Gangguan panik mencangkup munculnya serangan panik yang berulang dan tidak terduga. Serangan-serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai dengan simtom- simtom fisik seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, nafas tersenggal atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing (Glass, 2000). Serangan- serangan ini disertai dengan perasaan teror yang luar biasa dan perasaan akan adanya bahaya yang akan segera menyerang atau malapetaka yang akan segera menimpa serta juga disertai dengan suatu dorongan untuk melarikan diri dari situasi ini. Orang yang mengalami serangan panikcenderung sangat menyadari adanya perubahan pada degub jantung mereka (Ricard, Edgar, & Gibbon, 1996). Serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncak intensitas dalam 10-15 menit. Serangan biasanya berlangsung selama beberapa menit, tetapi dapat berlanjut sampai berjam-jam, dan diasosiasikan dengan dorongan yang kuat untuk melarikan diri dari situasi dimana serangan itu terjadi. Beberapa orang dengan serangan panik, takut untuk pergi keluar sendiri. Serangan panik yang berulang kemungkinan menjadi sulit untuk dihadapi sehingga penderitanya mempunyai keinginan untuk bunuh diri.
Suatu diagnosis gangguan panik didasarkan pada kriteria berikut : 1. Mengalami serangan panik secara berulang dan tak terduga (sedikitnya dua kali) 2. Sedikitnya satu dari serangan tersebut diikuti oleh paling tudak satu bulan rasa takut yang persisten akan adanya serangan berikutnya, atau rasa cemas akan implikasi atau konsekuensi dari serangan (misalnya takut kehilangan akal atau menjadi gila atau menderita serangna jantung), atau perubahan tingkah laku yang signifikan (misalnya, menolak meninggalkan rumah atau keluar ke masyarakat karena takut mendapat serangan lagi)
Pengobatan untuk Panic Disorder Beberapa obat yang paling efektif untuk pengobatan gangguan panik diklasifikasikan sebagai obat antidepresan. Ini termasuk antidepresan trisiklik dan serotonin reuptake inhibitor. Selain itu, benzodiazepin, yang obat anti ansietas, membantu beberapa orang. Obat antidepresan dan benzodiazepin menumpas gejala gangguan panik langsung, tetapi kebanyakan orang kambuh jika mereka menghentikan obat. Tingkat kambuh dapat sangat berkurang, jika terapi perilaku kognitif dikombinasikan dengan benzodiazepin atau antidepresan.
2. Gangguan Fobia Pengertian fobia menurut para psikopatolog adalah sebagai penolakan yang menggangu, diperantarai rasa takut yang tidak proposional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu da diakui oleh penderita sebagai sesuatu yang tidak mendasar. Dengan kata lain, fobia adalah ketakutan terhadap suatu situasi atau obyek yang jelas (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan. Dalam buku Psikologi Abnormal oleh Gerald C Davison dkk, pada tahun 2006, DSM-IV-TR memberikan beberapa bentuk gejala dari fobia adalah (1) Ketakutan yang berlebihan, tidak beralasan, dan menetap yang dipicu oleh objek atau situasi; (2) Keterpaparan dengan pemicu menyebabkan kecemasan intens; (3) Orang tersebut menyadari ketakutannya tidak realistis; (4) Objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan kecemasan intens.
Fobia sendiri dibagi menjadi dua macam kategori yaitu fobia spesifik dan fobia sosial. Fobia Spesifik Fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Lebih ringkasnya fobia ini disebabkan oleh obyek atau situasi spesifik. DSM-IV-TR membagi fobia berdasarkan sumber ketakutannya: darah, cedera, dan penyuntikan, situasi (seperti pesawat terbang, lift, ruang tertutup), binatang, dan lingkungan alami (seperti ketinggian, air) Fobia Sosial Fobia sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan dengan keberadaan orang lain. individu yang mengalami fobia sosial biasanya menghindari situasi yang membuat dia merasa dievaluasi, mengalami kecemasan, atau melakukan perilaku yang tidak seharusnya.
