pasal 1338 BW, Suatu pernyataan baru tidak dapat
ditarik kembali secara sepihak, bila pernyataan itu
dituangkan dalam suatu perjanjian.
Apakah sama pembebasan hutang sama dengan
perjanjian hibah ? , tidak.
Pembebasan hutang --- bukan merupakan peralihan hak
kekayaan, menghapus suatu hak, menghapus perikatan.
Perjanjian hibah --- alas hak peralihan hak milik,
menimbulkan hak, melahirkan perikatan.
7. Musnahnya barang
Suatu keadaan hal mana barang sebagai obyek/prestasi
perikatan musnah.
Diatur dalam pasal 1444 BW
Musnah berbeda dengan hilang
Barang musnah berarti barang itu telah tiada di dunia ini.
Barang hilang berarti barang masih tidak ada atau ada akan
tetapi tidak diketahui keberadaannya.
Barang tidak dapat diperdagangkan --- barang ada, akan
tetapi tidak boleh/dilarang untuk dijadikan sebagai obyek
perjanjian.
Dalam hal barang musnah, sehingga tidak lagi dapat
diperdagangkan, maka berakibat hukum terhadap
hapusnya perikatan.
Apabila barang musnah atau hilang di luar kesalahan
debitor, maka debitor berada dalam keadaan
memaksa (overmacht).
Debitor yang tidak memenuhi kewajiban karena
overmacht tidak dapat dikualifikasi sebagai debitor
wanprestasi.
Obyek prestasi musnah karena kesalahan debitor ---
perikatan tidak hapus, debitor tetap terikat --- debitor
menanggung risiko kerugian.
Obyek prestasi musnah/hilang di luar kesalahan
debitor --- perikatan hapus ---debitor tidak terikat ---
debitor tidak menanggung risiko kerugian.

8. Kebatalan & Pembatalan
Ketentuan pasal 1446 BW --- Semua perikatan yang dibuat
oleh orang2 belum dewasa atau ditaruh di bawah
pengampuan adalah batal demi hukum --- Kalimat batal
demi hukum , harus dibaca dapat dibatalkan (vernietigbaar).
Pembatalan atau kebatalan digolongkan oleh para ahli dalam
genus nullitas (nulliteiten), yaitu suatu keadaan di mana
suatu tindakan hukum tidak memperoleh atau menimbulkan
akibat hukum sebagaimana diharapkan.
Suatu perbuatan hukum harus memenuhi syarat/unsur
tertentu, bila syarat/unsur itu tidak ada, makatimbul akibat
hukum (sanksi) --- misal dalam suatu perjanjian dibuat tanpa
memenuhi syarat sahnya perjanjian --- batal demi hukum

(nietigheid) atau pembatalan/kemungkinan dibatalkan/dapat
dibatalkan (vernietigbaarheid).
Kebatalan/batal demi hukum adalah peristiwa , di mana suatu
tindakan tidak menimbulkan akibat hukum sebagaimana
dikehendaki/dimaksud --- terjadi dengan sendirinya, tanpa
memerlukan tindakan pembatalan, tanpa dituntut --- batal demi
hukum --- pembentuk undang-undang tidak konsisten, simak
pasal 1894 BW tentang bentuk hibah.
Kebatalan perjanjian --- tidak memenuh syarat obyektif
perjanjian ---pasal 1320 BW.
Pembatalan adalah pernyataan batalnya suatu
tindakan hukum atas tuntutan dari suatu pihak yang
memiliki hak.
Akibat pembatalan berlaku surut --- sesudah ada
pernyataan batal dari hakim, maka memiliki status
keadaan sama dengan batal demi hukum, kembali
pada keadaan semula.
Pembatalan perjanjian dapat diajukan --- tidak
memenuhi syarat subyektif perjanjian.
9. Kedaluwarsa (Verjaring)
Akibat hukum atas berjalannya waktu
tertentu
Acquiscitieve verjaring & extinctieve
verjaring

Вам также может понравиться