Вы находитесь на странице: 1из 19

PRESENTASI KASUS

BRONKIOLITIS
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Saras Husada Purworejo

Pembimbing:
dr. Melna A. Purba Sp.A
Disusun oleh:
Aldilas Achmad Nursetyo
(20070310202)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

BRONKIOLITIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
Di bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Saras Husada Purworejo

Disusun Oleh :
Aldilas Achmad Nursetyo
20070310202

Telah dipresentasikan dan disetujui


Pada Tanggal :

September 2013

Pembimbing :

dr. Melna A. Purba Sp.A

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Presentasi Kasus Ilmu Kesehatan Anak


No. RM : 281609

Anamnesis

Nama : By. I

Ruang : Tulip

Umur : 3 bulan

Kelas : II

Nama

: An. I

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tgl lahir

: 10 Mei 2013

Umur

: 3 bulan

Nama Ayah

: Tn. S

Umur

: 29 th

Pekerjaan Ayah

: Karyawan Swasta

Pendidikan Ayah

: S1

Nama Ibu

: Ny. T

Umur

: 26 th

Pekerjaan Ibu

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Ibu

: SMA

Alamat

: Karangrejo RT 01 RW 01, Loano, Purworejo

Tgl masuk RS

: 16 Agustus 2013

Diagnosis masuk

: Obs. Bronkopneumonia

Dokter yang merawat

: dr. Melna A. Purba, M.Sc, Sp.A

Co-asisten

: Aldilas A.N.

Tanggal 17 Agustus 2013, Allo-anamnesis dengan ibu pasien


Keluhan utama

: Sesak nafas

Keluhan tambahan

: Batuk sejak 3 hari

Riwayat penyakit sekarang :

3 HSMRS pasien mengeluh batuk mengikil dengan kesan batuk berdahak namun dahaknya
tidak dapat dikeluarkan. Keluhan disertai sesak nafas. Menetek (+) demam (-) muntah (-)
diare (-)

HMRS orang tua pasien membawa pasien periksa ke dokter SPA dengan keluhan utama sesak
nafas, dokter SPA kemudian merujuk ke RSUD. Di IGD pasien mengalami sesak nafas berat
sampai sianosis.

Riwayat penyakit dahulu :

Tidak ada riwayat asma.

Keluhan yang sama terakhir 1 bulan yang lalu, sudah berobat di bidan.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat asma dalam keluarga disangkal.

Anggota keluarga serumah yang mengalami penyakit serupa disangkal.

Tetangga rumah yang mengalami penyakit serupa disangkal.

Riwayat kehamilan dan persalinan :

Pasien merupakan anak pertama dari kehamilan pertama. Usia kehamilan cukup bulan sekitar
9 bulan. Ibu melakukan pemeriksaan antenatal di bidan. Tidak ada riwayat demam tinggi,
tekanan darah tinggi, merokok. Tidak ada riwayat trauma ataupun perdarahan selama
kehamilan.

Pasien lahir secara operasi sectio caesaria dengan riwayat ketuban pecah dini. Bayi jenis
kelamin laki-laki, menangis kuat setelah lahir, gerak aktif, berat badan lahir 3200 gram dan
panjang badan 47 cm.

Riwayat pasca persalinan :

Ibu memberikan ASI eksklusif selama 1 minggu, kemudian memberi tambahan pendamping
ASI berupa susu formula sampai sekarang.

Kesan :

Ibu : riwayat kehamilan normal, riwayat persalinan SC dengan penyulit ketuban pecah dini.

Bayi : Riwayat mengalami distress intrauterin (-), ikterik neonatorum(-), riwayat kejang
demam (-), asfiksia (-). Pasien tidak diberikan ASI eksklusif.

Imunisasi :
Jenis

Status pemberian

Usia

Hepatitis B

0 bulan, 1 bulan

BCG

Hib

DPT

Kesan : Imunisasi tidak lengkap.

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan :

Sosial

Pasien sejak lahir berada di rumah tinggal bersama ayah, ibu, dan nenek dari ibu. Pasien diasuh
bersama ibu dan neneknya.

