Вы находитесь на странице: 1из 60

1

LAPORAN PENELITIAN

Analisa Pemikiran Buya Hamka
dalam Tasawuf Modern

Oleh:
Dhiyaan Fathiya Alifah
NIM: 12.1.1.211.009
Prodi : Filsafat Islam
Dosen: Ir. Ahmad Jubaeli

STFI Sadra
Angkatan 2010

Jl. Pejaten Raya No. 19 Jakarta Selatan - 12510
Telp. +6221-780 6545, Fax. +6221-780 6425
2


BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman,
masyarakat dituntun untuk mengikuti arus kehidupannya.
Tepatnya, masyarakat digiring agar menjadi masyarakat urban.
Pandangan dunia, pola pikir, dan gaya hidup mau tak mau
dibenturkan ataudalam bahasa lebih ramahdiintegrasikan
dengan kehidupan duniawi yang dinamis ini. Ya, kehidupan
masyarakat di era saat ini semakin dinamis karena ilmu
pengetahuan dan teknologi terus dikembangkan. Jelas hal ini
mempengaruhi masyarakat sebagai makhuk yang hidup di dunia
material (jasmani) sekaligus memiliki kebutuhan untuk
pemenuhan dasar ruhani-spiritual (jiwa dan akal-intelek).
Manusia memiliki dua dimensi kehidupan yang masing-
masing harus dipenuhi segala kebutuhannya, karena bila sekarat
atau mati salah satunya maka akan tidak sempurna eksistensi
kemanusiaannya. Kiranya, inilah yang menjadi landasan
fundamental keberadaan agama di atas bumi, dan ia tidak akan
hilang. Agama hadir mewarnai kehidupan dunia yang dinamis ini
untuk membantu menyeimbangkan dua dimensi kemanusiaan
manusia. Bisa jadi agama berperan secara terpisah sebagai
pemenuhan kebutuhan spiritual manusia. Atau bisa juga agama
3


adalah kehidupan kemanusiaan itu sendiri yaitu menuntun
manusia agar bisa seimbang antara pemenuhan kebutuhan
jasmani-duniawi maupun ruhani-spiritualnya. Sebagaimana kata
tokoh fisika dunia, Albert Einstein, ilmu pengetahuan tanpa
agama adalah lumpuh, dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah
buta. Sebagai pemikir alam semesta yang bersifat fisika, Eisntein
mengakui ada peran unsur-unsur spiritual dalam kehidupan kita.
Dengannya, kita dapat berjalan dengan seimbang dan terarah.
Nah, merupakan suatu tantangan zaman yang amat besar
mengingat kemajuan pengetahuan dan teknologi secara otomatis
melambungkan masyarakat untuk mencapai titik puncak
kesejahteraan peradabannya secara duniawi. Kita temukan
pengetahuan yang semakin mencerdaskan masyarakat dunia, dan
teknologi yang membuat manusia semakin dipermudah untuk
menjalani segalanya. Ketika itu lah dimensi ruhani-spiritual
manusia dipertaruhkan. Bisa jadi ikut sejahtera, atau justru
terperosok jatuh sekarat.
Secara secara spesifik, kita menemukan persoalan ini dalam
masyarakat kita sendiri, Indonesia. Modernitas merajalela.
Sebagai Negara berkembang, kita dituntut agar terus mengikuti
perkembangan dunia agar dapat maju. Baik dari sisi ekonomi,
sosial, arsitektur, budaya, teknologi, dan juga lebih global algi
pandangan dunia masyarakat tanah air ini terus mengejar
modernitas. Namun walaupun begitu, hegemoni dan kebimbangan
melanda negeri ini. Akan kah kemajuan yang mereka pilih dapat
4


menjaga mereka dari kemerosotan spiritual? Ini lah masyarakat
baru urban, yaitu ketika masyarakatnya sedang mencari jati diri
antara pemenuhan tuntutan duniawi masyarakatnya dan juga
ruhani-spiritualnya.

I.B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mempersoalkan
beberapa hal dan dengan ini lah penulis mencoba melakukan
penelitian atasnya. Untuk mencari jawabannya, penulis
melakukan analisa kritis dengan pemikiran Buya Hamka, tepatnya
dalam karyanya Tasawuf Modern. Sehingga dengan begitu
penulis memulai dengan mempertanyakan ketokohan Buya
Hamka baik dari sisi biografis maupun pemikirannya.
Selanjutnya, menyentuh pada karya khusunya yaitu Tasawuf
Modern. Penulis akan mencari tahu latar belakang penulisan karya
tersebut, disertai keunggulan, gagasan utama, dan paparan singkat
mengenai isi karya laris ini.
Sedangkan yang terakhir, penting juga untuk mengetahui
pengaruh pemikiran dalam karya khususnya ini terkait dengan
penelitian ini, yaitu pengaruhnya terhadap pemikiran Islam di
Nusantara. Pada bagian ini lah penulis akan memaparkan analisa
kritis terhadap persoalan kekinian dengan pemikiran Hamka.
I.C. Urgensi
5


Persoalan-persoalan modernitas merupakan hal yang penting
untuk dijawab dan dituntaskan karena hal ini berkaitan dengan
kehidupan kita sendiri. Kita adalah pelaku-pelaku modernitas.
Krisis indentitas diri melanda masyarakat Negara. Buya Hamka
hadir dengan buah pikirannya untuk menyelesaikan persoalan ini.
Begitu dekatnya permasalahan ini dengan kita, mendorong penulis
untuk menemukan jawabannya.
Selain itu, penelitian ini dapat disebut aktifitas filsafat. Di sini lah
filsafat menunjukkan peran pentingnya bagi masyarakat dunia.
Filsafat adalah kajian tentang hikmah, yaitu memaknai kehidupan
atau menemukan makna kehidupan dengan bijaksana. Krisis
identitas adalah bentuk keambiguan dan kesamaran makna
kehidupan. Maka, filsafat hadir untuk menjawab ini semua.

I.D. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan penelitian ini
adalah metode kualitatif yaitu berdasarkan pada penelitian
kepustakaan (library research). Pengumpulan bahan-bahan
perpustakaan akan dijadikan sumber utama sebagai fokus
penelitian ini. Adapun sumber data diperoleh dari buku-buku,
artikel-artikel yang relevan dengan pokok permasalahan, melalui
metode dokumentasi.
Menyampaikan dengan metode deskriptif, disertai analisis data
secara filosofis. Dari data primer yang diperoleh, peneliti akan
6


memaparkan kembali gagasannya dengan lebih gamblang dan
bahasa yang lebih umum sehingga lebih mudah dipahami. Karena
itu lah kami menggunakan metode deskriptif. Selanjutnya kami
melakukan analisa yaitu meneliti lebih dalam gagasan-gagasan
tersebut sehingga yang masih implisit dan terungkap secara
eksplisit. Dalam hal ini, kami juga memakai pendekatan
hermeneutis karena perbedaan konteks tampak sangat
mempengaruhi bentuk pemahaman atas objek penelitian.
Menurut Patton (1980), pengertian analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar. Adapun Proses analisis data
terdiri dari 3 tahapan:
a) Reduksi data, laporan-laporan yang berupa data yang telah
terkumpul kemudian dilakukan proses reduksi, dirangkum, dipilih
hal-hal yang pokok difokuskan pada hal-hal yang penting sesuai
dengan pola dan peta penelitian.
b) Klasifikasi data, mengelompokkan data-data berdasarkan
ciri khas masing-masing berdasarkan objek formal penelitian.
c) Menampilkan data, membuat kategori, mengelompokkan,
membuat klasifikasi, dan menyusunnya dalam suatu sistem sesuai
dengan peta masalah penelitian.
Penelitian ini diupayakan agar dapat mendekati objek penelitian
semaksimal mungkin. Dengan sumber-sumber data sekunder yang
diperoleh dan proses pengkajian yang cukup serius, peneliti
menyampaikan hasil analisisnya. Agar hasilnya tepat, beberapa
7


kali kami melakukan pengecekan ulang, konfirmasi data pada
sumber data, revisi, dan penyempurnaan.
Adapun sumber data primer kami adalah buku Tasawuf Modern
karya Buya Hamka, sekaligus sebagai objek utama penelitian itu
sendiri. Kami juga melakukan pemeriksaan terhadap
perkembangan pemikiran Islam terkini, baik di dunia maupun di
Nusantara, dari beberapa sumber lainnya sebagai bahan
perbandingan dan analisa.
Sumber data lainnya adalah sumber sekunder, yakni tulisan-
tulisan dalam bentuk apapun yang secara eksplisit membahas
tentang kedua tokoh tersebut, serta pokok pikirannya yang
mempunyai relevansi dengan tema pokok.
Buku-buku pentingnya:

I.E. Manfaat
1. Mengenal Buya Hamka baik secara biografis maupun dari
sisi pemikirannya
2. Menemukan pemahaman analitis kritis terhadap Tasawuf
Modern disertai dengan latar belakang penulisannya
3. Mengungkapkan jawaban yang ditawarkan Hamka
terhadap persoalan modernitas secara eksplisit




8


BAB II
TEMUAN KAJIAN DAN PEMBAHASAN
II.A. Ketokohan Buya Hamka
II.A.i. Kelahiran
Buya Hamka adalah nama pamor dari seorang pemikir Islam
bernama Haji Abdul Malik Karim Amrullah, dilahirkan pada 16
Februari 1908 di Kampung Molek, Maninjau, Sumatra Barat
dalam keluarga yang sudah terbiasa dengan tradisi pendidikan dan
agama Islam. Buya adalah panggilan akrab khas Melayu,
sedangkan Hamka adalah nama singkatnya. Ayahnya bernama
Syaikh Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, yaitu seorang
ulama yang juga terkenal di zamannya, khususnya Minangkabau.
Dia tinggal daerah dekat Sungai Batang dan Danau Maninjau.
Maninjau dikenal sebagai tempat lahir banyak tokoh-tokoh
berpengaruh, diantaranya adalah Mohammad Natsir, A.R. Sutan
Mansyur, Rasuna Said, dll. Rupanya, kelak bocah kecil yang
dididik keras oleh ayahnya ini juga menjadi tokoh Islam
berpengaruh di negeri Indonesia.
Haji Rasul, ayahnya, adalah sosok penting di balik keberhasilan
Hamka. Sebagai tokoh masyarakat, dia juga pendidik yang serius
dalam keluarga. Dia hidup di salah satu periode maraknya isu
aqidah, syirik, bidah, dan khurafat. Ketika itu kemelut perang
Paderi masih melanda masyarakat Padang dan sekitarnya. Tidak
9


seperti ayah dan kakeknya, dia memilih terjun di dunia
pembaharuan Islam ketimbang menjalani praktek-praktek
keagamaan secara khusus.
Tak hanya dari ayahnya, latar belakang tradisi keagamaan Hamka
juga didapatkan dari kakeknya. Kakek Hamka bernama Syaikh
Muhammad Amrullah, yaitu seorang pengikut tarekat Mutabarah
Naqsabandiah. Dia disegani dan dihormati oleh masyarakat,
menunjukkan kedalaman ilmu keagamaannya. Bahkan ia juga
disebut sebagai seorang wali yang memiliki karamah. Ayahnya,
Tuanku Syaikh Pariaman, yaitu seorang yang juga terkenal
dengan kedalaman pengetahuan agama dan amalannya. Ia berguru
di Mekkah dengan Sayyid Zaini, Syaikh Muhammad Abdullah,
Syaikh Ahmad Khatib, dan Syaikh Taher Jalaludin.
II.A.ii. Pendidikan dan sosial
Hamka banyak dididik oleh ayahnya sendiri. Bersamanya, Hamka
mempelajari Quran sampai usia 6 tahun. Lalu dari Maninjau dia
pindah ke Padang. Setelah tinggal satu tahun di Padang Panjang,
ia belajar di Sekolah Desa selama 3 tahun. Selama itu, pada setiap
malam hari dia diajar mengaji oleh ayahnya. Kemudian tahun
1916 dia belajar agama di sekolah-sekolah agama. Diantaranya
adalah belajar di Diniyah School dan Sumatra Thawalib.
Dorongan ayahnya yang keras dapat kita lihat dari kutipan Abdul
Aziz dari Muttaqin berikut ini:
10


