Вы находитесь на странице: 1из 8

Gangguan-Gangguan Psikiatrik

1. Gangguan Panik (Panic Disorder)


Gangguan panik mencangkup munculnya serangan panik yang berulang dan tidak terduga.
Serangan-serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai dengan simtom-
simtom fisik seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, nafas tersenggal atau kesulitan
bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing (Glass, 2000). Serangan-
serangan ini disertai dengan perasaan teror yang luar biasa dan perasaan akan adanya
bahaya yang akan segera menyerang atau malapetaka yang akan segera menimpa serta juga
disertai dengan suatu dorongan untuk melarikan diri dari situasi ini. Orang yang mengalami
serangan panikcenderung sangat menyadari adanya perubahan pada degub jantung mereka
(Ricard, Edgar, & Gibbon, 1996).
Serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncak intensitas dalam 10-15
menit. Serangan biasanya berlangsung selama beberapa menit, tetapi dapat berlanjut
sampai berjam-jam, dan diasosiasikan dengan dorongan yang kuat untuk melarikan diri dari
situasi dimana serangan itu terjadi. Beberapa orang dengan serangan panik, takut untuk
pergi keluar sendiri. Serangan panik yang berulang kemungkinan menjadi sulit untuk
dihadapi sehingga penderitanya mempunyai keinginan untuk bunuh diri.

Suatu diagnosis gangguan panik didasarkan pada kriteria berikut :
1. Mengalami serangan panik secara berulang dan tak terduga (sedikitnya dua kali)
2. Sedikitnya satu dari serangan tersebut diikuti oleh paling tudak satu bulan rasa takut
yang persisten akan adanya serangan berikutnya, atau rasa cemas akan implikasi atau
konsekuensi dari serangan (misalnya takut kehilangan akal atau menjadi gila atau menderita
serangna jantung), atau perubahan tingkah laku yang signifikan (misalnya, menolak
meninggalkan rumah atau keluar ke masyarakat karena takut mendapat serangan lagi)

Pengobatan untuk Panic Disorder
Beberapa obat yang paling efektif untuk pengobatan gangguan panik diklasifikasikan
sebagai obat antidepresan. Ini termasuk antidepresan trisiklik dan serotonin reuptake
inhibitor. Selain itu, benzodiazepin, yang obat anti ansietas, membantu beberapa orang.
Obat antidepresan dan benzodiazepin menumpas gejala gangguan panik langsung, tetapi
kebanyakan orang kambuh jika mereka menghentikan obat. Tingkat kambuh dapat sangat
berkurang, jika terapi perilaku kognitif dikombinasikan dengan benzodiazepin atau
antidepresan.

2. Gangguan Fobia
Pengertian fobia menurut para psikopatolog adalah sebagai penolakan yang menggangu,
diperantarai rasa takut yang tidak proposional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau
situasi tertentu da diakui oleh penderita sebagai sesuatu yang tidak mendasar. Dengan kata lain,
fobia adalah ketakutan terhadap suatu situasi atau obyek yang jelas (dari luar individu itu
sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan.
Dalam buku Psikologi Abnormal oleh Gerald C Davison dkk, pada tahun 2006, DSM-IV-TR
memberikan beberapa bentuk gejala dari fobia adalah (1) Ketakutan yang berlebihan, tidak
beralasan, dan menetap yang dipicu oleh objek atau situasi; (2) Keterpaparan dengan pemicu
menyebabkan kecemasan intens; (3) Orang tersebut menyadari ketakutannya tidak realistis; (4)
Objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan kecemasan intens.

Fobia sendiri dibagi menjadi dua macam kategori yaitu fobia spesifik dan fobia sosial.
Fobia Spesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi
suatu objek atau situasi spesifik. Lebih ringkasnya fobia ini disebabkan oleh obyek atau situasi
spesifik. DSM-IV-TR membagi fobia berdasarkan sumber ketakutannya: darah, cedera, dan
penyuntikan, situasi (seperti pesawat terbang, lift, ruang tertutup), binatang, dan lingkungan
alami (seperti ketinggian, air)
Fobia Sosial
Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan dengan
keberadaan orang lain. individu yang mengalami fobia sosial biasanya menghindari situasi yang
membuat dia merasa dievaluasi, mengalami kecemasan, atau melakukan perilaku yang tidak
seharusnya.

