Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PASIEN GANGGUAN
KONJUNGTIVA
OLEH
Ni Kadek Netiari
(10.321.0763)
KAJIAN TEORI
A. DEFINISI
Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Konjungtivitis (mata merah) adalah
inflamasi pada konjungtiva oleh virus, bakteri, clamydia, alergi, trauma/ sengatan matahari (Long
B C, 1996).
Konjungtivitis adalah infeksi atau inflamasi pada konjungtiva mata dan biasa dikenal
sebagai pink eye. Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga
menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degenerative atau kerusakan akibat
serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada
konjungtivitis didapatkan hyperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi kojungtiva
hanya injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur, asap, debu, dan
lain-lain.
Konjungtivitis inflamasi dapat terjadi karena terpapar alergen atau iritan dan tidak
menular. Konjungtivitis infeksi lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan mudah
menular. Penyebab tersering meliputi bakteri, virus dan klamidia. Sedangkan penyebab yang
kurang sering adalah alergi, penyakit parasit dan yang jarang adalah infeksi jamur
atau occupational irritant. Bentuk idiopatik dapat berhubungan dengan penyakit sistemik tertentu
seperti ertema multipormis dan penyakit tiroid.
B. KLASIFIKASI
Konjungtivitis terbagi dalam tiga jenis, yaitu konjungtivitis alergi atau vernal, infeksi atau
bacterial, dan viral
1.
Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sesitifitas terhadap serbuk, protein
hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan atau obat (atropine dan
antibiotic golongan mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray,
tatarias, asap rokok. Asma, demam kering dan eczema juga berhubungan dengan konjungtivitis
alergi.
Gejala jenis konjungtivitis ini adalah edema konjungtiva ringan sampai berat, sensasi
terbakar dan injeksi vaskuler. Lakrimasi kadang-kadang terjadi. Rasa gatal adalah yang paling
parah pada bentuk konjungtivitis ini. Kadang-kadang didapatkan rabas seperti air.
2.
Konjungtivitis Infektif
Jenis konjungtivitis ini juga berhubungan dengan pink eye dan mudah menular.
Wabah pink eye dapat terjadi pada populasi yang padat dan dengan standar kesehatan yang
rendah. Penyebab infeksi ini adalah Staphylococcus aureus. Dapat juga terjadi setelah
terpapar Haemophilus influenzaatau N. gonorhoea. Dapat terjadi bersamaan dengan morbili,
parotitis epidemika, bleferitis, obstruksi duktus nasolakrimalis, karena penyinaran cahaya
(konjungtivitis elektrika).
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan rabas pada
awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih tebal atau mucus dan
berkembang menjadi purulent yang menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi tertutup
terutama saat bangun tidur pagi hari. Dapat ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
3.
Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang paling sering adalah
keratokonjungtivitis epidemika) atau dari penyakit virus sistemik
seperti mumps dan mononucleosis.Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga
disebut juga konjungtivitis folikularis.
Gejalanya, pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotopobia dan sensasi adanya benda
asing pada mata. Epiofora merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva dapat menjadi kemerahan
dan bisa terjadi nyeri periorbital.
C. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan
penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada anak-anak dengan gizi kurang atau
sering mendapat radang saluran napas, serta dengan kondisi lingkungan yang tidak higiene.
Pada orang dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi tidak jarang
penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan konjungtivitis flikten. Penyakit lain
yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah helmintiasis. Di Indonesia umumnya,
terutama anak-anak menderita helmintiasis, sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten
menjadi tidak jelas. (Alamsyah, 2007)
D. ETIOLOGI
Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini etiolgi berdasarkan
klasifikasi konjungtivis yaitu
1.
Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi humoral terhadap
alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari Sindrom Steven Johnson, suatu
penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan presdiposisi alergi
obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
2.
Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti:
Stafilokok
Streptokok
Corynebacterium diphtheriae
Pseudomonas aeruginosa
Neisseria gonorrhoea
Haemophilus influenza
3.
Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti:
Adenovirus
Herpes simpleks
Herpes zoster
Klamidia
New castle
Pikorna
Enterovirus
E. PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata
terinfeksi Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air
mata unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris dan kerja
memompa dari palpebral secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata
mengandung substansi anti mikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak menyebabkan
kerusakan pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel eksfoliasi, hipertropi
epitel atau granuloma mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva melalui epitel ke
permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet,
membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebral pada bangun
tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior, ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah, edema, rasa nyeri,
dan adanya secret mukopurulent. Hal ini menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada
forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hyperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan
pembengkakan dan hipertropi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi
tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi airmata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh daah yang hyperemia dan menambah jumah airmata.Jika klien mengeluh
sakit pada iris atau badan silier berarti kornea terkena.