Buya Hamka tidak pernah mengalami sekolah yang formal. Lebih
banyak belajar pada ayahnya Dr. Abdul Malik Amrullah dan iparnya
Buya St. Mansur dan membaca sendiri, tetapi pengetahuannya sangat
mendalam. Ia mempelajari ilmu, melalui bahasa Arab, dan pengetahuan
bahasa Arabnya sudah termasuk dalam barisan sastrawan Arab, karena
ia telah dapat mendalami karya-karya sastra dalam bahasa Arab dan ia
dapat membuatnya pula. Banyak ulasannya, sajak, dan prosa Arab, baik
yang klasik maupun yang modern.
1

Kedalaman pengetahuan Hamka didapatkan berkat banyaknya
konsumsi buku. Dia banyak membaca buku-buku filsafat, sastra,
sejarah, baik dari pemikiran Islam maupun Barat dan sejak ia kecil
hingga dewasa. Ia sampai dijuluki Al-Manfaluthi Indonesia oleh
rekan-rekan sejawatnya.
Selanjutnya, diusia 16 tahun dia berangkat ke Jogja pada tahun
1924. Di sanalah ia mulai mempelajari pergerakan Islam,
diantaranya di Gedung Abadi Dharmo Pakualam, Yogyakarta.
Sejak itulah pemikirannya semakin terbuka. Termasuk juga di
daerah asalnya sendiri yaitu Padang Panjang dan Parebik. Dia
makin giat menunjukkan perannya sebagai ilmuwan, agamawan,
penulis, dan juga penggiat politik.
Dia juga mendapat kursus khusus tentang gerakan Islam dengan
bimbingan dari H.O.S Cokroaminoti, H. Fakhrudin (ayahnya KH.
Abdur Razzaq), R.M. Surjo Pranoto, dan juga A.R. Sutan Mansur.

1
Muttaqien, Perjalanan Terakhir Buya Hamka, Jakarta: Penerbit Panji
Masyarakat, 1981. hal 23. Dikutip dalam makalah Abdul Rahman Abdul Aziz,
Nilai Mencapai Kehidupan Sejahtera; Pandangan Buya Hamka. Jakarta: Jurnal
Mil Bil. 2009
11


Dia juga di sana bertemu dengan H. Oemar Said, Tjokroaminoto,
Ki Bagus Hadikusumo (Ketua Muhammadiyah tahun 1944-1952).
Dia mulai aktif di Muhammadiyah dan juga menulis di media-
media. Selain itu, dia juga dipercaya sebagai pengurus organisasi
media.
Jogja lah tempat yang menjadi saksi perkembangan dirinya. Di
sana, Hamka belajar banyak hal tentang ilmu pengetahuan dan
agama, mendapatkan kesadaran baru tentang agama Islam. Islam
merupakan agama yang hidup, menyodorkan pendirian dan
perjuangan yang dinamis. Tampak bahwa dia condong pada ilmu
yang memiliki oritentasi terhadap persoalan keterbelakangan,
kebodohan, kemiskinan, dan bahaya kristenisasi ataupun
kolonilisasi oleh Belanda.
Selain mencari ilmu sebanyak mungkin, dia juga membaurkan
dirinya dengan menjadi guru dan berorganisasi. Setelah menikah
dengan Raham biti Endah Sutan di usia 21 tahun, dia mengajar di
beberapa wilayah di Sumatra. Dia menjadi guru di Tebing Tinggi
Medan, di Padang Panjang, lalu diangkat sebagai pensyarah di
Universitas Islam Jakarta dan juga Universitas Muhammadiyah
Padang Panjang (1957-1958). Hamka pernah diangkat sebagai
Rektor di Perguruan Tinggi Islam Jakarta, selain itu menjadi
Profesor di Universitas Mustopo Jakarta. Sampai pada puncaknya,
dia menjadi pegawai tinggi agama yang terpilih oleh Menteri
Agama Indonesia (1951-1960).
12


Adapun aktifitasnya di Muhammdiyah berlangsung sangat lama,
bahkan hingga akhir hayatnya. Diawali dengan eksis dalam dunia
dakwah, dia diikutkan dalam muktamar Muhammadiyah tahun
1928. Kemudian ia dipercaya menjadi Ketua Bagian Taman
Pustaka. Selain itu, Hamka juga menjadi ketua Muhammadiyah
cabang Padang Panjang.
Kemudian Muhammadiyah mengembangkan wilayah aktivitasnya
di Bengkalis, yaitu dengan peran Hamka sebagai pendiri
Muhammadiyah cabang di Bengkalis tahun 1930. Kontribusi
Hamka sudah terlihat cukup efektif bagi perkembangan
Muhammadiyah, dia pun menghadiri muktamar ke-21 pada tahun
1932. Dua tahun berikutnya, 1934, dia menjadi konsul
Muhammadiyah Sumatra Barat. Namun tak berlangsung lama
karena dia pindah ke Medan.
Sampainya di Medan, Buya Hamka tidak berhenti melibatkan
dirinya di Muhammadiyah. Dia terjun dalam gerakan
Muhammadiyah Sumatra Timur tahun 1936, sekaligus menjadi
pemimpin majalah Pedoman Masyarakat. Tahun 1942 dia
dipercaya menjadi Pimpinan Muhammadiyah Sumatra Timur.
Kemudian Hamka kembali berkontribusi di Sumatra Barat, yaitu
menjadi Ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah tingkat Provinsi
pada tahun 1946-1949. Setelah itu, dia memasuki posisi puncak di
Muhammadiyah. Tahun 1953 dia terpilih menjadi Anggota
Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat Muktamar ke-32 di
13


Purwakarta. Sejak saat itu, dia rutin menghadiri muktamar
Muhammadiyah.
Namun, usia yang menua membuatnya urung hadir dalam
muktamar pada tahun 1971. Sejak saat itu ia mulai mengurangi
aktivitasnya di Muhammadiyah, dan menjadi penasehat saja untuk
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Hingga akhirnya, ajal pun
menjemputnya pada tahun 1981.
Selain aktif secara istoqomah di Muhammadiyah. Hamka
menunjukkan kontribusinya bagi masyarakat dengan aktif di dunia
media. Chatibul Ummah merupakan karya pertamanya sekitar
tahun 1925. Kemudian lapangan terbangnya semakin melebar ke
Tanjung Pura dengan menjadi penulis di majalah Seruan Islam,
pembantu di Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah (Jogja).
Tak hanya aktif di Indonesia, saat ia belajar di Mekkah sejak
tahun 1972, dia diangkat sebagai koresponden media harian
Medan Pelita Andalas.
Tak cukup sampai di situ, Hamka juga menunjukkan bakat dan
minatnya dalam bidang sastra. Tahun 1928 dia menerbitkan karya
roman berbahasa Minangkabau berjudul Si Sabariyah. Pada tahun
itu, dia menjabat sebagai pemimpin di majalah Kemauan Zaman.
Karya roman sastranya banyak diterbitkan pada saat kehadiran
Jepang di Indonesia untuk menjajah. Diantanya adalah
Tenggelamnya Kapal Can der Wijek, di Bawah Lindungan
Kabah, Merantau ke Deli, Terusir, Keadilan Tuhan, dan masih
14


ada lagi karya lainnya. Laila Majnun merupakan bukunya yang
berhasil untuk pertama kalinya diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Pemikiran dan paparannya tentang agama juga masih banyak lagi.
Tahun 1929 dia menerbitkan Pembela Islam (sejarah Khalifah
Abu Bakar), Ringkasan Tarikh Umat Islam, Adat Minangkabau
dan Agama Islam, Kepentingan Tablig, Ayat-ayat Miraj, dll.
Ketika itu, dia mulai mengenal Muhammad Natsir A. Hasan.
Pada masa masuknya pasukan Jepang, Hamka tidak berhenti
menulis, malah dia semakin banyak menulis karya yang terkait
dengan kondisi penjajahan ketika itu dalam rangka upaya
membangun semangat juang kebangsaan. Ia menulis dari bidang
agama, filsafat, tasawuf, juga roman sebagaimana yang telah
disebutkan sebelumnya. Diantaranya, tahun 1936, dia
mengeluarkan mingguan Islam di Medan bernama Pedoman
Masyarakat yang berhasil menarik perhatian masyarakat ketika
itu.
Adapun karya tasawufnya antara lain; Tasawuf Moderen, Falsafah
Hidup, Lembaga Hidup, Lembaga Budi, Pedoman Mubalig Islam,
dll. Ada juga Semangat Islam dan Sejarah Islam di Sumatra yang
dia terbitkan.
Sampai setelah revolusi, dia masih mengejar target penulisan yang
layak dibaca khalayak. Dia menulis Revolusi Pikiran, Revolusi
Agama, Adat Minangkau Menghadapi Revolusi, Negara Islam,
Sesudah Naskah Renville, Muhammdiyah Melalui Tiga Zaman,
dari Lembah ke Cita-Cita, Merdeka, dan Islam dan Demokrasi.
15


Adapun tahun 1950 merupakan babak penulisan karya yang lebih
memperlihatkan pengalaman dan sejarah dirinya. Dia membuat
buku berjudul Ajahku, Kenang-kenangan Hidup, Perkembangan
dari Abad ke Abad, Empat Bulan di Amerika, dan beberapa karya
lainnya mengenai perjalanan Hamka ke negeri-negeri Islam.
Terhitung dalam jangka waktu 25 tahun dia sudah menulis sekitar
60 Buku. Tampak bahwa corak tulisannya adalah filosofis dan
sastra. Ini merupakan sebuah jasa besar dalam melakukan
sumbangsih pembanguan kesadaran pada masyarakat. Dia
memang layak dipilih sebagai salah satu anggota Badan
Pertimbangan Kebudayaan oleh pemerintah dan disandagi gelar
stazah Fachriyah (doktor honoris causa) oleh masjlis Universitas
Azhar Kairo.

II.B. Latar belakang Tasawuf Modern
Pemaknaan Buya Hamka terhadap tasawuf perlu dibicarakan
secara khusus. Dari sisi silsilah keluarganya, Hamka merupakan
keturunan keluarga yang menaruh perhatian lebih pada tasawuf,
terutama tasawuf amali dan pengikut ajaran tarekat yang cukup
serius. Ternyata Hamka menunjukkan perhatiannya pada tasawuf
juga namun dengan cara yang berbeda.
Dalam pandagannya tasawuf adalah suatu bidang ilmu tersendiri.
Di dalamnya, kita diberi tuntunan untuk membersihkan diri
(tazkiyah al-nafs). Itu lah tasawuf dari sisi globalnya. Ia bukan
16


tentang suatu arahan khusus untuk mendekatkan diri seraya
menyucikan diri yang tak bisa dirubah sebagaimana yang ajarkan
oleh tarekat-tarekat.
Tasawuf tidak lepas dari konteks zaman. Sehingga, tasawuf juga
memiliki nilai rasional yang filosofis pula. Dia melihat bahwa
tasawuf juga mengalami perkembangannya sendiri. Karyanya
yang berjudul Tasawuf dari Abad ke Abad adalah salah satu
ulasannya.
Dengan menyadari hal ini, dia melihat konteks zaman yang terjadi
di lingkungan masyarakatnya. Ketika itu, eranya adalah masa
penjajahan Jepang ke Indonesia. Bangsa kita sudah mulai merasa
gerah dengan penjajahan yang terus terjadi. Dahaga kebebasan,
penghayatan kebangsaan yang hakiki, dan pencapaian
kebahagiaan yang sesungguhnya sudah mencapai puncaknya.
Masa itu adalah masa perkembangan modernisme. Masyarakat
juga ingin merasakan kehidupan modern yang layak.
Selama ini, masyarakat terjebak dalam derita penjajahan.
Masyarakat sampai hampir lupa dengan rasanya kebahagiaan.
Mereka ingin mengingat dan merasakannya kembali.
Di sisi lain, Hamka amat menyayangkan sekelompok orang yang
keliru mengartikan tasawuf. Diantara mereka, ada yang merasa
menemukan tujuan dan cara hidupnya sendiri tanpa
memperkatikan keberadaannya di tengah lingkungan. Mereka
merasa telah bertasawuf ketika berhasil menyucikan diri,
menyendiri, dan menjauhkan diri dari dunia. Justru, ini malah
17


melemahkan manusia. Atas dasar ini lah Hamka menulis karya
ini.
Sebelum dibukukan, Hamka sudah menuliskan tulisan-tulisan
dalam Tasawuf Modern ini secara berkala. Buku ini merupakan
kumpulan tulisannya yang ia kontribusikan dalam majalah
Pedoman Masyarakat. Tasawuf Modern adalah nama rubrik yang
ia isi di majalah tersebut. Sebanyak 43 seri pada tahun 1937-1938
ia menulis di media tersebut, judulnya Bahagia. Setelah usai di
nomer seri terakhir, banyak permintaan yang ingin tulisannya ini
dibukukan. Salah satunya adalah seorang mubalig di Bintuhan
bernama Dei Ceng Hein. Ternyata, buku ini laris sampai terbit
lebih dari 10 penerbitan.

