Вы находитесь на странице: 1из 9

Lapis Pondasi Agregat Kelas A dan Agregat Kelas B

Lapis pondasi agregat kelas A merupakan mutu lapis pondasi atas untuk
suatu lapisan dibawah lapisan beraspal sedangkan lapisan pondasi agregat kelas B
merupakan mutu lapisan untuk pondasi bawah (di bawah lapisan pondasi agregat
kelas A).
Agregat Kelas A dan Agregat Kelas B ini terbuat dari campuran material
agregat kasar dan agregat halus. Berikut ini adalah gradasi yang diguakan untuk
masing-masing jenis lapisan pondasi :

Setiap kelas lapisan pondasi harus memenuhi sifat-sifat yang telah


diisyaratkan seperti yang terdapat dalam table berikut ini :

Dalam proyek ini, pemeriksaan sifat-sifat lapisan pondasi agregat hanya


dilakukan pada pengecekan nilai CBR nya saja dengan melakukan test Sand
Cone. Untuk lapisan pondasi agregat kelas A nilai CBR minimumnya adalah
80% sedangkan untuk kelas B adalah 35%.
Sesuai dengan RKS yang diberikan oleh pihak owner, lapisan pondasi
agreat kelas B harus memiliki ketebalan yang seragam 250 mm di jalan dengan
lalu lintas berat dan 150 mm di jalan dengan lalu lintas ringan, sedangkan untuk
lapisan pondasi agregat kelas A harus memiliki ketebalan yang seragam 200 mm
di jalan dengan lalu lintas berat dan 150 mm di jalan dengan lalu lintas ringan.
Perhitungan ketebalan lapisan pondasi ini didasarkan pada SNI 1732 1989 F
yaitu tentang Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya.
Terdapat parameter-parameter yang mempengaruhi tebal lapis pondasi yang
akan digunakan, diantaranya adalah :
1. LHR, yaitu lalu lintas harian rata-rata yang dapat diperoleh dengan cara :

Dimana : k = 0.09
a. Lintas harian rata-rata awal
LHR awal umur rencana = (1 + i)n x Volume kendaraan
b. Lintas harian rata-rata akhir
LHR akhir umur rencana = (1 + i)n x Volume kendaraan
Dimana : i = Angka pertumbuhan lalu lintas pada masa pelaksanaan atau
operasional
n = Masa pelaksanaan atau operasional jalan
2. Koefisien distribusi untuk masing masing kendaraan

3. Angka ekuivalen masing-masing kendaraan

4. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yaitu jumlah lintas Ekuivalen Harian Ratarata dari as tunggal pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur
rencana.
LEP = (LHR awal umur rencana x c x E
5. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yaitu jumlah lintas Ekuivalen Harian Rata-rata
dari as tunggal pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana.
LEP = (LHR akhir umur rencana x c x E
Dimana : c = Koefisien distribusi masing-masing kendaraan
E = Angka ekuivalen untuk masing-masing kendaraan
6. Lintas Ekuivalen Tengah (LET), yaitu jumlah lintas ekuivalen harian rata-rata dari
as tunggal pada jalur rencana yang diduga terjadi selama umur rencana.

7. Lintas Ekuivalen Rencana (LER)


LER = LET x (UR/10)
Dimana : UR = Umur rencana/masa operasional jalan.
8. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam
penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Daya dukung
tanah dasar pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR.

Hubungan antara daya dukung tanah dasar dengan CBR dapat dirumuskan sebagai
berikut :
DDT = 4.3 log CBR + 1.7
9. Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat sehubungan dengan iklim, curah
hujan kondisi lapangan secara umum yang akan berpengaruh terhadap daya
dukung Tanah Dasar. Berikut ini adalah tabel dari FR :

10. Indeks Tebal Perkerasan (ITP), yaitu suatu angka yang berhubungan dengan
penentuan tebal perkerasan. Penentuan nilai ITP dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini :