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme,
bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu
menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan
berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran
air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan
iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan
lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur
dan rasa pusing.
F. PATHWAY
Gangguan rasa nyaman
Perlengketan tepian palpebra
Imunologi (alergi)
Iritatif (zat kimia, suhu, lingkungan, radiasi, trauma)
Terjadinya reaksi antigen dan antibodi
Menginfeksi konjungtiva
konjungtivitis
Kurang informasi
Bingung
Infeksius (virus,bakteri, jamur,)
Kurang pengetahuan
Mata terasa panas seperti terbakar
Pelebaran pembuluh darah
Hyperemia
(mata merah)
Fungsi sekresi kelenjar air mata terganggu
Lakrimasi
TIO
Tersumbatnya kanal schlemen
Iskemik saraf optic
Ulkus kornea
Terdapat Secret mukropurulen
permebilitis sel
Oedema kelopak mata
Gangguan citra tubuh
Gangguan sensori perceptual : penglihatan
Peradangan
Nyeri
Risiko
infeksi
G. MANIFESTASI KLINIS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
H.
I.
PENATALAKSANAAN
Konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Tapi tergantung pada penyebabnya, terapi dapat
meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan antiinflamasi, irigasi mata, pembersihan kelopak
mata, atau kompres hangat. Bila konjugtivits disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus
diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat
dapat memberikan instruksipada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian
menyentuh mata yang sehat, untuk mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang
sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah.
Terapi pada infeksi bakteri adalah dengan antibiotic (sulfonamid topikal), pada infeksi
virus dengan sulfonamide/antibiotika tetes mata spectrum luas untuk mencegah infeksi
sekunder, sedangkan untuk infeksi alergi diberikan vasokonstriktor tetes seperti nafazolin,
kompres dingin, dan antihistamin oral
Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak
mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat
menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid.
Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon
asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan
Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep
antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal
(Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada
anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti
dengan doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai
4 minggu. Pada kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan
tuberkulosis.
J.
KOMPLIKASI
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yangtidak tertangani diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
Glaukoma
Katarak
Ablasi retina
Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh
akan meninggalkan jaringan parut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan,
lama- kelamaanorang bisa menjadi buta
6. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu
penglihatan
Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan mengurang kea rah limbus.
Kemungkinan adanya secret :
a.
Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat
bangun tidur.
b. Berair/encer pada infeksi virus.
3. Edema konjungtiva
4.
5.
6.
7.
Blefarospasme
Lakrimasi
Konjungtiva palpebra (merah,kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane
pada infeksi pneumokok.Kadang-kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil-kecil baik di
konjungtiva palpebral maupun bulbi yang biasanya disebsbkan pneumokok atau virus.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium
2.
Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajad pandangan perifer klien karena jika
terdapat secret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat
halo.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nyeri berhubungan dengan peradangan ditandai dengan rasa panas pada mata
Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan edema dan iritasi konjungtiva ditandai
dengan peningkatan eksudasi, fotofobia lakrimasi dan rasa nyeri.
Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan ulkus kornea yang ditandai dengan adanya
sekret purulen.
Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada
kelopak mata (bengkak /edema)
Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau pada orang lain yang berhubungan
dengan keterbatasan pengetahuan klien tentang penyakit.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi prognosis dan
pengobatan proses penyakit
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
DX
1
Tujuan dan
Kreteria
Hasil
Setelah diberikan
a)
asuhan
keperawatan
diharapkan nyeri
b)
klien
teratasi
dengan Kriteria
hasil:
Nyeri berkurang
atau terkontrol. c)
Intervensi
Rasional
d) Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian analgesic.
Setelah diberikan
a) Kompres
tepi
a)
asuhan
palpebral
(mata
keperawatan
dalam
keadaan
diharapkan klien tertutup)dengan
b)
merasa nyaman larutan salin kurang
dengan Kriteria lebih selama 3 menit
hasil:
b) Usap eksudat secara
Melakukan
perlahan
dengan
c)
d)
tindakan untuk kapas yang sudah
dibasahi
salin
dan
mengurangi
pengusap
nyeri/fotofobia/e setiap
hanya dipakai satu
e)
ksudas.
kali
Menunjukkan
c) Beritahu klien agar
perbaikan
tidak menutup mata
keluhan.
yag sakit.
d) Anjurkan
klien
menggunakan
kacamata (gelap).
f)
h) Kolaborasi
dalam
pemberian:
Analgesik
ringan
seperti asetaminofen
i) Kolaborasi dalam
pemberian:Vasokons
triktor
seperti
nafazolin.