Ekonomi

Sumber pendapatan keluarga didapat dari ayah yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta.
Penghasilan dirasa cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Lingkungan

Sejak lahir pasien dirawat di rumah. Lingkungan perumahan dekat dengan pabrik tekstil. Lingkungan
sekitar rumah cukup bersih. Sumber air minum dan MCK dari PAM. Ventilasi cukup.
Kesan : Sosial dan ekonomi cukup memadai. Lingkungan kurang sehat karena dekat dengan sumber
polusi udara.
Anamnesis Sistem

Sistem saraf pusat

Sistem kardiovaskular : Sianosis (+)

Sistem respirasi

Sistem gastrointestinal : Diare (-), nyeri perut (-), muntah (-)

Sistem urogenital

Sistem muskuloskeletal : Kekakuan otot (-), kelemahan ekstremitas (-)

Sistem integumentum

Pemeriksaan
Jasmani

: Demam (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-)

: Sesak nafas (+), batuk (+), pilek (-) krepitasi (-)

: nyeri BAK (-), tanda-tanda iritatif (-)

: Gatal (-), bengkak (-)


Nama : By. I

Ruang : Tulip

Umur : 3 bulan

Kelas : II

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum

: sesak nafas (+) sianosis (-) dehidrasi (-)

Kesadaran

: compos mentis

Nadi

: 112x/menit

Suhu badan

: 36,80C
3

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pernafasan

: 38x/menit

Berat badan

: 6,1 Kg

Panjang badan

: 61 cm

Status Gizi
BB//U = 6,1/3 = -1 SD 0 SD --> gizi baik
PB//U = 61/3 = -1 SD 0 --> normal
BB//PB = 6,1/60 = -2 SD - -1 SD --> normal
Status gizi berdasarkan NCHS = Gizi anak baik
Kelenjar limfa

: pembesaran (-)

Otot

: kelemahan otot ekstremitas (+)

Tulang

: deformitas (-)

Sendi

: gerakan bebas, nyeri gerak (-)

Pemeriksaan Khusus
Thoraks
Jantung

Inspeksi

: ictus cordis (+)

Perkusi

: Batas kanan atas : SIC II, LPS dextra; kiri atas : SIC II,LPS sinistra
: Batas kanan bawah : SIC IV, LPS dextra; kiri bawah : SIC II,LMC
sinistra

Auskultasi : S1 > S2, BJ I & II regular, bising (-)


Paru-paru

Inspeksi

: Tampak simetris, retraksi subcostalis (+), retraksi intercosta (+), tidak ada
ketinggalan gerak, hematom (-)

Perkusi

: sonor pada seluruh lapang paru

Palpasi

: VF ka = ki

Auskultasi : suara dasar vesikular, ronkhi basah (+), wheezing (+), stridor (-),
krepitasi (-)
Abdomen
Inspeksi

: supel (+) distensi (-) caput medusa (-)

Auskultasi

: BU (+) normal frekuensi


4

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Palpasi

: hepatomegali (-) splenomegali (-) nyeri tekan (-)

Perkusi

: tympani (+)

Ekstremitas

: Akral hangat, Arteri dorsalis pedis teraba kuat

Kepala
Bentuk

: normocephal

Ubun-ubun

: cembung (-), cekung (-)

Muka

: simetris

Mata

: cekung -/-, sekret -/-, injeksi konjungtiva -/-, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, strabismus -/-, udema palpebra -/-, ptosis -/-, pupil isokor
(+)

Hidung

: sekret (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (+), deformitas (-)

Telinga

: discharge (-), deformitas (-)

Mulut

: trismus (-), stomatitis (-), mukosa bibir kering (-), bibir cianosis (-), darah
(-)

Faring

: hiperemis (-), tonsil tidak membesar

Gigi

: belum tumbuh gigi susu

Leher

: pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-), pembesaran limfonodi (-)

Ringkasan Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik, dan
Rencana Tindakan Lanjutan

Nama : By. I

Ruang : Tulip

Umur : 3 bulan

Kelas : II

Anamnesis :

Sesak nafas hingga sianosis

Batuk kambuh-kambuhan sejak usia 3 minggu

Tidak ada demam

BAB dan BAK normal

Pemeriksaan Fisik :

KU : Compos mentis, tampak sesak nafas, gizi baik

VS : Suhu : afebris
Nadi : normal
5

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Nafas : normal

Thorak : Retraksi sub costalis (+)


Ronkhi (+/+)
Wheezing (+)

Abdomen dalam batas normal

Ekstremitas dalam batas normal

Diagnosis Kerja

Pneumonia

Diagnosis Banding

Bronkiolitis

Asma bronkiale

Rencana Pemeriksaan

Tes darah lengkap

Foto Rontgen Thorax AP

Hasil Pemeriksaan Penunjang


Darah rutin

AL : 19.91 (4.8-10.8 ribu/uL)

