Вы находитесь на странице: 1из 5

POTENSI ESTUARIA KABUPATEN PASAMAN BARAT

SUMATERA BARAT
Oleh :
Eni Kamal dan Suardi ML
Peneliti Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta
Jl. Sumatera Ulak Karang Padang

Abstrak
Estuaria merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut
terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuaria didominasi oleh
substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Daerah
perairan yang termasuk dalam estuaria ini adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang surut.
Perairan estuaria mempunyai beberapa sifat fisik yang penting yaitu salinitas, substrat, sirkulasi air,
pasang surut dan penyimpanan zat hara. Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi terutama
bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut.

PENDAHULUAN
Wilayah pesisir Sumatera Barat yang
mempunyai posisi yang berhadapan
langsung dengan pantai Barat Samudera
Hindia. 6 (enam) daerah kabupaten/kota
adalah berbatasan langsung dengan
lautan, yaitu Kabupaten Kepulauan
Mentawai, Pesisir Selatan, Padang,
Padang Pariaman, Agam dan Pasaman
Barat.
Kabupaten Pasaman Barat
sebagai salah satu kabupaten yang
berbatasan langsung dengan lautan
berada pada posisi 0o55 LU - 0o11LS
dan 99o10BT - 100o21BT. Kabupaten ini
adalah merupakan kabupaten pemekaran
dari Kabupaten Pasaman.
Kabupaten
Pasaman Barat mempunyai panjang garis
pantai kurang lebih 142,92 km dan 7
(tujuh) buah pulau kecil.
Pada
bentangan
wilayah
daerah
Kabupaten Pasaman Barat tersebut yang
terdiri
dari
10
(sepuluh)
wilayah
kecamatan terdapat 5 (lima) kecamatan
yang mempunyai potensi pesisir dan
lautan yang perlu mendapat perhatian
secara
integrasi
untuk
dapat

Mangrove dan Pesisir Vol. IV No. 3/2004

dikembangkan
menjadi
pusat-pusat
pertumbuhan perekonomian masyarakat
yang bertumpu pada sumberdaya pesisir
dan lautan. Keempat kecamatan tersebut
adalah Kecamatan Kinali, Pasaman,
Sasak Ranah Pasisia, Lembah Melintang
dan Kecamatan Sungai Beremas.
Di lima kecamatan tersebut terdapat
berbagai potensi sumberdaya pesisir dan
lautan
seperti
basis
kegiatan
penangkapan ikan dan pengolahan ikan,
hutan mangrove, estuaria, pantai berpasir,
terumbu karang, pulau-pulau kecil dan
sebagainya. Potensi sumberdaya ini bila
dikembangkan secara terarah dan terpadu
terutama yang berhubungan dengan
kegiatan
perikanan
(tangkap
dan
budidaya), pariwisata dan perhubungan
akan memberikan manfaat yang besar
bagi daerah terutama dalam menunjang
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai
implementasi
pelaksanaan
UndangUndang Otonomi Daerah No. 22 dan 25
Tahun 1999. Di sisi lain pengembangan
kawasan pesisir dan lautan ini akan
mengakibatkan tumbuhnya pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di kawasan pesisir

