Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ING NGARSO SUNG TULODO. Begitulah kira-kira tindakan yang seharusnya dilakukan oleh negaranegara yang menggagas penerapan IFRS. Negara penggagas seharusnya mengawali penerapan IFRS
yang diharapkan dapat menjadi tauladan bagi negara-negara lainnya. Berikut ini fakta tentang
perkembangan adopsi IFRS di negara Jepang.
Berawal dari adanya proposal di 10th World Congress of Accountants, beberapa asosiasi/ikatan profesional
di bidang akuntansi dan audit yang berasal dari 9 negara membentuk IASC (International Accounting
Standards Committee) pada tahun 1973. IASC dalam perjalanannya menjadi IFRS Foundation sebagai
entitas yang mengelola impelementasi IFRS saat ini. Kesembilan negara penggagas IASC adalah
Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Inggris & Irlandia, Jepang, Belanda, dan Meksiko.
Bagi kita yang tinggal di Indonesia, adalah tepat untuk mengenali perkembangan implementasi IFRS di
negara Jepang dengan beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, Jepang merupakan salah satu negara
penggagas IFRS. Kedua, Jepang merupakan negara di wilayah Asia yang pada dasarnya memiliki kultur
dan lingkungan yang relatif terkait. Dan ketiga, dengan mendasarkan diri pada hipotesa bahwa
implementasi IFRS membutuhkan kesiapan yang cukup maka Jepang sebagai negara maju diharapkan
dapat menjadi benchmark bagi Indonesia.
Berikut ini informasi yang diambil dari hasil survei sampai dengan Maret 2011 oleh PWC
(PricewaterhouseCoopers). Peta jalan (roadmap) IFRS di Jepang telah diterbitkan pada tahun 2009 yang
lalu yang menyatakan bahwa adopsi IFRS secara mandatori/keharusan di Jepang akan dimulai di tahun
2015 atau 2016. Keputusan final tentang hal tersebut akan dibuat di tahun 2012-an. Sejauh ini laporan
keuangan konsolidasian berlandas IFRS diperkenankan untuk perusahaan-perusahaan yang memenuhi
persyaratan tertentu (disebut Specified Companies). Sementara itu, laporan keuangan mandiri disusun
sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Jepang (PWC menyebutnya Japanese
GAAP).
Di tahun 2012 ini, sudahkah pemerintah Jepang mengumumkan adopsi IFRS sebagai mandatori? Tidak
perlu menunggu tahun 2012, yang terjadi adalah di bulan Juni 2011 pemerintah Jepang menetapkan untuk
menunda adopsi IFRS secara mandatori yang sedianya akan mulai tahun 2015 atau 2015 (The
Accountant, 2011). Lebih lanjut The Accountant (2011) menyebutkan beberapa alasan ketetapan tersebut.
Satu, terjadinya biaya tambahan bagi perusahaan-perusahaan Jepang yang telah memperjuangkan
penerapan IFRS. Dua, peristiwa gempa bumi dan tsunami menjadikan para pebisnis menolak untuk
menerima tahun 2015/15 sebagai batas waktu penerapan IFRS karena hal tersebut akan menyebabkan
kebutuhan investasi dan biaya administrasi tambahan bagi perusahaan-perusahaan yang terkena bencana
tsb. Pernyataan lanjutan terkait dengan adopsi IFRS secara mandatori, dalam hal pemerintah Jepang
nantinya memutuskan untuk mensyaratkan adopsi IFRS maka akan diperlukan periode transisi antara 5
sampai dengan 7 tahun untuk memungkinkan perusahaan punya waktu cukup bersiap diri dengan standar
pelaporan yang baru.
Langkah baru yang kemudian diambil pemerintah Jepang terkait dengan adopsi IFRS adalah mencermati
perkembangan konvergensi/adopsi IFRS oleh negara Amerika Serikat. Jika pada akhirnya Amerika Serikat
mengadopsi IFRS, maka Jepang akan mengambil keputusan lebih lanjut berdasar keputusan Amerika
Serikat tersebut. Bagaimana jika Amerika Serikat pada akhirnya tidak melakukan adopsi IFRS? Jawaban
tentu ada di negara Jepang sendiri, tetapi rasanya kita bisa memperkirakan keputusan yang akan diambil.
Fakta di atas setidak-tidaknya menyadarkan sebagian kita bahwa negara sekaliber Jepang sekalipun dan
sekaligus juga merupakan salah satu penggagas IFRS ternyata sejauh ini belum melakukan adopsi IFRS
seperti yang diharapkan. Dilema yang muncul bagi kita saat ini adalah, akankah Indonesia pada tahun
2012 ini, yang konon sudah didengungkan dan dikumandangkan sebagai tahun adopsi IFRS, akan benarbenar melakukannya? Yang perlu direnungkan oleh kita, termasuk institusi ataupun dewan yang diberi
amanah menyusun standar akuntansi keuangan, akankah kita bersedia mengambil hikmah dari fakta yang
ada ini?
masih memiliki perbedaan-perbedaan yang tidak mudah diselesaikan. Negara-negara Eropa cenderung
menggunakan IFRS versi EU, beberapa negara telah mengadopsi versi IFRS yang dikembangkan oleh
IASB, dan negara Amerika Serikat yang sejauh ini dikenal sebagai sumber referensi pengembangan
akuntansi modern masih lebih memilih untuk menggunakan standar yang dikembangkan sendiri (saat ini
dalam proses konvergensi). Dengan kondisi seperti ini, haruskah follower seperti Indonesia ini justru
mengambil peran menjadileader dalam adopsi IFRS? Adalah lebih tepat bagi Indonesia untuk berani
mengambil hikmah atas apa yang terjadi. Semoga