Hb : 11.5 (14-18 g/dL)

HCT : 35.5 (42-52 %)

AT : 424 (150-450 ribu/uL)

Hitung Leukosit

Neutrofil : 12.7%

Limfosit : 74.9%

Monosit : 10.3%

Eosinofil : 1.6%

Basofil : 0.5%

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pemeriksaan Radiologi Thorax :

Pulmo dan besar cor normal

Rencana Tatalaksana
Medikamentosa

Antibiotik
Inj. Sultamiccilin (Ampicillin + Sulbactam) (MIMS)
150 mg x 6,1/24 jam = 915 mg/24 jam = 305 mg/8jam
Inj. Gentamicin (Medscape.com)
2,5 mg x 6,1/24 jam = 15 mg/24 jam

Bronkodilator
Nebulisasi Salbutamol respul/8 jam

Supportif

Kebutuhan cairan : 6,1 KgBB x 100cc = 610cc/24 jam


Inf RL 480 cc/24 jam = 20 tpm (mikro)
ASI per sonde 4 x 30-40 cc

Oksigenasi nasal canule 2L/m

Pemasangan NGT

Lakukan suction jika lendir berlebih di dalam saluran nafas

Edukasi

Menerangkan kepada orang tua pasien bahwa kondisi yang dialami pasien merupakan infeksi
paru berat yang mungkin saja menginfeksi jaringan paru atau saluran nafas bawah yang paling
dalam.

Menerangkan kepada orang tua pasien mengenai peluang penyebab infeksi yaitu berbagai
macam bakteri. Sehingga penanganannya menggunakan antibiotik.

Menerangkan komplikasi dari penyakit yaitu sesak nafas dan kesulitan untuk minum akibat
nafas yang cepat. Maka diberikan terapi penunjang oksigenasi dan pemasangan NGT untuk
memberikan asupan makanan melalui selang.
7

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Perkembangan penyakit
17/8/13 S : Batuk (+) minum (+) BAB (+) BAK (-)
O : nampak sesak nafas
RR : 32x/menit; T : 36,90C; retraksi intercostal dan supraclavicular; suara paru
vesicular (+/+) wheezing (+) ronkhi basah (+/+)
A : Pneumonia
P : - Inf. RL 20 tpm (mikro)
- O2 nasal canule 1L/menit
- Inj. Sultamiccilin 200 mg/8 jam
- Inj. Gentamicin 30 mg/24 jam
18/8/13 S : Batuk (+) minum (+) BAB (+) BAK (+)
O : nampak sesak nafas
RR : 36x/menit; T : 36,50C; retraksi supraclavicular; suara paru vesicular (+/+)
wheezing (+) ronkhi basah (+/+)
A : Pneumonia dd Bronkiolitis
P : - Inf. RL 20 tpm (mikro)
- O2 nasal canule 1L/menit
- Inj. Sultamiccilin 200 mg/8 jam
- Inj. Gentamicin 30 mg/24 jam
19/8/13 S : Batuk (+) minum (+) BAB (+) BAK (+)
O : nampak sesak nafas
RR : 37x/menit; T : 370C; suara paru vesicular (+/+) wheezing (+) ronkhi basah (+/+)
A : Pneumonia dd Bronkiolitis
P : - Inf. RL 20 tpm (mikro)
- O2 nasal canule 1L/menit
- Inj. Gentamicin 30 mg/24 jam
- Inj. Ceftriaxon 50mgx 6,1/24 jam = 305 mg/24 jam = 150 mg/12 jam
- Nebulisasi ventolin respul/8 jam
20/8/13 S : Batuk (+) minum (+) BAB (+) BAK (+)
8

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
O : Baik
RR : 46x/menit; T : 36,50C; suara paru vesicular (+/+) wheezing (-) ronkhi basah (+/+)
A : Bronkiolitis
P : - Inf. RL 20 tpm (mikro)
- Inj. Gentamicin 30 mg/24 jam
- Inj. Ceftriaxon 150 mg/12 jam
- Nebulisasi ventolin respul/12 jam
21/8/13 S : Batuk (+) minum (+) BAB (+) BAK (+)
O : Baik
RR : 46x/menit; T : 37C; suara paru vesicular (+/+) wheezing (-) ronkhi basah (+/+)
A : Bronkiolitis
P : - Inf. RL 20 tpm (mikro)
- Inj. Gentamicin 30 mg/24 jam
- Inj. Ceftriaxon 150 mg/12 jam
- Nebulisasi ventolin respul/8 jam
Diagnosis akhir
Bronkiolitis
Prognosis
Dubia ad bonam
Telah diperiksa oleh dokter pembimbing