42

Kabupaten Pasaman sehingga dengan


sendirinya
akan
memberikan
kesejahteraan dari segala aspek bagi
masyarakat pesisir yang ada di kawasan
ini.
BATASAN
Estuaria merupakan wilayah pesisir semi
tertutup yang mempunyai hubungan
bebas dengan laut terbuka dan menerima
masukan air tawar dari daratan. Sebagian
besar estuaria didominasi oleh substrat
berlumpur yang merupakan endapan
yang dibawa oleh air tawar dan air laut.
Daerah perairan yang termasuk dalam
estuaria ini adalah muara sungai, teluk
dan rawa pasang surut.
Estuaria daratan pesisir merupakan tipe
estuaria yang paling umum dijumpai,
dimana pembentukannya terjadi akibat
penaikan permukaan air laut yang
menggenangi sungai di bagian pantai
yang landai. Laguna (gobah) atau teluk
semi tertutup yang terbentuk oleh adanya
bentangan pasir yang terletak sejajar
dengan
garis
pantai
sehingga
menghalangi interaksi langsung secara
terbuka dengan perairan laut.
Tipe
estuaria Fjords merupakan estuaria yang
dalam, terbentuk oleh aktivitas glasier
yang
mengakibatkan
tergenangnya
lembah es dan air laut. Dan yang terakhir
adalah tipe estuaria tektonik terbentuk
akibat aktivitas tektonik (gempa bumi oleh
letusan
gunung
berapi)
yang
mengakibatkan
turunnya
permukaan
tanah yang kemudian digenangi oleh air
laut pada saat pasang.
Dilihat dari kandungan garam yang
terkandung dalam perairan ini, estuaria
mempunyai salinitas 0,5 17 . Estuaria
dikelompokkan atas 4 (empat) tipe
berdasarkan karakteristik geomorphologi
yaitu estuaria daratan pesisir, laguna
(gobah) atau teluk semi tertutup, fjords
dan estuaria tektonik.
Perairan estuaria mempunyai beberapa
sifat fisik yang penting yaitu salinitas,
substrat, sirkulasi air, pasang surut dan

Mangrove dan Pesisir Vol. IV No. 3/2004

penyimpanan zat hara. Estuaria memiliki


gradien salinitas yang bervariasi terutama
bergantung pada masukan air tawar dari
sungai dan air laut melalui pasang surut.
Sebagian besar estuaria didominasi oleh
substrat lumpur yang berasal dari sedimen
yang dibawa melalui air tawar dan air laut.
Sebagian besar partikel lumpur estuaria
bersifat organik sehingga substrat ini kaya
akan bahan organik. Bahan organik ini
manjadi cadangan makanan yang penting
bagi organisme estuaria.
Sifat fisik lain dari estuaria adalah
terjadinya sirkulasi air dimana selang
waktu mengalirnya air tawar kedalam
estuaria dan masuknya air laut melalui air
pasang surut menciptakan suatu gerakan
dan transportasi air yang bermanfaat bagi
biota estuaria khususnya plankton yang
hidup tersuspensi dalam air.
Air pasang surut berperan penting sebagai
pengangkut zat hara dan plankton.
Disamping itu arus ini juga berperan untuk
mengencerkan dan
menggelontorkan
(menghanyutkan) limbah yang sampai di
estuaria. Dalam hal penyimpan zat hara
peran serta estuaria sangat besar. Pohon
mangrove dan rumput laut serta ganggang
lainnya dapat mengkonversi zat hara dan
menyimpannya sebagai bahan organik
yang akan digunakan kemudian oleh
organisme hewani.
PRODUKTIVITAS
Banyaknya unsur hara di daerah estuaria
mengakibatkan
tumbuh
suburnya
tumbuhan, terutama makrophyta dan
phytoplankton
di
daerah
estuaria.
Menurut Mann dalam Supriharyono
(2000), produktivitas phytoplankton di
perairan estuaria dapat mencapai 500 gr
C/m2/th atau lebih. Jumlah ini jauh lebih
besar dibandingkan dengan perairan laut
terbuka.
Sebagai contoh produksi
phytoplankton di daerah estuaria di Gulf of
St Lawrence tercatat sekitar 509 gr
C/m2/th, sedangkan di perairan yang
terbuka di Gulf tersebut hanya sekitar 212