Penanganan Penderita Fobia
Dalam penanganan penderita fobia, penderita tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri
sehingga haruslah dibantu oleh terapis yang kompeten dibidangnya. Banyak sekali terapi yang
dapat dilakukan.
Berikut adalah beberapa pendekatan terapi yang bisa dilakukan.
Pendekatan Psikoanalisa yaitu dengan dua cara (1) pengungkapan kecemasan yang direpresi; (2)
Penyelesaian konflik masa kanak-kanak.
Pendekatan Behavioral yaitu (1) Systematic desensitization, yaitu individu yang menderita fobia
membayangkan serangkaian situasi yang semakin menakutkan sementara ia berada dalam kondisi
rileks; (2) Flooding, yaitu teknik terapeutik dimana klien dipaparkan dengan sumber fobia dalam
intensitas penuh; (3) Modelling, yaitu teknik lain yang menggunakan pemaparan terhadap
berbagai situasi yang ditakuti.
Pendekatan Kognitif yaitu Eliminasi irational belief, dengan cara menghapuskan pemikiran yang
irasional.
Pendekatan Biologis yaitu dengan menggunakan obat-obatan seperti sedative, transquilizer, dan
anxyolitic.

3. Gangguan obsesif-kompulsif
Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah
gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang
tampaknya konyol, aneh atau menakutkan. Kompulsi adalah desakan atau paksaan untuk
melakukan sesuatu yang akan meringankan rasa tidak nyaman akibat obsesi.
Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi
dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang
sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat
mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-
kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh
repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-ulang
(kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.
Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran menganggu
tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan dorongan
melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.

Penyebab Obsesif Kompulsif adalah:
Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai
sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder).
Organik Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu
otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh
meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD.
Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat
gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan
mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit
bekerja sama dan tidak mudah mengalah.
Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara
seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.
Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya.
Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan
Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang
berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan
diri.

CIRI-CIRI OBSESIF KOMPULSIF
Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan
tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau
didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya
itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.
Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan
dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil.
Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau
kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi
stres yang dirasakannya.
Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus
dalam beberapa kali setiap harinya.
Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita dan
menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan mengganggu
fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain.
Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang seperti
mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan maksud tertentu.

TREATMENT/PENANGANAN
Psikoterapi.
Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan dalam pemberian
treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada
perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila
terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci
tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan-
kebiasaannya itu.
Farmakologi
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs) yang dapat mengubah level serotonin dalam otak, jenis obat SSRIs ini adalah
Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro),
paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa)

4. Gangguan stress akut dan pasca trauma
Gangguan Stres Akut
Individu mengalami situasi traumatik, tetapi respons bersifat lebih disosiatif. individu merasa
bahwa peristiwa tersebut tidak nyata, berpikir bahwa ia tidak nyata, dan melupakan beberapa
aspek peristiwa tersebut melalui amnesia, keterpisahan emosional, dan ketidaksadaran yang
membingungkan terhadap lingkungan (DSM-IV-TR, 2000)

Gangguan Stres Pasca Trauma
gangguan ini dapat terjadi pada individu yang menyaksikan sebuah peristiwa yang berpotensi
menyakitkan dan sangat menakutkan. setelah peristiwa traumatik, individu mengalami kembali
semua / beberapa peristiwa tersebut melalui mimpi / mengingat kembali serta memperlihatkan
respons defensif terhadap kilas balik ini. perilaku baru yang terkait dengan peristiwa traumatik
muncul, misalnya sulit tidur, waspada berlebihan, sulit berpikir, respons sangat terkejut, dan
agitasi (DSM-IV-TR, 2000)

5. Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi
gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional
bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini
dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang
dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan
penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan
(Sadock,1997).

Gejala dan tanda
Gambaran umum penyakit ini adalah kekhawatiran yang tidak sebanding dengan stressor
yang sesungguhnya dalam kehidupan. Gangguan cemas sendiri dibagi menjadi 2 yaitu gangguan
anxietas kontinyu dengan episodik. Gangguan cemas menyeluruh adalah bentuk dari kecemasan
kontinyu.
Gejala yang terjadi harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan,adapun keluhan
lain meliputi kecemasan misalnya khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi. Selain itu terdapat pula ketegangan motorik, misalnya gelisah, sakit kepala,
gemetaran, tidak dapat santai. Overaktivitas otonomik juga ditemukan misalnya adanya kepala
terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing,
mulut kering.

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnosis untuk gangguan cemas menyeluruh (F41.1) adalah:
o penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)
o gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi,
dsb)
ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
o pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta
keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
o adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik,
atau gangguan obsesif-kompulsif.

Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh
1. Psikoterapi
a. Psikodinamik (Insight), ditujukan untuk mengungkap konflik masa lalu yang mendasari dan
merupakan sumber kecemasan yang sebenarnya
b. CBT (Cognitive-Behavioral Therapy), dengan cognitive restructuring, yaitu
mengidentifikasi pikiran-pikiran yang berhubungan dengan kecemasan lalu menggantinya dengan
respon coping yang lebih positif
c. Relaxation Training, latihan untuk menurunkan bangkitan fisiologik yang berlebihan
d. Suportif
2. Somatoterapi
a. Ansiolitik Benzodiazepin,
Ansiolitik yang paling sering digunakan
Tidak mengurangi kekhawatiran, namun mengatasi kecemasan dengan menurunkan
kewaspadaan dan dengan menghilagkan gejala somatik seperti ketegangan otot
Semua benzodiazepin memiliki efikasi yang sama, menyebabkan sedasi, gangguan
kosentrasi, dan amnesia anterograde. Spektrum klinis benzodiazepin meliputi:
o Ansiolitik
o Antikonvulsan
o Antiinsomnia
o Premedikasi bedah
Beberapa contoh benzodiazepin:
a) Diazepam dan Chlordiazepoxide, merupakan benzodiazepin broadspectrum
b) Nitrazepam dan Flurazepam, lebih efektif sebagai antiinsomnia karena dosis antiinsomnia
berdekatan dengan dosis anticemas
c) Midazolam, onset cepat dan kerja singkat, cocok untuk premedikasi bedah
d) Bromazepam, Lorazepam, dan Clobazam, lebih efektif sebagai anticemas karena dosis
antiinsomnia dan anticemas yang berjauhan
e) Clobazam, efek samping terhadap performa psikomotor paling kecil, cocok untuk pasien
dewasa atau pasien lansia yang ingin aktif
f) Lorazepam, benzodiazepin dengan waktu paruh pendek dan tidak ada akumulasi obat yang
signifikan pada dosis terapi, cocok untuk pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal
g) Alprazolam, efektif untuk ansietas antisipatorik, memiliki onset cepat dan komponen anti
depresi
b. Ansiolitik Non Benzodiazepin
a) Sulpiride, efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrom ansietas dan resiko
ketergantungan paling kecil
b) Buspirone, obat yang sering digunakan untuk pasien dengan kecemasan kronik, pasien yang
relaps setelah terapi dengan benzodiazepin, dan pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat.
Tidak seperti benzodiazepin, buspirone lebih mengurangi kecemasan daripada gejala somatik
pada Gangguan cemas menyelurh (Generalized Anxiety Disorder, GAD). Buspirone sama
efektifnya dengan benzodiazepin untuk terapi pasien dengan GAD. Buspiron juga tidak
menyebabkan ketergantungan dan toleransi. Namun perlu diinformasikan pada pasien bahwa,
tidak seperti benzodiazepin yang dapat langsung menghilangkan gejala kecemasan, onset
Buspirone perlu 2-3 minggu.
c. Antidepresan Trisiklik, Imipramine, efektif dalam mengendalikan kecemasan pada GAD,
namun belum diteliti efektivitasnya jika dibandingkan dengan Benzodiazepin atau Buspirone.
Dapat juga digunakan alternatif Desmipramine atau Nortriptiline dengan efek samping
antikolinergik dan antiadrenergik yang lebih ringan.
d. Antidepresan Atipikal, Trazodone, untuk pasien yang tidak merespon pada agen yang lain,
penggunaan dibatasi karena efek samping sedasi dan priapismus yang tinggi. Nefazodone dapat
digunakan sebagai alternatif karena efek sampingnya lebih dapat ditoleransi
e. Antidepresan Atipikal, Venlafaxine, memiliki efek anticemas dan antidepresi untuk pasien
dengan GAM disertai Depresi Mayor
6. Gangguan Somatoform
Gangguan somatoform adalah sekelompok gangguan mental yang ditempatkan dalam kategori
umum berdasarkan gejala eksternal mereka. Gangguan ini ditandai dengan keluhan fisik yang
tampaknya medis tetapi yang tidak dapat dijelaskan dengan penyakit fisik, hasil penyalahgunaan
zat, atau gangguan mental lainnya. Dalam rangka untuk memenuhi kriteria untuk gangguan
somatoform, gejala fisik harus cukup serius untuk mengganggu pekerjaan pasien atau hubungan,
dan harus gejala yang tidak di bawah kontrol sukarela pasien.