Penulis,

Tanggal ...................

dr. Melna A. Purba, M.Sc, Sp.A

Aldilas Achmad Nursetyo


(20070310202)

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tinjauan Pustaka
Definisi
Bronkiolitis merupakan suatu infeksi yang terjadi pada bronkiolus paru-paru, saluran udara
terkecil di dalam paru-paru berupa penumpukan cairan dan penyempitan saluran. Karakteristik
bronkiolitis di antaranya demam, sekret nasal, batuk kering, dan suara nafas mengi (wheezing).
Epidemiologi
Setiap tahunnya ditemukan 150 juta kasus bronkiolitis di seluruh dunia. 95% kasus di antaranya
ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia. Bronkiolitis paling sering diderita oleh anak usia
antara 0 2 tahun dengan angka kejadian tertinggi di usia 2-8 bulan.
Etiologi
Sebagian besar kasus bronkiolitis disebabkan oleh virus, diantaranya Respiratory Syncytial
Virus (RSV), virus parainvluenza, virus influenza, atau adenovirus. Karena disebabkan oleh virus
maka bronkiolitis sangat infeksius dan menular. Penularannya melalui penyebaran melalui lendir,
udara, dan muntah. Mansbach et al (2008) melakukan suatu penelitian untuk mengetahui sumber
infeksi bronkiolitis pada kasus yang ditemukan di 10 negara bagian di Amerika Serikat. Hasilnya
ditemukan presentase sumber infeksi oleh RSV sebanyak 64%, Rhinovirus sebanyak 16%, Human
metapneumovirus sebanyak 9% dan virus Influenza sebanyak 6%.
Patofisiologi
Bronkiolus merupakan saluran nafas kecil dengan diameter kurang dari 2mm. Organ ini hanya
memiliki sedikit tulang rawan kartilago dan glandula submukosa. Bronkiolus terminalis merupakan
saluran udara terakhir yang berakhir di bronkiolus respiratorius. Acinus paru yang terdiri atas
bronkiolus respiratori, duktus alveolus, dan alveolus dipenuhi oleh sel Clara yang berfungsi untuk
memproduksi surfaktan. Jika terjadi reaksi inflamasi pada daerah ini maka akan terjadi beberapa
proses patologis dan sindrom klinis di antaranya peningkatan sekresi mukus dan obstruksi bronkiolus.
Nekrosis epitelium merupakan salah Reaksi inflamasi pada daerah ini dipicu oleh berbagai
macam reaksi imunologis di antaranya reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantai oleh IgE.
10

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Proses patogenesis bronkiolitis terjadi kompleks antigen-antibodi yang berperan menimbulkan
reaksi inflamasi pada sel epitel bronkiolus. Reaksi alergi tipe 1 yang dimediasi oleh IgE memicu
nekrosis sel epitel saluran pernafasan. Proses nekrosis ini memicu proliferasi sel goblet yang berfungsi
memproduksi sel mukus serta infiltrasi limfosit di dalam saluran pernafasan. Akibatnya terjadi
penumpukan mukus dan obstruksi bronkiolus yang akan mengarah pada hiperinflasi, peningkatan
resistensi saluran pernafasan. Akhirnya akan terjadi kolaps bronkiolus yang menyebabkan atelektasis.
Gambar 1. Proses patofisiologi penyempitan saluran nafas pada bronkiolitis

Faktor Resiko
1. Berusia di bawah 2 tahun, terutama 2-6 bulan
2. Lahir pada usia kehamilan di bawah 32 minggu
3. Memiliki riwayat penyakit jantung bawaan
4. Memiliki riwayat keluarga atopik
5. Tidak mendapat ASI eksklusif
6. Memiliki riwayat keluarga yang merokok
7. Kelas ekonomi keluarga menengah ke bawah

