Вы находитесь на странице: 1из 22

Manajemen dan Teori Organisasi

18 Okt
File PDF
Tugas Mata Kuliah Manajemen dan Kebijakan Kesehatan
Manajemen

Pengertian Manajemen
Setiap orang pasti berkeinginan agar suatu kegiatan dapat mencapai tujuannya secara efektif. Agar hal
tersebut dapat tercapai, maka diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga kegiatan dan atau pelayanan
kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan tiap kegiatan atau program itu
tercapai dengan baik.
Proses pengaturan kegiatan ilmiah ini disebut manajemen, sedangkan proses untuk mengatur kegiatan-
kegiatan atau pelayanan kesehatan masyarakat disebut "manajemen pelayanan kesehatan masyarakat".
Banyak ahli yang telah membuat batasan tentang manajemen ini antara lain :
a. Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan orang lain.
(Robert D. Terry)
b. Manajemen adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi.
(Encyclopedia of social sciences)
c. Manajemen adalah membuat tujuan tercapai melalui kegiatan-kegiatan orang lain dan fungsi-fungsinya
dapat dipecah sekurang-kurangnya 2 tanggung jawab utama, yakni perencanaan dan pengawasan.
d. Management is the process under taken by one or more persons to coordinate the activities of other
persons to achieve results not attainable by any one person acting alone atau manajemen adalah suatu
proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain
guna mencapai hasil (tujuan) yang tidak dapat dicapai oleh hanya 1 orang saja. (Evancovich, 1989)
Dari batasan-batasan tersebut di atas dapat diambil suatu kesimpulan umum bahwa manajemen adalah
suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan pekerjaan.
Seorang manajer dalam mencapai tujuan adalah secara bersama-sama dengan orang lain atau bawahannya.
Apabila batasan ini diterapkan dalam bidang kesehatan masyarakat dapat dikatakan sebagai berikut
"Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan
non petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan."
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen memiliki beberapa ciri antara lain :
- Manajemen diarahkan untuk mencapai tujuan
- Manajemen sebagai proses; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan dan
pengawasan
- Tersedia sumber daya; manusia, material dan sumber lain
- Mendayagunakan atau menggerakkan sumber daya tersebut secara efisien dan efektif
- Terdapat orang yang menggerakkan sumber daya tersebut (manajer)
- Penerapan manajemen berdasarkan ilmu dan juga seni atau keahlian yang harus dimiliki oleh manajer

Tujuan Manajemen
Ada 3 alasan penting, mengapa suatu organisasi perlu menerapkan manajemen yaitu: untuk mencapai
tujuan organisasi, untuk menjaga keseimbangan tujuan-tujuan yang ada dalam organisasi, agar tercapai
tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Fungsi Manajemen
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa manajemen sebagai suatu proses dapat dilihat dari fungsi-fungsi
manajemen yang dilakukan oleh seorang manajer. Banyak ahli manajemen yang menyampaikan tentang
fungsi manajemen ini, namun pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, bahkan pendapat satu
dengan lainnya saling melengkapi. Para ahli manajemen, antara lain ; George Terry, L. Gullick, H. Fayol
dan Koonzt ODonnel mengemukakan tentang fungsi manajemen sebagai berikut :
Perbandingan Fungsi Manajemen
George Terry L. Gullick H. Fayol Koonzt ODonnel
Planning Planning Planning Planning
Organizing Organizing Organizing Organizing
Actuating Staffing, Directing,
Coordinating
Commanding,
Coordinating
Staffing,
Directing
Controlling Reporting Controlling Controlling
Budgeting
Dari keempat ahli manajemen tersebut, ternyata banyak kesamaan, dan secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi :
1. Fungsi perencanaan (Planning)
Suatu kegiatan atau proses penganalisisan, pemahaman sistem, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan demi masa depan yang lebih baik.
Sebagai contoh, terdapat beberapa jenis perencanaan spesifik yang dilaksanakan di RS, yaitu : (a)
perencanaan pengadaan obat dan logistik, yang disusun berdasarkan pola konsumsi dan pola epidemiologi,
(b) perencanaan tenaga professional kesehatan, dalam menentukan kebutuhan tenaga tersebut misalnya ;
tenaga perawat dan bidan, menggunakan beberapa pendekatan, antara lain ; ketergantungan pasen, beban
kerja, dll.
2. Fungsi pengorganisasian (Organizing),
Langkah untuk menetapkan, menggolong-golongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan
tugas-tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka
mencapai tujuan organisasi.
3. Fungsi penggerakan pelaksanaan (staffing, commanding, directing, coordinating),
Usaha untuk menciptakan iklim kerjasama diantara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sebagai contoh, dalam manajemen rumah sakit yang hampir sama
dengan hotel atau penginapan, hanya pengunjungnya adalah orang sakit (pasien) dan keluarganya, serta
pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologis akibat penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya
yang sedang dirawat. Kompleksitas fungsi penggerakan pelaksanaan di RS sangat dipengaruhi oleh dua
aspek, yaitu : (1) sifat pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan
kesehatan (customer service), dengan hasil pelayanan kemungkinan ; sembuh dengan sempurna, sembuh
dengan cacat dan meninggal. Apapun hasilnya kualitas pelayanan diarahkan untuk kepuasan pasen dan
keluarganya. (2) Pelaksanaan fungsi actuating ini sangat kompleks,karena tenaga yang bekerja di RS terdiri
dari berbagai jenis profesi.
4. Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling, reporting).
Merupakan proses untuk mengamati secara terus menerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja
yang sudah disusun dan mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk
menjalankan fungsi ini diperlukan adanya standar kinerja yang jelas. Dari standar tersebut dapat ditentukan
indikator kinerja yang akan dijadikan dasar untuk menilai hasil kerja (kinerja) pegawai. Adanya indikator
kinerja, akan memudahkan dalam melakukan koreksi apabila ada penyimpangan.
Prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip manajemen adalah dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah
manajemen.
Menurut Henry Fayol. seorang industrialis asal Perancis, prinsip-prinsip dalam manajemen sebaiknya
bersifat lentur dalam arti bahwa perlu di pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-
situasi yang berubah. Prinsip prinsip umum manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari.
1. Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan
efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan karyawan harus menggunakan prinsip the right man in the right
place. Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like
and dislike.
Dengan adanya prinsip orang yang tepat ditempat yang tepat (the right man in the right place) akan
memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja. Pembagian kerja yang baik
merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh
kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu,
seorang manajer yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang
akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
Setiap karyawan dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat
atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Setiap pekerjaan harus
dapat memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil
wewenang makin kecil pula pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
Tanggung jawab terbesar terletak pada manajer puncak. Kegagalan suatu usaha bukan terletak pada
karyawan, tetapi terletak pada puncak pimpinannya karena yang mempunyai wewemang terbesar adalah
manajer puncak. oleh karena itu, apabila manajer puncak tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan,
maka wewenang yang ada padanya merupakan bumerang.
3. Disiplin (Discipline)
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini
berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin
akan hilang. Oleh karena ini, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap disrinya
sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan weweanng yang ada
padanya.
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga
pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung
jawab sesui dengan wewenang yang diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada serorang
karyawan akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya.
Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan pengarahan tergantung pula
terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja bisa saja terjadi adanya dua perintah sehingga
menimbulkan arah yang berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat
wewenang untuk pmelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui batas wewenang dan
tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion)
tidak dapat terlepas dari pembaguan kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah.
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi. Hal semacam itu
merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan berjalan dengan loancar sehingga tujuan
dapat tercapai dengan baik.
Setian karyawan dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki
kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada berhasil-tidaknya kepentingan
organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan pribadi kepada kepentingan orgabisasi dapat terwujud, apanila
setiap karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang tinggi.
7. Penggajian pegawai
Gaji atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam
bekerja. Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas
dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu,
dalam prinsip penggajian haris dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat bekerja dengan tenang. Sistem
penggajian harus diperhitungkan agar menimbuulkan kedisiplinan dan kegairahan kerja sehingga karyawan
berkompetisi untuk membuat prestasi yang lebih besar. Prinsip more pay for more prestige (upaya lebih
untuk prestasi lebih), dan prinsip upah sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila ada
perbedaan akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan menimbulkan tindakan tidak
disiplin.
8. Pemusatan (Centralization)
Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung
jawab terakhir terletak ada orang yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak. Pemusatan
bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang, melainkan untuk menghindari
kesimpangsiurang wewenang dan tanggung jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan
asas pelimpahan wewenang (delegation of authority)
9. Hirarki (tingkatan)
Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup area yang
cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada manajer
puncak dan seterusnya berurutan ke bawah. dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan akan
mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.
10. Ketertiban (Order)
Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak ada orang
yang bisa bekerja dalam keadaan kacau atau tegang. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud
apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi. Oleh karena itu,
ketertiban dan disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan.
11. Keadilan dan kejujuran
Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keadilan
dan kejujuran terkait dengan moral karyawan dan tidak dapat dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus
ditegakkan mulai dari atasan karena atasan memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan
jujur akan menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan kejujuran
pada bawahannya.
12. Stabilitas kondisi karyawan
Dalam setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan
dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban
dalam kegiatan.
Manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya memiliki keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila
keinginannya tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan menimbulkan goncangan
dalam bekerja.
13. Prakarsa (Inisiative)
Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak
untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-beiknya. Jadi dalam
prakarsa terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu,
setiap prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif) mengandung arti menghargai
orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa
karyawan merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu, seorang manajer
yang bijak akan menerima dengan senang hari prakarsa-prakarsa yang dilahirkan karyawannya.
14. Semangat kesatuan dan semangat korps
Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggyungan sehingga menimbulkan
semangat kerja sama yang baik. semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai
kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh
dirinya. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de
corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de
corp (perpecahan dalam korp) dan membawa bencana.

