Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BRONKIOLITIS
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Saras Husada Purworejo
Pembimbing:
dr. Melna A. Purba Sp.A
Disusun oleh:
Aldilas Achmad Nursetyo
(20070310202)
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
BRONKIOLITIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
Di bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Saras Husada Purworejo
Disusun Oleh :
Aldilas Achmad Nursetyo
20070310202
September 2013
Pembimbing :
Anamnesis
Nama : By. I
Ruang : Tulip
Umur : 3 bulan
Kelas : II
Nama
: An. I
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tgl lahir
: 10 Mei 2013
Umur
: 3 bulan
Nama Ayah
: Tn. S
Umur
: 29 th
Pekerjaan Ayah
: Karyawan Swasta
Pendidikan Ayah
: S1
Nama Ibu
: Ny. T
Umur
: 26 th
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ibu
: SMA
Alamat
Tgl masuk RS
: 16 Agustus 2013
Diagnosis masuk
: Obs. Bronkopneumonia
Co-asisten
: Aldilas A.N.
: Sesak nafas
Keluhan tambahan
3 HSMRS pasien mengeluh batuk mengikil dengan kesan batuk berdahak namun dahaknya
tidak dapat dikeluarkan. Keluhan disertai sesak nafas. Menetek (+) demam (-) muntah (-)
diare (-)
HMRS orang tua pasien membawa pasien periksa ke dokter SPA dengan keluhan utama sesak
nafas, dokter SPA kemudian merujuk ke RSUD. Di IGD pasien mengalami sesak nafas berat
sampai sianosis.
Keluhan yang sama terakhir 1 bulan yang lalu, sudah berobat di bidan.
Pasien merupakan anak pertama dari kehamilan pertama. Usia kehamilan cukup bulan sekitar
9 bulan. Ibu melakukan pemeriksaan antenatal di bidan. Tidak ada riwayat demam tinggi,
tekanan darah tinggi, merokok. Tidak ada riwayat trauma ataupun perdarahan selama
kehamilan.
Pasien lahir secara operasi sectio caesaria dengan riwayat ketuban pecah dini. Bayi jenis
kelamin laki-laki, menangis kuat setelah lahir, gerak aktif, berat badan lahir 3200 gram dan
panjang badan 47 cm.
Ibu memberikan ASI eksklusif selama 1 minggu, kemudian memberi tambahan pendamping
ASI berupa susu formula sampai sekarang.
Kesan :
Ibu : riwayat kehamilan normal, riwayat persalinan SC dengan penyulit ketuban pecah dini.
Bayi : Riwayat mengalami distress intrauterin (-), ikterik neonatorum(-), riwayat kejang
demam (-), asfiksia (-). Pasien tidak diberikan ASI eksklusif.
Imunisasi :
Jenis
Status pemberian
Usia
Hepatitis B
0 bulan, 1 bulan
BCG
Hib
DPT
Sosial
Pasien sejak lahir berada di rumah tinggal bersama ayah, ibu, dan nenek dari ibu. Pasien diasuh
bersama ibu dan neneknya.
Ekonomi
Sumber pendapatan keluarga didapat dari ayah yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta.
Penghasilan dirasa cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Lingkungan
Sejak lahir pasien dirawat di rumah. Lingkungan perumahan dekat dengan pabrik tekstil. Lingkungan
sekitar rumah cukup bersih. Sumber air minum dan MCK dari PAM. Ventilasi cukup.
Kesan : Sosial dan ekonomi cukup memadai. Lingkungan kurang sehat karena dekat dengan sumber
polusi udara.
Anamnesis Sistem
Sistem respirasi
Sistem urogenital
Sistem integumentum
Pemeriksaan
Jasmani
Ruang : Tulip
Umur : 3 bulan
Kelas : II
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
: 112x/menit
Suhu badan
: 36,80C
3
: 38x/menit
Berat badan
: 6,1 Kg
Panjang badan
: 61 cm
Status Gizi
BB//U = 6,1/3 = -1 SD 0 SD --> gizi baik
PB//U = 61/3 = -1 SD 0 --> normal
BB//PB = 6,1/60 = -2 SD - -1 SD --> normal
Status gizi berdasarkan NCHS = Gizi anak baik
Kelenjar limfa
: pembesaran (-)
Otot
Tulang
: deformitas (-)
Sendi
Pemeriksaan Khusus
Thoraks
Jantung
Inspeksi
Perkusi
: Batas kanan atas : SIC II, LPS dextra; kiri atas : SIC II,LPS sinistra
: Batas kanan bawah : SIC IV, LPS dextra; kiri bawah : SIC II,LMC
sinistra
Inspeksi
: Tampak simetris, retraksi subcostalis (+), retraksi intercosta (+), tidak ada
ketinggalan gerak, hematom (-)
Perkusi
Palpasi
: VF ka = ki