Diagnosis
11

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Bronkiolitis umumnya menyerang bayi berusia di bawah 2 tahun dengan prevalensi tertinggi
pada usia 2-6 bulan. Dari anamnesis akan ditemukan pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas
disertai suara mengi. Mengi pada bronkiolitis tidak akan segera membaik meskipun telah diberikan 3
dosis short-acting bronkodilator, untuk membedakannya dengan asma bronkiale. Penyempitan saluran
pernafasan akan memerangkap udara di dalam alveolus sehingga terjadi hiperinflasi pada dada yang
ditandai dengan perkusi hipersonor pada lapang paru. Sesak nafas berat akan ditandai dengan nafas
cuping hidung dan kontraksi otot pernafasan asesori. Pasien bronkiolitis kadang baru datang ke dokter
akibat henti nafas. Terutama pada pasien dengan riwayat lahir preterm dan BBLR.
Riwayat demam perlu ditanyakan juga pada pasien dengan gangguan sesak nafas, apakah
dimulai bersamaan dengan sesak nafas atau demam terlebih dahulu. Demam biasanya tidak terlalu
tinggi bahkan bisa tanpa disertai demam.
Riwayat makan dan minum perlu ditanyakan pada bayi. Tanyakan riwayat makan bayi, kapan
diberi ASI dan kapan mulai diberikan PASI. Pasien yang dicurigai bronkiolitis akan mengalami
kesulitan makan dan minum akibat sekret nasal, batuk kering, dan sesak nafas. Biasanya sebelum
mengeluhkan sesak nafas, pasien akan mengeluhkan batuk kering dan sekret nasal pada awal
perjalanan penyakit.
Umumnya bronkiolitis dapat didiagnosis berdasarkan gambaran klinis. Namun pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan terutama pada pasien dengan kondisi berat. Saturasi oksigen darah dapat
dipantau menggunakan pulse oximetry sekaligus dapat digunakan untuk menentukan kapan diberikan
alat bantu nafas. Pada fasilitas kesehatan yang cukup lengkap, dapat dilakukan pemeriksaan antigen
virus RSV untuk memastikan etiologi penyakit. Pemeriksaan darah rutin lengkap biasanya tidak
memberikan hasil yang spesifik. Begitu juga dengan pemeriksaan radiografi thorax tidak memberikan
informasi yang cukup untuk menentukan pilihan terapi.
Penatalaksanaan
Kunci penatalaksanan bronkiolitis adalah pemantauan yang ketat terhadap perjalanan penyakit
dan gejala yang dirasakan pasien. Pada dasarnya pasien yang menderita bronkiolitis akan mengalami
gejala ringan hingga sedang yang dapat dirawat di rumah. Namun jika ditemukan gejala bronkiolitis
berat, maka perlu dpertimbangkan perawatan di rumah sakit atau PICU. Bronkiolitis dinyatakan
memiliki simptom berat jika ditemukan gejala-gejala berikut :
12

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Malas makan

Malaise

Riwayat apneu

Frekuensi respirasi hingga >70x/menit

Retraksi dinding dada berat

Sianosis
Guideline terkini merekomendasikan terapi suportif dengan perbaikan makan dan minum,

rehidrasi, serta oksigenasi. Terapi oksigenasi hanya diberikan apabila saturasi oksigen < 92%. Jika
tidak tersedia oximetry maka segera berikan terapi oksigenasi jika terdapat tanda-tanda gejala
memberat. Pasien dengan bronkiolitis menderita gangguan pernafasan yang dapat menganggu proses
makan dan minum, kadang pasien menjadi malas makan dan minum. Akibatnya dapat terjadi dehidrasi
yang memperberat kondisi pasien. Penumpukan sekret di rongga hidung akan menganggu pernafasan
dan juga proses makan minum pasien. Suction dapat dilakukan jika keluhan tersebut sangat
menganggu pasien. Pada pasien dengan penurunan nafsu makan dan minum dapat dipasang
nasogastric tube (NGT) untuk memasukkan nutrisi.
Penggunaan antivirus tidak direkomendasikan karena tidak memberikan hasil yang lebih
memuaskan dibandingkan dengan terapi suportif. Antibiotik diberikan hanya jika terdapat indikasi
infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Pemberian terapi simptomatik seperti bronkodilator
dan dekongestan dapat diberikan namun tidak memberikan hasil yang signifikan.
Pasien dapat mengakhiri masa rawat inap jika memenuhi beberapa kriteria. Pertama, saturasi
oksigen tanpa bantuan pernafasan berkisar > 94%. Kedua, pasien telah mengalami perbaikan nafsu
makan dan minum. Jika kedua kriteria tersebut terpenuhi, maka pasien dapat meneruskan perawatan di
rumah meskipun masih ada gejala bronkiolitis.
Komplikasi
Bronkiolitis dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, termasuk komplikasi yang
disebabkan oleh terapi yang diberikan. Sindrom distres respirasi akut merupakan komplikasi paling
berat yang dialami oleh pasien, bahkan hingga menyebabkan kematian. Penggunaan bronkodilator
golongan beta agonis juga dapat menyebabkan komplikasi aritmia. Infeksi sekunder atau infeksi
13