3
Setelah diberikan
a)
asuhan
keperawatan
diharapkan
b)
penglihatan
Pastikan derajat/tipe
a)
kehilangan
b)
penglihatan
Dorong
c)
mengekspresikan
kliean
kembali
normal dengan
Kriteria hasil:
Mengenal
gangguan sensori
c)
an
berkompensasi
terhadap
perubahan
Mengidentifik
d)
asi/memperbaiki
potensial bahaya
dalam
lingkungan
Setelah diberikan
a)
asuhan
keperawatan
diharapkan tidak
tejadi gangguan
konsep
diri
b)
dengan Kriteria
hasil:
c)
perasaan
tentang
kehilangan atau
kemungkinan
d) Menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan pe
kehilangan
penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingku
penglihatan
Tunjukkan
pemberian
tetes
mata,
contoh
menghitung tetesan,
mengikuti
jadwa,
tidak salah dosis
Lakukan
tindakan
untuk
membantu
pasien
menangani
keterbatasan
penglihatan.
Dorong
a)
pengungkapan
perasaan
dan
b)
menerima apa yang
c)
dikatakannya.
Berikan lingkungan
yang bisa menerima
keadaan dirinya
Diskusikan
Mendemonstr peradangan terhadap
asikan
respon citra diri dan efek
yang
ditimbulkan
adaptif
dari penyakit.
perubahan
konsep diri.
Mengekspresi
kan
kesadaran
tentang
perubahan
dan
perkembangan ke
arah penerimaan.
Setelah diberikan
a)
asuhan
keperawatan
diharapkan tidak
tejadi penyebaran
infeksi
dengan anggota
keluarga
Kriteria hasil:
yang lain. Klien
Mempunyai
sebaiknya
menggunakan tisu,b)
pengetahuan
saputangan
yang
adekuat bukan
tentang tindakan dan tissue ini harus
dibuang
setelahc)
pencegahan
pemakaian satu kali
penularan.
saja
Melakukan
b) Ingatkan klien untuk
tindakan
tidak
menggosok
pencegahan
mata yang sakit atau
penularan
kontak sembarangan
penyakit.
dengan mata
Tidak
terjadi
c) Beritahu
klien
penularan
tentang tekhnik cuci
penyakit
pada tangan
yangd)
mata yang lain, tepat.Anjurkan klien
atau orang lain.
untuk
mencuci
tangan sebelum dan
sesudah melakukan
pengobatan
dan
gunakan saputangan
atau handuk bersih.
Beritahu klien untuk
menggunakan tetes
atau salep mata
dengan benar tanpa
menyentuhkan ujung
botol pada mata/bulu
mata klien.
d) Bersihkan alat yang
digunakan
untuk
memeriksa klien
Setelah diberikan
a)
asuhan
keperawatan
diharapkan
pemenuhan
informasi klien
terpenuhi dengan
b)
Kriteria hasil:
Tunjukan
teknika) Meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan k
yang benar untuk kompetensi dan menanyakan pertanyaan.
pemberian
tetesb) Mempertahankan konsistensi program obat adalah ha
mata, minta pasien menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan
untuk
mengulangi tambahan.
tindakan.
Kaji
pentingnyac) Efek samping obat yang merugikan mempengaruhi re
mempertahankan
ancaman kesehatan berat.
jadwal obat, contoh :d) Mengawasi kemajuan/pemeliharaan penyakit untuk me
Klien
menyatakan
pemahaman
tentang kondisi,
c)
prognosis
dan
pengobatan.
Klien
dapat
mengidentifikasi
d)
hubungan
tanda/gejala
dengan
proses
penyakit.
tetes
mata.
Diskusikan
obatobatan tang harus
dihindari
Identifikasi
efek
samping
yang
merugikan
dari
penggunaan obat.
Anjur
untuk
memeriksa
secara
rutin.
D. IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi
E. EVALUASI
Diagnose (Dx):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta: Penerbit Media
Esculapius FKUI..
Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Daniel G. Vaughan, dkk. 2000. Oftamologi Umum. Jakarta: Widya Medika.
Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit Buku
Kedokteran EGC.
http://duniavirly.blogspot.com/2012/02/askep-konjungtivitis.html, diakses tanggal 16 Februari
2012
http://ners-blog.blogspot.com/2011/03/askep-gangguan-konjungtiva.html, diakses tanggal 16
Februari 2012
Smeltzer Bare, dkk. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Volume III. Jakarta: EGC.