II.C. Keunggulan Tasawuf Modern
Tasawuf modern merupakan salah satu karya besar Hamka. Di
dalamnya kita dapat melihat garis besar pemikiran Hamka, corak,
dan pemikiran-pemikiran yang mempengaruhinya. Dia
menunjukkan bagaimana perspektifnya tentang arti kehidupan ini
secara menyeluruh. Dari siapakah kita ada? Untuk apa kita ada?
Bagaimana kita keberadaan kita? Dia menjawab semua itu dalam
satu kata kunci: Bahagia.
Buku ini juga tak hanya merefleksikan konteks zaman penulis,
namun banyak zaman. Buku ini adalah karya dalam ungkapan
Muhammad Iqbal dapat dipahami dengan mata masa depan. Kita
masih bisa mengambil pemikirannya sesuai dengan konteks
18


kekinian. Paparannya bersifat humble, inilah yang membuatnya
mudah diterima masyarkat. Fachri Ali mengatakan bahwa tak
mengherankan popularitas Hamka berada di tengah-tengah
masyarakat yang telah banyak menyerap nilai budaya dan
pengetahuan sekuler atau kalangan masyarakat yang berada di
lapisan marjinal pengetahuan keagamaan.
Keunggulan lainnya adalah luasnya pemikiran Hamka terlihat dari
penulisa buku ini. Hamka menggunakan banyak pendekatan, dan
juga pandangan pemikir. Namun indentitas pemikirannya tetap
kelihatan dengan alur yang ia buat. Meskipun sistematika
penulisannya kurang teratur, namun metode pemaparannya
memancing kita untuk ikut berpikir, sehingga pembaca tidak
terlalu dibingungkan oleh alur pemikirannya yang tak menentu.
Selain itu, beberapa kali Hamka menunjukkan kemampuannya
dalam bidang sastra. Sesekali dia menulis dengan gaya prosa,
diantaranya ada kisah tentang nabi, tokoh pemikir, dan juga
hikayat. Jadi, karya ini dibuat supaya tidak kering. Berikut salah
satu kutipan pendeknya; Jika pandai meniti buih, selamat badan
ke seberang.
2

II.D. Gagasan Utama Tasawuf Modern
Sebagaimana asal mula penulisan karya ini di Majalah Pedoman
Masyarakat, Hamka bermaksud menyampaikan gagasannya
tentang konsep kebahagiaan. Masyarakat dipandang perlu

2
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 40
19


memaknai kehidupan ini lebih hakiki. Jangan sampai
perkembangan modernitas menjadikan masyarakat lumpuh karena
kekeringan makna spiritual. Sebaliknya, jangan sampai juga
masyarakat buta akan keberadaannya di realitas modern yang
menantangnya untuk tidak hanya berdiam dalam keterasingannya
dari hiruk-pikuk dunia. Manusia adalah makhluk dua dimensi;
jasmani dan ruhani.
II.E. Isi ringkas Tasawuf Modern
II.E.i. Pemaknaan Tasawuf
Kecerdasan Hamka tampak dengan hadirnya karya ini untuk
masyarakat. Dia menyuguhkan bukan apa yang ingin orang baca,
tapi yang perlu orang baca. Khususnya dalam konteks zaman di
masa itu. Namun, sebagai salah satu khazanah karya-karyanya,
Tasawuf Modern tetap layak untuk dikaji sampai kapanpun.
Dalam konteks masa sekarang buku ini masih layak dibaca.
Tasawuf dan masa modern dia sintesiskan menjadi pemikiran
orisinalnya. Pada bagian pertama, tasawuf dia maknai terlebih
dahulu. Adapun kaitannya dengan modern, Hamka berpandangan
bahwa tasawuf dan perkembangan selayaknya berjalan beriringan.
Bila tasawuf bertahan dengan karakter lamanya, maka manusia
akan dipaksa untuk ditarik ke masa lalu, padahal kodratnya
mereka menjalani kehidupan di masanya. Tasawuf menyesuaikan
konteks zaman, dalam artian mengarahkan masyarakat agar tidak
terjerumus dalam kesengsaraan dan celaka. Hamka mengutip
20


ungkapan al-Hallaj ketika dia telah disiksa karena dianggap orang
yang sesat: Tasawuf ialah yang Engkau lihat dengan matamu ini,
inilah dia tasawuf.
3

Ya, seiring dengan dinamisnya tasawuf, dia memiliki satu
substansi pokok, yaitu penyucian jiwa. Tasawuf merupakan ilmu
tersendiri yang mengajarkan kita untuk mebersihkan diri (tazkiyah
al-nafs), sehingga kita bisa selamat dari kesengsaraan dan celaka.
Mungkin diantara kita merasa bahwa pengasingan diri merupakan
upaya terbaik untuk mencegah diri dari hawa nafsu sehingga jiwa
pun tersucikan, karena dunia merupakan sumber dorongan jiwa
pada keburukan seperti godaan harta, hura-hura, perselisihan,
kekuasaan, dan martabat, dll. Tapi bagaimanapun juga, kita adalah
anak zaman. Islam tidak mengajarkan kita untuk mengupayakan
kebahagiaan hakiki yang seperti itu.
Tasawuf yang seperti demikian tidak lah asal dari ajaran Islam.
Zuhud (meninggalkan keduniaan) yang melemahkan itu bukanlah
bawaan Islam. Islam mengajarkan kita untuk semangat berkorban
dan bekerja, bukannya malas, lemah paruh, dan melempem.
4

Kenikmatan duniawi bukanlah untuk ditolak mentah-mentah
sehingga dengan begitu kita bisa terlepas dari belenggu nafsu
duniawi. Selama hati kita tidak terpaut untuk menjadikannya
kiblat tujuan hidup kita maka kekayaan layak untuk kita, karena
kita tidak dalam rangka meraih kekayaan untuk memenuhi
dorongan nafsu kita.

3
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 16
4
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 17
21


Hamka memperingatkan kita agar cermat dalam mengelola
kenikmatan dunia dan juga mengelola diri demi penyucian diri.
Bila kita tidak adil melakukannya, malah cenderung pada dunia,
maka kita bisa terjatuh menjadikan jiwa kita kotor, nilai keislaman
pun makin jauh. Atau, bisa juga kita terlalu fokus pada diri sendiri
sendiri sehingga malah melemahkan Islam. Muslim yang kuat
adalah yang memahami makna zuhud secara proposional. Dengan
begitu, Islam mencapai puncak kebahagiaan dan kejayaannya.
Sekian lamanya kaum muslimin membenci dunia dan tidak
menggunakan kesempatan sebagaimana orang lain.
Lantaran itu mereka menjadi lemah. Akan berkorban, tidak
ada yang akan dikorbankan karena harta benda dunia telah
dibenci. Akan berzakat, tidak ada yang dizakatkan karena
mencari harta dikutuki. Orang lain maju di dalam lapangan
penghidupan, mereka mundur. Dan bila ada yang berusaha
mencari harta benda, mereka dikatakan telah jadi orang
dunia.
5

Jadi, Hamka mengajak kita untuk memahami secara teoritis dan
mengamalkannya secara praktis makna tasawuf yang substansial,
yaitu membersihkan jiwa, memperhalus perasaan, menghidupkan
hati, menyembah Tuhan, dan mempertinggi derajat budi; menekan
segala kelobaan dan kerasukan, memerangi syahwat yang berlebih
dari keperluan untuk kesentosaan diri.
6



5
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 19
6
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 21
22


II.E.ii. Kebahagiaan Diri
Selanjutnya, Hamka beralih pada pada bahasan tentang makna
kebahagiaan yang sebenarnya. Dengan begitu, semakin jelas
bagaimana sebaiknya kita bertindak dalam kehidupan ini. Karena
hakikatnya, yang kita cari dan tuju atas segala tindakan kita adalah
untuk mencapai kebahagiaan.
Hamka mengajak pembaca untuk merenungi sendiri apa yang kita
cari dalam hidup ini. Kita melakukan banyak hal dalam hidup ini
tapi, Apakah sebetulnya kebahagiaan yang kita tuju dalam upaya
selama ini, yang sedang kita lakukan, dan segala rencana yang
kita lakukan? Mungkin, kita akan kebingungan sendiri
menjawabnya. Dalam Tasawuf Modern, Hamka mencoba
mengarahkan pemikiran kita untuk menemukan jawabannya. Dia
memberikan makna-makna kebahagiaan menurut para ahli.
Seperti pemikir-pemikir Islam, Aristoteles, dan juga para ahli dari
kalangan Barat Modern. Sebagai penutup dalam bab ini, dia
menghadirkan pandangan Muhammad saw tentang kebahagiaan.
Tampaknya, Hamka memperlihatkan makna kebahagiaan secara
eksistensialis. Manusia pasti melakukan segala macam hal untuk
meraih kebahagiaan. Manusia ada untuk mencapai kebahagiaan.
Namun, sudut pandangannya beragam, secara garis besar ada
yang menggunakan kebahagiaan dengan sudut pandang materialis,
dan ada yang immateri.
Beberapa kalangan pemikir Barat memaknai kebahagiaan secara
materialis. Pandangan ini menunjukkan adanya kelemahan. Yaitu
23


keterbatasan materi, termasuk keterbatasan diri kita mendapatkan
kebahagiaan materi karena terhimpit oleh kematian. Karena
keterbatasan ini, setiap kita mencoba meraihnya maka
kebahagiaan yang kita dapatkan tidak lah sempurna. Justru kita
semakin jauh darinya. Jadinya, makna kebahagiaan pun absurd
dan ambigu. Tokoh yang dia angkat di sini diantaranya adalah
Hendrik Ibsen dan Thomas Hardy.
Adapun golongan yang kedua adalah golongan yang masih
memiliki rasa optimis untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Salah satu tokohnya adalah Leo Tolstoy. Untuk mendapatkan
kebahagiaan sejati, dia berpandangan bahwa manusia harus
berbagi dengan orang lain. kebahagiaan sejati pada diri muncul
ketika kita melakukan kebaikan untuk orang lain sehingga mereka
turut bahagia. Hamka juga memasukkan pemikiran Bertrand
Russel dan George Benard Shaw dalam golongan ini.
Bagaimanapun, manusia harus mencari kebahagiaan sejatinya
karena memang pasti ada. Mereka optimis. Mereka memiliki
pandangan yang memiliki relasi erat dengan prinsip etika. Bagi
mereka, jalan kebaikan kepada sesama lah yang dapat melahirkan
kebahagiaan sejati.
Selain pendekatan eksistensialis, sebagaimana yang dapat kita
perhatikan, Hamka memberikan pendekatan etika dalam
bahasannya tentang kebahagiaan. Prinsip kebahagiaan ternyata
begitu dekat dengan bagaimana kita mengaktualisasikan etika di
tengah masyarakat. Dari pembahasan pandangan Aristoteles,
24