42

gr C/m2/th (Steven dalam Supriharyono,


2000).
Mengenai produktivitas flora di daerah
estuaria, lebih lanjut diketahui bahwa
produktivitas makrophyta (rumput laut)
didapatkan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan
produktivitas
phytoplankton.
Sebagai contoh di St Margarets Bay,
Nova Scotia, produktivitas rumput laut di
perairan ini mencapai sekitar tiga kalinya
(603 gr C/m2/th) dibandingkan dengan
produksi phytoplankton yang hanya 191 gr
C/m2/th.
Tingginya produktivitas primer, baik dari
makrophyta maupun phytoplankton, di
perairan estuaria memungkinkan tingginya
produktivitas
sekunder
di
perairan
tersebut. Beberapa tumbuhan tersebut
ada yang dimanfaatkan langsung oleh
para pemakannya (herbivora), namun
kebanyakan dimanfaatkan dalam bentuk
detritus.
Mann dalam Supriharyono
(2000) menyatakan bahwa 90 % produksi
makroalga yang masuk ke jaring-jaring
makanan melalui detritus organik dan
DOM (Dissolved Organic Matter), dan
hanya 10 % yang dimakan langsung
(melalui grazing).
Di balik kesuburan perairan di daerah
estuaria, karena sedimen juga mampu
mengabsorbsi logam-logam berat, maka
tidak menutup kemungkinan didaerah
estuaria juga terjadi pollutan trapped
atau perangkap bahan pencemar. Proses
biodeposisi oleh filter feeders dapat
memindahkan dan mengkonsentrasikan
segala sesuatu yang terdapat dalam
suspensi,
termasuk
bahan-bahan
pencemar. Peristiwa ini kemudian dikenal
dengan istilah biological magnification
atau meningkatnya konsentrasi bahan
pencemar p[ada tiap tropic level pada
lingkungan akuatik. Kondisi in sangat
membahayakan lingkungan hidup di
daerah estuaria (Supriharyono, 2000).

Mangrove dan Pesisir Vol. IV No. 3/2004

POTENSI
Memperhatikan pengertian dan tipe
estuaria dapat dikatakan bahwa wilayah
pesisir Kabupaten Pasaman sangat kaya
akan potensi sumberdaya alam estuaria.
Sumberdaya
alam
pesisir
estuaria
Kabupaten Pasaman sangat didominasi
oleh tipe estuaria daratan pesisir dan
estuaria laguna.
Estuaria daratan pesisir di Kabupaten
Pasaman umumnya terdapat di sepanjang
pesisir pantai Katiagan, Mandiangin,
Muara Bingung, Sasak, Maligi, Sikilang,
Sikabau, dan Air Bangis. Sungai/kanal
estuaria pada ketiga daerah
ini
merupakan jalur transportasi masyarakat
pesisir yang ada di daerah ini. Sementara
estuaria tipe laguna terkonsentrasi di
daerah Muara Bingung, Sikabau, Muara
Suwak, Maligi dan Air Bangis.
Luasnya estuaria yang ada di Kabupaten
Pasaman dan beberapa sifat fisik yang
dimiliki perairan estuaria yang mendukung
perkembangan tumbuhnya organisme
yang mengakibatkan perairan wilayah
pesisir Kabupaten Pasaman sangat subur
dan menguntungkan bagi beberapa
organisme yang berhubungan langsung
dengan perairan estuaria seperti udang
penaeid dan sejenisnya, kerang-kerangan,
ikan dan sebagainya. Selain itu luasan
estuaria ini juga banyak ditumbuhi
mangrove berbagai jenis.
Hal ini dapat dilihat bahwa nelayan
Kabupaten Pasaman dapat melakukan
penangkapan udang penaeid sepanjang
tahun. Sementara sumberdaya kerangkerangan yang ada di perairan estuaria
dapat dipanen setiap saat.
Potensi
estuaria di Kabupaten Pasaman disajikan
pada Tabel 1.
Potensi estuaria Kabupaten Pasaman jauh
lebih besar kalau dibandingkan dengan
kawasan lainnya seperti estuaria Kota
Padang yang luasnya 83 Ha (Kamal et al,
2003).

42

Tabel 1. Potensi Estuaria Kabupaten Pasaman


No.

Lokasi

1.

Air Bangis

2.

Sikabau

3.

Sikilang

4.

Maligi

5.
6.

Muara Suwak
Sasak

7.

Muara Bingung

8.
9.