Organisasi

Pengertian Organisasi
Pengorganisasian (organizing) adalah fungsi manajemen, sifatnya dinamis dan merupakan proses untuk
memperoleh organisasi yang menjadi alat dan wadah manajer melakukan aktivitasnya dalam mencapai
tujuan.
Aspek penting dari definisi dia atas, adalah :
a) Adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai
b) Adanya sistem kerja sama yang terstruktur dari sekelompok orang
c) Adanya pembagian kerja dan hubungan kerja antara sesama karyawan
d) Adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan yang terintegrasi
e) Adanya keterikatan formal dan tata tertib yang harus ditaati
f) Adanya pendelegasian wewenang dan koordinasitugas-tugas
g) Adanya unsur-unsur dan alat-alat organisasi
h) Adanya penempatan orang-orang dan alat-alat organisasi.
Unsur-unsur organisasi
Organisasi terdiri atas :
Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang bekerja sama; ada
pemimpin dan yang dipimpin (bawahan)
Tempat kedudukan, artinya organisasi baru ada, jika ada tempat kedudukannya
Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai
Pekerjaan, artinya organisasi tersebut baru ada, jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya
pembagian pekerjaan
Struktur, artinya organisasi itu baru ada, jika ada hubungan dan kerja sama antara manusia yang satu
dengan lainnya
Lingkungan (environment external social system) artinya, organisasi itu baru ada, jika ada lingkungan
yang saling mempengaruhi, misalnya ada sistem kerja sama social.
Asas Asas Organisasi
Untuk mewujudkan suatu organisasi yang baik, efektif, efisien serta sesuai dengan kebutuhan, harus
didasarkan pada asas berikut ini :
Principle of organizational objectives (asas tujuan organisasi)
Menurut asas ini, tujuan organisasi harus jelas dan rasional; apakah bertujuan untuk mendapatkan laba
ataukah untuk memberikan pelayanan. Hal ini merupakan bagian penting dalam menentukan struktur
organisasi.
Principle of unity of objective (asas kesatuan tujuan)
Artinya, di dalam suatu organisasi harus ada kesatuan yang ingin dicapai. Organisasi secara keseluruhan
dan tiap-tiap bagiannya harus berusaha untuk mencapai tujuan tersebut.organisasi akan kacau bila tidak
memiliki kesatuan tujuan.
Principle of unity of command (asas kesatuan perintah)
Hendaknya setiap bawahan menerima perintah ataupun memberikan pertanggungjawaban hanya kepada
satu orang atasan, namun seorang atasan dapat memerintah beberapa orang bawahan.
Principel of the span of management (asas rentang kendali)
Menurut asas ini, seorang manajer hanya dapat memimpin secara efektif sejumlah bawahan tertentu,
misalnya 3 sampai 9 orang. Jumlah bawahan ini tergantung kecakapan dan kemampuan manajer
bersangkutan.
Principle of delegation of authority (asas pendelegasian wewenang)
Hendaknya pendelegasian wewenang dari seorang atau sekelompok orang kepada orang lain jelas dan
efektif sehingga seorang manajer mengetahui wewenangnya.
Principle of parity of authority and responsibility (asas keseimbangan wewenang dan tanggung jawab)
Menurut asas ini, hendaknya wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Wewenang yang
didelegasikan dengan tanggung jawab yang timbul harus sama besarnya, hendaknya wewenang yang
didelegasikan tidak meminta pertanggungjawaban yang lebih besar dari wewenang itu sendiri ataupun
sebaliknya. Misalnya, jika wewenang sebesar X, tanggung jawabnya pun harus sebesar X pula.
Principle of responsibility (asas tanggung jawab)
Hendaknya pertanggungjawaban dari bawahan terhadap atasan harus sesuai dengan garis wewenang (line
authority) dan pelimpahan wewenang. Dengan kata lain, seseorang hanya akan bertanggung jawab kepada
orang yang melimpahkan wewenang tersebut.
Principle of departmentation (asas pembagian kerja)
Pengelompokan tugas-tugas, pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang sama ke dalam satu unit kerja
hendaknya didasarkan atas eratnya hubungan pekerjaan tersebut.
Principle of personnel placement (asas penempatan personalia)
Menurut asas ini, hendaknya penempatan orang-orang pada setiap jabatan harus didasarkan atas
kecapakan, keahlian dan keterampilannya (the right man, in the right job) : mismanagement penempatan
harus dihindarkan. Efektivitas organisasi yang optimal memerlukan penempatan karyawan yang tepat.
Untuk itu harus dilakukan seleksi yang objektif dan berpedoman atas job specification dari jabatan yang
akan diisinya.
Principle of scalar chain (asas jenjang berangkai)
Saluran perintah atau wewenang dari atas ke bawah harus merupakan mata rantai vertical yang jelas dan
tidak terputus-putus serta menempuh jarak terpendek., jelas dan menempuh jarak terpendeknya. Hal ini
penting, karena dasar organisaasi yang fundamental adalah rangkaian wewenang dari atas ke bawah.
Principle of efficiency (asas efisiensi)
Suatu organisasi dalam mencapai tujuannya harus dapat mencapai hasil yang optimal dengan
pengorbanan yang minimal.
Principle of continuity (asas kesinambungan)
Organisasi harus mengusahakan cara-cara untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
Principle of coordination (asas koordinasi)
Merupakan rangkaian dari asas-asas organisasi lainnya. Koordinasi dimaksudkan untuk mensinkronkan
dan mengintegrasikan segala tindakan, supaya terarah pada sasaran yang ingin dicapai.
Teori organisasi