Hamka sudah mengarahkan pembaca bahwa tujuan hidup kita
adalah (melakukan) kebaikan. Tujuan itu lah yang membawa kita
pada kebahagiaan sejati.
Terakhir, ia mengambil pemikiran Muhammad saw. Yaitu bahwa
capaian kebahagiaan yang dituju setiap orang tidak lah sama, ada
tingkatannya. Itu semua tergantung pada derajat akal yang
dimiliki setiap orang. Diantara segala kualitas kebahagiaan
tersebut, orang yang paling maksimal menggunakan akalnya
adalah orang yang paling bahagia.
Dari sabda Nabi itu , dapat kita ambil kesimpulan bahwa derajat
bahagia manusia itu menurut derajat akalja, karena akal lah yang dapat
membedakan antara baik dengan buruk; akal yang dapat mengagak-
agihkan segala pekerjaan, akal yang menyelidiki hakikat dan kejadian
segala sesuatu yang dituju dalam perjalanan hidup dunia ini. Bertambah
sempurna, bertambah indah, dan murni akal itu , bertambah pulalah
tinggi derajat bahagia yang kita capai, sebab itu menurut kehendak hadis
(Kepada kesempurnaan akallah kesempurnaan bahagia.
7

Kemudian kini saatnya kita mencari tahu sumber-sumber
kebahagiaan. Sumber kebahagiaan dibagi menjadi dua macam
pandangan. Pertama, sumber kebahagiaan adalah jiwa (nafs) yaitu
pandangan yang didukung oleh ahli tasawuf. Manusia memiliki
kekuatan di dalam jiwanya untuk meraih kebahagiaan; hikmah,
keberanian, keteguhan, dan keadilan. Bila kita mengaktualkan
semua kekuatan itu maka kebahagiaan dapat tercapai. Adapun

7
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 32
25


kebahagiaan tersebut akan dinikmati di akhirat kelak. Karena di
sanalah kebahagiaan yang sempurna diraih.
Kedua, sumber kebahagiaan itu tak hanya bersifat ruhani, tapi
juga jasmani. Pandangan ini diambil dari pemikiran Aristoteles.
Hamka cenderung berpihak pada pandangan yang terakhir ini.
Bahagia di dunia tidak niscaya di akhirat menjadi sengsara.
Sebagaimana dalam ayat dan doa yang sering dipanjatkan; Ya
Tuhan, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat. Maksudnya adalah kita melakukan upaya terus-menerus
secara istiqomah semenjak berada di akhirat sampai akhirnya
sampai juga di akhirat dalam keadaan membawa kebaikan yang
banyak. Kita menjaga kebaikan dan kesehatan badan beserta
seluruh aspek materi kita demi meraih kebaikan dan kesehatan
jiwa ruhani kita.
Kekayaan harta benda merupakan aspek yang membawa kita pada
kenikmatan material. Namun, ia tidak musti kita jauhkan karena
akan merusak aspek ruhani kita. dengan harta, kita bisa tetap
bertahan hidup sehingga perbaikan jiwa kita bisa terus kita
lakukan. Banyak orang berpikiran bahwa kaya itu yang banyak
hartanya. Padahal hakikatnya, kekayaan adalah terpenuhinya
segala keperluan yang memang kita perlukan. Dengan begitu hati
bisa mencapai ketentraman. Sesungguhnya, hati yang tentram dan
pikiran yang hening memberi bekas yang nyata untuk
kebahagiaan manusia, itulah kebahagiaan sejati.
8


8
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 181
26


Kekayaan hakiki dapat kita rujuk dengan memaknai qanaah
dengan tepat. Sering kali orang keliru memaknai qanaah dengan
malah menjauhi keduniaan sama sekali, dan menerima apa adanya
yang dimiliki. Qanaah adalah mencukupi diri dengan hal yang
sudah cukup diperlukan bagi dirinya. Sebagaimana kata Rasul
saw: Qanaah adalah harta yang tak akan hilang dan yang tidak
akan lenyap.
Bila kita sudah sadar bahwa kesehatan badan itu penting. Maka
selanjutnya kita fokus pada hal yang paling penting untuk
dipelihara, yaitu kesehatan jiwa. Kesehatan badan sendiri penting
karena demi terpeliharanya kesehatan jiwa. Tidak lah rumit untuk
merawat jiwa, karena tidak akan banyak yang kita butuhkan.
Hamka mengaitkan kembali kesehatan jiwa dengan kekayaan
yang hakiki. Kekayaan yang sebenarnya bukanlah dari kuantitas
secara material. Orang yang paling kaya ialah yang paling sedikit
keperluannya, dan orang yang paling miskin ialah yang paling
banyak keperluannya.
9
Kesehatan jiwa terletak pada pemenuhan
kekayaan jiwa kita.
Ketika kebutuhan di luar jiwa kita sudah tercukupi, maka itu
sudah baik untuk stamina jiwa kita. Ini lah kaitannya kesehatan
badan dengan kesehatan jiwa. Tapi masih ada orang merasa
banyak sekali kebutuhan badan dan materialnya, sehingga dia
butuh mengkayakan dirinya secara material. Padahal, justru
semakin banyak keperluannya dia semakin miskin jiwanya. Cari

9
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 140
27


lah yang dari luar (yang sebetulnya bukan milik kita), untuk
menjaga kesehatan jiwa. Ya, sadarilah bahwa segala yang di alam
ini hanyalah milik Tuhan, kita meminjamnya. Yang kita bawa
sebagai milik kita hanyalah diri kita ini, jiwa kita.
Dalam rangka menjaga kesehatan jiwa, ada empat hal yang harus
diperhatikan sbaegai titik-titik pusat penentu kesehatan jiwa;
Syajaah (keberanian), iffah (kehormatan), hikmah (rahasia
pengalaman hidup), dan adalah (adil). Saat jiwa sedang sakit,
maka itu artinya salah satu diantara keempat hal tersebut sedang
bermasalah. Pertama, bisa jadi amarah kita sedang tidak
terkendali, maka kendalikanlah. Atau yang kedua, mungkin kita
memiliki rasa takut yang berlebihan. Takut yang berlebihan
adalah takut yang membuatkan kita malah putus asa, berdiam diri,
dan pasif.
Bisa jadi kita takut terhadap apa yang kita hadapi dalam
kehidupan, bisa juga takut karena akan menghadapi kematian.
Bagaimanapun, kehidupan dan kematian merupakan hal yang
pasti adanya, sudah menjadi tabiat. Kalaupun kita takuti
keduanya, maka percuma saja kita berdiam diri dalam ketakutan
karena tidak akan merubah apapun.
Bagaimanapun kita juga memiliki kehendak, iradat, yang
menjadikan kita bisa menghadapinya. Sayangnya, ada juga orang
yang masih merasa takut meskipun Tuhan sudah
menganugerahinya kehendak bebas. Mereka takut karena
kehendak mereka terlalu banyak, kemauannya melampaui
28


kebutuhannya. Mereka takut kalau kehendak mereka tak sampai,
mereka takut kematian menghentikan pencapaian mereka yang tak
ada habisnya. Jadinya, berujung pada kenihilan makna dalam
hidup maupun setelah mati.
.,. _ :.,, ,l.l > _ls _ ,`_: ',. _ _l> ,.l
:,>' l,,l >, _.> ,s > ',-l '-l _
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun. [QS.al-Mulk (67):1-2]

Kita harus segera mengobati penyakit takut seperti ini. Kehidupan
dan kematian merupakan hal yang pasti. Kita juga dianugerahi
kehendak untuk menjalani kehidupan sebelum mati. Maka,
jalanilah kehidupan, penuhi kehendak, namun dapatkan yang
seperlunya saja. Karena jiwa kita hanya membutuhkan yang perlu
saja agar tetap dalam keadaan sehat. Untuk menghadapi kematian,
kita juga tidak usah terlalu hanyut dalam ketakutan. Sebelum mati,
kita persiapkan dulu segalanya. Itu lah makna kehidupan,
mempersiapkan diri untuk nasib kita nanti setelah kematian.
Ingat terhadap kematian bukan untuk ditakuti saja, namun kita
ingat seraya menjalani hidup dengan akal budi dan hikmat. Yang
penting, jangan sampai kita lupa sama sekali akan kematian yang
benar adanya, dan juga jangan terlalu takut dalam bayang-
29


banyangnya. Jadi, ada tiga macam orang tekait dengan kematian;
tidak ingat sama sekali, ingat namun penuh dengan rasa gentar
dan takut, dan ingat seraya menggunakan akal budi & mengambil
hikmah dalam setiap kehidupan.
Selain mempelajari kebahagiaan, kita juga layak mengetahui
tentang petaka dan celaka yang dialami manusia. sehingga kita
bisa terhindar darinya. Ada 3 faktor yang membuat orang celaka;
1) pendapat akal yang salah, 2) rasa benci, dan 3) pesimis.
Razi mengatakan bahwa kemajuan akal hanya menambah banyak
ikatan. Ini karena akal tanpa disertai dengan pengaktifan hati,
yaitu hatinya dibiarkan lemah. Jadinya akal malah digunakan
untuk berburuk sangka pada Tuhan. Atau bisa juga akal malah
menjadikan dada kita sempit, putus asa, dan was-was. Karena
bagaimanapun, akal bukanlah kualitas pengetahuan yang tidak
terbatas. Ia memiliki batas kapasitas yang berujung pada
pengetahuan oleh hati. Ini lah pentingnya pengetahuan disertai
iman-agama.
Rasa benci menghambat kita untuk merasakan kebahagiaan.
Karena pemandangan kebencian bukanlah pemandangan
keindahan. Hapuskanlah sifat benci, gantilah dengan cinta, sehari
pergantian itu warna alam berubah dengan sendirinya pada
pandangan kita.
10

Lebih parah lagi bila kita tidak memiliki harapan dalam kehidupan
ini. Orang yang seperti ini pesimis dan hanya ingin mengundurkan

10
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 270
30


diri. Dia telah kehilangan kepercayaan pada alam dan hidup. Tak
ada lagi harapan kebaikan untuk dirinya. Hilang sudah arti arti
kehidupannya.