Penanganan Penderita Fobia Dalam penanganan penderita fobia, penderita tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri sehingga haruslah dibantu oleh terapis yang kompeten dibidangnya. Banyak sekali terapi yang dapat dilakukan. Berikut adalah beberapa pendekatan terapi yang bisa dilakukan. Pendekatan Psikoanalisa yaitu dengan dua cara (1) pengungkapan kecemasan yang direpresi; (2) Penyelesaian konflik masa kanak-kanak. Pendekatan Behavioral yaitu (1) Systematic desensitization, yaitu individu yang menderita fobia membayangkan serangkaian situasi yang semakin menakutkan sementara ia berada dalam kondisi rileks; (2) Flooding, yaitu teknik terapeutik dimana klien dipaparkan dengan sumber fobia dalam intensitas penuh; (3) Modelling, yaitu teknik lain yang menggunakan pemaparan terhadap berbagai situasi yang ditakuti. Pendekatan Kognitif yaitu Eliminasi irational belief, dengan cara menghapuskan pemikiran yang irasional. Pendekatan Biologis yaitu dengan menggunakan obat-obatan seperti sedative, transquilizer, dan anxyolitic.
3. Gangguan obsesif-kompulsif Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan. Kompulsi adalah desakan atau paksaan untuk melakukan sesuatu yang akan meringankan rasa tidak nyaman akibat obsesi. Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif- kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya. Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran menganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan dorongan melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.
Penyebab Obsesif Kompulsif adalah: Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder). Organik Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD. Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah. Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri.
CIRI-CIRI OBSESIF KOMPULSIF Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan maksud tertentu.
TREATMENT/PENANGANAN Psikoterapi. Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan dalam pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan- kebiasaannya itu. Farmakologi Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang dapat mengubah level serotonin dalam otak, jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa)
4. Gangguan stress akut dan pasca trauma Gangguan Stres Akut Individu mengalami situasi traumatik, tetapi respons bersifat lebih disosiatif. individu merasa bahwa peristiwa tersebut tidak nyata, berpikir bahwa ia tidak nyata, dan melupakan beberapa aspek peristiwa tersebut melalui amnesia, keterpisahan emosional, dan ketidaksadaran yang membingungkan terhadap lingkungan (DSM-IV-TR, 2000)
Gangguan Stres Pasca Trauma gangguan ini dapat terjadi pada individu yang menyaksikan sebuah peristiwa yang berpotensi menyakitkan dan sangat menakutkan. setelah peristiwa traumatik, individu mengalami kembali semua / beberapa peristiwa tersebut melalui mimpi / mengingat kembali serta memperlihatkan respons defensif terhadap kilas balik ini. perilaku baru yang terkait dengan peristiwa traumatik muncul, misalnya sulit tidur, waspada berlebihan, sulit berpikir, respons sangat terkejut, dan agitasi (DSM-IV-TR, 2000)
5. Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan (Sadock,1997).
Gejala dan tanda Gambaran umum penyakit ini adalah kekhawatiran yang tidak sebanding dengan stressor yang sesungguhnya dalam kehidupan. Gangguan cemas sendiri dibagi menjadi 2 yaitu gangguan anxietas kontinyu dengan episodik. Gangguan cemas menyeluruh adalah bentuk dari kecemasan kontinyu. Gejala yang terjadi harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan,adapun keluhan lain meliputi kecemasan misalnya khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi. Selain itu terdapat pula ketegangan motorik, misalnya gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai. Overaktivitas otonomik juga ditemukan misalnya adanya kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing, mulut kering.
Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnosis untuk gangguan cemas menyeluruh (F41.1) adalah: o penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang) o gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur sebagai berikut: kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb) ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb) o pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol. o adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif-kompulsif.
Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh 1. Psikoterapi a. Psikodinamik (Insight), ditujukan untuk mengungkap konflik masa lalu yang mendasari dan merupakan sumber kecemasan yang sebenarnya b. CBT (Cognitive-Behavioral Therapy), dengan cognitive restructuring, yaitu mengidentifikasi pikiran-pikiran yang berhubungan dengan kecemasan lalu menggantinya dengan respon coping yang lebih positif c. Relaxation Training, latihan untuk menurunkan bangkitan fisiologik yang berlebihan d. Suportif 2. Somatoterapi a. Ansiolitik Benzodiazepin, Ansiolitik yang paling sering digunakan Tidak mengurangi kekhawatiran, namun mengatasi kecemasan dengan menurunkan kewaspadaan dan dengan menghilagkan gejala somatik seperti ketegangan otot Semua benzodiazepin memiliki efikasi yang sama, menyebabkan sedasi, gangguan kosentrasi, dan amnesia anterograde. Spektrum klinis benzodiazepin meliputi: o Ansiolitik o Antikonvulsan o Antiinsomnia o Premedikasi bedah Beberapa contoh benzodiazepin: a) Diazepam dan Chlordiazepoxide, merupakan benzodiazepin broadspectrum b) Nitrazepam dan Flurazepam, lebih efektif sebagai antiinsomnia karena dosis antiinsomnia berdekatan dengan dosis anticemas c) Midazolam, onset cepat dan kerja singkat, cocok untuk premedikasi bedah d) Bromazepam, Lorazepam, dan Clobazam, lebih efektif sebagai anticemas karena dosis antiinsomnia dan anticemas yang berjauhan e) Clobazam, efek samping terhadap performa psikomotor paling kecil, cocok untuk pasien dewasa atau pasien lansia yang ingin aktif f) Lorazepam, benzodiazepin dengan waktu paruh pendek dan tidak ada akumulasi obat yang signifikan pada dosis terapi, cocok untuk pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal g) Alprazolam, efektif untuk ansietas antisipatorik, memiliki onset cepat dan komponen anti depresi b. Ansiolitik Non Benzodiazepin a) Sulpiride, efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrom ansietas dan resiko ketergantungan paling kecil b) Buspirone, obat yang sering digunakan untuk pasien dengan kecemasan kronik, pasien yang relaps setelah terapi dengan benzodiazepin, dan pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat. Tidak seperti benzodiazepin, buspirone lebih mengurangi kecemasan daripada gejala somatik pada Gangguan cemas menyelurh (Generalized Anxiety Disorder, GAD). Buspirone sama efektifnya dengan benzodiazepin untuk terapi pasien dengan GAD. Buspiron juga tidak menyebabkan ketergantungan dan toleransi. Namun perlu diinformasikan pada pasien bahwa, tidak seperti benzodiazepin yang dapat langsung menghilangkan gejala kecemasan, onset Buspirone perlu 2-3 minggu. c. Antidepresan Trisiklik, Imipramine, efektif dalam mengendalikan kecemasan pada GAD, namun belum diteliti efektivitasnya jika dibandingkan dengan Benzodiazepin atau Buspirone. Dapat juga digunakan alternatif Desmipramine atau Nortriptiline dengan efek samping antikolinergik dan antiadrenergik yang lebih ringan. d. Antidepresan Atipikal, Trazodone, untuk pasien yang tidak merespon pada agen yang lain, penggunaan dibatasi karena efek samping sedasi dan priapismus yang tinggi. Nefazodone dapat digunakan sebagai alternatif karena efek sampingnya lebih dapat ditoleransi e. Antidepresan Atipikal, Venlafaxine, memiliki efek anticemas dan antidepresi untuk pasien dengan GAM disertai Depresi Mayor 6. Gangguan Somatoform Gangguan somatoform adalah sekelompok gangguan mental yang ditempatkan dalam kategori umum berdasarkan gejala eksternal mereka. Gangguan ini ditandai dengan keluhan fisik yang tampaknya medis tetapi yang tidak dapat dijelaskan dengan penyakit fisik, hasil penyalahgunaan zat, atau gangguan mental lainnya. Dalam rangka untuk memenuhi kriteria untuk gangguan somatoform, gejala fisik harus cukup serius untuk mengganggu pekerjaan pasien atau hubungan, dan harus gejala yang tidak di bawah kontrol sukarela pasien.
Macam-macam gangguan somatoform 1. Gangguan nyeri (pain disorder) : Pada gangguan ini individu akan mengalami nyeri pada satu tempat atau lebih yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis. Rasa sakit ini diduga muncul akibat faktor konflik psikologis. Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan pelatihan relaksasi, mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stres, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri.