Bureaucratic Theory
Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi dicapai melalui
formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus klasik seperti Fayol (1949),
Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah mendukung model birokrasi guna
meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Max Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak
birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik
struktural.
Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota
organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah
dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.
Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk
menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas
yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.
Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan
pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di
antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi
persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk
melakukan tugasnya demi perusahaan.
Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas
organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas
organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan
tugasnya-tugasnya.
Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi
mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus
berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini
menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas
yang rendah dari anggota organisasi individu.
Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar
tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang
keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.
Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi
membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan
dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.
Namun model birokrasi telah menerima image publik yang buruk dalam beberapa tahun belakangan ini
karena formalitas yang ekstrim dan kakunya organisasi birokrasi tersebut. Dalam penerapannya di jaman
modern seperti sekarang ini, birokrasi dunia seringkali dijadikan untuk mengkritik kegagalan
mengalokasikan kewenangan dan tanggung jawab , kaidah dan rutinitas yang kaku, kesalahan resmi,
kinerja yang lamban, buck-passing, prosedur yang bertentangan dan arahan, duplikasi usaha, membangun
kerajaan, terlalu banyak kekuasaan yang pegang oleh orang yang salah, pemborosan sumber daya, dan
inertia (Hick dan Gullett, 1975:128). Birokrasi dunia, seringkali menjadi sinonim dengan ketidakefisienan
organisasi, formalitas, dan lemahnya kepekaan.
Di sisi lain, birokrasi menawarkan banyak keuntungan yang besar terhadap organisasi-organisasi yang
rumit seperti universitas. Presisi, kecepatan, kejelasan, kontinuitas, ketelitian, kesatuan, dan bawahan
langsung dinyatakan sebagai keuntungan dari struktur organisasi (Tortoriello, Blatt, dan DeWine, 1978).
Struktur birokrasi mengikutsertakan kemampuan memprediksi perilaku organisasi melalui penjabaran
kaidah, panduan dan prosedur spesifik dalam rangka menyelesaikan tugas. Seperti yang akan kita bahas
dalam Bab 6, kaidah-kaidah tersebut membantu organisasi untuk mengatasi input kesulitan tingkat rendah,
yang menunjukkan bahwa birokrasi adalah sesuatu yang berguna bagi rutinitas penanganan tugas-tugas
organisasi yang bisa diprediksikan. Sebelumnya kaidah tidak berguna untuk merespon input dengan tingkat
kesulitan tinggi, menunjukkan bahwa model birokrasi dianggap tidak pas untuk menangani masalah
organisasi yang rumit. Birokrasi tidak melahirkan kreativitas dan fleksibilitas, meskipun ada banyak situasi
di mana anggota organisasi harus bereaksi secara aktif terhadap masalah yang rumit dan sulit diprediksikan.
Singkatnya, birokrasi menawarkan banyak kelebihan yang kuat dalam menerapkan standar praktek
organisasi, selain ia juga bisa membatasi anggota organisasi dan individu yang bekerja di dalamnya.
Strategic Management Prespective
The strategic management prespective menekankan pada pentingnya posisi hubungan organisasi dengan
lingkungan dan kompetitornya untuk memperoleh tujuan dan jaminan pertahanan. Perspektif ini
menekankan pada hubungan kekuatan lingkungan, desain dan proses internal organisasi, serta strategi
perusahaan. Ini menunjukkan bahwa strategi perusahaan harus tetap konsisten. Hal ini secara eksplisit
memperhatikan isu kinerja organisasi, dengan mengatakan bahwa manajer dan anggota organisasi memiliki
pertimbangan dalam memilih strategi dan struktur yang sesuai dengan lingkungan dengan cara yang akan
meningkatkan kinerja organisasi.
The Human Relations School
Fokus utama dari the human relations school adalah pada individual. Kepuasan akan kebutuhan individual
dijadikan sebagai tujuan yang sangat penting, bukan hanya selalu pencapaian tujuan organisasi. Pendekatan
yang menekankan pada perlunya partisipasi individual dalam penentuan kebijakan dalam organisasi dan
peran dari aspek aktualisasi diri dalam bekerja. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan psikologis
terhadap bawahan, yaitu dengan mengetahui perilaku individu bawahan sebagai suatu kelompok hubungan
manusiawi untuk menunjang tingkat produktifitas kerja. Sehingga ada suatu rekomendasi bagi para
manajer bahwa organisasi itu adalah suatu sistem sosial dan harus memperhatikan kebutuhan sosial dan
psikologis karyawan agar produktifitasnya bisa lebih tinggi.
Manusia adalah makhluk social, artinya manusia hanya akan menjadi apa dan siapa bergantung ia bergaul
dengan siapa. Manusia tidak bias hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian ia tidak "menjadi" manusia.
Dalam pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam. Di satu sisi ia menjadi anak
buah, tetapi di sisilain ia adalah pemimpin. Di satu sisi ia adalah ayah atau ibu,tetapi di sisi lain ia adalah
anak. Di satu sisi ia adalah kakak,tetapi di sisi lain ia adalah adik. Demikian juga dalam posisi gurudan
murid, kawan dan lawan, buruh dan majikan, besar dan kecil,mantu dan mertua dan seterusnya. . Dalam
hubungan antar anusia(interpersonal), ada pemimpin yang sangat dipatuhi dan dihormatirakyatnya, ada
juga yang hanya ditakuti bukan dihormati, begitupunguru atau orang tua, ada yang dipatuhi dan dihormati ,
ada jugaorang tua dan guru yang tidak dipatuhi dan tidak pula dihormati.Mengapa terjadi demikian ?
Ada tiga teori yang dapat membantu menerangkan model dan kualitas hubungan antar manusia itu.
1) Teori Transaksional (model Pertukaran Sosial)
Menurut teori ini, hubungan antar manusia (interpersonal) itu berlangsung mengikuti kaidah transaksional,
yaitu apakah masing-masing merasa memperoleh keuntungan dalam transaksinya atau malah merugi. Jika
merasa memperoleh keuntungan maka hubungan itu pastimulus, tetapi jika merasa rugi maka hubungan itu
akan terganggu ,putus, atau bahkan berubah menjadi permusuhan.
Demikian juga rakyat dan pemimpin, suami- isteri, mantu mertua,direktur-anak buah, guru-murid,
mereka berfikir; kontribusi merekasebanding dengan keuntungan yang diperoleh atau malah rugi.
Demikian juga hubungan antara daerah dengan pusat, antara satu entitas dengan entitas lain.
2) Teori Peran
Menurut teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang disusun oleh masyarakat,
yang mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Dalam skenario itusudah
`tertulis" seorang Presiden harus bagaimana, seorang gubernur harus bagaimana, seorang guru harus
bagaimana, murid harusbagaimana. Demikian juga sudah tertulis peran apa yang harusdilakukan oleh
suami, isteri, ayah, ibu, anak, mantu, mertua dan seterusnya. Menurut teori ini, jika seseorang mematuhi
skenario,maka hidupnya akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario, maka ia akan dicemooh oleh
penonton dan ditegur sutradara. Dalam era reformasi sekarang ini nampak sekali pemimpin yang
menyalahiscenario sehingga sering didemo public.
3) Teori Permainan
Menurut teori ini, klassifikasi manusia itu hanya terbagi tiga,yaitu anak-anak, orang dewasa dan orang tua.
Anak-anak itu manja, tidak ngerti tanggungjawab, dan jika permintaanya tidak segera
dipenuhi ia akan nangis terguling-guling atau ngambek. Sedangkan orang dewasa, ia lugas dan sadar akan
tanggungjawab, sadar akibat dan sadar resiko. Adapun orang tua, ia selalu memaklumi kesalahan orang lain
dan menyayangi mereka. Tidak ada orang yang merasa aneh
melihat anak kecil menangis terguling-guling ketika minta eskrim tidak dipenuhi, tetapi orang akan heran
jika ada orang tua yang masih kekanak-kanakan. Suasana rumah tangga juga ditentukan oleh bagaimana
kesesuaian orang dewasa dan orang tua dengan sikap dan perilaku yang semestinya ditunjukkan. Jika tidak
maka suasana pasti runyam. Demikian juga hubungan antara pusat dan daerah, antara atasan dan bawahan.
Aparat Pemerintah mestilah bersikap dewasa, Presiden dan Ketua MPR mestilah jadi orang tua.
Contingency Theory
Kaitan lingkungan eksternal dengan organisasi dapat dijelaskan dengan teori-teori seperti, teori ekologi-
populasi (population ecology theory), teori kontinjensi (contingency theory), dan teori ketergantungan pada
sumberdaya (resource dependence theory).
Teori kontingensi (contingency theory) menyatakan bahwa keselarasan antara strategi dengan lingkungan
bisnis eksternal menentukan kelangsungan hidup dan kinerja perusahaan (Child, 1997; Lee & Miller,
1996). Teori kontijensi juga bermakna bagaimana perencanaan strategi mampu memenuhi tuntutan
lingkungan, yang mana jika tidak tercipta keselarasan antara perencanaan strategi dengan lingkungan bisnis
eksternal dapat berakibat turunnya kinerja sehingga munculnya krisis organisasi atau perusahaan (Elenkov,
1997). Keselarasan antara strategi organisasi dengan lingkungan eksternalnya merupakan fokus kajian
