Kasus prita: Keadilan memang bukan untuk orang kecil!
Hukum untuk keadilan! Itu asasnya. Kenyataannya, sering hukum berpihak pada mereka yang kuat dan menyisihkan yang kecil. Kita ingat kasus hukum yang menimpa Prita Mulyasari dua tahun lalu. Atas dukungan banyak pihak yang menilai bahwa putusan hakim kala itu tidak mempertimbangkan rasa keadilan, Prita akhirnya dibebaskan baik secara perdata maupun pidana. Tetapi kini putusan kasasi MA akan siap kembali menggiring Prita ke balik jeruji besi. Masihkah keadilan bisa jadi milik orang kecil? Putusan bebas demi hukum 2 tahun yang lalu bukan berarti membuat Prita benar-benar merdeka. Itu bukan akhir dari sebuah perseteruan. Majelis kasasi MA dengan putusan perkara no. 822/K/PID.SUS/2010 membatalkan vonis bebas Prita sebelumnya dan mengganjar Prita dengan penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan satu tahun. Tak pelak putusan kasasi ini membuat Prita kembali berurusan dengan hukum dan siap-siap untuk sementara pindahan hidup ke balik jeruji besi. Dua tahun yang lalu Prita Mulyasari tersandung kasus hukum gara-gara keluh kesahnya terhadap pelayanan rumah sakit Omni International yang dianggapnya tidak memuaskan ditulis dalam sebuah milis. Keluh kesah sebagai konsumen yang kecewa itu akhirnya menyebar luas melalui e-mail. Pihak rumah sakit ganti mengklaim bahwa mereka dirugikan atas keluhan Prita yang menyebar luas itu. Tak pelak selain membuat bantahan melalui media masa, mereka juga menuntut Prita secara hukum atas tuduhan pencemaran nama baik. Kini perang antara Daud dan Goliath, si raksasa dan si kecil, kembali berkobar. Prita pun merasa bingung apa dasarnya MA mengabulkan permintaan kasasi yang diajukan oleh kuasa hukum pihak penggugat. Dapat dimaklumi apabila bingung dan sedih berkecamuk dalam diri Prita. Siapa sih yang menginginkn hidup dalam bui, apalagi bila ditengarai hukum yang menghantarnya adalah cerminan pasal-pasal yang kaku dan bukannya dasar hukum yang mencerminkan rasa keadilan? Prita sempat menyampaikan keluh kesahnya sebagai rakyat kecil ke DPR, dan kemarin (12 Juli) ia memenuhi undangan Komisi III DPR untuk dengar pendapat. Ya, untuk sementara mungkin Prita merasa terhibur dengan janji Komisi III yang akan membantu Prita. Selain itu, kini simpati dan dukungan moral masyarakat kembali mengalir untuk Prita. Bisakah semua itu membuat kembali keadilan bagi orang kecil? Saat ini tinggal satu upaya terakhir yang dimiliki Prita, yang mungkin bisa membebaskannya dari hukuman pidana penjara 6 bulan, yaitu upaya hukum luar biasa dengan Peninjauan Kembali (PK). Banyak pihak kembali minta agar MA jeli melihat hukum. Bukannya sekedar melihat pasal undang-undang secara kaku, tetapi perlu mempertimbangkan rasa keadilan. Keadilan bagi seorang konsumen yang merasa dirugikan tetapi bukannya kompensasi atau perlindungan yang didapatkan, tapi justru pengekangan untuk sementara akan kebebasannya. Mungkin perlu juga MA dituntut untuk jeli terhadap para hakimnya yang menangani kasasi ini. Jeli untuk melihat ada apakah dibalik putusan MA itu. Adakah sesuatu yang membuat para hakim tidak lagi bisa melihat dan mempertimbangkan rasa keadilan? Keadilan tidak bisa dilihat dari sekedar kaca mata pasal-pasal hukum, tetapi dilihat dengan hati nurani para penegak hukum. Bila aparat sudah kehilangan hati hurani, maka hukum tidak akan lagi dapat tegak. Hukum akan selalu condong dan berpihak pada mereka yang kuat. Bila demikian, masihkan keadilan menjadi milik orang kecil?