2. Gangguan dismorfik tubuh (Body dismorphic disorder) : Merupakan keluhan yang berlebihan/dibesar-besarkan tentang kekurangan tubuh. Penyebab dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan faktor budaya atau sosial mempengaruhi. Misalnya adanya konsep bahwa perempuan cantik adalah yang memiliki hidung yang mancung, seorang individu yang mengalami gangguan dismorfik tubuh bisa jadi akan menghabiskan waktu berjam- jam di depan cermin untuk mengamati kekurangan hidungnya atau bisa jadi ia akan mengeluarkan biaya berapapun untuk memperbaiki hidungnya dengan cara operasi plastik.
3. Hipokondriasis : Yakni ketakutan akan penyakit serius. Kecemasan yang dialami oleh seorang penderita hipokondria bukan hanya sekedar meyakininya saja melainkan juga disertai dengan tindakan, penderita hipokondria akan selalu menanggapi keluhan-keluhn fisik dengan sangat serius dan menyimpulkan bahwa dia menderita penyakit tertentu. Penyebab hipokondria umumnya adalah trauma, kecemasan, beban emosional dan konflik psikologis. Penanganan yang bisa dilakukan untuk para penderita hipokondriasis adalah dengan terapi kognitif behavioral karena terapi ini dapat mengubah pemikiran yang pesimis.
4. Gangguan konversi : Menurut DSM IV, gangguan konversi adalah gangguan dengan karakteristik munculnya satu atau beberapa simtom neurologis (misal: buta, lumpuh, dll) yang tidak dapat dijelaskan secara medis dan diduga faktor psikologis memiliki peranan penting dengan awal dan keparahan gangguan. Gangguan konversi (conversion disorders) dicirikan oleh suatu perubahan besar dalam fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan sebagai simtom atau kemunduran fisik. Simtom-simtom ini tidaklah dibuat secara sengaja. Simtom fisik itu biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi lumpuh saat pertempuran yang hebat
5. Gangguan somatisasi : Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat (tidak memenuhi syarat) dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Gangguan ini bersifat kronis (muncul selama beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun) dan berhubungan dengan stres psikologis yang signifikan, berdampak dalam kehidupan sosial dan pekerjaan serta upaya mencari pertolongan medis yang berlebihan. Gangguan somatisasi sering disertai oleh gangguan mental yang lain, seperti gangguan kepribadian, cemas, fobia, dll. Penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit. Dalam lingkungan psikoterapeutik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka. Jika gangguan somatisasi disertai dengan gangguan yang lain maka terapi psikofarmakologis penting untuk diterapkan dengan disertai pengawasan, sebab penderita ini cenderung mengkonsumsi obat secara berlebihan
7. Gangguan tidur (sleep disorder) gangguan tidur dikarakterisasi oleh pola tidur abnormal yang menganggu fungsi fisik, mental serta emosional. stress atau kecemasan dapat menyebabkan terjaga sepanjang malam yang serius, menyebabkan gangguan tidur lebih parah dari sebelumnya, atau menyebabkan gangguan tidur itu sendiri. gangguan tidur yang paling umum adalah insomnia, yaitu kesulitan tidur, kesulitan tetap tertidur, terbangun terlalu pagi, maupun rasa lelah saat bangun. beberapa gangguan tidur lainya adalah sleep apnea (mengorok akibat obstruksi jalan napas), berjalan dalam tidur, dan narcolepsy (tertidur spontan).
Pustaka : - http://www.adaa.org/understanding-anxiety/related-illnesses/sleep-disorders - Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety Disorder in : Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7 - Sheila L. Videbeck. Buku ajar keperawatan jiwa, 2001 - Psikologi Abnormal oleh Gerald C Davison dkk, pada tahun 2006, DSM-IV-TR - Hoeksema, Susan nolen. Abnormal psycology fourth edition. 2007. McGraw-Hill International editions. - Wells, Andrian. Cognitive therapy of anxiety disoder.1997. John wiley & Sons Ltd