manajemen strategik. Pendekatan dengan menggunakan teori kontijensi ini mendapat du-kungan dari
banyak pakar. Bukti empiris yang ada pada umumnya menunjukkan bahwa perusahaan yang berhasil
menyelaraskan strateginya dengan lingkungan eksternal yang dihadapinya akan memperlihatkan kinerja
yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan yang kurang berhasil menyelaraskan strateginya.
(Beal, 2000; Elenkov, 1997).
Population Ecology Theory
Perspektif ekologi organisasi atau ekologi populasi (population ecology) mengikuti hukum keseimbangan
populasi biologi atau model matematika populasi biologi. Perspektif ini melihat organisasi lebih makro dan
tidak peduli akan individu organisasi atau internal organisasi.
Teori ini mulai dengan asumsi sebuah organisasi tidak akan berubah internalnya sekali mereka terbentuk.
Penolakan perubahan di dalam ini menunjukkan evolusi organisasi kebanyakan hasil dari kelahiran dan
kematian bukannya perubahan di dalam organisasi yang sudah ada. Berarti pengaruh di luar, seperti
tingginya persaingan mendapatkan sumber daya, bukannya kebijakan atau keputusan internal organisasi
yang menjadi kunci keberhasilan organisasi.
Ketika populasi organisasi bertumbuh, laju kelahiran organisasi mengikuti kurva U terbalik dan
kebalikannya laju kematian organisasi mengikuti kurva U. Atau hubungan antara laju kelahiran dengan
densitas (atau jumlah organisasi) mengikuti kurva U terbalik, sedangkan hubungan laju kematian dengan
densitas mengikuti kurva U. Jika tingkat kelahiran rendah, laju kematian tinggi, maka populasi bertumbuh
perlahan. Penambahan kelahiran organisasi tertentu menambah legitimasi yang kemudian semakin
meningkatkan laju kelahiran. Sementara itu tingkat kematian rendah. Populasi bertambah dengan cepatnya.
Populasi tinggi maka persaingan sesama organisasi tinggi pula. Mulailah terjadi seleksi alam, seperti teori
Darwin: yang kuat bertahan. Lingkungan akan memilih organisasi yang kuat. Proses berbalik: laju
kelahiran menurun, laju kematian meningkat sampai tercapai keseimbangan baru.
Institutional Theory
Teori institusional mengritik teori ekonomi dan contigency yang sangat rasional yaitu menjelaskan struktur
dan fungsi organisasi dengan ukuran efisiensi. Teori itu mengabaikan kekuatan di luar organisasi yang non-
rasional seperti negara, norma-norma sosial, tradisi, konvensi, yang membentuk organisasi itu. Demikian
argumen Paul J DiMaggio dan Walter W Powell.
Teori institusional intinya perilaku organisasi atau keputusan yang diambil organisasi dipengaruhi oleh
institusi di luar organisasi. Organisasi akan berupaya untuk menyesuaikan diri atau isomorphic (sama
dalam tampilan tetapi tetap berbeda di dalamnya) istilah DiMaggio dan Powell, akibat tekanan dari luar itu
jika ingin bertahan hidup.
Ada tiga proses bagaimana organisasi menyesuaikan diri. Pertama, coercive isomorphism yaitu proses
penyesuaian menuju kesamaan dengan pemaksaan. Tekanan datang dari pengaruh politik dan masalah
legitimasi. Misalnya, tekanan resmi datang dari peraturan pemerintah agar bisa diakui.
DiMaggio dan Powell memberikan contoh organisasi pengembangan masyarakat, ketika berhadapan
dengan lembaga donor yang lebih berkuasa, merasa berada dalam tekanan harus menjadi lebih birokratis
karena harus memenuhi tuntutan donor agar lebih tertib dalam mengelola uang.
Kedua, mimetic isomorphism yaitu proses di mana organisasi meniru organisasi lain yang berhasil dalam
satu bidang, meskipun organisasi peniru tidak tahu persis mengapa mereka meniru, bukan karena dorongan
supaya lebih efisien. Meskipun proses peniruan bagi organisasi pemasaran atau bisnis lebih banyak
didorong keinginan menjadi efisien dibandingkan dengan organisasi nir-laba, seperti sekolah, rumah sakit,
lembaga pemerintahan.
Biasanya proses peniruan ini muncul di lingkungan yang tidak pasti. DiMaggio dan Powell memberi
contoh manajemen perusahaan Jepang banyak ditiru oleh perusahaan dari negara lainnya karena dianggap
berhasil.
Ketiga, normative isomorphism sering diasosiasikan dengan profesionalisasi dan menangkap tekanan
normatif yang muncul di bidang tertentu. Norma atau sesuatu yang tepat bagi organisasi berasal dari
pendidikan formal dan sosialisasi pengetahuan formal itu di bidang tertentu yang menyokong dan
menyebarkan kepercayaan normatif itu. Ketika profesionalisme meningkat maka meningkat juga tekanan
normatif itu.
The Scientific Management School
Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management, pertama kali dipopulerkan
oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management pada
tahun 1911.
Ide tentang penggunaan metode ilmiah muncul ketika Taylor merasa kurang puas dengan ketidakefesienan
pekerja di perusahaannya. Ketidakefesienan itu muncul karena mereka menggunakan berbagai macam
teknik yang berbeda untuk pekerjaan yang samanyaris tak ada standar kerja di sana. Selain itu, para
pekerja cenderung menganggap gampang pekerjaannya. Taylor berpendapat bahwa hasil dari para pekerja
itu hanyalah sepertiga dari yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20 tahun, berusaha keras mengoreksi
keadaan tersebut dengan menerapkan metode ilmiah untuk menemukan sebuah "teknik paling baik" dalam
menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan
efesiensi produksi. Pedoman tersebut adalah:
1. Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode
lama yang bersifat untung-untungan.
2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untuk menjamin bahwa semua pekerjaan
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja.
Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
Pedoman ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika sebelumnya pekerja memilih sendiri
pekerjaan mereka dan melatih diri semampu mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus
memilihkan pekerjaan dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang
tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah yang melakukan tugas
tersebut.
Resources Dependen Theory
Teori Ketergantungan Sumber Daya fokus pada adanya perbedaan kekuasaan atau kemampuan atau
kekuatan antara organisasi satu dengan organisasi lainnya. Kebanyakan teori mengenai organisasi melihat
perilaku organisasi dipengaruhi atau didoring keadaan internal bukan karena pengaruh eksternal.
Jeffrey Pfeffer dan Gerald R Salancik memulai dengan pemikiran sederhana bahwa semua organisasi perlu
menyerap sumber daya dari lingkungannya apakah menarik pekerja, asupan fisik, konsumen dan
langganan, informasi, investasi atau dana, izin resmi, dan ligitimasi untuk beroperasi. Lebih jauh mereka
melihat perilaku organisasi kebanyakan adalah respon pada keterbatasan lingkungan atau sebagai upaya
untuk keluar dari pengaruh lingkungannya.
Setiap organisasi mencoba mengolah lingkungan untuk mengurangi ketergantungan dan ketidakpastian dan
mencapai kebebasan bertindak dan stabilitas lebih besar lagi. Semua keputusan organisasi, misalnya
dengan organisasi mana bermitra atau menentukan anggota dewan direktur atau menjadi anggota
organisasi/asosiasi profesi, akan selalu dipengaruhi oleh pengaruh lingkungannya.
Jadi, ide mereka adalah jika ingin memahami keputusan dan tindakan organisasi, harus mengurangi analisis
dinamika internal organisasi atau nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan para pemimpinnya tetapi lebih
banyak menganalisis situasi di mana organisasi itu berada dan tekanan maupun hambatan yang muncul dari
situasi itu (Pfeffer and Selancik, 2003).
Ada tiga tema sentral dari pemikiran Pfeffer dan Selancik yang menggambarkan perubahan arah studi-studi
mengenai organisasi. Pertama adalah pentingnya lingkungan atau konteks sosial organisasi untuk
memahami keputusan apa yang harus diambil terkait dengan persoalan mulai dari siapa yang harus
dipekerjakan, susunan dewan direktur, dan siapa mitra.
Kebutuhan akan sumber daya, antara lain sumber finansial dan fisik maupun informasi yang didapat dari
lingkungannya, membuat organisasi menjadi tergantung pada sumber daya dari luar ini. Ketergantungan
inilah yang menjadi karakteristik teori ketergantungan sumber daya (resource dependence).
Tema penting kedua, meskipun organisasi nyata-nyata dibatasi oleh situasi dan lingkungannya, tetap ada
kesempatan berbuat sesuatu seperti bernegosiasi di dalam keterbatasan itu, memilih menjadi lebih
independen. Organisasi memiliki keingingan dan kemampuan bernegosiasi sebagai bagian dari menguasai
lingkunganya. Ketika organisasi berupaya mengubah situasi menjadi lebih menguntungkan, terjadilah
interaksi yang dinamis antara organisasi dengan lingkungannya.
Tema ketiga adalah pentingnya mengonstruksi kekuatan atau kekuasaan sosial (social power) untuk
memahami perilaku intra-organisasi maupun extra-organisasi. Idenya adalah power menjadi penting ketika
ingin memahami organisasi, dibandingkan misalnya rasionalistas atau efisiensi. Demikianlah untuk
memahami organisasi perlu memfokuskan pada lingkungannya.
Daftar Pustaka
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta
: Rineka Cipta. 2003.
WHO, 2003. Pelatihan Keterampilan Manajerial SPMK
Prinsip manajemen.2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Prinsip_manajemen
Manajemen. 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen
Handel, Michael J. 2002. The Sociology of Organizations: Classic, Contemporary and Critical Reading.
California: Sage Publication
Meyer, W.J. and Rowan, Brian. 1977. Institutionalized Organizations: Formal Structure as Myth and
Ceremony. The American Journal of Sociology, Vol. 83, No. 2. (Sep., 1977), pp. 340-363.
Pfeffer, Jeffrey and Selancik, Gerald. 2003. The External Control of Organizations: A Resource
Dependence Perspective. Stanford, California: Stanford University Press.



