Mandiangin
Katiagan

Tipe Estuaria

Luas (Ha)

EDP
EL
EDP
EL
EDP
EDP
EL
EL
EDP
EDP
EL
EDP
EDP

250
2.000
100
150
100
150
30
25
100
50
35
75
75
3140

Jumlah
Sumber : PKMKP (2000)
Keterangan : EL = Estuaria Laguna
EDP = Estuaria Daratan Pesisir

Permasalahan dari potensi estuaria ini di


Kabupaten
Pasaman
masih
dapat
dikatakan belum begitu terpengaruh oleh
kegiatan industri, namun baru terusik oleh
kegiatan pemanfaatan estuaria pada
pariwisata pesisir seperti di Sasak
(Kecamatan Sasak Ranah Pasisia), dan
Muara Bingung (Kecamatan Kinali).
Pada kawasan estuaria banyak ditumbuhi
oleh flora pesisir seperti Nipah, jenis-jenis
Rhizophora, Sonneratia, dan Avicennia.
PEMANFAATAN
Pemanfaatan estuaria oleh masyarakat
pesisir
Kabupaten
Pasaman
dapat
dikatakan masih relatif rendah yaitu
pemanfaatan
sumberdaya
perikanan

estuaria hanya dilakukan oleh nelayan


tradisional
untuk
menangkap
biota
perairan estuaria udang penaeid, kepiting
bakau, ikan belanak, ikan bandeng,
kerapu dan kerang-kerangan serta
digunakan sebagai media transportasi dan
objek wisata pesisir.
Sementara sumberdaya tiram yang ada
di estuaria Maligi telah dimanfaatkan oleh
masyarakat
untuk
menunjang
perekonomian dengan memasarkannya
sampai ke daerah Batam Propinsi Riau.
Sedangkan
sumberdaya
remis
dimanfaatkan untuk makanan keseharian
dan khusus untuk jenis Bivalvia (lokan)
dipasarkan ke luar daerah seperti Padang,
dan Pekanbaru, sebagai bahan baku
untuk
membuat
sate
lokan.

DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem
dan Sumberdaya Alam Pesisir.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Mangrove dan Pesisir Vol. IV No. 3/2004

Dahuri, R., Jacub Rais, Sapta P.,G,


Sitepu. 1996.
Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu.
PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.

42

Direktorat Jendral Pembangunan Daerah.


1998. Pedoman Perencanaan dan
Pengelolaan Zona Pesisir Terpadu.
Direktorat
Jendral
Bangda
Departemen
Dalam
Negeri.
Jakarta.
Kamaluddin, L.M. 2000. Desentralisasi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan. Makalah Konferensi
Nasional
II
Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Indonesia tanggal 15 17 Mei
2000. Makasar.
Kamal

Eni, Suardi ML dan Leffy


Hermalena.
2003.
Potensi
Estuaria Kota Padang. Jurnal
Mangrove dan Pesisir Vol. III No.
2/2003. Pusat Kajian Mangrove
dan Kawasan Pesisir Universitas
Bung Hatta Padang.

Mangrove dan Pesisir Vol. IV No. 3/2004

PKMKP2000.Penelitian/StudiPengembang
an Kelautan
dan
Perikanan
Kabupaten Pasaman Sumatera
Barat. Kerjasama Bappeda Kab.
Pasaman dengan Pusat Kajian
Mangrove dan Kawasan Pesisir
Universitas Bung Hatta.
Retraubun, A.F.W. 2000. Kebijaksanaan
Pemerintah Tentang Eksplorasi,
Eksploitasi
dan
Konservasi
Sumberdaya
Hayati
Laut.
MakalahUtama Seminar Nasional
Biologi, Intitut Teknologi Sepuluh
November tanggal 2 Agustus 2000.
Surabaya.
Supriharyono. 2000.
Pelestarian dan
Pengelolaan Sumberdaya Alam di
Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia
Pustaka
Utama.
Jakarta.

42

Вам также может понравиться