Macam-macam gangguan somatoform
1. Gangguan nyeri (pain disorder) : Pada gangguan ini individu akan mengalami nyeri pada satu
tempat atau lebih yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis. Rasa sakit ini diduga
muncul akibat faktor konflik psikologis. Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan
pelatihan relaksasi, mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stres, mendorong untuk
mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri.

2. Gangguan dismorfik tubuh (Body dismorphic disorder) : Merupakan keluhan yang
berlebihan/dibesar-besarkan tentang kekurangan tubuh. Penyebab dari gangguan ini belum
diketahui secara pasti, namun diperkirakan faktor budaya atau sosial mempengaruhi. Misalnya
adanya konsep bahwa perempuan cantik adalah yang memiliki hidung yang mancung, seorang
individu yang mengalami gangguan dismorfik tubuh bisa jadi akan menghabiskan waktu berjam-
jam di depan cermin untuk mengamati kekurangan hidungnya atau bisa jadi ia akan mengeluarkan
biaya berapapun untuk memperbaiki hidungnya dengan cara operasi plastik.

3. Hipokondriasis : Yakni ketakutan akan penyakit serius. Kecemasan yang dialami oleh seorang
penderita hipokondria bukan hanya sekedar meyakininya saja melainkan juga disertai dengan
tindakan, penderita hipokondria akan selalu menanggapi keluhan-keluhn fisik dengan sangat
serius dan menyimpulkan bahwa dia menderita penyakit tertentu. Penyebab hipokondria
umumnya adalah trauma, kecemasan, beban emosional dan konflik psikologis. Penanganan yang
bisa dilakukan untuk para penderita hipokondriasis adalah dengan terapi kognitif behavioral
karena terapi ini dapat mengubah pemikiran yang pesimis.

4. Gangguan konversi : Menurut DSM IV, gangguan konversi adalah gangguan dengan
karakteristik munculnya satu atau beberapa simtom neurologis (misal: buta, lumpuh, dll) yang
tidak dapat dijelaskan secara medis dan diduga faktor psikologis memiliki peranan penting
dengan awal dan keparahan gangguan. Gangguan konversi (conversion disorders) dicirikan oleh
suatu perubahan besar dalam fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan
sebagai simtom atau kemunduran fisik. Simtom-simtom ini tidaklah dibuat secara sengaja.
Simtom fisik itu biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang
tentara dapat menjadi lumpuh saat pertempuran yang hebat

5. Gangguan somatisasi : Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai
keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat (tidak memenuhi
syarat) dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Gangguan ini bersifat
kronis (muncul selama beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun) dan berhubungan
dengan stres psikologis yang signifikan, berdampak dalam kehidupan sosial dan pekerjaan serta
upaya mencari pertolongan medis yang berlebihan. Gangguan somatisasi sering disertai oleh
gangguan mental yang lain, seperti gangguan kepribadian, cemas, fobia, dll.
Penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran pasien tentang
kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit. Dalam lingkungan
psikoterapeutik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang
mendasari dan untuk mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaan
mereka. Jika gangguan somatisasi disertai dengan gangguan yang lain maka terapi
psikofarmakologis penting untuk diterapkan dengan disertai pengawasan, sebab penderita ini
cenderung mengkonsumsi obat secara berlebihan

7. Gangguan tidur (sleep disorder)
gangguan tidur dikarakterisasi oleh pola tidur abnormal yang menganggu fungsi fisik, mental
serta emosional. stress atau kecemasan dapat menyebabkan terjaga sepanjang malam yang
serius, menyebabkan gangguan tidur lebih parah dari sebelumnya, atau menyebabkan gangguan
tidur itu sendiri.
gangguan tidur yang paling umum adalah insomnia, yaitu kesulitan tidur, kesulitan tetap tertidur,
terbangun terlalu pagi, maupun rasa lelah saat bangun. beberapa gangguan tidur lainya adalah
sleep apnea (mengorok akibat obstruksi jalan napas), berjalan dalam tidur, dan narcolepsy
(tertidur spontan).

Pustaka :
- http://www.adaa.org/understanding-anxiety/related-illnesses/sleep-disorders
- Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety Disorder in : Kaplan &
Sadocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7
- Sheila L. Videbeck. Buku ajar keperawatan jiwa, 2001
- Psikologi Abnormal oleh Gerald C Davison dkk, pada tahun 2006, DSM-IV-TR
- Hoeksema, Susan nolen. Abnormal psycology fourth edition. 2007. McGraw-Hill
International editions.
- Wells, Andrian. Cognitive therapy of anxiety disoder.1997. John wiley & Sons Ltd

Вам также может понравиться