Вы находитесь на странице: 1из 8

"Dampak Eksploitasi Terumbu Karang terhadap Hasil Penangkapan Ikan di Pulau

Siompu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara"

Oleh :
Luh Putu Puspita Dewanti
1214511027

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTA KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya merupakan kekayaan alam bernilai tinggi,
sehingga diperlukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Terumbu
karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia
yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang
demi kelestarian fungsinya sangat penting.
Kekayaan nilai dalam ekosistem terumbu karang menyumbang manfaat yang sangat besar
dan beragam dalam pembangunan kelautan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan
pembangunan suatu daerah maka eksploitasi sumberdaya alam termasuk sumberdaya terumbu
karang dan ekosistemnya yang dilakukan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan
kelestariannya akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat di
sekitar terumbu karang berada, termasuk sumberdaya terumbu karang itu sendiri dan
eksosistemnya.
Pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang berada merupakan
kalangan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya. Sebaliknya, kalangan ini pula yang
akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh
karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian
fungsi ekosistem yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir.
Kabupaten Buton merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara yang terdiri dari 6
pulau yang di huni dan 4 pulau kecil yang tidak di huni, dengan kekayaan alam flora dan fauna
antara lain taman laut yang menyebar di sekeliling yang di dalamnya hidup berbagai jenis ikan
dan tumbuhan laut yang sangat indah, juga jenis terumbu karang pesisir (fringing reef). Salah
satu pulau dengan terumbu karang yang indah dan masih merupakan sentra pertemuan nelayan
penangkap ikan adalah Pulau Siompu. Pulau Siompu merupakan salah satu daerah penangkapan
(fishing ground) yang potensial dari pulau-pulau kecil lainnya dengan hasil tangkapan ikan
pelagis/permukaan antara lain lemuru (Sardinella longiceps), cumi-cumi (loligo sp), tongkol

(Nueuthynsattinis), Layang (Decapterus spp), dan ikan domersal seperti Kakap (Lujtanus spp),
dan Kerapu (Plectropomus sp). Penduduk Pulau Siompu sebagian besar bermata pencaharian
sebagai nelayan sehingga diasumsikan bahwa aktivitas masyarakat sehari-hari senantiasa
berhubungan dengan keberadaan lokasi ekosistem terumbu karang di perairan sekitarnya.
Saat ini masyarakat di Pulau Siompu melakukan penangkapan ikan dengan cara sendiri
yang dianggap gampang baik secara langsung maupun tidak langsung terutama sebagian besar
masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pantai. Sehingga dikhawatirkan ekosistem
terumbu karang mendapat tekanan terus menerus, sebagai akibat dari berbagai kegiatan manusia.
Hal ini secara langsung merupakan ancaman bagi kelestarian sumberdaya wilayah ini, apabila
pengelolaannya tidak sesuai dengan perencanaan dan prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan (sustainable).

BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Metode Pengumpulan Data
Data terumbu karang dilakukan dengan menggunakan transek garis hasil modiikasi dari
Loya (1972) dengan cara : pemasangan plot transek pada kedalaman masing-masing lokasi
pengamatan 3 meter dan 10 meter, sepanjang tali transek 30 meter, penyelam melakukan
pencatatan terhadap tutupan karang batu (hard coral), karang lunak (soft coral), pecahan karang
(rubbele), alga, komponen abiotik dan fauna lain serta komunitas ikan-ikan karang. Pendataan
setiap koloni karang dapat dilakukan langsung diperairan, yang diamati adalah bentuk
pertumbuhan karang. Sedangkan data parameter fisik/kimia perairan yang diperoleh dari
pengukuran langsung di lapangan.
2.2 Metode Analisis Data
2.2.1 Data Terumbu Karang
Penentuan tingkat kualitas terumbu karang dilakukan dengan menggunakan presentase tutupan
karang hidup (percent cover) dengan rumus sebagai berikut :