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
nosokomial dapat terjadi pada pasien yang dirawat bersamaan dengan pasien infeksi. Penggunaan
ventilator juga beresiko menimbulkan infeksi saluran nafas berat.
Prognosis
Terapi suportif yang adekuat disertai pencegahan infeksi sekunder dapat memberikan output
yang baik terhadap kesembuhan pasien. Pengenalan yang baik terhadap tanda-tanda sindrom distres
respirasi akut dapat menurunkan tingkat kematian.

14

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Daftar Pustaka
1. Kliegman, Robert M., Stanton, Bonita F., St. Geme III, Joseph W., Schor, Nina F., Behrman,
Richard E. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition. Elsevier: Philadelphia.
2. DeNicola, Lucian Kenneth. 2013. Bronchiolitis. Medscape Reference:
http://emedicine.medscape.com/article/961963
. Diakses pada 23 Juli 2013
3. NHS. 2006. Bronchiolitis in Children: A National Guideline. Scottish Intercollegiate
Guidelines Network.
4. WHO. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia.
5. Jackson, Stewart, Mathews, Kyle H., Pulank, Drazen, Falconer, Rachel, Rudan, Igor, Campbell,
Harry, Nair, Harish. 2013. Risk Factors for Severe Acute Lower Respiratory Infections in
Children. Croatia Medical Journal; 54; 110-21.

15

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Jurnal Pendukung
Risk factors for severe acute lower respiratory infections in children a systematic
review and meta-analysis
Stewart Jackson, Kyle H. Mathews, Draen Pulani, Rachel Falconer, Igor Rudan,
Harry Campbell, Harish Nair

Anak-anak usia di bawah 5 tahun yang dirawat dengan diagnosis pneumonia


atau bronkiolitis

Retraksi dinding dada bagian bawah dengan batuk dan kesulitan bernafas
dengan peningkatan frekuensi nafas

Faktor resiko penyebab infeksi

Odds ratio faktor resiko penyebab infeksi

Tujuan
Untuk mengetahui faktor resiko infeksi akut saluran nafas bagian bawah yang
mana menjadi penyebab utama kasus kematian anak.
Metode
Systematic review dari jurnal-jurnal penelitian umum. Kelayakan jurnal diukur
menggunakan kriteria GRADE dan menyusun laporan terhadap odds ratio faktor resiko
pada masing-masing jurnal. Kata kunci yang digunakan meliputi pneumonia, low birth
weight, undernutrition, breast feeding, crowding, smoking, indoor air pollution,
immunization, HIV.
Hasil Penelitian
Dari 36 jurnal penelitian yang dianalisis didadapat 19 faktor resiko infeksi akut
saluran pernafasan bawah. Dari 19 faktor resiko tersebut ditemukan 7 diantaranya
memiliki faktor yang signifikan terhadap perkembangan penyakit, yaitu : BBLR 3.18
(1.02-9.90), kurang ASI eksklusif 2.34 (1.42-3.88), rumah yang padat lebih dari 7
orang dalam satu rumah 1.96 (1.53-2.52), paparan polusi udara 1.57 (1.06-2.31),
imunisasi tidak lengkap 1.83 (1.32-2.52), gizi buruk BB//U kurang dari -2 standard
deviasi 4.47 (2.10-9.49), and infeksi HIV 4.15 (2.57-9.74).

16

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Kesimpulan
Studi ilmiah ini menyorot peran 7 faktor resiko yang dapat menyebabkan infeksi
aku saluran nafas bagian bawah. Sehingga akan dibutuhkan studi lebih lanjut tentang
faktor resiko potensial lainnya. Karena faktor resiko tersebut dapat dihindari maka akan
dibutuhkan kebijakan publik untuk mengurangi prevalensi faktor resiko tersebut
sehingga mengurangi beban penyakit pneumonia pada anak.

17

Вам также может понравиться