Auskultasi : suara dasar vesikular, ronkhi basah (+), wheezing (+), stridor (-),
krepitasi (-)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani (+)
Ekstremitas
Kepala
Bentuk
: normocephal
Ubun-ubun
Muka
: simetris
Mata
: cekung -/-, sekret -/-, injeksi konjungtiva -/-, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, strabismus -/-, udema palpebra -/-, ptosis -/-, pupil isokor
(+)
Hidung
: sekret (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (+), deformitas (-)
Telinga
Mulut
: trismus (-), stomatitis (-), mukosa bibir kering (-), bibir cianosis (-), darah
(-)
Faring
Gigi
Leher
Ringkasan Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik, dan
Rencana Tindakan Lanjutan
Nama : By. I
Ruang : Tulip
Umur : 3 bulan
Kelas : II
Anamnesis :
Pemeriksaan Fisik :
VS : Suhu : afebris
Nadi : normal
5
Diagnosis Kerja
Pneumonia
Diagnosis Banding
Bronkiolitis
Asma bronkiale
Rencana Pemeriksaan
Hitung Leukosit
Neutrofil : 12.7%
Limfosit : 74.9%
Monosit : 10.3%
Eosinofil : 1.6%
Basofil : 0.5%
Rencana Tatalaksana
Medikamentosa
Antibiotik
Inj. Sultamiccilin (Ampicillin + Sulbactam) (MIMS)
150 mg x 6,1/24 jam = 915 mg/24 jam = 305 mg/8jam
Inj. Gentamicin (Medscape.com)
2,5 mg x 6,1/24 jam = 15 mg/24 jam
Bronkodilator
Nebulisasi Salbutamol respul/8 jam
Supportif
Pemasangan NGT
Edukasi
Menerangkan kepada orang tua pasien bahwa kondisi yang dialami pasien merupakan infeksi
paru berat yang mungkin saja menginfeksi jaringan paru atau saluran nafas bawah yang paling
dalam.
Menerangkan kepada orang tua pasien mengenai peluang penyebab infeksi yaitu berbagai
macam bakteri. Sehingga penanganannya menggunakan antibiotik.
Menerangkan komplikasi dari penyakit yaitu sesak nafas dan kesulitan untuk minum akibat
nafas yang cepat. Maka diberikan terapi penunjang oksigenasi dan pemasangan NGT untuk
memberikan asupan makanan melalui selang.
7
Penulis,
Tanggal ...................
Tinjauan Pustaka
Definisi
Bronkiolitis merupakan suatu infeksi yang terjadi pada bronkiolus paru-paru, saluran udara
terkecil di dalam paru-paru berupa penumpukan cairan dan penyempitan saluran. Karakteristik
bronkiolitis di antaranya demam, sekret nasal, batuk kering, dan suara nafas mengi (wheezing).
Epidemiologi
Setiap tahunnya ditemukan 150 juta kasus bronkiolitis di seluruh dunia. 95% kasus di antaranya
ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia. Bronkiolitis paling sering diderita oleh anak usia
antara 0 2 tahun dengan angka kejadian tertinggi di usia 2-8 bulan.
Etiologi
Sebagian besar kasus bronkiolitis disebabkan oleh virus, diantaranya Respiratory Syncytial
Virus (RSV), virus parainvluenza, virus influenza, atau adenovirus. Karena disebabkan oleh virus
maka bronkiolitis sangat infeksius dan menular. Penularannya melalui penyebaran melalui lendir,
udara, dan muntah. Mansbach et al (2008) melakukan suatu penelitian untuk mengetahui sumber
infeksi bronkiolitis pada kasus yang ditemukan di 10 negara bagian di Amerika Serikat. Hasilnya
ditemukan presentase sumber infeksi oleh RSV sebanyak 64%, Rhinovirus sebanyak 16%, Human
metapneumovirus sebanyak 9% dan virus Influenza sebanyak 6%.
Patofisiologi
Bronkiolus merupakan saluran nafas kecil dengan diameter kurang dari 2mm. Organ ini hanya
memiliki sedikit tulang rawan kartilago dan glandula submukosa. Bronkiolus terminalis merupakan
saluran udara terakhir yang berakhir di bronkiolus respiratorius. Acinus paru yang terdiri atas
bronkiolus respiratori, duktus alveolus, dan alveolus dipenuhi oleh sel Clara yang berfungsi untuk
memproduksi surfaktan. Jika terjadi reaksi inflamasi pada daerah ini maka akan terjadi beberapa
proses patologis dan sindrom klinis di antaranya peningkatan sekresi mukus dan obstruksi bronkiolus.
Nekrosis epitelium merupakan salah Reaksi inflamasi pada daerah ini dipicu oleh berbagai
macam reaksi imunologis di antaranya reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantai oleh IgE.