II.E.iii. Bahagia, Iman, dan Agama
Hamka juga menulis tentang bahagia dan agama. ada empat
perkara yang harus dimiliki oleh mereka yang ingin mencapai
kebahagiaan: itikad yang bersih, yakin, iman mutlak (kepada
Allah), dan agama.
Itikad adalah keyakinan dan tekad terhadap sesuatu. Seharusnya,
yang menjadi tekad dan keyakinan kita adalah yang kita anggap
sebagai kebenaran atau membawa kita pada kebenaran. Namun
sayangnya ternyata tidak selalu begitu. Kadang ada orang yang
memiliki tekad namun tanpa diawali oleh dasar pemikiran akal.
orang semacam itu memiliki tekad berdasarkan nafsu semata atau
atas dorongan yang bersifat taqlid, tanpa alasan rasional. kita
diajak untuk berpikir ulang, apa yang selama ini menjadi tekad
hidup kita. Apa kita sudah benar-benar memikirkannya sebagai
hal baik dan benar? Apa yang sesuai dengan jalur akal kita, maka
itulah jiwa kita yang berkehendak, bukan hawa nafsu.
Perkara kedua ialah yakin. Hamka membedakan bagian ini dengan
Itikad. Yakin dilawankan dengan ragu, sedangkan Itikad sering
kali dibandingkan dengan taklid. Yakin merupakan urutan kedua
setelah Itikad. Dengan yakin, kita dianjurkan untuk mencari
31


argumentasi akal atas setiap langkah kita demi mencapai
kebahagiaan.
Yakin itu memerlukan ilmu. Pada tingkatan pertama, kita mencari
pengetahuan sebagai dalil atas kebenaran yang kita yakini dengan
akal kita (ilmu al-yaqin). Kemudian pada tingkatan selanjutnya
kita diberikan penglihatan atas kebenaran yang kita peroleh
dengan akal dan mata hati kita (ain al-yaqin). Sedangkan pada
tingkat tertinggi adalah menemukan langsung kebenaran itu
sendiri tanpa perantara apapun (haq al-yaqin). Kesemua tingkatan
ini hanya dapat dilalui dengan meningkatkan kualitas akal kita.
Selanjutnya adalah iman kepada Allah. Pertama-tama, Hamka
belum memberikan penekanan pada Islam. Dia menaruh perhatian
lebih pada prinsip tauhid. Iman kepada Allah adalah tentang
kesadaran kita tentang adanya wujud Tuhan Maha Pencipta.
Kesadaran ini seringkali mengalami ketidakstabilan. Kadang kita
merasakan kehadiran Tuhan, namun kadang juga kita lupa dengan
keberadaanNya. Agar kekuatan iman kita ketahuan sampai sejauh
mana, maka ada ujian dan cobaan. Orang yang benar-benar
beriman adalah orang yang lulus dari syarat ujian tersebut.
Mereka yang beriman bersemangat ketika diberi ujian oleh Tuhan.
Iman kepada Tuhan bukanlah taklid. Orang yang berakal akan
melihat bahwa alam ini memang memiliki Pencipta. Orang yang
berakal akan tahu bahwa Tuhan selalu ada dalam setiap langkah
kita di dunia. Dengan kesadaran atas hadirnya Tuhan, mereka juga
sadar bahwa pertolongan selalu hadir. Tidak ada kebetulan atas
32


apa yang terjadi sekecil apapun itu, Tuhan lah yang sengaja
menciptakannya.
Terakhir, agama adalah perkara untuk mencapai kebahagiaan.
Setelah kita menyadari keberadaan Tuhan dan menjadi orang yang
beriman, maka kita beralih pada penentuan agama. karena agama
merupakan keniscayaan dari adanya iman kepada Tuhan. Adapun
Hamka menunjukkan bahwa agama Islam merupakan agama yang
sempurna sebagai penuntun kita menghayati keberadaan Tuhan
beserta pedomannya agar meraih kebahagiaan yang tertinggi.
Dalam meraih kebahagiaan, akal budi kita merupakan dua
keutamaan yang harus diupayakan bekerja dengan maksimal.
Upaya ini disebut dengan ikhtiar. Mempekerjakan akal dengan
maksimal artinya adalah berpikir, yaitu belajar dan mempelajari
banyak hal. Sedangkan budi maksudnya adalah bekerja dengan
cara yang baik dan maksimal sebagai bentuk upaya praktis kita
meraih kebahagiaan. Ada tiga rukun akal budi yang utama, yaitu;
tabiat (watak), pengalaman, dan pelajaran.
Adapun tantangan yang akan kita hadapi untuk meraih
kebahagiaan hakiki adalah hawa nafsu. Kita akan selamat dari
musuh kebahagiaan ini selama kita masih mengoptimalkan akal,
tetap menjaga keikhlasan hati (kemurnian hati dalam berbuat), dan
menerima nasehat.
Selama kita bertawakkal pada Allah, maka kita akan menghadapi
segala perkara dengan tenang. Karena kita mempercayakan urusan
kita pada yang Maha Bijak, Baik, dan Maka Kuasa. Tawakkal
33


juga mendorong kita untuk berbuat dengan maksimal dan tidak
mau mengecewakan, terutama mengecawakan Tuhan. Tawakkal
adalah upaya dan penyerahan. Sayangnya, kadanag ada orang
yang lupa untuk berupaya dalam tawakkalnya. Dengan tawakkal
yang sempurna, kita akan tetap tenang (muthmainnah), qanaah,
dan berujung pada rasa bahagia.
Keberadaan Yang Gaib memang jawaban atas segala kebuntuan,
pesimisme. Para pemikir terkini mengalami dilematika pesimisme
karena dunia ini menyuguhkan kebuntuan hidup, keterbatasan
material. Dengan kepercayaan adanya alam setelah dunia dan ada
Tuhan, maka tujuan hidup menjadi lebih jelas. Itu lah yang
diinginkan oleh umat beriman dan beragama.
Namun, sikap beragama juga ada yang menunjukkan sikap
pesimis, yaitu pesimis atas makna dunia. Diantara kalangan
spiritualis agama ada yang menjauhi dunia dan mengasingkan diri.
Dipandang olehnya jalan tersebut merupakan pilihan yang tepat
menuju yang lebih optimis, menuju alam ruhani, seraya menolak
dunia sebagai sesuatu yang tiada makna. Sama saja, mereka juga
pesimis terhadap dunia. Yang menjadi persoalan, hal ini membuat
agama dituding juga mengalami kebuntuan-pesimis terhadap
kehidupan dunia.
Peran agama terhadap dunia sebetulnya ada secara nyata. Asalkan
sikap beragama yang dimaksud bukanlah seperti beberapa kaum
spiritualis tadi. Agama menerima kenyataan bahwa dunia ini
pahit, penuh tipu daya, gelap, dan penuh khayal. Tapi bukan
34


berarti kita terhenti dalam pesimisme. Kita masih bisa menjalani
kehidupan dengan optimis meraih kebahagiaan. Tergantung kita
melihat dunia ini. Tujuan dunia ini untuk mencapai kebahagiaan
hakiki di alam akhirat.
Yang menarik, Hamka mengambil pemikiran Russel tentang
tangga kebahagiaan. Ada 6 tangga menuju kebahagiaan; akal,
perasaan, rumah tangga, mata pencaharian, berjuang, dan
penyerahan. Sebelumnya, Hamka mengelaborasi dulu klasifikasi
Russel tentang kebahagiaan. Tak hanya dari pikiran dan perasaan,
kebahagiaan juga muncul berkat adanya tawadhu (syukur) dan
iman.
Tangga pertama adalah akal. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dari pemikiran Rasul Muhammad, akal menentukan kualitas
kebahagiaan kita. ketika akal diaktifkan maka pintu kebahagiaan-
kebahagiaan akan terbuka. Selanjutnya, kebahagiaan juga
bergantung pada perasaan. Ini menunjukkan relativitas
kebahagiaan.
Kebahagiaan juga diperoleh dengan melewati jalan kehidupan
rumah tangga. Salah satu persoalan di masa modern adalah
kehidupan rumah tangga yang bohong. Hamka memberikan kritik
pada peran perempuan modern dalam dunia rumah tangga, mereka
mengejar karir dan menjadikan rumah seperti hotel tempat
singgah sementara saja. Padahal sebetulnya, meskipun mereka
memiliki karir, peran utama perempuan dalam rumah tangga tetap
harus dijaga. Untuk itulah peran mereka dalam masyarakat.
35


Mata pencaharian juga tangga untuk meraih kebahagiaan. Ini
adalah bentuk tindakan praktis. Kunci untuk sukses bekerja adalah
kemahiran dan kreatifitas. Selanjutnya adalah perjuangan. Hamka
mendorong umat Islam agar bangkit berjuang mendapatkan
kebahagiaan. Selama ini, kita tersusul oleh semangat berjuang
yang dikobarkan oleh Barat.
Adapun yang terakhir adalah penyerahan. Optimisme Russel
diarahkan oleh Hamka pada penyerahan diri pada Tuhan. Dengan
begini, pesimisme dalam masyarakat bisa teratasi. Yaitu bahwa
standar kebahagiaan kita adalah Tuhan, bukan kebahagiaan
materi. Hidup kita menuju kebahagiaan adalah berupaya meraih
keridhoan Tuhan, dan selalu menerima dengan penuh keridhoan.

II.E.iv. Bahagia, Agama Islam, dan Bangsa
Kita sudah diarahkan untuk menyadari tujuan eksistensi kita, dari
mana kita ada, dan bagaimana kita mencapai tujuan tersebut.
Namun, selain tentang diri kita sendiri, merupakan sebuah realitas
nyata bahwa kita di dunia ini sebagai makhluk yang
bermasyarakat. Hamka menekankan keberadaan kita dalam
masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Lantas, bagaimana kita
menyelaraskan jalan kita untuk mencapai kebahagiaan yang
hakiki dengan posisi kita yang berbangsa?
Dengan agama sebagai pedoman jalan kita hidup, Hamka
berpandangan bahwa kita sebagai masyarakat yang berbangsa
36


justru yang amat terikat dengan agama. Agama lah yang dapat
menuntun suatu bangsa pada kejayaan dan ketentramannya.
Agama bukan sekedar bungkus berisi prinsip kemanusiaan saja
seperti yang diusung oleh para pemikir terkini. Lebih dari itu,
agama lah yang membawa keimanan pada keberadaan yang
melampaui indra materi. Keberadaan inilah yang menjadikan
nilai-nilai kemanusiaan lebih berharga. Karena bila hanya ada
materi saja, maka segala kebaikan itu percuma. Prinsip moral
tanpa agama juga menunjukkan kegagalannya dalam menata
bangsa.
Hamka melakukan kajian kritis terhadap sekularisme. Satu
langkah yang kurang dicapai oleh pemikir modern terkini tentang
masyarakat adalah pandangan ketuhanan. Mareka sudah sampai
pada kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi, juga prinsip
kemanusiaan dan kebaikan, namun mereka terhenti sampai
sebelum masuk pintu gagasan bahwa Tuhan ada, agama
membawa kebenaran. Dalam masyarakat, ada empat rukun yang
musti dijaga agar bisa meraih keamanan dan kesentosaan; 1)
pertahanan atas diri, 2) menjaga kehormatan, 3) mendirikan suatu
pemerintahan, dan 4) mengakui ada suatu kekuatan gaib yang
melindungi alam, yang akan memberi ganjaran baik dan buruk di
kemudian hari.
Poin ke-4 mengarah pada urgensi agama. Kekuatan gaib yang
melindungi alam adalah Tuhan. Masyarakat yang sentosa adalah
masyarakat yang beriman kepada Tuhan. Khususnya, masyarakat
37


yang beragama. Ada tiga kepercayaan yang dapat kita lihat
dengan keimanan: manusia adalah makhluk mulia, pemeluk
agama lah yang paling mulia di atas pemeluk lain, dan bahwa
manusia hanya singgah di alam (dunia).
Sebaliknya, kemuliaan umat beragama juga tidak akan berarti bila
mereka tidak mengaktualkan akalnya. Seringkali, konflik antar
agama terjadi, saling menyingkirkan, perselisihan, dan
perkelahian. Seandainya akal budi mereka digunakan, maka
perbedaan pandangan ketuhanan ini tetap berlangsung damai.
Dimanapun posisi umat beriman berada, Nur Ilahi pasti datang
pada mereka yang memakai akalnya.
Hamka berpandangan bahwa dengan agama, manusia memiliki
rasa malu, bisa dipercaya (amanat), dan jujur (shidiq/benar).
Ketiga hal ini lah yang terpenting dalam menjalin kehidupan
bermasyarakat yang serasi dan tentram.
Dibagian ini, Hamka sudah memberikan penekanan pada agama
Islam. Agama Islam merupakan agama pamungkas yang dibawa
oleh Nabi terakhir kiriman Tuhan, Muhammad saw. Tidak ada
lagi nabi setelah beliau karena umat dianggap sudah cukup sampai
pada ajaran Muhammad dan peninggalannya sebagai pedoman
hidup manusia sepanjang zaman. Umat juga sudah cukup mampu
berpikir dan cerdas dalam memilah mana yang baik dan benar.
Setiap agama yang hadir di dunia ini memang agama yang benar
yang telah dibawa oleh nabi atau utusan di setiap zamannya. Tapi
agama Islam adalah agama yang memang sengaja dibawa oleh
38