TEORI ORGANISASI DAN MANAJEMEN DALAM SEKTOR PUBLIK
Oleh: I Wayan Gede Suacana

A. Pengantar
Para ilmuwan yang memperdalam ilmu pemerintahan dan administrasi negara
sering dihadapkan pada berbagai pertanyaan dan keraguan teori organisasi dan
manajemen yang diajarkan pada kedua jurusan tersebut sebagai mata kuliah pokok
jurusan. Keraguan-raguan ini disebabkan oleh adanya kritik bahwa teori organisasi
dan manajemen yang selama ini diajarkan, yang lebih banyak mengacu pada
organisasi swasta dan manajemen ilmiah dianggap kurang tepat untuk menjelaskan
persoalan pemerintahan dan administrasi negara yang lebih banyak berkaitan
dengan sektor publik.

Dewasa ini muncul saran dari pakar kedua bidang ilmu tersebut untuk
meninggalkan teori manajemen ilmiah yang normatif tersebut. Alasannya adalah
bahwa teori manajemen ilmiah (POSDCORB) kurang relevan dengan konteks
pemerintahan dan administrasi negara, dan bahwa ada kelemahan yang terkandung
dalam prinsip-prinsip tersebut. Appleby, dan Waldo, misalnya tidak melihat bahwa
doktrin manajemen ilmiah tersebut sebagai doktrin terbaik. Mereka melihatnya
sebagai salah satu cara saja dari cara-cara yang ada. Begitu pula Simon, yang melihat
bahwa ketidak-konsistenan yang terdapat dalam prinsip-prinsip manajemen ilmiah,
misalnya antara prinsip span of management dengan prinsip communication.

Kritik yang demikian menuntut disusunnya teori organisasi dan manajemen baru
yang dikenal dengan teori organisasi dan manajemen publik (OMP), yang
diharapkan lebih relevan dan lebih tepat apabila diterapkan dalam pemerintahan
dan administrasi negara. Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk memberikan
pengenalan tentang teori tersebut. perbedaannya dengan teori organisasi dan
manajemen swasta (OMS), pendekatan-pendekatan yang dimilikinya, serta
beberapa karakteristik OMP modern. Pembahasan ini dianggap penting mengingat
bahwa OMP mulai dipopulerkan untuk diajarkan baik di jurusan ilmu pemerintahan
maupun administrasi negara dalam rangka memberikan bekal yang lebih relevan
bagi para calon administrator publik, manajer publik, ahli analis kebijakan maupun
para calon akademisi kedua disiplin keilmuan tersebut.



B. Batasan dan Ruang Lingkup
Batasan tentang organisasi sangat bervariasi. Nicholas Henry (1988), setelah
mempelajari berbagai batasan yang dikemukakan beberapa ahli seperti Victor A.
Thompson, Chester A. Barnard, dan E. Wight Bakke, mengatakan bahwa kesimpulan
dari berbagai batasan tersebut ternyata berbeda-beda. Atau dengan kata lain , setiap
ahli memandang organisasi secara berbeda. Selanjutnya Henry (1988: 73)
menyebutkan beberapa karakteristik yang pasti dari suatu organisasi adalah bahwa
organisasi: 1) punya maksud tertentu, dan merupakan kumpulan berbagai macam
manusia; 2) punya hubungan sekunder atau impersonal; 3) punya tujuan yang
khusus dan terbatas; 4) punya kegiatan kerja sama pendukung; 5) terintegrasi
dalam sistem sosial yang lebih luas; 6) menghasilkan barang dan jasa untuk
lingkungannya; serta 7) sangat terpengaruh atas setiap perubahan lingkungan.
Sedangkan khusus untuk organisasi publik dapat dirumuskan dengan menambah
satu karakteristik lagi, yakni: memperoleh sumber-sumbernya (pajak dan
legitimasi) dari negara, dan dijembatani oleh lembaga-lembaga kenegaraan.
Organisasi publik sering terlihat pada bentuk organisasi instansi pemerintah yang
juga dikenal dengan birokrasi pemerintah. Istilah birokrasi ini diberikan kepada
instansi pemerintah karena pada awalnya tipe organisasi yang ideal yang disebut
birokrasi merupakan bentuk yang diterima dan diterapkan oleh instansi
pemerintah.

Manajemen publik tidak lain dari manajemen instansi pemerintah. Overman (dalam
Keban, 1994) mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah manajemen
ilmiah, meskipun sangat dipengaruhi oleh manajemen ilmiah. Manajemen publik
juga bukan analisis kebijakan, bukan administrasi publik yang baru, atau kerangka
yang lebih baru. Manajemen publik merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi
rational-instrumental pada satu pihak, dan orientasi politik kebijakan di pihak
lain. Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum
organisasi. Ia merupakan gabungan fungsi-fungsi manajemen seperti: perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan dengan sumber daya manusia, keuangan, fisik,
informasi dan politik. Berdasarkan pandangan tersebut, Ott, Hyde dan Shafritz
(1991:xi) mengemukakan bahwa manajemen publik dan kebijakan publik
merupakan dua bidang pemerintahan yang tumpang tindih. Tapi untuk
membedakan keduanya, dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan
sistem otak dan syaraf , sementara manajemen publik mempresentasikan sistem
jantung dan sirkulasi dalam tubuh manusia.

Catheryn Seckler Hudson (Shafritz & Hyde:1987) memberikan masing-masing
penjelasan konsep organisasi di satu pihak dan manajemen dipihak lain agar tidak
membingungkan. Organisasi adalah pembagian dan unifikasi dari usaha dalam
rangka mencapai suatu tujuan atau kebijakan. Manajemen didefinisikan sebagai
pemanfaatan yang efektif sumber daya manusia dan material dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, berdasarkan pendapat Hudson, apabila
digabungkan, OMP dapat diartikan sebagai pembagian dan pemanfaatan sumber
daya manusia dan materi berdasarkan kebijakan publik yang diarahkan oleh
pemerintah pusat dalam organisasi publik dengan menggunakan metode kerja, sistem
informasi dan koordinasi yang efektif di dalam lingkungan publik yang dinamis.

Apa saja yang merupakan ruang lingkup kajian OMP merupakan hal penting yang
perlu diperhatikan dalam memahami isu-isu yang berkembang di dalamnya.
Setidaknya, terdapat sejumlah arena yang merupakan ruang lingkup OMP, dimana
pemerintah dituntut menerapkan pola bertindak yang berbeda pada masing-masing
arena.

Harmon dan Mayer (1986) mengindikasikan adanya tiga arena OMP, yaitu:

1. Inter-organizational arena. Suatu arena dimana administrator publik bertindak
sebagai wakil dan agen dari organisasi dalam berhubungan dengan organisasi-
organisasi lain. Di arena ini terjadi hubungan antar organisasi, masing-masing aktor
dalam melakukan hubungan mengemban misi dari organisasi yang diwakilinya.
Dalam arena ini berbagai isu keorganisasian dapat muncul, misalnya bagaimana
melakukan koordinasi antar intansi dalam penyelenggaraan program antar sektor,
bagaimana menciptakan hubungan yang serasi dan dinamis antara intansi pusat
dengan daerah, bagaimana memelihara hubungan antar organisasi pada tingkat
lokal, nasional, regional, atau internasional.

2. Intra-organizational relations. Dalam arena ini yang menonjol adalah struktur
internal yang mendefinisikan hubungan dalam organisasi. Hubungan ini dapat
digambarkan dalam bagan yang menunjukkan siapa menjabat apa, siapa melapor
kepada siapa dalam satu unit organisasi. Disini manusia dalam organisasi bertindak
mewakili peranan individual yang dimainkan (sebagai kepala, sekretaris, atau
bendahara) bukan sebagai pribadi yang utuh. Hal yang ditonjolkan di sini adalah
bagaimana suatu peran berhubungan dengan peran lain. Dalam kerangka hubungan
ini kita dapat membedakan antara organisasi formal dan organisasi informal. Pada
organisasi formal, hubungan yang terjadi adalah dalam kaitanya dengan peran
formal yang secara sah diemban oleh setiap aktor, sedangkan pada organisasi
informal hubungan antar individu terjadi di luar peranan formal tersebut, tetapi
berdasarkan kesepakatan tidak resmi atau tradisi. Dalam arena ini berbagai isu
keorganisasian dapat muncul, misalnya bagaimana menentukan deskripsi kerja dan
kordinasi kerja antar bagian dalam suatu organisasi, bagaiamana mengatur
mekanisme pelaporan yang efisien atau sistem pengendalian yang efektif, dan
sebagainya.

