Вы находитесь на странице: 1из 6

HERPES

ZOSTER

A.DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut, yang mempunyai sifat khas yaitu vesikel- vesikel yang
tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik kulit sesuai dermatom (Djuanda, 2005).
Definisi lain Herpes Zoster (Shingles) adalah suatu infeksi yang menyebabkan erupsi kulit yang
terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi cairan. Herpes zoster bisa terjadi pada usia
berapapun tetapi paling sering terjadi pada usia diatas 50 tahun (Sjamsoe, 2005 )
B.PENYEBAB
DAN
EPIDEMIOLOGI
Penyebabnya adalah virus Varicela Zooster yang termasuk kelompok virus sedang berukuran
140 200 m dan berinti DNA. Biasanya terjadi pada usia dewasa, meski kadang juga pada anakanak. Dimana insidennya sama banyaknya pada pria dan wanita dan tidak tergantung musim.
Herpes Zoster disebabkan oleh virus varicela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA
yang termasuk subfamili alfa herpes viride Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi,
pejamu, sifat sel tempat hidup laten diklasifikasikan sitotoksik dan 3 subfamili alfa, beta dan
gama. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus
herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion. Virus yang
laten
ini
pada
saatnya
akan
menimbulkan
kekambuhan
secara
periodik.
Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai tempat berkembang biak yang relatif luas dengan
siklus pertumbuhan yang pendek. Virus ini Mempunyai enzim yang penting untuk replikasi
meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik deoxyperidine (thymidine) kinase
yang
disintesa
di
dalam
sel
yang
terinfeksi.
Infeksi awal oleh virus varicella-zoster (yang bisa berupa cacar air) berakhir dengan masuknya
virus ke dalam ganglia (badan saraf) pada saraf spinalis maupun saraf kranialis dan virus
menetap disana dalam keadaan tidak aktif. Herpes zoster selalu terbatas pada penyebaran akar
saraf yang terlibat di kulit (dermatom). Virus herpes zoster bisa tidak pernah menimbulkan gejala
lagi atau bisa kembali aktif beberapa tahun kemudian. Herpes zoster tejadi jika virus kembali
aktif. Kadang pengaktivan kembali virus ini terjadi jika terdapat gangguan pada sistem
kekebalan akibat suatu penyakit (misalnya karena AIDS atau penyakit Hodgkin) atau obatobatan
yang
mempengaruhi
sistem
kekebalan.
Yang sering terjadi adalah penyebab dari pengaktivan kembali virus ini tidak diketahui (Timur
FJ,
2009).
C.
PEMERIKSAAN
KULIT
Lokalisasi bisa di semua tempat, dan paling sering pada servikal IV dan lumbal II.
Efloresensi/ sifat- sifatnya, biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel sampai bula di atas
daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan
letak
syaraf
yang
terinfeksi
virus.

D.
GAMBARAN
HISTOPATOLOGI
Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum granulosum, kadang- kadang
subepidermal. Yang penting adalah temuan sel balon yaitu sel stratum spinosum yang
mengalami degenerasi dan membesar, juga badan inklusi ( lipscuhtz) yang tersebar dalam inti sel
epidermis,dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis mengalami dilatasi
pembuluh
darah
dan
sebukan
lmfosit.

Jika menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N V cabang atas disebut herpes zoster frontalis.
Jika menyerang cabang oftalmikus N V disebut herpes zoster oftalmik. Jika menyerang saraf
interkostal disebut herpes zoster torakalis. Jika menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster
abdominalis
atau
lumbalis.
E.
PATOGENESIS
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit
yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut.
Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga
memberikan
gejala-gejala
gangguan
motorik.
Selama proses infeksi varicella, VZV lewat dari luka di kulit dan permukaan mukosa ke akhiran
saraf yang berdekatan dan ditranspor secara sentripetal ke saraf sensoris ke ganglia sensoris.
Dalam ganglia, virus membentuk infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom di mana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang
pertama diinervasi oleh (ophtalmic) divisi saraf trigeminal dan oleh spinal sensori ganglia dari
T1
ke
L2.
Walaupun virus bersifat laten, ganglia mempertahankan potensi untuk inefektivitas penuh,
reaktifasi yang terjadi bersifat sporadis, jarang, dan terkait dengan imunosupresi, radiasi dari
columna vertebralis, tumor, trauma lokal; manipulasi bedah tulang belakang dan sinusitis
frontalis. VZV mungkin juga mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit yang nyata.
Walaupun asimtomatik reaktivasi VZV tidak terbukti pasti, kuantitas kecil antigen virus yang
dilepaskan selama reactivasi diharapkan dapat merangsang dan mempertahankan kekebalan host
terhadap
VZV.
Ketika resistensi host jatuh di bawah tingkat kritis, virus berkembang biak dan menyebar dalam
ganglion, kemudian menyebabkan nekrosis neuron dan peradangan hebat, sebuah proses yang
sering disertai neuralgia berat. Infeksi VZV kemudian menyebar ke saraf sensorik, beresiko
neuritis hebat, dan dilepaskan di sekitar ujung akhiran saraf sensorik di kulit, di mana ia
menghasilkan
karakteristik
kluster
vesikula
zoster.
Penyebaran infeksi ganglionic secara proksimal sepanjang radix saraf posterior menuju meninges
dan corda menghasilkan leptomeningitis lokal, cairan cerebrospinal pleocytosis, dan segmental