Nabi terakhir, karena ini lah agama terakhir untuk sepanjang
masa.
Hamka memiliki perhatian lebih dalam hal pendidikan dan
pengetahuan. Dalam Tasawuf Modern, Hamka juga menuliskan
tentang pengetahuan dan posisinya dengan agama. Kita sudah
membahas urgensi agama dalam kehidupan pribadi dan
bermasyarakat. Ada dua jenis orang dalam beragama, ada yang
taklid saja dan ada yang menggunakan akal terlebih dahulu
sebelum meyakini.
Orang beragama yang taklid adalah orang yang anti pada
kemajuan dan tidak memiliki kecenderungan pada pengetahuan.
Sebaliknya, beragama sekaligus berakal adalah karakter orang
yang punya hasrat maju dan berpengetahuan. Dialah orang yang
maju dan anak zaman yang sebenarnya. Seandainya masyarakat
Islam menyadari hal ini, maka kejayaan peradaban Islam akan
tercapai lagi.
Hal yang menjadikan Islam lemah adalah ketimpangan
masyarakat dalam mengelola kehidupannya. Kehidupan yang
seimbang adalah kehidupan yang dapat menjadikan Islam
membaik kembali. Keseimbangan yang dimaksud adalah
bagaimana perhatian mereka tidak melulu pada jiwa, pembersihan
ruhani, dan amal-amal ibadah, namun badan dan kondisi
masyarakat juga perlu mereka perhatikan.
Untuk itu, dapatlah kita jadikan perbandingan bilangan 80 ribu
dengan bilangan 400 juta. Dahulu kala, mula-mula Islam
didirikan, dia disiarkan oleh 80 ribu orang saja. Maka orang
39


yang 80 ribu itu berseraklah ke seluruh tanah Arab. Akhirnya
mereka menguasai sebagian besar dunia. Sekarang keturunan
yang memegang ajaran orang 80 ribu telah berlipat ganda
bilangannya menjadi 400 juta. Tetapi mereka menjadi jatuh ke
bawah. Kecuali beberapa negeri dan beberapa orang yang
dipelihara oleh Allah. Apakah sebabnya? Ialah lantaran cahaya
iman, cahaya penjagaan batih, cahaya kesehatan jiwa telah
pudar dan telah gelap dari hati yang 400 juta itu.
Sekarang, 400 juta bangun kembali!Insya Allah!
11

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kita perlu
memperhatikan kondisi rohani dan juga jasmani untuk
mendapatkan kebahagiaan yang sempurna. Tak hanya kesehatan
ruhani yang perlu jaga agar tetap stabil mencapai kebahagiaan,
kesehatan jasmani juga perlu dirawat. Kesehatan badan kita dapat
mempengaruhi kesehatan jiwa kita. Terkait dengan kehidupan
bermasyarakat, Hamka memberikan beberapa tips untuk menjaga
keseimbangan jiwa dan badan;
1. Bergaul dengan orang yang budiman
2. Membiasakan diri untuk berpikir
3. Menahan syahwat dan amarah
4. Bekerja dengan teratur
5. Memeriksa cita-cita diri sendiri
Pemikiran Hamka makin kentara dengan nuansa eksistensialisme
dalam pemikirannya tentang penglihatan masa lalu, sekarang, dan
masa depan. Kita sering kali memikirkan apa yang telah terjadi

11
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 139
40


dan menjadi nasib kita, melihat apa yang sedang terjadi dengan
orang lain namun tidak dialami oleh kita, dan kita meresahkan apa
yang akan datang dengan pasti ataupun masih mungkin. Semua itu
adalah apa selalu membuat kita merasa sedih. Tenggelam dalam
pikiran sedih tidak akan menghasilkan apapun, tapi lalukanlah.
Bertindak adalah yang perlu kita sikapi.
Namun dalam bertindak kita harus waspada supaya tidak
terjerumus dalam kesengsaraan dan celaka. Dalam pandangan
Prof. Syekh Yusuf Dasywi, ada 8 sebab yang membawa celaka:
1. Royal, yaitu budaya konsumtif
2. Boros
3. Tidak pandai membagi waktu
4. Tidak mendapat didikan agama di dalam rumah tangga
diwaktu kecil
5. Pendidikan sekolah tidak sejalan dengan masyarakat atau
dengan rumah tangga
6. Kurangnya buku bacaan yang teratur yang dapat
menyelaraskan perkembangan ruhani dengan jasmani
7. Kegelapan dalam rumah tangga
8. Tidak ada pembagian kerja yang teratur dalam masyarakat.
Dengan segala paparannya, Hamka melakukan refleksi untuk
masyarakat bangsa Indonesia. Betapa pentingnya perhatian
pendidikan yang mendekatkan pada kemuliaan dan kebahagiaan.
Pendidikan amat vital dalam pencapaian kebahagiaan dunia dan
akhirat. Kalau kita sudah mendapatkan pendidikan yang baik,
41


jangan sampai malah mencelakakn diri dengan membiarkan tanah
kita sendiri dieksploitasi dengan pihak lain.
Segolongan bangsa kita Indonesia, menyerahkan anaknya ke
sekolah dengan niat supaya dia esok jadi orang besar, makan gaji,
menjadi buruh. Padahal tanah yang akan ditanaminya masih amat
luas. Tertanam ke dalam hati anak itu, bahwa bercocok tanam itu
adalah pekerjaan orang kampung, bukan pekerjaan orang kini.
Sekarang, alat-alat tukang tulis yang diperlukan sudah lengkap,
buruh tulis yang dikeluarkan tiap tahun sudah berlebih dari yang
berguna, hasil tanah masih tetap dipungut orang lain, dan anak
tadi, dan bangsa seluruhnya, dan segenap masyarakat, jatuh ke
dalam kecelakaan.
12

Hamka juga menyinggung agar masyarakat tidak malas bekerja,
menjadi masyarakat yang produktif, memiliki kesadaran, dan
insyaf. Setiap lapangan kerja diisi secara merata. Setiap orang
memiliki bakat dan minatnya masing-masing. Bangsa ini bisa
maju bila rakyatnya diberi kesempatan dan mau bekerja sesuai
dengan bakat dan minatnya. Yang akan berhasil ialah orang yang
bekerja menurut kecenderungan jiwanya, menurut bentuk yang
telah dituangkan Tuhan ke dalam jiwanya sejak dia dilahirkan.
13

Satu hal yang Hamka prioritaskan dalam pendidikan, yaitu agama.
Pendidikan agama merupakan hal terpenting untuk diberikan
kepada masyarakat. Mereka yang memiliki pendidikan agama,
harus menunjukkan ajarannya yang telah mereka dapatkankan.

12
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 274
13
Hamka, Tasawuf Modern, Jaya Murni: Jakarta. 1939, hal 275
42


Hamka mengeluhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan
agama namun tidak menunjukkan manfaatnnya.


II.F. Analisa Pengaruh pemikiran Buya Hamka terhadap
Pemikiran Islam di Nusantara
II.F.i. Tasawuf sebagai Pedoman Abadi untuk Meraih
Kebahagiaan
Studi pemikiran Islam pada tahun 1900-an cenderung stagnan
sebagaimana dapat kita lihat bahwa pada masa itu pendidikan
Indonesia mundur sekali. Ini terjadi sejak terjajahnya negeri kita
oleh beberapa negara asing, diantaranya adalah Belanda dan
Jepang. Pembangunan pendidikan umum maupun agama tidak
berjalan dengan baik karena penjajah tidak memberikan dukungan
yang efektif. Sementara bila para perintis mengupayakannya
sendiri maka tidak akan bisa berjalan, atau pun kalau berjalan
tidak akan lama.
Salah satu tokoh yang berinisiasi untuk membangun pendidikan
adalah Ki Hajar Dewantara. Dia sempat berhasil membangun
Taman Siswa sebagai wujud keprihatinan dan kepeduliannya
terhadap kualitas pendidikan masyarakat pribumi. Namun karena
kurang bantuan dukungan dari pemerintah Belanda, akhirnya
ditutup juga sekolah ini. Masyarakat negeri sendiri tidak memiliki
kemampuan yang memadai untuk mempertahankannya Padahal
sekolah ini merupakan pertanda cerahnya anak bangsa kita..
43


Mirisnya lagi, kalaupun ada orang yang bisa mendapatkan
pendidikan, maka pendidikan ini hanya diorientasikan untuk
kembali ke ladang dan sawah lagi. Masyarakat diarahkan oleh
penjajah untuk menjadi buruh atau budak Belanda saja, bukan
menjadi orang besar. Akhirnya, tujuan pendidikan menjadi
absurd. Hamka mengeluhkan ini dalam tulisannya.
Hamka berupaya melakukan perubahan dengan menulis karya ini.
Dia menunjukkan upayanya untuk membangun kesadaran
masyarakat tentang makna kehidupan, bagaimana menjalani
hidup, dan untuk apa kita hidup. Selama ini orang melakukan
pertahanan hidup untuk pertahanan hidup itu semata, tidak ada
tujuan lain di dalamnya. Makna hidup ini tidak lah lahir, tapi
batin. Hamka ingin mengatakan ini dalam upayanya menulis buku
ini.
Adi Negoro mengatakan, Terutama di zaman sekarang perlu
orang memperhatikan isi kitab ini, sebab perjuangan yang
sehebat-hebatnya bukan berlangsung di lapangan yang lahir,
melainkan di lapangan kebatinan manusia. Hamka melakukan
reformasi bagi pemikiran masyarakat agar lebih integral meresapi
dalam seluruh aspek, baik pendidikan, ekonomini, sosial,
kebangsaan, dan juga agama. Bahkan, tasawuf juga integral dalam
kehidupan masyarakat secara umum.
Berkatnya, pemikiran Islam di Nusantara menjadi lebih
berkembang dan kaya. Abdullah Faqih, pemuka Islam ternama di
Aceh, mengakui bahwa awalnya dia pikir tasawuf (modern) itu
44


hanya dalam teosofi saja. Tapi ternyata, kajiannya bisa dilakukan
kepada khalayak umum sehingga mendapat penerangan untuk
memperkuat iman dan jiwa.
Islam bukan lah sisi lain dari kehidupan masyarakat dan terpisah
dengan kegiatan sehari-hari. Iman, agama, Islam, semuanya
integral dalam kehidupan. Seandainya masyarakat modern
memahami ini, maka kebuntuan dan krisis intelektual akan
teratasi. Di satu sisi, sekularitas merebak sebagai konsekuensinya.
Sedangkan pada sisi lainnya, agama juga hadir secara terpisah
dalam amal-amal sufistik yang terbungkus dalam apa yang disebut
tasawuf. Hamka tidak sepakat dengan pandagan hidup seperti ini.
Dalam analisa Hossein Nasr, penduduk urban terhenti dalam
kebuntuan ketika mereka menemukan bahwa ternyata
pengetahuan sakral memiliki peran dalam pencarian jawaban.
Pengetahuan profan tidak cukup memberikan jawaban bagi segala
perntanyaan intelektual dan aplikasinya. Pengetahuan juga sampai
pada wilayah intutif dan pengamalannya. Hal ini mencerminkan
bahwa penghayatan intuitif, dalam hal ini iman-agama, memang
harus bersatu dengan aspek kehidupan kita secara menyeluruh,
baik dalam dunia ilmiah maupun sosial.
Inilah yang saat ini ramai disebut sebagai tasawuf urban. Ini
adalah bentuk dari modernisasi tasawuf. Tapi bukan dalam arti
tasawuf kehilangan substansi intinya sebagaimana yang dilakukan
Hamka, inti dari tasawuf adalah penyucian diri (tazkiyah al-nafs),
sebab hakikat diri ini adalah jiwanya. Kini sampailah pada
45


akhirnya masyarakat mulai mendekati pada penyempurnaan
peradaban, yaitu masyarakat peradaban modern (atau
kontemporer) yang memiliki kesadaran spiritual.
II.F.ii. Analisis Hermeneutis Pemikiran Tasawuf Modern
Pendekatan hermeneutis dapat dilakukan untuk menganalisa
pengaruh Tasawuf Modern dalam khazanah pemikiran Islam
Nusantara. Dalam hermeneutika dapat kita temukan bahwa tulisan
dan pemahaman dapat mengalami perubahan tergantung
konteksnya. Maka, di sini kita akan cari pemahaman apa yang
tepat untuk diambil dari kajian penelitian Tasawuf Modern
berdasarkan konteks kekinian, bukan lagi konteks penulis.
Sebelumnya, kiranya perlu diberikan konfirmasi dahulu
bahwa rekontekstualisasi pemikiran sah untuk dilakukan. Dalam
pemikiran ahli hermeneutika Fazlur Rahman, komponen
pemahaman terdiri dari gagasan universal (idea moral) dan
gagasan praktis temporal (legal specific).
14
Gagasan universal
merupakan ide pokok yang diinginkan penulis yang bersifat
umum dan terlepas dari konteks zaman, sedangkan gagasan
praktis temporalnya adalah apa yang tersirat berdasarkan konteks
masa memahaminya.