2.2.2 Data Ikan Karang


Penentuan populasi ikan-ikan karang dilakukan bersama-sama dengan pengukuran prosentase
kerusakan karang dengan melakukan sensus visual pada transek sepanjang 30 meter dalam
batasan jarak 2,5 meter ke bagian kiri dan kanan panjang transek. Kemelimpahan ikan dihitung
dalam satuan unit jumlah individu/m sedangkan keanekaragaman adalah suatu gambaran secara
matematis keadaan komunitas organisme untuk mempermudah menganalisis individu dan
biomassa. Indeks keanekaragaman jenis ikan karang dihitung dengan menggunakan indeks
Shannom Wiener dengan rumus sebagai berikut :

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Fungsi Terumbu Karang


Menurut Anonim, 2006 dan Riyantini, 2008, terdapat setidaknya tiga fungsi utama dan
fungsi lain ekosistim terumbu karang, yaitu :
Benteng Alam
Terumbu karang menjaga pantai dan masyarakat pesisir dari erosi gelombang dan badai.
Terumbu karang adalah benteng alam yang melindungi pelabuhan dan pantai dari
hantaman ombak.
Habitat
Terumbu karang berfungsi sebagai tempat bertelur, berkembang, mencari makan dan
berlindung lebih dari 2000 jenis satwa dan tumbuhan. Terumbu karang sebagai sumber
2

protei dan mata pencaharian bagi manusia; 1 Km terumbu karang sehat dapat
memproduksi 30 ton ikan per tahun. Biota laut penghuni terumbu karang dapat diolah
menjadi obat untuk obat kanker kulit, tumur dan leukemia, jenis karang teretentu
digunakan untuk anti-virus.
Pariwisata
Industri wisata termasuk ekowisata, lebih banyak memberikan ancaman ketimbang
sumbangan terhadap kelestarian terumbu karang dan lingkungan laut lainnya. Pembuangan
sampah dan air limbah; kerusakan akibat jangkar kapal dan penyelam. Ketidak pedulian
terhadap kerusakan lingkungan, dapat mengancam kelestarian lingkungan laut.
Fungsi Lain
Fungsi lain yang nilainya tidak kalah penting misalnya sebagai sumber 'natural product',
dan juga sebagai tempat pendidikan dan penelitian.

3.2 Asosiasi Ikan Karang dengan Bentuk Pertumbuhan Karang


Asosiasi penyebaran (distribusi) spasial temporal ikan karang dengan bentuk pertumbuhan (life
form) karang secara kualitatif dapat memberikan gambaran tentang terjadinya asosiasi secara
spasial maupun temporal antara kelompok ikan karang dengan bentuk pertumbuhan karang
tertentu, meskipun sebagian ikan bersifat sementara namun tetap memiliki asosiasi yang kuat

dengan suatu bentuk pertumbuhan karang tertentu, serta memiliki wilayah-wilayahnya. Ikan
sebagai organisme yang bergerak bebas keberadaannya pada suatu habitat sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan, jika suatu saat kondisi lingkungan tidak sesuai bagi ikan maka
ikan-ikan akan berpindah mencari tempat yang lebih cocok untuk dijadikan habitat sementara
maupun tetap, kondisi perairan seperti arus, gelombang dan kualitas perairan akan memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku ikan.

3.3 Permasalahan Pengelolaan Terumbu Karang


Pertumbuhan karang dan penyebarannya tergantung pada kondisi lingkungannya, yang
pada kenyataannya tidak selalu tetap karena adanya gangguan yang berasal dari alam atau
aktivitas menusia. Menurut Dahuri (1996) bahwa terumbu karang terdapat pada lingkungan
perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan yang maksimum, terumbu karang
memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakkan gelombang besar
dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar proses sedimentasi.
Berdasarkan fungsi terumbu karang maka keberadaan terumbu karang dapat dimanfaatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung, yakni sebagai tempat penangkapan biota laut
konsumsi dan biota hias, sebagai bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur, sebagai
bahan perhiasan dan sebagai bahan baku farmasi.
Berbagai penelitian dan pengamatan terhadap pemanfaatan sumberdaya terumbu karang
menunjukkan bahwa secara umum terjadinya degradasi terumbu karang ditimbulkan oleh dua
penyebab utama, yaitu akibat kegiatan manusia (anthrophogenic causes) dan akibat alam (natural
causes).
Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang antara lain: (1)
Penambangan dan pengambilan karang, (2) Penangkapan ikan dengan menggunakan alat dan
metoda yang merusak, (3) Penangkapan yang berlebih, (4) Pencemaran perairan, (5) Kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir, dan (6) Kegiatan pembangunan di wilayah hulu (Gambar 3).
Sedangkan degradasi terumbu karang yang diakibatkan oleh alam antara lain: pemanasan global
(global warming), bencana alam seperti angin taufan (storm), gempa teknonik (earth quake),
banjir (floods) dan tsunami serta fenomena alam lainnya seperti El-Nino, La-Nina dan lain
sebagainya.