myelitis. Infeksi motor neuron di kornu anterior dan radang pada syaraf di bagian radix anterior
dicatat untuk palsies lokal yang mungkin menyertai erupsi kutaneus, dan perluasan infeksi di
dalam sistem saraf pusat dapat dihasilkan pada komplikasi jarang herpes zoster (misalnya,
meningoensefalitis,
transverse
myelitis).
F. DIAGNOSIS BANDING
mencari
Biasanya

lesi

virus
menyebar

sentrifugal,

herpes
selalu
disertai

simpleks
demam.Varisella

Lebih sering pada anak- anak, dengan gambaran vesikel dan bula yang cepat pecah dan menjadi
krusta.Impetigo
vesikobulosa
G.
GEJALA
KLINIS
Herpes Zoster dapat dimulai dengan respon sistemik, misalnya, demam, anoreksia, dan
kelelahan, yang merupakan gejala prodromal dari Herpes Zoster. Dan hal tersebut biasanya
kadang tidak disadari oleh pasien ataupun klinisi sebagai gejala awal herpes zoster.
Gejala prodromal biasanya mencakup fenomena sensorik yang terjadi 1 atau lebih pada bagian
kulit berlangsung 1-10 hari (rata-rata 48 jam), yang biasanya dicatat sebagai sakit atau, jarang,
paresthesias.
Manifestasi dari gejala prodromal herpes zoster antara lain ialah dapat mensimulasikan sakit
kepala, iritis, radang selaput dada, neuritis brakialis, sakit jantung, radang usus buntu atau
penyakit intraabdominal lain, atau linu panggul, yang dapat mengakibatkan salah diagnosa.
Interval gejala prodromal sebelum muncul gambaran kelainan pada kulit merupakan penyebaran
partikel virus di sepanjang saraf sensorik, namun sekitar 10% dari pasien melaporkan onset nyeri
dan
ruam
secara
bersamaan.
Setelah timbul gejala prodromal, maka tanda-tanda dan gejala berikut terjadi:
o Patch eritema, kadang-kadang disertai dengan indurasi, muncul di wilayah dermatomal yang
terlibat.
o Limfadenopati regional dapat muncul pada tahap ini atau selanjutnya.
o peradangan pada saraf sensorik yang terlibat menyebabkan rasa sakit yang parah.
o Muncul Vesikula awalnya jelas, tapi akhirnya, mereka awan, pecah, kerak, dan sukar.
Gejala utama herpes zoster adalah terjadinya rasa sakit yang biasanya muncul lebih dulu atau
kadang muncul bersamaan dengan terjadinya ruam pada kulit, yang biasanya dapat terus
berlanjut
walaupun
ruam
yang
terjadi
pada
kulit
sudah
menghilang.
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun daerah-daerah lain tidak
jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih sering
pada
orang
dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing, malese),

maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot tulang, gatal, pegal dan sebagainya). Setelah itu
timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit
yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah
dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga
menimbulkan
ulkus
dengan
penyembuhan
berupa
sikatriks.
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul
berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di
samping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi
penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada
susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini
lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada
daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh
karena gangguan pada nevus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus
(dari
ganglion
genikulatum).
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga
menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan
kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan
nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pedengaran,
nistagmus
dan
nausea,
juga
terdapat
gangguan
pengecapan.

Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang sangat singkat dan
kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada herpes zoster generalisata
kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara
generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada
orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma
malignum.
Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih
dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan
bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.
H.

KOMPLIKASI

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada
yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai
komplikasi.
Vesikel
sering
menjadi
ulkus
dengan
jaringan
nekrotik.

