Wan Nor Ashira Binti Wan Ahmad Amran Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Abstrak Sampai saat ini World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan tidak ada satu negara pun di dunia yang bebas tuberkulosis.
Setiap tahunnya ditemukan 8.6 juta penderita TB. Permasalahan lain yang dihadapi saat ini ialah munculnya penderita yang mengalami resisten terhadap pengobatan TB (Multi Drugs Resistance Tuberculosis). Sejak tahun 1995, program pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru di DKI Jakarta telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course). Indonesia sendiri berkontribusi sebesar 5,8% dari kasus TB yang ada di dunia dan berada pada peringkat 4 dunia penderita TB terbanyak setelah India, China dan Afrika Selatan. Kontribusi Jawa Barat dalam jumlah penderita TB nasional menjadi yang tertinggi ( 18%). Angka penderita TB baru di Kabupaten Karawang diperkirakan akan bertambah sebesar 2.295 kasus setiap tahunnya dengan prevalensi sebesar 107 per 100.000 penduduk. Karena belum diketahuinya keberhasilan program P2TB di Puskesmas Pedes, Karawang periode Januari 2014 sampai dengan Agustus 2014, maka dilakukan evaluasi program menggunakan metode dengan membandingkan cakupan terhadap tolok ukur melalui pendekatan sistem. Hasil evaluasi program, didapatkan masalah yaitu pertama, angka penjaringan suspek yang tercatat baru mencapai 8.98% dari target 80%. Kedua, angka penemuan penderita (Case Detection Rate / CDR) baru mencapai 24,4% dari target 70%. Hal-hal yang dapat menyebabkan masalah tersebut, antara lain kurangnya tenaga di Puskesmas dalam melaksanakan program ini; tidak adanya pelaksanaan penyuluhan aktif dalam upaya penjaringan suspek; kurangnya pelatihan kader atau PMO. Utuk mengatasi masalah, Puskesmas disarankan untuk lebih mengoptimalisasi kinerjanya; membina dan melatih kader untuk turut dalam program P2TB seperti melaksanakan penyuluhan aktif kepada masyarakat secara teratur dan berkala; menjalin kerja sama dengan fasilitas dan tenaga kesehatan lain, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), tokoh agama dan kelompok PKK. Bila hal tersebut telah dilakukan, diharapkan pencapaian Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis periode berikutnya dapat meningkat, angka kesakitan dan kematian menurun dan TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kata Kunci : evaluasi, program, tuberkulosis, BTA +
Pendahuluan Latar belakang Penyakit infeksi menular sistemik Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan kuman basil tahan asam yang dikenal sebagai Mycobacterium tuberculosis. Penyakit infeksi ini dapat mengenai hampir semua organ tubuh manusia. World Health Organization (WHO) menyatakan dalam Laporan TB Global 2013 bahwa penyakit TB masih tetap sebagai masalah utama kesehatan di dunia, dimana sampai saat ini tidak ada satu negara pun di dunia yang bebas tuberkulosis. 1 Cara penularan kuman TB adalah melalui airborne sehingga seseorang dengan kuman TB yang aktif, dapat menulari 10-15 orang per tahun. 1,2
Menurut laporan WHO 2013, terdapat 8,6 juta insiden tuberkulosis (TB), 1,3 juta kematian akibat TB pada pasien dengan HIV negatif dan 0,32 juta pasien TB disertai HIV positif mati pada tahun 2012. Angka kematian ini cukup besar mengingat bahawa kematian ini bisa dicegah dan angkanya meningkat berbanding tahun sebelumnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-50 tahun). 3
Indonesia pada tahun 2012 berada pada peringkat 4 penderita TB terbanyak di dunia setelah India, China dan Afrika berbanding laporan WHO dalam Global Report 2009, yang mana pada tahun 2008 prestasi Indonesia sebenarnya jauh lebih baik dimana berada pada peringkat 5 dunia penderita TB terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. India dan China dikenalpasti menyumbang 40% dan Afrika dilaporkan menyumbang sebanyak 24% kasus TB dari keseluruhan kasus TB di dunia pada tahun 2010. 1,3
Permasalahan lain yang saat ini dihadapi ialah munculnya penderita yang mengalami resisten terhadap pengobatan TB (Multi Drugs Resistance Tuberculosis atau MDR-TB). Menurut WHO, terdapat lebih dari 500.000 kasus TB di Indonesia yang resisten terhadap berbagai jenis obat anti tuberkulosis (Multi Drugs Resistance Tuberculosis atau MDR-TB), dan hanya 1% dari populasi kasus TB-MDR sedunia yang menerima pengobatan yang sesuai. 1,4
Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap di masa lalu, diduga menjadi penyebab terjadinya kekebalan ganda kuman TB terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau Multi Drugs Resistance (MDR). Dunia telah menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Berdasarkan laporan TB Global WHO 2009, sampai dengan tahun 2010 ini, Indonesia telah berjaya mencapai empat indikator yang diukur, yaitu prevalensi, mortalitas, penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan yang menjadi sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Prevalensi tuberkulosis menurun dari 443 kasus pada 1990 menjadi 244 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2009 sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222. Sementara itu, angka kematian TB pada tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk yang harus turun separuhnya pada tahun 2015 dibandingkan data dasar (baseline data) tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk. Hal itu disebabkan implementasi strategi DOTS di Indonesia telah dilakukan secara meluas dengan hasil cukup baik. 3,5 WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) mengembangkan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai strategi penanggulangan TB yang cost effective. Sejak tahun 1995, program pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru di DKI Jakarta telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) seperti yang direkomendasikan oleh WHO. Menurut data Depkes RI tahun 2009, proporsi puskesmas yang telah terlibat dengan strategi DOTS sudah mencapai 98%. 10 Insiden penderita TB BTA positif di Indonesia tahun 2006 mencapai 105 per 100.000 penduduk, dan prevalensinya mencapai 578.000 kasus (untuk semua kasus). Tahun 2010 jumlah penderita BTA positif di Indonesia adalah 429.730 orang. 6
Kontribusi Jawa Barat dalam jumlah penderita TB nasional menjadi yang tertinggi (18%). Angka penjaringan suspek tahun 2010 Jawa Barat adalah 177 per 100.000 penduduk. Insidens TB BTA positif sebesar 102 per 100.000 penduduk, sedangkan di kabupaten Karawang, diperkirakan angka penderita baru setiap tahun bertambah sebesar 2.295 kasus dengan prevalensi 107 per 100.000 penduduk (Program P2PM, P2-TB Paru Dinkes Kabupaten Karawang 2014). Sementara saat ini belum diketahui keberhasilan program P2-TB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014. 1,3
Materi yang dievaluasi dalam program ini diperoleh dari laporan bulanan dari Januari sampai dengan Agustus 2014 Program Penanggulangan Tuberkulosis paru (P2- TB) di Puskesmas Kecamatan Pedes yang meliputi penemuan tersangka penderita TB paru (Tuberkulosis Case Finding), penentuan diagnosis TB paru, pengobatan penderita Tuberkulosis dengan menggunakan strategi DOTS, pengendalian pengobatan dibawah pengawasan PMO, Follow Up penderita TB, penyuluhan TB paru serta pencatatan dan pelaporan. Metode evaluasi ini dilaksanakan dengan cara membandingkan cakupan program P2-TB di Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014, terhadap tolok ukur yang telah ditetapkan dengan menggunakan pendekatan sistem. Rumusan Masalah 1. Insidens penderita baru penyakit TB ditemukan sebesar 8.6 juta, dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif. 2. Angka kematian penderita TB sebesar 1,3 juta kematian pada pasien dengan HIV negatif dan 0,32 juta kematian pasien TB disertai HIV positif, cukup besar mengingat kematian tersebut sebenarnya bisa dicegah. 3. Indonesia berada pada peringkat 4 dunia penderita TB terbanyak setelah India, China dan Afrika Selatan, meningkat sebelum tahun sebelumnya. 4. Menurut WHO, terdapat lebih dari 500.000 kasus TB di Indonesia yang resisten terhadap berbagai jenis OAT (MDR-TB). 5. Angka penderita TB baru di Kabupaten Karawang diperkirakan akan bertambah sebesar 2.295 kasus setiap tahunnya. 6. Belum diketahuinya tingkat keberhasilan Program Penanggulangan Tuberkulosis paru (P2-TB) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014. Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan masalah yang ada pada pelaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis (P2-TB) yang ada di Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya angka penjaringan suspek penderita baru TB BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 2. Diketahuinya proporsi pasien TB paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 3. Diketahuinya proporsi penderita TB BTA positif di antara seluruh pasien TB paru yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 4. Diketahuinya angka penemuan kasus (Case Detection Rate) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 5. Diketahuinya angka konversi di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 6. Diketahuinya angka kesembuhan (Cure Rate) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014. 7. Diketahuinya angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 Materi dan Metode Materi yang dievaluasi dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis paru (P2- TB) di Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014, diperoleh dari data sekunder yaitu pencatatan harian, laporan bulanan dan laporan triwulan menggunakan formulir program penanggulangan TB paru. 1. Formulir daftar tersangka penderita (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB 06) 2. Formulir permohonan laboratorium TBC untuk pemeriksaan dahak (TB 03) 3. Kartu pengobatan TBC (TB 01) 4. Kartu identitas penderita (TB 02) 5. Register kohort pengobatan penderita TB 6. Formulir rujukan / pindah penderita TB (TB 09) 7. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TBC pindahan (TB 10) Materi yang di evaluasi adalah dengan rincian kegiatan sebagai berikut: 1. Penemuan tersangka penderita Tuberkulosis paru (Case Finding). 2. Penentuan diagnosis Tuberkulosis paru. 3. Pengobatan penderita Tuberkulosis dengan menggunakan strategi DOTS. 4. Pengendalian pengobatan dibawah pengawasan PMO. 5. Follow Up penderita Tuberkulosis. 6. Penyuluhan Tuberkulosis paru. 7. Pencatatan dan pelaporan. Evaluasi program ini dilaksanakan dengan cara membandingkan cakupan program P2-TB di Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 terhadap tolok ukur bulanan sampai Agustus yang telah ditetapkan dengan menggunakan pendekatan sistem. Hasil evaluasi program ini disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular. Hasil 1. Cakupan angka penjaringan suspek (Case Finding Rate) yang baru mencapai 8.98 % dari target 53.3%. Besarnya masalah adalah 83.32%. 2. Angka penemuan penderita (CDR) baru mencapai 24.40% dari target 46.67%. Besarnya masalah adalah 47.72%.
Prioritas Masalah Masalah I Besar angka penjaringan (Case Finding Rate) suspek TB yang diperiksa dahaknya di Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 adalah sebesar 8,98 % dari tolok ukur 53.3%. Penyebab masalah: 1. Kurangnya tenaga di Puskesmas dalam melaksanakan program ini, yang terlihat dari tugas yang rangkap dari seseorang sebagai petugas P2M sekaligus petugas pencatatan dan pelaporan program, petugas PMO Puskesmas, dan petugas laboratorium sehingga kerja dan umpan balik bulanan yang didapatkan dari kepala puskesmas yang mengevaluasi program secara rutin tidak dapat dilaksanakan secara efektif. 2. Kurangnya kejelasan dan pengertian tenaga kesehatan setempat terhadap cabaran dan kesalahan yang bisa terjadi ketika menentukan seseorang sebagai suspek TB dari gejala batuk penderita sehingga bisa terjadi peringanan terhadap gejala atau boleh jadi penjaringan terlampau ketat sebelum pasien dapat diperiksakan dahaknya. 3. Kurangnya promosi aktif baik oleh petugas kesehatan maupun peran serta kader masyarakat dalam upaya penyuluhan secara aktif supaya masyarakat mengenal gejala-gejala penyakit Tuberkulosis sehingga masyarakat yang sakit mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar (penemuan pasif). 4. Kurangnya pelatihan dan pembinaan kader atau PMO dan masyarakat yang mampu mengenal gejala pada penderita yang dikategori sebagai suspek TB sehingga mereka mampu melaksanakan penjaringan suspek dengan efisien dan pencarian aktif penderita sekaligus menjadi motivator kepada masyarakat yang dikenalpasti mempunyai hubungan erat dengan penderita TB BTA positif untuk turut memeriksakan diri apabila timbul gejala. 5. Kurangnya kerjasama dengan fasilitas kesehatan lain dalam hal pencatatan dan pelaporan yang turut menjadi sarana pengobatan dan pendeteksian penyakit TB apabila terdapat gejala batuk. Pemberian antibiotik non-OAT pada penderita TB yang belum terdeteksi akan menyebabkan gejala hilang dan waktu pemeriksaan tertunda karena hasil dahak bisa negative palsu atau pasien merasakan susah mengeluarkan dahak.