Dalam dasawarsa terakhir, pemanfaatan ekosistem terumbu karang cenderung mengarah


kepada tindakan eksplotasi yang berlebih dan merusak. Mulai dari pengambilan koloni karang
yang masih muda untuk sebagai bahan bangunan, penangkapan ikan karang dengan
menggunakan sianida dan bom, merupakan beberapa contoh jenis eksploitasi yang sangat
merusak, karena laju pertumbuhan karang tidak sejalan dengan laju eksploitasinya.
Adapula jenis pemanfaatan melalui bidang pariwisata, hal ini pun juga tetap mengandung
resiko terjadinya kerusakan walaupun dalam tingkat atau skala yang lebih kecil, antara lain
pengambilan karang dan organisme lain sebagai souvenir, dan pematahan karang oleh penyelam
pemula atau yang belum berpengalaman dan buangan sampah.
Beberapa bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab tersebut merupakan satu dari
sekian faktor yang harus ditangani secara bersama. Dalam pengelolaan terumbu karang ini, tidak
dapat dilihat dari satu kepentingan saja, tetapi harus mempertimbangkan terutama kepentingan
dari penduduk atau masyarakat dimana ekosistem terumbu karang tersebut berada. Pengelolaan
terumbu karang merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatur terumbu karang melalui
proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan atau pengawasan, evaluasi dan
penegakan hukum (DKP-COREMAP, 2004). Jadi dalam hal ini melibatkan hampir seluruh
komponen masyarakat dari tingkat bawah (grass root) hingga pemangku pengambil kebijakan
tertinggi serta seluruh pihak terkait lain. Apabila tidak ada upaya dari segenap pihak untuk
menghentikan mengatur ekosistim ini maka dikhawatrikan akan meningkatkan laju degradasi
terumbu karang.
3.4 Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Berbagai kegiatan manusia yang berakibat pada kerusakan ekosistem terumbu karang, baik
langsung maupun tidak langsung yaitu : Penambangan atau pengambilan karang, penangkapan
ikan dengan penggunaan (bahan peledak, racun, bubu, jaring, pancing, dan eksploitasi
berlebihan), pencemaran (minyak bumi, limbah industri, dan rumah tangga), pengembangan
daerah wisata dan sedimentasi.
Penurunan kondisi terumbu karang di Indonesia antara tahun 1989-2000, terumbu karang
dengan tutupan karang hidup di Indonesia bagian barat sebesar 50 % menurun dari 36 % menjadi
29 %, kondisi karang yang baik hanya 23 %, sedangkan di bagian timur Indonesia 45 %.
Permasalahan utama yang menyebabkan terjadinya degredasi terumbu karang disebabkan oleh
manusia dan alam.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pelatihan Ekologi Terumbu Karang. Coremap Fase Ii Kabupaten Selayar
Yayasan Lanra Link Makassar, Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006
Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
DKP-COREMAP. 2004. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Departemen
Kelautan dan Perikanan-Coral Reef Rehabilitation and Management Program,
Jakarta.
Riyantini I. 2008. Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Upaya Konservasi.
Makalah disajikan pada Ceramah Ilmiah "Padjadjaran Diving Club" FPIK.
Bandung, 25 November 2008

Вам также может понравиться