Analisis Masalah : Kasus keadilan memang menjadi suatu kasus yang lebih banyak atau lebih sering menimpa masyarakat miskin karena masyarakat miskin tidak atau kurang mamiliki akses untuk melakukan pembelaan saat ia dituduh atau dijatuhkan vonis bersalah oleh hakim. Sama seperti kasus yang dibahas diatas tentang keinginan Prita Mulyasari yang ingin meminta keadilan terhadap kasusnya yang dinilai menjatuhkan harga diri (image) dari RS Omni Internasional. Kasus Prita dimulai saat ia sebagai konsumen mengeluhkan pelayanan RS Omni Internasional yang kurang maksimal di milis dan tersebar luas lewat internet. Pada saat menjalani siding pun Prita merasa kurang puas atas vonis yang dijatuhkan karena merasa sangat memberatkan Prita. Dalam kasus ini tentu dapat dilihat bahwa keadilan tidak berpihak kepada rakyat miskin di Indonesia.
Solusi Masalah : Dalam kasus ini, banyak hal yang harus diperbaiki. Banyak masyarakat miskin di Indonesia yang kurang mendapatkan keadilan dari pemerintah maupun hukum di Indonesia. Dalam hal ini, banyak pihak yang harus ikut bertanggung jawab atas kasus yang bukan hanya menimpa Prita Mulyasari tapi juga untuk masyarakat miskin lainnya. Yang pertama kali harus memasang tempat untuk bertanggung jawab atas masalah ini adalah tentunya pemerintah. Pemerintah harus lebih jeli melihat kasus-kasus yang menimpa masyarakatnya. Jika sudah ada masalah yang muncul terutama pada masyarakat miskin, pemerintah harus melakukan suatu perlindungan jika memang yang tertutuduh tidak bermasalah. Pemerintah juga harus lebih tegas melakukan perlindungan terhadap masyarakat miskin Indonesia. Selain pemerintah, penegak hukum seperti hakim dalam persidangan juga harus adil dalam melakukan sidang yang dibawakannya. Tidak boleh semena-mena walaupun menangani masalah masyarakat miskin. Selain itu hakim harus bisa objektif dalam menangani masalahnya.
Bedah rumah, Tidak tingkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
Dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma dunia dalam pembangunan ke arah yang lebih menekankan pembangunan manusia sebagai dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan manusia telah menjadi arah utama dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan yang sebagian tujuannya telah dirumuskan dalam Millenium Development Goals (MDG's) yaitu pengurangan jumlah penduduk miskin melalui pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar manusia. Permasalahan yang ada dalam proses pembangunan meliputi permasalahan yang sifatnya mendasar seperti yang umum dialami oleh sebagian besar daerah lain, serta permasalahan ikutan yang berkembang seiring dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain : belum terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat akan pangan, sandang, papan; tingginya angka pengangguran dan kemiskinan; laju pertumbuhan ekonomi yang masih lambat; terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan daerah; dan terbatasnya kualitas sumberdaya manusia termasuk perilakunya sehingga belum mampu mewujudkan suatu penyelenggaraan pemerintahan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip good governance. Mengutip data Dinas Sosial Provinsi Bali tahun 2011 tercatat 12,912 kepala keluarga (KK) di Bali masih menghuni rumah berkategori tidak layak huni. Belasan ribu KK ini merupakan KK miskin yang menjadi prioritas sasaran program bedah rumah yang digulirkan Pemprov. Bali. Jumlah KK miskin yang menghuni rumah tidak layak huni tersebar