Penyelesaian masalah : 1. Mengoptimalkan semua tenaga puskesmas yang sedia ada untuk sama-sama bekerjasama secara lintas program, terutama bagian promosi kesehatan (promkes) dan kesehatan lingkungan (kesling) setempat, bagian KIA dalam hal merujukkan atau melaporkan suspek penderita TB yang ditemui ketika program masing-masing bagian ke bagian P2M Puskesmas Kecamatan Pedes, karena dengan berlakunya kerjasama pelaporan penderita TB yang lengkap dan baik, diharapkan angka deteksi kasus TB akan meningkat. 2. Meningkatkan kesadaran dan pengertian tenaga kesehatan setempat dengan seminar atau penyuluhan tentang salah satu indikator keberhasilan pembanterasan penyakit TB adalah dengan meningkatnya angka penjaringan penderita, oleh yang demikian setiap petugas harus mampu menentukan mendiagnosa terutama apabila Indonesia merupakan negara endemis TB. 3. Mengadakan penyuluhan kelompok khusus yang dilaksanakan di desa atau puskesmas, untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis dan deteksi dininya dengan cara passive case finding,active promotion. 4. Memperbaiki peran serta masyarakat yang telah dipilih sebagai kader dan PMO dan menjalin kerja sama dengan LSM, tokoh agama, kelompok ibu-ibu PKK untuk turut berperan sebagai PMO dan turut serta mensosialisasikan tentang penyakit TB di masyarakat melalui kegiatan ceramah, diskusi kelompok atau arisan. Melibatkan mereka dalam pembuatan perencaaan tertulis terkait jadwal waktu, tempat, dan pembagian tugas tentang kegiatan penyuluhan kelompok dengan lingkup yang kecil secara teratur dan berkala dengan memanfaatkan sarana penyuluhan (brosur dan poster TB) sehingga mereka terlatih untuk memberikan penyuluhan sekaligus menjadi motivator kepada suspek penderita TB untuk memeriksakan diri ke puskesmas. 5. Menjalin kerja sama dengan fasilitas dan tenaga kesehatan lain yang ada di wilayah kerjaUPTD Kecamatan Pedes, terutama dalam hal pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TB yang ada, karena Puskesmas bukan satu- satunya tempat untuk deteksi tuberkulosis. Dengan adanya tambahan laporan dan pencatatan yang baik dari fasilitas atau tenaga kesehatan tersebut, diharapkan angka deteksi kasus TB akan meningkat. Manakala, pasien yang telah mendapatkan pengobatan bisa dianjurkan untuk memberhentikan pengobatan antibiotik non OAT sebelum pemeriksaan dahak dan diberikan tablet GG 200mg malam hari sebelum memeriksakan dahak pada paginya.
Masalah II Besar angka penemuan penderita (Case Detection Rate/CDR) di Puskesmas Kecamatan Pedes periode Januari sampai dengan Agustus 2014 adalah sebesar 24.40% dari tolok ukur 46.67%. Penyebab masalah: 1. Kurangnya tenaga di Puskesmas dalam melaksanakan program ini, yang terlihat dari tugas yang rangkap dari seseorang sebagai petugas P2M sekaligus petugas pencatatan dan pelaporan program, petugas PMO Puskesmas, dan petugas laboratorium sehingga tugas yang dilakukan kurang efektif. 2. Kurangnya pelatihan dan pembinaan kader atau PMO dalam membantu penemuan penderita secara aktif ke rumah, pencarian sumber penularan TB pada anak dan pemeriksaan kontak erat pasien TB BTA positif. 3. Tidak adanya penyuluhan kelompok, dari segi pelaksanaan mahupun perencanaan untuk melakukan penyuluhan walaupun sarana penyuluhan tersedia (brosur dan poster TB). 4. Lingkungan padat penduduk dan tingkat pendidikan masyarakat di wilayah kerjaUPTD Kecamatan Pedes yang mayoritas rendah menyebabkan masyarakat tidak cepat tanggap akan penyakit tuberkulosis. Misalnya bila timbul gejala batuk kronis hanya dianggap batuk biasa dan tidak memeriksakan diri lebih lanjut; bila anak tidak naik berat badannya dan sering keringat malam dianggap biasa karena kondisi rumah atau lingkungan yang padat.