3. Organization to individual relations. Dalam arena ini hubungan yang terjadi adalah
antara individu yang bertindak di bawah otoritas yang dimilikinya (nisalnya sebagai
manajer atau sebagai kasir) dengan orang-orang lain sebagai pribadi baik yang ada
di dalam atau di luar organisasi. Termasuk dalam kategori ini adalah hubungan
antara manajer (mewakili kepentingan organisasi) dengan pekerja (mewakili
kepentingan pribadi sebagai penjual tenaga), atau antara petugas lapangan
(mewakili kepentingan organisasi) dengan kliennya (mewakili kepentingan pribadi
mereka). Dalam arena ini berbagai isu keorganisasian penting dapat muncul,
misalnya bagaimana memotivasi bawahan, bagaimana menyelesaikan konflik dalam
organisasi, bagaimana menyelenggarakan pelayanan yang memuaskan kepentingan
langganan, dan sebagainya.

Walaupun organisasi dan manajemen merupakan proses universal, tetapi ligkungan
yang berbeda menuntut organisasi dan manajemen yang berbeda pula. Pembedaan
terutama dapat dibuat antara OMP dan OMS. John T. Dunlop (Lane, 1986)
mengemukakan sepuluh aspek yang secara tegas membedakan OMP dan OMS, yaitu:

1. Perspektif Waktu. Pejabat OMP cenderung mempunyai horison waktu yang lebih
pendek karena masa kerjanya dibatasi oleh kalender politik (misalnya setiap lima
tahun), sementara dalam OMS tidak terpengaruh oleh kalender politik tersebut
sehingga horison waktunya dapat lebih panjang.

2. Lamanya Menjabat. Karena faktor tersebut pertama, jangka waktu manajer
puncak/ pejabat tinggi dalam OMP secara relatif lebih pendek dibanding masa
jabatan dalam OMS.

3. Ukuran Keberhasilan. Sulit jikapun ada kesepakatan tentang ukuran untuk
menentukan keberhasilan pimpinan OMP, sementara untuk OMS sejumlah ukuran
dapat disepakati, seperti: keuntungan finansial, luasnya pasar.

4. Kendala Kepegawaian. Pegawai negeri lebih sulit dikendalikan (dibuat menjadi
lebih efisien, produktif, jujur) ketimbang pegawai swasta.

5. Kesamaan dan Efisiensi. Di sektor publik tekanan lebih diberikan kepeda
peningkatan kesamaan manfaat dari suatu program publik untuk berbagai
kelompok masyarakat, sementara di sektor swasta tekanan utamanya pada
peningkatan efisiensi.

6. Proses Publik Lawan Proses Swasta. OMP lebih cenderung disorot masyarakat luas,
sementara OMS cenderung kurang disorot atau lebih merupakan proses internal.

7. Peranan Media Massa. OMP harus senentiasa berhadapan dengan media massa
yang meliput aktivitas dan melaporkan kinerjanya, sementara hal serupa kurang
banyak terjadi dalam OMS.

8. Persuasi dan Pengarahan. Pejabat publik cenderung bersikap kompromis
terhadap tekanan yang saling berlawanan, sementara pimpinan swasta kurang
memperoleh tekanan semacam itu sehingga tidak banyak mengalami kontradiksi-
kontradiksi dalam mengambil keputusan.

9. Dampak Legislatif dan Judisial. Pejabat publik seringkali menerima pengawasan
dari legislatif atau bahkan dipengaruhi oleh keputusan peradilan, sementara
pimpinan swasta lebih leluasa untuk bertindak.

10. Misi. Misi pemerintah sering terlalu abstrak, kurang operasional dibanding
organisasi swasta (misalnya mencari untung, memperluas pasar, atau menjaga
kelangsungan organisasi).

Namun demikian, pembedaan OMP dan OMS dari sudut kepublikan (publicness)
masih menjadi polemik dalam literatur organisasi dan manajemen. Benar bahwa
organisasi publik mempunyai warna publik yang menonjol. Tetapi organisasi
swasta juga warna publik. Barry Bozeman (1987), dalam bukunya All Organizations
Are Public: Bridging Public and Private Organizational Theories berpendapat bahwa
some organizations are governmental, but all organizations are public, dan
kepublikan (publicness) dipandang sebagai kunci dalam memahami perilaku
organisasi dan manajemen di semua organisasi, tidak hanya organisasi
pemerintahan.

Kepublikan yang dimaksud oleh Bozeman adalah the degree to which the
organization is affected by political authority. Dalam hal ini organisasi swasta pada
derajat tertentu dipengaruhi oleh otoritas publik, dan persoalan-persoalan yang
dihadapi oleh organisasi pemerintah, misalnya kontrol media massa, tidak adanya
bottom line, pengaruh politik dalam pengambilan keputusan, dialami juga oleh
organisasi swasta. Karena itu organisasi publik tidak cukup diartikan sebagai
organisasi pemerintah, dan organisasi non-pemerintah dapat juga disebut sebagai
organisasi publik.


C. Pendekatan OMP
Karena adanya perbedaan-perbedaan yang jelas antara OMP dan OMS, maka studi
OMP perlu menggunakan pendekatan yang berbeda dengan studi OMS. John J.
Dilulio, Jr (1989) mengusulkan pendekatan yang harus diambil dalam studi OMP,
yaitu:

1. Pendekatan Normatif.
Pendekatan normatif melihat organisasi dan manajemen sebagai suatu proses
penyelesaian tugas atau pencapaian tujuan. Efektivitas dari proses tersebut diukur
dari apakah kegaitan-kegiatan organisasi direncanakan, diorganisir,
dikoordinasikan, dan dikontrol secara lebih efsien. Organisasi Manajemen Normatif
(OMN) sejak pembentukannya lebih bersifat profit oriented atau business
oriented dan karena itu dianggap tidak cocok dengan ideologi pemerintahan dan
administrasi negara yang lebih beorientasi kepada public service. OMN tersebut
mendapat pengaruh yang kuat dari POSDCORB dan manajemen klasik.
Namun demikian, hal ini tidak berarti OMN harus dikesampingkan. dalam konteks
tertentu dari public service itu, OMN masih penting peranannya, misalnya dalam
menangani pekerjaan BUMN dan BUMD.

Badan-badan tersebut lebih berorientasi pada upaya mencari keuntungan buat
daerah dalam rangka menunjang pembangunan di daerah sehingga lebih cenderung
berpegang kepada prinsip-prinsip manajemen perusahaan. OMN yang sudah
memanfaatkan kemajuan science, mutlak diperlukan.
Termasuk dalam pendekatan tersebut adalah beberapa fungsi yang sangat bersifat
universal, yang dapat diperinci sebagai berikut:

a) Planning: suatu proses pengambilan keputusan tentang apa tujuan yang harus
dicapai pada kurun waktu tertentu di masa mendatang dan apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Proses tersebut terdiri dari dua elemen,
yaitu penetapan tujuan dan menentukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi ini menghasilkan dan mengintegrasikan
tujuan, strategi, dan kebijakan.

b) Organizing: suatu proses pembagian kerja (division of labour) yang disertai
dengan pendelegasian wewenang. Organizing sangat bermanfaat dalam
memberikan informasi tentang garis kewenangan agar setiap anggota dalam
organisasi bisa mengetahui apa kepada siapa dia memberi perintah dan dari siapa
dia menerima perintah. Organizing juga diperlukan untuk memperbaiki efisiensi
kerja dan kualitas pekerjaan melalui synergism yang baik dimana orang bekerja
bersama-sama akan meberikan output yang lebih besar daripada bekerja secara
sendiri-sendiri. Disamping itu, organizing juga dapat memperbaiki komunikasi.
Suatu struktur organisasi yang jelas dapat menggambarkan garis komunikasi antar
anggota.

c) Staffing: suatu proses untuk memperoleh tenaga yang tepat, baik dalam jumlah
maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dalam organisasi.

d) Coordinating: suatu proses pengintegrasian kegiatan-kegiatn dan terget/ tujuan
dari berbagai unit kerja dari suatu organisasi agar dapat mencapai tujuan secara
efisien. Tanpa kordinasi, individu-individu dan bagian-bagian yang ada akan bekerja
menuju arah yang berlainan dengan irama/ kecepatan yang berbeda-beda.
Demikian pula, tanpa koordinasi, masing-masing bekerja sesuai dengan
kepentingannya masing-masing dengan mengorbankan kepentingan organisasi
secara keseluruhan.

e) Motivating: suatu proses pemberian dorongan kepada para anggota organisasi
agar mereka dapat bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Proses tersebut dapat
dipahami melalui suatu mekanisme berikut: Kebutuhan mempnegaruhi dorongan
kerja, dan dorongan kerja mempengaruhi pencapaian tujuan. Berdasarkan
mekanisme tersebut, seorang manajer harus memahami hakekat kebutuhan
manusia dan dorongan kerjanya.

f) Controlling: suatu fungsi manajemen yang mencari kecocokan antara kegiatan-
kegiatan aktual dengan kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Fungsi tersebut
sangat berkaitan dengan perencanaan yaitu merupakan feedback bagi perencanaan
pada masa yang akan datang.