14
Fazlur Rahman menggunakan teori ini untuk memahami al-Quran. Namun
peneliti mensisntesiskan pemikiran ini pada kajian pemikiran Islam secara
umum. Ini cocok dilakukan karena gagasannya bersifat universal dan bisa
diterapkan dalam kajian selain kajian memahami Quran. Dalam pemikiran
hermeneutika barat juga konteks dipandang mempengaruhi pemahaman teks,
salah satu tokohnya adalah Gadamer.
46


Pertama, kita akan lihat dulu konteks penulisan buku ini. Hamka
menulis buku ini pada masa-masa menuju kemerdekaan dan terus
diterbitkan hingga 11 kali. Pada masa tahun 1940-an, Hamka
termasuk orang yang mengharapkan terbentuknya negara Islam
Indonesia. Hamka bergabung dalam partai Masyumi ketika itu.
Mungkin, dalam kacamata saat ini, kita akan melihat Hamka
sebagai seorang tradisionalis yang keras. Dia bahkan mungkin
akan disebut sebagai tokoh yang menolak pluralisme, anti
toleransi beragama, dan akhirnya tidak bisa diterima oleh
masyarakat.
Namun, kita dapat melepaskan pemahaman yang menggunakan
konteks pada masa Hamka, dan menggantinya menjadi konteks
saat ini. Bila kita tarik gagasan umum, ide moral, yang diinginkan
oleh Hamka adalah anti-sekularisme dan fundamentalisme, bukan
tradisionalisme-ortodoks.
II.F.ii.a Pandangan Dunia yang Materialis juga Ruhani

Dalam paparannya tentang kebahagiaan, Hamka mengungkapkan
substansi pokok diri kita adalah jiwa, bukan badan kita. Sehingga
pencapaian kebahagiaan bukanlah sampai pada batas pemenuhan
kebutuhan jasmani saja, tapi juga jiwa. Sering kali orang-orang
khawatir bila kita memiliki pandangan dunia rohani akan
melupakan jasmani. Padahal sebetulnya tidak begitu, keduanya
harus dipenuhi dengan seimbang. Tapi hanya satu yang hakiki,
47


yaitu yang rohani, jiwa kita. Jemenuhan jasmani untuk
mendukung kebutuhan rohani semata.
Pandangan sekularisme mengatakan bahwa pemikiran dan
kegiatan ruhani dapat menghentikan perhatian mereka terhadap
jasmani dan segala hal yang duniawi. Hal ini justru yang
menyebabkan krisis kemajuan suatu bangsa. Hamka memberi
contoh pada perkembangan di barat. Pada akhirnya Barat
mengalami kebuntuan nihilisme karena mereka hanya percaya
pada yang materi. keyakinan pada yang Gaib juga tetap perlu,
selain karena memang benar adanya, juga karena kesadaran inilah
yang menjadikan kehidupan kita di dunia memiliki makna yang
hakiki, tidak lagi ambigu. Kita dituntut untuk memenuhi
kebutuhan seperlunya, untuk kebaikan dunia maupun akhirat.
II.F.ii.b. Teistik Ketimbang Beragama

Hamka memberikan penekanan utama dalam hal keimanan
kepada Tuhan. Lebih spesifiknya lagi adalah menyuarakan
tauhid. Yang lebih universal dari agama adalah keimanan bahwa
Tuhan ada. Dalam konteks saat ini, iman kepada Tuhan lah yang
disuarakan oleh Hamka.
Agama merupakan bentuk keimanan tersebut. Hamka mengatakan
bahwa beragama itu pasti beriman, tapi beriman bukan berarti
beragama. Penekanan Hamka pada sisi keimanannya secara
teoritis praktis yang bersifat universal. Secara teoritis bahwa
48


Tuhan itu ada, dan secara praktis bahwa kita memiliki dorongan
moral secara fitriah.
Persoalan teisme dan ateisme saat ini ramai dibicarakan. Beragam
argumentasi dan bentuk isme ini juga ramai didiskusikan.
Batasan antara iman kepada Tuhan dan Tuhan tidak diimani
semakin buram. Salah satu contohnya, pemikiran deisme
meyakini bahwa Tuhan ada, namun kita tidak dapat
menjangkauNya, peranNya pun sebatas sampai menciptakan saja.
Bagi mereka, kini Tuhan sudah tidak memiliki peran lagi dan
tidak perlu disentuh. Ini semua dipengaruhi oleh perkembangan
pengetahuan yang mulai mendekati kebuntuan dan satu langkah
lagi menuju pemikiran sakraldalam istilah yang digunakan oleh
Nasr.
Namun ternyata Hamka telah memberikan jawaban pada kita,
yaitu bahwa bagaimanapun keimanan pada Tuhan tidak bisa
ditolak, bila kita tidak ingin kebahagiaan hakiki kita tidak
tercapai. Dorongan meraih kebahagiaan yang bersifat pasti untuk
pada setiap manusia, memaksa kita untuk yakin bahwa Tuhan itu
ada. Tuhan senantiasa hadir dimanapun dan kapanpun. Tuhan,
seiring dengan harapan kita meraih kebahagiaan hakiki, selalu ada
untuk kita dekati.
Namun Hamka tidak lari pada doktrin semata. Dia mengajak para
pelajar dan ilmuwan untuk memaksimalkan akalnya agar bisa tahu
hakikat Tuhan dan argumentasi keberadaannya secara rasional.
Sehingga dengan begitu orang yang sudah benar-benar
49


menemukan bahwa keberadaan Tuhan itu memang benar adalah
orang yang paling tahu makna kebahagiaan.
Adapun secara praktis, Hamka telah memperlihatkan pada kita
prinsip moral. Ini sangat dekat dengan pemikiran filsafat etika.
Yaitu bahwa tujuan hidup ini adalah meraih kebahagiaan yang
sempurna (virtue ethic), dan kebahagiaan yang sempurna itu
dicapai dengan jalan kebaikan. Sedangkan kebahagiaan sempurna
itu sendiri adalah mencapai kedekatan pada Tuhan, mendapatkan
ridhaNya.
II.F.ii.c. Ajaran Islam sebagai Pedoman Hidup yang Utama

Walaupun Hamka secara universal mengatakan bahwa keimanan
pada Tuhan itu penting. Dalam tasawuf Modern dia melanjutkan
dengan memberikan penekanan yang khusus, bukan sekedar
beriman dan beragama, tapi mengimani agama Islam. Baginya
Islam adalah adalah agama yang paling sesuai dengan konteks
masyarakat sepanjang masa. Tuhan sengaja mengirim Muhammad
sebagai nabi terakhir, sebagai pamungkas, karena manusia sudah
cukup berpedoman pada ajarannya agar bisa meraih kebahagiaan.
Dalam konteks masa Hamka, dia merasa perlu memperjuangkan
terbentuknya negara Islam Indonesia karena ketika itu Indonesia
masih sedang mencari bentuknya yang tepat. Sedangkan dalam
konteks sekarang, kita perlu bersikap toleransi namun tetap
meyakini bahwa Islam lah yang terbaik dan paling benar.
50


II.F.ii.d. Indikasi Pluralisme dalam Pemikiran Hamka

Bagian terakhir ini merupakan bagian yang amat sensitif. Dalam
konteks saat ini, tidaklah tepat bila kita mengikuti jejak Hamka
memperjuangkan kembali reformasi Indonesia menjadi negara
Islam. Yang diinginkan oleh Hamka bukanlah hal ini.
Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa ada beberapa bentuk
pemikiran Islam. Hamka termasuk dari pemikir fondasionalis,
bukan tradisionalis. Bila Hamka seorang tradisionalis, maka dia
tidak akan memberikan pendahuluan bahwa keimanan adalah hal
yang vital untuk meraih kebahagiaan. Tapi dia akan menulis
langsung bahwa Islam lah yang akan membawa kita pada
kebahagiaan.
Hamka cenderung berpikir ala fondasionalisme. Hamka
menjadikan keimanan sebagai fondasi kebahagiaan dan segala
aspek lainnya dalam kehidupan. Adapun dalam pengembangan
dan aplikasinya, Hamka tidak memberikan pemikiran yang ketat.
Malah, Hamka mendorong kita untuk mengejar ketinggalan kita
dalam dunia pemikiran, ilmu pengetahuan, dan bermasyarakat.
Tampak bahwa pemikiran Hamka adalah pemikiran yang masih
memperhatikan toleransi beragama. Namun, kita seringkali
ketakutan untuk mengatakan bahwa Hamka seorang pluralis. Ya,
ini karena kita menggunakan pemikiran Hamka pada konteks
zaman Hamka. Pada zaman Hamka pemikiran pluralisme masih
tabu dan belum berkembang.
51


Saat ini, pluralisme telah memiliki banyak pandangan dan
gagasan. Awalnya, John Hick menyuarakan pluralisme sebagai
pemikiran tersendiri bahwa semua keyakinan itu sama. Tapi
pandangan ini memunculkan kritik karena mereduksi pandangan
setiap agama menjadi sama rata. Tidaklah tepat menayamarakatan
nilai agama, ini seperti menyamakan nilai ujian mahasiswa di
kelas.
Pluralisme Hamka dapat didekati dengan pluralisme yang bersifat
gradatif, diantaranya disuarakan oleh Muhammad Legenhausen.
Kita dapat menemukan kemiripan karakter pluralisme agama
antara Hamka dan Legenhausen dengan memperhatikan
pandangan keduanya tentang (1) peran agama, (2) prinsip
keselamatan dan kebahagiaan, (3) moralitas dalam beragama, dan
juga (4) epistemologi justifikasi agama.
Secara universal, Legenhausen tidak menolak bahwa agama
berperan sebagai bentuk ekspresi kita dalam mengimani
keberadaan Tuhan. Legenhausen--untuk sementara--mengiyakan
John Lock bahwa keyakinan atas keberadaan Tuhan adalah bentuk
pengetahuan fenomena terhadap nomena. Bagaimanapun, setiap
agama memberikan arahan bagaimana kita mempersepsi Tuhan
Yang Maha Esa dan mengekpresikannya. Tuhan juga telah
mengutus orang-orang pilihan untuk memberikan arahan. Adapun
Muhammad adalah utusanNya yang terakhir dengan membawa
agama Islam.
52