Salah satu komplikasi yang cukup banyak terjadi adalah neuralgia pasca herpetik, dimana
komplikasi ini dapat timbul pada umur di atas 40 tahun, persentasinya 10-15%. Makin tua
penderita
makin
tinggi
persentasinya.
Kerusakan saraf perifer dan neurons di ganglion memicu signal nyeri afferent. Peradangan pada
kulit memicu signal nociceptive yang menjelaskan nyeri kutaneus. Pelepasan berlebihan dari
asam amino dan neuropeptida yang diinduksi oleh impuls yang terus-menerus dari impuls
afferen selama fase prodormal dan akut dari herpes zoster bisa menyebabkan kerusakan
eksitotosik dan kehilangan penghambat interneurons pada kornu dorsal spinal. Kerusakan
neurons di corda spinal dan ganglion, dan juga pada saraf perifer adalah penting sebagai
pathogenesis dari NPH. Kerusakan saraf afferent primer bisa menjadi aktif spontan dan
hipersensitif ke stimuli perifer juga ke stimulasi simpatis. Pada gilirannya, kelebihan aktifitas
nociceptor dan impuls generasi ektopik bisa membuat peka neurons system saraf pusat,
menghasilkan memperpanjang dan menambah respon sentral menjadi tidak merusak
sebagaimana stimuli yang beracun. Secara klinis, hasil mekanisme ini ada pada allodynia (nyeri
dan/atau sensasi yang tidak nyaman ditimbulkan oleh stimulus yang secara normal tidak sakit,
contoh : sentuhan halus) dengan sedikit atau tidak ada kehilangan sensoris, dan menjelaskan
bentukan
nyeri
dengan
infiltrasi
local
lidokain.
Neuralgia pasca-herpetik adanya nyeri di daerh kulit yang dipersarafi oleh saraf yang terkena.
Nyeri ini bisa menetap selama beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya suatu
episode herpes zoster. Nyeri bisa dirasakan terus menerus atau hilang-timbul dan bisa semakin
memburuk pada malam hari atau jika terkena panas maupun dingin. Nyeri paling sering
dirasakan pada penderita usia lanjut; 25-50% penderita yang berusia diatas 50% mengalami
neuralgia pasca-herpetik. Tetapi hanya 10% dari seluruh penderita yang mengalami neuralgia
pasca-herpetik. Pada sebagian besar kasus, nyeri akan menghilang dalam waktu 1-3 bulan; tetapi
pada 10-20% kasus, nyeri menetap selama lebih dari 1 tahun dan jarang berlangsung sampai
lebih dari 10 tahun. Pada sebagian besar kasus, nyeri bersifat ringan dan tidak memerlukan
pengobatan
khusus.
Perubahan Anatomis dan fungsional bertanggung jawab pada kemunculan NPH yang akan
dibentuk awal pada herpes zoster. Konsisten dengan ini adalah korelasi untuk inisiasi nyeri hebat
dan kehadiran nyeri prodormal dengan pembentukan NPH dikemudiannya dan kegagalan terapi
antiviral
untuk
mencegah
penuh
NPH.
Komplikasi lain adalah yang terjadi pada mata akibat zoster ophthalmikus baik sementara atau
secara permanen dapat menyebabkan penurunan ketajaman visual atau kebutaan. Komplikasi
seperti infeksi sekunder dan meningeal atau keterlibatan viseral dapat menghasilkan morbiditas
lebih
lanjut
dalam
bentuk
infeksi
dan
jaringan
parut.

I. PENGOBATAN

Bila nyeri dapat diberikan analgesia dengan NSAID, misalnya mefenamic acid 500 mg,

indometasin 25 mg 3 kali sehari atau ibuprofen 400 mg 3kali sehari.


Antibiotik bila mengalami infeksi yang merupakan penyebab utama timbulnya jaringan parut
atau keloid.
Gunakan bedak kalamin atau phenol-zinc lotion untuk fase vesikular.
Apabila mengenai mata, konsultasikan ke klinik mata.
Bila tersedia, gunakan asiklovir 800 mg 5 kali sehari selama seminggu.atau obat antivirus
lainnya (misalnya famsiklovir/valasiklovir). Diberikan pada fase awal munculnya penyakit.
Bila mengalami Postherpetic neuralgia, dapat diberikan:
~ Fenol 3-5% dalam bentuk krim atau salap, 2-6 kali sehari
~ Amitriptilin 10-25 mg/hari pada malam hari, atau gabapentin 100- 300 mg/hari. (Sjamsoe,
2008)

Вам также может понравиться