2. Pendekatan Deskriptif
Pendekatan Organisasi Manajemen Deskriptif (OMD) menurut Mintzberg, 1973
menggambarkan bahwa dalam kenyataannya seorang manajer lebih terlibat dalam
melakukan kegiatan-kegiatan personal, interaktif, administratif, dan teknis, bukan
kegiatan-kegiatan yang tergolong dalam pendekatan OMN di atas.

a) Kegiatan personal: adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajer publik untuk
mengatur waktunya sendiri, berbicara dengan para broker, menghadiri
pertandingan dan kegiatan-kegiatan lain yang memuaskan dirinya atau
keluarganya. Dalam konteks organisasi, kegiatan-kegiatan ini mungkin dianggap
tidak penting, tetapi sebagai manusia, seorang manajer publik pasti terlibat, bahkan
kadang-kadang menentukan keberhasilan kariernya. Seorang manajer publik yang
berhasil mengatur kegiatan-kegiatan persoanlnya akan lebih sukses dalam
memimpin organisasi.

b) Kegiatan interaktif: Manajer publik biasanya menggunakan banyak waktu
untuk melakukan interaksi dengan bawahan, atasan, pelanggan, organisasi lain, dan
pemimpin-pemimpin masyarakat. Biasanya dua pertiga dari waktu yang ada
digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Peranan yang dimainkan oleh manajer
publik dalam konteks tersebut terdiri dari interpersonal, informational, dan decision
making.

c) Kegiatan administratif: Kegiatan ini mencakup surat-menyurat, penyediaan dan
pengaturan budget, monitoring kebijakan dan prosedur, penanganan masalah
kepegawaian. Biasanya para manajer publik hanya menggunakan sebagian kecil saja
dari waktu yang tersedia. Meskipun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa
banyak manajer publik yang mengeluh dengan kegiatan-kegiatan tersebut.

d) Kegiatan teknis: Kegiatan ini merupakan kegiatan seorang manajer publik
untuk memecahkan masalah-masalah teknis, melakukan supervisi terhadap
pekerjaan teknis, dan bekerja dengan menggunakan peralatan-peralatan dan
perlengkapan-perlengkapan.

Disamping pandangan deskriptif yang dikemukakan oleh Mintzberg tersebut, ada
juga pendekatan deskriptif PAFHRIER yang didasarkan atas penemuan Garson dan
Oveman (Keban, 1995) tentang apa yang dilakukan oleh manajer publik di Amerika
Serikat. PAFHRIER merupakan singkatan dari Policy Analysis, Financial
Management, Human Resource Management, Information Management, dan External
Relations. Policy analysis merupakan pengembangan lebih lanjut dari planning dan
reporting; human resource management merupakan pengembangan dari staffing,
directing dan coordinating; financial management merupakan pengembangan dari
budgeting; dan information management merupakan pengembangan dari
reporting, directing, dan coordinating.

Isi dari masing-masing pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Policy Analysis. Tugas pertama dari para manajer publik adalah melakukan
analisis kebijakan publik. Perlu diperhatikan bahwa hanya manajer publik pada
level yang lebih tinggi atau yang diberi wewenang dan tanggung jawab yang
melakukan tugas tersebut. Tugas tersebut meliputi tiga kegiatan pokok yaitu
perumusan masalah, identifikasi alternatif, dan proses seleksi alternatif.

b). Financial Management. Inti manajemen keuangan publik adalah bagaimana
mengatur anggaran. Suatu anggaran publik adalah: 1) suatu pernyataan fiskal yang
menggambarkan pendapatan dan pengeluaran dari semua unit-unit organisasi
pemerintah, dan 2) suatu mekanisme untuk menegndalikan, mengatur,
mengimplementasikan dan mengevaluasi semua kegiatan dari instansi pemerintah.

c) Human Resource Management. Dalam manajemen sumber daya manusia ada
tiga hal pokok yang harus dipertimbangkan. Pertama, menyangkut bagaimana
memperoleh SDM dalam jumlah dan kualitas yang tepat. Kedua, bagaimana
meningkatkan kualitas pengembangan SDM sedemikian rupa sehingga mereka
dapat bekerja sebaik mungkin dan dengan semangat yang tinggi, dan ketiga,
bagaimana memimpin dan mengendalikan mereka sesuai dengan tujuan organisasi.

d) Information Management. Manajemen informasi sangat penting dalam suatu
organisasi lebih-lebih organisasi yang telah berkembang dan kompleks. Informasi-
informasi yang digunakan dalam perencanaan, pengambilan keputusan, penilaian
pekerjaan, sistem monitoring dan pengendalian, harus ditata, disusun dan disimpan
secara teratur, sehingga dapat dengan mudah diperoleh apabila dibutuhkan.
Pengelolaan informasi tersebut kini sangat menentukan keberhasilan suatu
organisasi, dan karenanya dikelola dalam suatu bidang disiplin yang disebut MIS
(Management Information System).

e) External Relations. Suatu organisasi publik berada dalam suatu lingkungan yang
sangat mempengaruhi dinamikanya. Karena itu, suatu organisasi harus menjaga
hubungan luar. Lingkungan ini pada prinsipnya berasal dari organisasi lain atau unit
lain, maupun masyarakat luas. Unit lain dalam organisasi yang sama, tidak dapat
disangkal merupakan partner kerja yang sangat penting dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.


D. Menuju OMP Modern
OMP modern disebut oleh Max Weber sebagai birokrasi. Birokrasi adalah institusi
formal yang ditata berdasarkan atas legitimitas rasional, mendasarkan diri pada
peraturan-peraturan yang bersifat impersonal, orang yang bekerja di dalamnya
menganggap pekerjaan di birokrasi sebagai karier, mereka masuk ke dalam
birokrasi melalui proses seleksi yang obyektif didasarkan atas kriteria
profesionalisme, dan di dalam birokrasi tersedia jenjang-jenjang karier dengan
sistem konpensasi yang jelas.

Secara lebih operasional, Luther Gulick mengemukakan prinsip-prinsip OMP
modern yang diasumsikan bersifat universal (validitasnya tidak dibatasi oleh
tempat dan waktu). Prinsip-prinsip yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:


1. The Division of Work
Karena setiap manusia berbeda dalam sifat, bakat, kemampuan dan ketrampilan,
maka diperlukan pembagian kerja. Manusia yang sama tak mungkin berada di dua
tempat yang berbeda pada saat yang sama. Cakrawala pengetahuan dan
ketrampilan itu begitu luasnya sehingga sepanjang hayatnya seseorang hanya akan
mampu menguasai sebagian kecil diantaranya. Waktu dan ruang membatasi
kemampuan seseorang. Oleh karena itu, pembagian kerja merupakan kebutuhan
setiap organisasi, bagaimanapun sederhananya. Tetapi pembagian kerja semakin
dituntut seiring dengan perkembangan industrialisasi, karena ketika proses
produksi menjadi kompleks, menggunakan teknologi yang semakin canggih, dan
skala produksi yang semakin tinggi, tidak mungkin satu orang mengerjakan
segalanya.

Namun pembagian kerja ada batasnya. Pada batas tertentu, pembagian kerja tidak
dapat dikembangkan lebih jauh lagi. Ada beberapa faktor yang menentukan batas
pembagian kerja (limits of division). Faktor pertama bersifat praktis, yaitu
menyangkut alokasi waktu setiap pekerja. Pembagian kerja tidak boleh sampai
membuat masing-masing pegawai membutuhkan waktu yanglebih pendek untuk
menyelesaikan tugasnya dari seluruh waktu kerjanya. Ringkasnya, jangan sampai
pembagian kerja justru menimbulkan pengangguran terselubung. Faktor kedua
berkenaan dengan tekologi atau kebiasaan.