10
Faktor Resiko
1. Berusia di bawah 2 tahun, terutama 2-6 bulan
2. Lahir pada usia kehamilan di bawah 32 minggu
3. Memiliki riwayat penyakit jantung bawaan
4. Memiliki riwayat keluarga atopik
5. Tidak mendapat ASI eksklusif
6. Memiliki riwayat keluarga yang merokok
7. Kelas ekonomi keluarga menengah ke bawah
Diagnosis
11
Malas makan
Malaise
Riwayat apneu
Sianosis
Guideline terkini merekomendasikan terapi suportif dengan perbaikan makan dan minum,
rehidrasi, serta oksigenasi. Terapi oksigenasi hanya diberikan apabila saturasi oksigen < 92%. Jika
tidak tersedia oximetry maka segera berikan terapi oksigenasi jika terdapat tanda-tanda gejala
memberat. Pasien dengan bronkiolitis menderita gangguan pernafasan yang dapat menganggu proses
makan dan minum, kadang pasien menjadi malas makan dan minum. Akibatnya dapat terjadi dehidrasi
yang memperberat kondisi pasien. Penumpukan sekret di rongga hidung akan menganggu pernafasan
dan juga proses makan minum pasien. Suction dapat dilakukan jika keluhan tersebut sangat
menganggu pasien. Pada pasien dengan penurunan nafsu makan dan minum dapat dipasang
nasogastric tube (NGT) untuk memasukkan nutrisi.
Penggunaan antivirus tidak direkomendasikan karena tidak memberikan hasil yang lebih
memuaskan dibandingkan dengan terapi suportif. Antibiotik diberikan hanya jika terdapat indikasi
infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Pemberian terapi simptomatik seperti bronkodilator
dan dekongestan dapat diberikan namun tidak memberikan hasil yang signifikan.
Pasien dapat mengakhiri masa rawat inap jika memenuhi beberapa kriteria. Pertama, saturasi
oksigen tanpa bantuan pernafasan berkisar > 94%. Kedua, pasien telah mengalami perbaikan nafsu
makan dan minum. Jika kedua kriteria tersebut terpenuhi, maka pasien dapat meneruskan perawatan di
rumah meskipun masih ada gejala bronkiolitis.
Komplikasi
Bronkiolitis dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, termasuk komplikasi yang
disebabkan oleh terapi yang diberikan. Sindrom distres respirasi akut merupakan komplikasi paling
berat yang dialami oleh pasien, bahkan hingga menyebabkan kematian. Penggunaan bronkodilator
golongan beta agonis juga dapat menyebabkan komplikasi aritmia. Infeksi sekunder atau infeksi
13
14
Daftar Pustaka
1. Kliegman, Robert M., Stanton, Bonita F., St. Geme III, Joseph W., Schor, Nina F., Behrman,
Richard E. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition. Elsevier: Philadelphia.
2. DeNicola, Lucian Kenneth. 2013. Bronchiolitis. Medscape Reference:
http://emedicine.medscape.com/article/961963
. Diakses pada 23 Juli 2013
3. NHS. 2006. Bronchiolitis in Children: A National Guideline. Scottish Intercollegiate
Guidelines Network.
4. WHO. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia.
5. Jackson, Stewart, Mathews, Kyle H., Pulank, Drazen, Falconer, Rachel, Rudan, Igor, Campbell,
Harry, Nair, Harish. 2013. Risk Factors for Severe Acute Lower Respiratory Infections in
Children. Croatia Medical Journal; 54; 110-21.
15
Jurnal Pendukung
Risk factors for severe acute lower respiratory infections in children a systematic
review and meta-analysis
Stewart Jackson, Kyle H. Mathews, Draen Pulani, Rachel Falconer, Igor Rudan,
Harry Campbell, Harish Nair
Retraksi dinding dada bagian bawah dengan batuk dan kesulitan bernafas
dengan peningkatan frekuensi nafas
Tujuan
Untuk mengetahui faktor resiko infeksi akut saluran nafas bagian bawah yang
mana menjadi penyebab utama kasus kematian anak.
Metode
Systematic review dari jurnal-jurnal penelitian umum. Kelayakan jurnal diukur
menggunakan kriteria GRADE dan menyusun laporan terhadap odds ratio faktor resiko
pada masing-masing jurnal. Kata kunci yang digunakan meliputi pneumonia, low birth
weight, undernutrition, breast feeding, crowding, smoking, indoor air pollution,
immunization, HIV.
Hasil Penelitian
Dari 36 jurnal penelitian yang dianalisis didadapat 19 faktor resiko infeksi akut
saluran pernafasan bawah. Dari 19 faktor resiko tersebut ditemukan 7 diantaranya
memiliki faktor yang signifikan terhadap perkembangan penyakit, yaitu : BBLR 3.18
(1.02-9.90), kurang ASI eksklusif 2.34 (1.42-3.88), rumah yang padat lebih dari 7
orang dalam satu rumah 1.96 (1.53-2.52), paparan polusi udara 1.57 (1.06-2.31),
imunisasi tidak lengkap 1.83 (1.32-2.52), gizi buruk BB//U kurang dari -2 standard
deviasi 4.47 (2.10-9.49), and infeksi HIV 4.15 (2.57-9.74).
16
Kesimpulan
Studi ilmiah ini menyorot peran 7 faktor resiko yang dapat menyebabkan infeksi
aku saluran nafas bagian bawah. Sehingga akan dibutuhkan studi lebih lanjut tentang
faktor resiko potensial lainnya. Karena faktor resiko tersebut dapat dihindari maka akan
dibutuhkan kebijakan publik untuk mengurangi prevalensi faktor resiko tersebut
sehingga mengurangi beban penyakit pneumonia pada anak.
17