di sembilan kabupaten dan kota di Bali di antaranya Kabupaten Buleleng 3.500 KK, 2.872 KK berdomisili di Kabupaten Tabanan, 2.402 KK di Kabupaten Bangli, 2.161 KK di Kabupaten Karangasem, 825 KK di Kabupaten Klungkung, 398 KK di Kabupaten Gianyar, 300 KK di Kabupaten Jembrana, 250 KK di Denpasar, dan 200 KK di Kabupaten Badung. Program bedah rumah yang dirancang untuk membantu masyarakat miskin dalam pemenuhan rumah layak huni telah terlaksana sesuai tahun anggaran. Namun dalam pelaksanaannya banyak hal yang telah menyimpang dari tujuan awal seperti; kualitas bahan di bawah standar, terlambatnya waktu dari rencana awal, tenaga kerja yang tidak sesuai harapan, tidak tepat sasaran, dan berbagai masalah lain yang menjadi keluhan penerima bantuan. Perlu kajian dan evaluasi dari pelaksanaan program bedah rumah secara menyeluruh untuk meminimalkan masalah dalam pelaksanaannya dengan lebih mengedepankan swadaya masyarakat. Program nasional perumahan rakyat pelaksanaanya masih sangat terbatas, bahkan belum menyentuh/menjangkau pembangunan dan rehabilitasi rumah tinggal keluarga miskin yang tidak layak huni di pedesaan. Hasil survei menunjukkan masih banyak rumah warga miskin di pedesaan yang tidak layak huni/tidak sehat (hasil survei tahun 2011 sebanyak 12.912 KK penduduk Bali yang memiliki rumah tidak layak huni). Rumah warga miskin yang tidak layak huni sangat mempengaruhi rendahnya derajat kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat.
Analisis Masalah : Bedah rumah merupakan suatu cara yang dilakukan pemerintah Provinsi Bali untuk menyejahterakan rakyat miskin di kawasan Provinsi bali. Rencana untuk bedah rumah ini memang sudah sangat baik dan disambut baik juga oleh warga miskin yang medapatkan penanganan dan mendapatkan kesempatan untuk di bedah rumahnya. Namun dalam pelaksanaan bedah rumah ini mendapatkan suatu kasus atau masalah yaitu tidak meratanya penyasaran yang dilakukan oleh tim bedah rumah ini, masih banyak ada masyarakat miskin yang belum tersentuh bantuan bedah rumah ini. Selain itu dalam pelaksaan bedah rumah ini sering terjadi penyelesaian yang setengah-setengah dalam arti tidak maksimalnya pekerja dalam menangani proses bedah rumah ini sehingga tidak terbentuknya rumah yang sesuai harapan.
Solusi Permasalahan : Dalam permasalahan ini, jika dilihat lebih dalam lagi, banyak yang seharusnya bertanggung jawab. Selain para pelaksana, juga pemerintah yang harus lebih mematangkan konsep atau rencana yang sudah diatur dan merealisasikannya dengan baik. Selain itu dalam pelaksaannya, para pemerintah juga harus lebih sering meninjau dan melihat para pekerja yang melakukan pekerjaan bedah rumah ini. Jangan hanya mempercayakan begitu saja pada kontraktor. Selain itu para kontraktor juga harus bekerja lebih keras dalam melakukan proses bedah rumah ini karena ini tentu menyangkut kesejahteraan rakyat miskin. Tentu tidak ada gunanya jika sudah melakukan bedah rumah tetapi hasil yang dicapai tidak memuaskan. Jika dilihat memanga proses bedah rumah ini tidak mendapatkan begitu banyak perubahan. Banyak rumah-rumah yang masih terbengkalai dan kurang maksimal pengerjaanya. Selain para pemerintah dan kontraktor juga pekerja, factor yang mendorong kurang maksimalnya pengerjaan bedah rumah ini karena kurangnya dan yang dibutuhkan. Seharusnya pemerintah lebih rapi lagi untuk melakukan pengaturan keuangan yang direncanakan agar semua rakyat miskin mendapatkan penganan yang merata dan tidak hanya sekedarnya saja.