Dalam beberapa kasus, pekerjaan yang berbeda kadang-kadang justru lebih efektif
apabila dikerjakan oleh orang yang sama. Misalnya, untuk kantor yang tidak terlalu
besar, pekerjaan kesekretariatan (mengetik, filing surat, dll) dan penerimaan
telepon (bell-boy) dapat diperankan oleh orang yang sama. Demikian pula di
sejumlah pabrik pekerjaan elektronik dan perbaikan ledeng justru lebih efektif jika
digabungkan. Batasan ketiga adalah pembagian kerja hanya tepat jika sifatnya fisik,
bukan organik. Misalnya, tidak ada manfaatnya jika seorang perawat kendaraan
dinas diberi pekerjaan khusus merawat hanya bagian depan kendaraan dan bagian
belakang secara khusus diberikan kepada petugas lainnya.


2. Koordinasi Kerja
Dalam melakukan pembagian kerja terdapat suatu kesatuan tugas yang besar (the
whole) perlu diperhatikan integrasi bagian-bagian (parts). Untuk bisa demikian
harus ada koordinasi kerja. OMP dengan struktur otoritas yang ada dan jaringan
komunikasi antara eksekutif di pusat dengan para stafnya merupakan cara terbaik
untuk mencapai koordinasi. Struktur otoritas ini tidak hanya terdiri dari banyak
orang yang bekerja sendiri di banyak tempat pada waktu tertentu, tetapi juga
Atasan tunggal yang mempunyai otoritas untuk mengatur pekerjaan orang-orang
tersebut. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar terjadi koordinasi kerja
yang baik, yaitu: rentang kontrol (the span of control), satu bos (one master),
efisiensi teknis (technical efficiency), dan pengendalian pimpinan (caveamus
expertum).

Dari pandangan beberapa pakar lainnya tentang formulasi OMP modern, juga dapat
diamati bahwa ciri-ciri ilmiah sangat menonjol. Kecuali itu, ciri-ciri sosio-psikologis
juga mengemuka. Hal ini disebabkan karena para manajer publik terkelompokkan
dalam lingkungan sosiaologik, sedangkan secara perorangan setiap manajer publik
merupakan faktor produksi yang peka terhadap perubahan perilaku yang
psikologis. Jadi, ciri-ciri sosio-psikologis dapat dikenakan pada OMP.

Seementara itu, keikutsertaan seluruh anggota manajemen, menuntut pengelolaan
yang khas bagi SDM (HRD). Dengan cara itu, OMP modern juga memerlukan SDM
yang profesional dan memiliki pola karier yang mantap. Dalam implementasinya,
pengembangan SDM melekat secara langsung pada manajemen organisasi publik.
OMP modern, dengan demikian secara lekat pula menggiatkan organisasi itu
disamping memerlukan penyesuaian terhadap perubahan waktu. Ciri-ciri yang
ditandai dengan keilmiahan, sosio-psikologis, pengembangan SDM, dan waktu serta
dipergunakannya prinsip-prinsip eksprimentasi, kalkulasi, analitik, manfaat bagi
masyarakat, kemahiran bermanajemen bagi perorangan dan kelompok, koordinasi
yang lancar antar kelompok dan perorangan, program budaya kerja, dan
manajemen strategis, secara jelas membedakan OMP modern dengan OM lainnya.

Pada tingkat perkembangan global dewasa ini, setiap sistem OMP merupakan
sistem OM terbuka dan harus membuka diri dan menyatu dengan lingkungannya
(bersifat kontingensial). Kontingensi dan interaksi antara suatu sistem OMP dengan
lingkungan sosial politik, ekonomi dan budaya melahirkan kebutuhan yang
bersasaran ganda, yaitu: 1) pemahaman akan posisi dan peranan OMP dalam
kerangka kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, dan juga sebagai warga
dunia dengan kondisinya yang selalu berkembang secara dinamis menurut ruang
dan waktu; dan 2) peningkatan kemampuannya dalam memberikan jawaban atas
tantangan, peluang, ataupun kendala yang dihadapi baik intern (inter administrative
system) maupun ekstern (dalam kontingensi dan interaksi dengan lingkungannya),
secara tepat, efektif dan efisien sehingga mampu mencapai tujuan secara optimal.

Untuk mencapai sistem OMP yang demikian, diperlukan pembangunan OMP
dengan pendekatan antardisiplin, namun tetap perlu memperhatikan kehadiran
berbagai dimensi OM secara proporsional. Dimensi-dismensi pokok yang senantiasa
melekat atau terkandung didalam sistem OMP modern adalah: dimensi nilai,
dimensi struktural, dimensi fungsional, dimensi teknologi dan informasi, dan
dimensi perilaku. Dalam praktek, kelima dimensi tersebut merupakan satu kesatuan
sistemik, meskipun secara analitis dapat dipisahkan.

Dalam konteks pembangunan dan dinamika lingkungan yang kompleks dan luas
dewasa ini, sistem OMP diisyaratkan untuk dapat berperan dan mengembangkan
diri sebagai suatu sistem manajemen strategis, yang ditandai antara lain dengan
keterpaduannya dalam menyelenggarakan keseluruhan siklus dan hirarki
kebijakan. Sejalan dengan posisi dan peranan demikian, sistem OMP dapat
memanfaatkan antara lain studi analisis kebijakan, manajemen berdasarkan
sasaran (MBO), sistem informasi dan komputer, sibernetik, di samping teknik-
teknik perencanaan termasuk strategic planning yang selama ini telah dikenal.
Dalam analisis kebijakan, permasalahan ekonomi, kemasyarakatan dan
pemerintahan (public affairs), yang lazimnya memepunyai interdependensi yang
kompleks, cenderung dikaji secara sistemik. Pendekatan analisis sistem (system
analysis) dimana teori pengambilan keputusan (decision making theory), ilmu
manajemen (management science), penelitian operasi (operation research),
ekonomitrika (econometrics), dan berbagai pendekatan kuantitatif lainnya,
merupakan peralatan yang dapat digunakan dalam perencanaan dan analisis
kebijakan, di samping substansi disipliner ekonomi, politik, administrasi,
pendidikan, kependudukan, bisnis dan sebagainya. Dalam rangka pembentukan
kebijakan publik diperlukan pula pengamatan mengenai keseluruhan unsur
sistemik seperti struktur, fungsi dan perilaku kelembagaan dalam penyusunan
kebijakan dan pengambilan keputusan ataupun dalam tahapan manajerial lainnya.

Akhirnya, sukses penerapan berbagai ciri-ciri, prinsip-prinsip, maupun berbagai
dimensi OMP modern tersebut dalam PJP II akan dapat diukur antara lain dari
perubahan-perubahan perilaku yang ditandai oleh kemampuan aparatur negara
dalam menerapkan kaidah-kaidah penuntun sebagaimana diamanatkan GBHN,
peningkatan efisiensi dan produktivitas aparatur negara, serta peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA
Darwin, Muhadjir, Teori Organisasi Publik, Magister Administrasi Publik UGM,
Yogyakarta, 1994.
Denhart, Robert B., Theories of Public Organization, Montery CA: Books/ Cole
Publishing Company, 1984.
Harmon, Michael M. dan Richard T. Mayor, Organization Theory for Public
Administration, Boston: Little, Brown & Co, 1986.
Henry, Nicholas, Administrasi Negara dan Masalah-masalah Kenegaraan,
Rajawali Pers, Jakarta, 1988.
Keban, Yeremias T., Manajemen Publik dalam Konteks Normatif dan Deskriptif,
Laporan Penelitian Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fisipol UGM, Yogyakarta,
1994.
, Pengantar Administrasi Negara, Modul Untuk Matrikulasi PS
Administrasi Negara Program Pasca Sarjana UGM, 1995.
Lane, Frederick S., Current Issues in Public Administration (third edition), New
York: St. Martins Press, 1986.
Mustopadidjaja, Dimensi-dimensi Teoritis Manajemen Modern dalam Manajemen
Pembangunan, No. 10/III, 1995.
Shafritz, J.M., dan A.C. Hyde, Classics of Public Administration, Pacific Grove, CA:
Brooks/ Cole Publishing Company, 1987.
Shafritz J.M., Ott J.S, dan A.C. Hyde, Public Management: The Essential Reading,
Chicago, Il: Lyceum Books/ Nelson-Hall Publisher, 1991.
Sukarno, Suyoso, Pengembangan dan Penerapan Prinsip-prinsip Manajemen
Modern Sesuai dengan Budaya Bangsa, dalam Pembaharuan Administrasi Dalam
Menghadapi Era Globalisasi, Pimpinan Pusat PERSADI, Jakarta, 1995.

Вам также может понравиться