Namun, Legenhausen menolak penyamarataan agama.
Legenhausen memilih agama Islam sebagai agama yang kaffah
memberikan arahan pada kita untuk mengekspresikan keimaman.
Tuhan memang sengaja mengirim Muhammad sebagai utusannya
yang terakhir karena itu sudah yang terbaik.
Prinsip keselamatan dan kebahagiaan dalam pemikiran
Legenhausen dan Buya Hamka dapat disetarakan. Keselamatan
dan kebahagiaan merupakan oritentasi kita dalam beragama.
Setiap agama memang sebetulnya menawarkan pandangannya
masing-masing tentang hal ini, berikut juga cara untuk meraihnya.
Namun, ajaran Islam merupakan ajaran yang tertinggi dan utama.
Selain itu, Legenhausen mengungkapkan bahwa ada gagasan lain
yang mengatakan agama mengalami keragaman dari sisi
moralnya. Dia menolak hal ini, karena bagaimana mungkin moral
itu terbagi beragam tanpa ada sisi universalnya. Baginya, moral
merupakan dorongan kemanusiaan yang bersifat universal. Dalam
pendekatan pemikiran Hamka, dorongan ini disebut sebagai
prinsip utama atau bisa disebut juga sebagai fitrah. Namun,
sepakat dengan Hamka, menurut Legenhausen universalitas moral
ini juga memang memiliki sisi kebaragaman, yaitu keberagaman
yang bergradasi.
Terakhir, kita dapat melihat kedekatan pemikiran Legenhausen
dan Hamka yang memberikan peran pada akal rasional.
Legenhausen memiliki gagasan tetang akal sebagai alat untuk
menjustifikasi ajaran agama. Bagaimanapun, agama tetap perlu
53


dijustifikasi sehingga terbukti kebenaran ajarannya. Caranya
adalah menggunakan gagasan argumentatif rasional. Sedangkan
Hamka berpandangan bahwa sebagai umat beragama kita juga
tetap perlu menggunakan akal dalam kehidupan. Karena akal
adalah bekal kita untuk menjadi manusia yang beragama secara
bertanggung jawab.
Maka menurut hemat penulis, Hamka tidak bermaksud untuk
bersikap ortodoks atas penekanannya dan pengkhususannya
terhadap agama Islam. Hamka juga tidak bersikap terlalu longgar
terhadap keyakinan beragama--Islam. Hamka adalah seorang
pluralis, dalam artian dia menanamkan nilai pluralisme bahwa
setiap agama memiliki nilai kebahagiaan dan penghayatan
kehidupannya masing-masing, dengan tetap meyakini bahwa
agama Islam adalah agama yang paling sempurna.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Manusia mana yang menolak bahwa dirinya tidak mencari
kebahagiaan? Kebahagiaan pasti dicari setiap orang. Hanya saja,
rupanya yang beraneka macam. Jadi, kebahagiaan itu adalah
dorongan yang fitriah di dalam diri manusia. Bahkan ternyata arti
dari kehidupan ini adalah melakukan upaya untuk mendapatkan
kebahagiaan. Disepanjang kehidupan ini kita berupaya, dan
54


diujungnya kita dapatkan kebahagiaan yang kita cari. Namun
rupanya, keberagaman nilai kebahagiaan itu perlu untuk
diluruskan. Kita perlu mencari tahu manakah nilai kebahagiaan
yang paling sejati.
Sebetulnya, yang pertama dan mendasar dalam pemikiran dalam
buku ini adalah pandangan dunia Ilahi. Ini dulu yang urgen untuk
dihayati oleh masyarakat dunia secara umum, dan masyarakat
Nusantara secara khusus. Salah satu dilematika masyarakat
modern adalah persoalan keberadaan Tuhan. Terlepas dalam
konteks agama ataupun tidak, nilai ketuhanan merupakan
pandangan dunia yang tidak bisa ditawar. Karena hal ini amat
mendasar bagi kehidupan manusia, bahkan manusia sebagai
makhluk yang bernalar.
Memang, ini terkesan seperti memberikan dogma, sebetulnya
yang lebih tepat adalah itikad dalam istilah yang digunakan
Hamka. Kalau kita mau berpikir terbuka maka akan menjadi
keyakinan yang memiliki argumentasi logis. Justru, bila
pandangan dunia ini tidak dipertahankan, maka akan
melumpuhkan segala langkah, termasuk dalam dunia
perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan bermasyarakat.
Seperti kata Einstein, ilmu pengetahuan tanpa agama (pandangan
dunia ketuhanan dalam konteks ini) itu lumpuh.
Adapun tasawuf adalah bidang yang erat kaitannya dengan
penghayatan ketuhanan. Dalam Tasawuf Modern ini, Hamka
memberitahukan bahwa Pemikiran tasawuf tidak boleh mati,
55


selama manusia masih mencari kebahagiaan. Kebahagiaan yang
sejati tidak mungkin didapatkan di dunia ini. Alam materi ini
terlalu terbatas untuk bisa dikatakan sebagai tempat meraih
kebahagiaan sejati.
Begitu juga yang menikmati kebahagiaan, bukan badan kita yang
sebetulnya membutuhkan kebahagiaan sejati. Tubuh kita terlalu
terbatas untuk bisa merasakan kebahagiaan yang sejati. Toh,
nantinya tubuh kita juga akan mengalami kematian. Maka, musti
ada keberadaan selain dunia ini yang menjadikan tempat manusia
menikmati kebahagiaan sejati, dan diri kita yang sejati bukanlah
badan kita. Jawabannya adalah alam akhirat dan jiwa kita. jiwa
kita yang mengarahkan kita untuk mendapatkan kebahagiaan
sejati.
Dunia adalah tempatnya kita berjuang menanam bibit
kebahagiaan, dan hasilnya akan dirasakan di akhirat. Jiwa kita
dijaga akan tetap bersih supaya bisa menerima kebaikan di akhirat
sebagai kebahagiaan yang sejati. Ya, di sanalah kita akan
merasakan kebahagiaan sejati. Adapun sumber kebahagiaan itu
adalah Tuhan. Dialah sumber kebahagiaan dan kebaikan yang
selama ini menjadi kecenderungan diri kita.
Tasawuf substansinya seperti itu; upaya membersihkan jiwa kita
yang mendukung kita untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.
Tasawuf bukanlah amalan-amalan keagamaan yang tidak bisa
berubah. Sehingga tampaklah bahwa tasawuf juga penting bagi
masyarakat modern. Justru, tanpa tasawuf masyarakat akan
56


kebingungan mendapatkan arahan untuk membersihkan dirinya.
Tasawuf yang membantu manusia dapat menghayati nilai
ketuhanan. Tasawuf lah yang membuat manusia dapat meraih
kebahagiaan sejatinya.
Prinsip utama menjalani kehidupan sesuai dengan arahan tasawuf
adalah prinsip keseimbangan. Yaitu seimbang dalam mengelola
dunia untuk bisa mengelola kehidupan di akhirat, menjaga
kesehatan badan agar kesehatan jiwa kita juga terjaga, membuat
akal kita tetap aktif seraya mengamalkannya dengan budi kita
(nilai kebaikan moral), dan tetap menaruh perhatian pada
perkembangan pengetahuan yang dipengaruhi zaman sambil
memperhatikan kondisi keimanan kita. kesemuanya terangkum
dalam 4 perkara; keteguhan, hikmah, keberanian, dan keadilan.
Kebanyakan orang berpikir bahwa nilai kandungan dalam tasawuf
adalah nilai yang dimiliki oleh agama Islam saja, padahal tidak.
Karena secara fitriah, manusia memiliki dorongan ketuhanan,
kebahagiaan, dan kebaikan. Selama mereka mendasarkan
kehidupannya pada nilai Ilahiah demi meraih kebahagiaan melalui
jalan kebaikan, maka dia berada dalam kebenaran. Hanya saja,
perpektif mereka berbeda. kita tidak layak menyalakan cara
mereka. Inilah yang disebut toleransi, atau pluralisme.
Cuman, ada satu hal yang ditekankan oleh Hamka; keimanan
agama Islam merupakan jalan terbaik. Tuhan sengaja
mengirimkan Muhammad sebagai utusanNya yang terakhir bagi
umat sepanjang zaman. Dari dialah kita diberi pedoman hidup
57


demi meraih kebahagiaan sejati. Jadi, diantara semua jalan
kebaikan yang ditawarkan agama, Islam lah yang terbaik. Ini lah
yang disebut dengan pluralisme bergradasi.

Demikian penelitian ini penulis sampaikan. Semoga bermanfaat
sebagai refleksi bagi seluruh masyarakat Nusantara secara umum.
Penulis juga berharap ini berguna bagi para peneliti yaitu dapat
menjadi bahan penelitian lebih lanjut bagi kalangan akademisi,
karena sampai saat ini, pemikiran Hamka masih sangat signifikan
dalam perkembangan pemikiran Islam Nusantara.
Dengan keterbatasan referensi, penelitian ini dipandang masih
jauh dari maksimal. Seandainya ditindaklanjuti dengan sumber-
sumber data yang lebih valid, kontemporar, dan banyak maka
akan makin menyempurnakan kajian ini dalam rangka
merekontekstualisasi pemikiran Hamka.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. Tasawuf Modern. Jaya Murni: Jakarta. 1939
International Journal of Hekmat Volum 1; Religious Pluralism.
Islamic Reasearch Institute for Culture and Thought: Tehran.
2009.
Nasr, Sayyed Hossein. Man and Nature; The Spiritual Crisis in
Modern Man. Mandala Unwin Paperbacks: London. 1990
Muttaqien. Perjalanan Terakhir Buya Hamka. Penerbit Panji
Masyarakat: Jakarta. 1981
58


Sibawaihi. Hermeneutika al-Quran Fazlur Rahma. Jalasutra:
Yogyakarta. 2007
Suhelmi, MA, Ahmad. Polemik Negara Islam: Soekarno vs
Natsir. Teraju: Jakarta. 2002
Ulum, Masut. Urgensi Tasawuf dalam Kehidupan Modern,
Telaah atas Pemikiran Tasawuf Hamka. Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga: Yogyajarta. 2007

Media Online
www.lib.uin-malang.ac.id
www.unissula.ac.id

Lampiran
Daftar Isi Tasawuf Modern

Pengantar tentang Tasawuf
Bab I: Pendapat-pendapat tentang Bahagia
Pendapat Budiman tentang Bahagia
Pendapat Aristoteles
Pendapat Ahli-ahli Fikir Zaman Sekarang
Pendapat Nabi Muhammad SAW
Iradah
Dari apakah Anasir Kebahagiaan tersusun?
- Alasan Pendapat Golongan Pertama
- Alasan Golongan Kedua
Tolstoy tentang Pembagian Bahagia
Pembahagian Bahagia Ghazali
Bab II: Bahagia dan Agama
Itikad
59


Yakin
Perbedaan Itikad dengan Yakin
Iman
Iman Mutlak
Iman dan Cobaan
Arti Agama
Pertolongan Tuhan
Apa Perlunya Iman kepada Allah bagi suatu Bangsa
Bahaya Mengingkari Tuhan
Perlombaan dalam beragama
Keterangan Tiga MAcam Itikad
Tiga Sifat yang Timbul karena Beragama
Agama dan Pengetahuan
Membuka Pintu Pemahaman Agama
Islam dan Kemajuan
III: Bahagia dan Keutamannya
Memerangi Hawa Nafsu
Nafsu dan Akal
Ikhlas
Ikhlas dan Nasehat
IV: Kesehatan Jiwa dan Badan
Memeliharan Kesehatan Jiwa
Obat Jiwa
Akibat-akibat yang Timbul karena Tahawwur dan Sombong
Penyakit Takut
Takut Mati
Peringatan Kematian
Obat bagi yang Berduka
Kepedihan yang Ditanggung Batin
V: Harta Benda dan Bahagia
Kekuasaan Harta
Harta yang Baik dan Buruk
Kewajiban terhadap Harta
Sumber Harta
Seperlunya dalam Menggunakan Harta
VI: Qanaah
VII: Tawakkal
VIII: Bahagia yang dirasakan Rasulallah
60


IX: Hubungan antara Ridha dengan Keindahan Alam
X: Tangga Kebahagiaan
Pendapat Filosof Amin Raihaniy
Bahagiakanlah Hatimu
XI: Celaka
Sebab-sebab Orang Celaka
Munajat

Вам также может понравиться