Dimana :
LER

= Lintas Ekuivalen Rencana

3650

= Jumlah hari dalam setahun

ITP

= Indeks Tebal Perkerasan

DDT

= Ddaya Dukung Tanah Dasar

PSI

= Perbedaan Serviceability Index di awal dan akhir umur rencana

FR

= Faktor regioal

11. Koefisien kekuatan relatif, yaitu koefisien masing-masing bahan dan kegunaannya
sebagai lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah yang
ditentukan secara korelasi seusai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal),
kuat tekan (untuk bahan yang diperkuat dengan semen atau kapur) atau CBR
(untuk bahan lapis pondasi atas dan bawah). Pemilihan jenis lapisan perkerasan
ditentukan dari :
1. Material yang tersedia
2. Dana awal yang tersedia
3. Tenaga kerja dan peralatan yang tersedia
4. Fungsi jalan
Besarnya koefisien kekuatan relatif dapat dilihat pada tabel berikut :

12. Persamaan Tebal Perkerasan


ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
a1 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan
a2 = koefisien kekuatan relatif lapisan atas
a3 = koefisien kekuatan relatif lapisan bawah
D1 = tebal lapis permukaan
D2 = tebal lapis atas
D3 = tebal lapis bawah
Berikut ini adalah batas batas minimum tebal lapis perkerasan :
a. Lapis Permukaan

b. Lapis Pondasi Atas

c. Lapis Pondasi Bawah


Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah
10 cm.

Asphalt Hotmix
Aspal Beton (hotmix) adalah campuran agregat halus dengan agregat kasar,
dan bahan pengisi (filler) dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu panas
tinggi dengan komposisi yang diteliti dan diatur oleh spesifikasi teknis.
Aspal Beton (Hotmix) secara luas digunakan sebagai lapisan permukaan
konstruksi jalan dengan lalu lintas berat, sedang, ringan, dan lapangan terbang,
dalam kondisi segala macam cuaca
Berikut ini adalah kelebihan Aspal Beton Hot Mix :
1.

Waktu pekerjaan yang relatif sangat cepat sehingga terciptanya efesiensi


waktu.

2.

Lapisan konstruksi Aspal beton tidak peka terhadap air, (kedap air )

3.

Dapat dilalui kendaraan setelah pelaksanaan penghamparan.

4.

Mempunyai sifat flexible sehingga mempunyai kenyamanan bagi


pengendara.

5.

Pemeliharaan yang relative mudah dan murah.

6.

Stabilitas yang tinggi sehingga dapat menahan beban lalu lintas tanpa
terjadinya deformasi.

Asphalt hotmix yang digunakan pada proyek ini adalah Asphalt Traeted
Base (ATB) dengan ketebalan 5 cm yang digunakan sebagai lapisan atas dan
dilengkapi dengan lapisan aspal (AC) setebal 4 cm di atas lapisan ATB sebagai
lapisan permukaan jalan. Penggunaan kedua jenis aspal ini sesuai dengan jenis
jalan dan kondisi non lingkungan di daerah Yogyakarta yang padat kendaraan.
Ada pun beberapa syarat yang harus diperhatikan pada RKS yang diberikan
oleh owner, diantaranya adalah :
1. Bahan
Agregat harus terdiri dari batu pecah atau batu tumbuk kerikil, dengan atau tanpa
pasir atau material halus pengisil, tahan lama, bebas dari butiran tanah liat, bahan
organik, dan zat berbahaya. Komposisi campuran aspal tidak boleh lebi dari 1.5%
ketika diuji sesuai dengan AASHTO 101, dan tidak boleh mengelupasan ketika

diuji sesuai dengan AASHTO T 182. Anti-strip agen harus digunakan jika
diperlukan.
Jenis, kelas, mengendalikan spesifikasi dan suhu pencampuran bahan aspal adalah
sebagai berikut :

2. Komposisi Campuran
Komposisi campuran aspal harus terdiri dari campuran agregat, filler jika
diperlukan dan aspal. Campuran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
sesuai dengan uji ASTM, ditambah keterbatasan dinyatakan dalam rongga, rongga
yang terisi, dan pemuaian

3. Job Mix Formula


Pekerjaan tidak akan dimulai dan sebelum komposisi campuran diterima sampai
kontraktor mengajukan sampel bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dan
Direksi telah menyetujui job mix formula yang baik untuk setiap campuran yang
akan digunakan. Job Mix Formula untuk masing-masing campuran tidak boleh

dirubah atau dimodifikasi dari yang telah disetujui kecuali dinyatakan resmi atau
diarahkan oleh Direksi secara tertulis.

Вам также может понравиться