Penyelesaian masalah : 1. Meningkatkan kinerja petugas dalam P2M dalam penentuan diagnosa penderita TB serta pencatatan dan pelaporan yang ada di Puskesmas Kecamatan Pedes, karena dengan pencatatan dan pelaporan penderita TB yang lengkap dan baik, diharapkan angka deteksi kasus TB akan meningkat. 2. Membina peran serta masyarakat dalam membantu pelaksanaan pembanterasan penyakit tuberkulosis secara aktif terutama terhadap kelompok yang berisiko tinggi tertular. 3. Mengadakan perencanaan dan penjadwalan penyuluhan kelompok yang dilaksanakan di desa atau puskesmas, untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis dan deteksi dininya sekaligus mengadakan kegiatan sweeping. 4. Mengadakan penyuluhan keluarga rawan tentang PHBS, dengan juga menghimbau perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan rajin mencuci tangan dengan sabun terutama setelah terkena dahak, memperhatikan lingkungan hunian yang padat, lembab, menambah ventilasi sehingga ada cahaya matahari yang masuk dalam rumah, menutup mulut saat batuk, melakukan aktivitas fisik (olahraga) dan tidak merokok di dalam rumah.
Kesimpulan Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru yang masih belum mencapai target : 1. Besar cakupan penjaringan suspek yang sangat kecil yaitu 8.98% dari target 80%, dengan besar masalah 71.02%. 2. Besar angka penemuan penderita (Case Detection Rate / CDR) adalah 24.40%, dimana tolok ukurnya 70%. Besarnya masalah adalah 45,6%
Saran Agar Program P2-TB di UPTD Kecamatan Pedes di periode yang akan datang dapat berhasil dan berjalan dengan baik, maka Puskesmas sebaiknya memperbaiki masalah yang ada dengan penyelesaian masalah sebagai berikut :
Kepada Kepala Puskesmas sebagai penanggungjawab program: A. Mengoptimalisasi kinerja dan membangun kerjasama tingkat program yang baik dengan membentuk struktur alur kerjasama tingkat program secara tertulis dan pembagian tugas yang teratur untuk menjalankan program P2- TB lintas program, sehingga tiap orang sadar dan mengetahui tugas serta tanggung jawabnya masing-masing dengan jelas. B. Memberikan pelatihan intensif kepada kader yang ada tentang P2-TB agar dapat menjadi tenaga penyuluh yang kompeten dan mampu membuat perencanaan dan melaksanakan penyuluhan kelompok sesuai dengan tingkat pendidikan masyarakat secara teratur dan berkala, memperbanyak brosur tentang TB sehingga dapat disebarkan kepada masyarakat. C. Menjalin kerjasama dengan fasilitas dan tenaga kesehatan lain yang ada di wilayah kerja UPTD Kecamatan Pedes dalam hal pencatatan dan pelaporan penderita TB, menjalin kerjasama dengan LSM, tokoh agama, kelompok ibu-ibu PKK, untuk turut mensosialisasikan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB dan deteksi dininya.
Apabila saran ini dilaksanakan maka diharapkan masalah tersebut tidak akan terulang pada pelaksanaan program P2-TB di UPTD Kecamatan Pedes pada periode mendatang
Daftar Pustaka 1. World Health Organization Global Report 2013. Teks Utama Laporan TB Global. Diunduh dari : http://tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb _1_2013.pdf. Pada tanggal 25 September 2014. 2. Aditama, Tjandra Yoga. 2005. Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Jakarta: IDI. 3. Departemen Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis, Cetakan ke 8. 4. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. TB di Indonesia Peringkat 5 Dunia. Diunduh dari : http://www.ppti.info/index.php/com ponent/content/article/. Pada tanggal 25 September 2014. 5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pengendalian TB di Indonesia Mencapai Target MDGs. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/index.php/ berita/press-release/857- pengendalian-tb-di-indonesia- mendekati-target-mdg.html. 6. Daman U. Profil Tuberkulosis Regional Jawa Barat. Diunduh dari: http://www.tbindonesia.or.id/tbnew . Pada tanggal 26 September 2014.