Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari,
antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.
Dalam sistem pertukaran dinyatakan oleh yang pernyataan besaran jumlah unit yaitu "mata
uang" (atau "harga mata uang" atau "sarian mata uang") yang dapat dibeli dari 1 penggalan "unit
mata uang" (disebut pula sebagai "dasar mata uang"). sebagai contoh, dalam penggalan
disebutkan bahwa kurs EUR-USD adalah 1,4320 (1,4320 USD per EUR) yang berarti bahwa
penggalan mata uang adalah dalam USD dengan penggunaan penggalan nilai dasar tukar mata
uang adalah EUR
lagi. Namun, untuk mencapai keberhasilan CBS, perlu didukung disiplin fiskal yang
ketat.
Tidak banyak negara menggunakan CBS sebagai sistem nilai tukar mengingat
sistem ini menuntut kredibilitas den disiplin kebijakan fiskal yang tinggi dari
pemerintah. Tekanan eksternal den ketidakdisiplinan pemerintah dalam kebijakan
fiskal dapat mengakibatkan suatu negara mengalami resesi atau kelesuan ekonomi.
Argentina merupakan salah satu negara yang menerapkan CBS sejak tahun 1993.
Pada awal penerapan CBS, negara ini berhasil meredam laju inflasi yang tinggi.
Namun, sejak beberapa tahun terakhir negara ini menghadapi resesi ekonomi
akibat kebijakan fiskal yang tidak disiplin dan kuatnya tekanan eksternal akibat
kurang kompetitifnya produk ekspor negara ini di pasaran internasional. Sementara
Hongkong SAR merupakan negara yang cukup berhasil menerapkan CBS sejak
tahun 1983 berkat kedisiplinan dan konsistensi pemerintah melaksanakan kebijakan
ini. Beberapa negara lainnya yang rnenerapkan CBS adalah Brunei Darussalam,
Bulgaria, Bosnia dan Herzegovina, Estonia, Lithuania, dan Djibouti.
Flexible Peg
Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral menetapkan besarnya (peg) nilai tukar
mata uang lokal terhadap mata uang asing dalam jangka waktu yang pendek.
Penetapan (peg) nilai mata uang dapat dilakukan baik melalui intervensi ataupun
melalui mekanisme pasar. Kurs atau nilai tukar dengan sistem ini dengan cepat dan
sering disesuaikan sebagai respons terhadap kekuatan pasar atau perubahan
fundamental. Dalam sistem ini, tidak terdapat komitmen untuk mempertahankan
nilai tukar pada tingkat tertentu atau mempertahankan nilai tukar riil tertentu.
Sistem ini dapat mencegah terjadinya ketidakstabilan atau volatilitas nilai tukar
dalam jangka pendek. Sistem ini tidak dapat digunakan sebagai jangkar nominal,
tetapi fleksibilitas dari sistem ini dapat mendorong pelaksanaan kebijakan moneter
yang independen.
Perbedaan mendasar antara sistem ini dengan sistem mengambang murni adalah
pada sistem flexible peg, volatilitas nilai tukar dalam jangka pendek dapat
dihindarkan. Namun, dalam jangka menengah, sistem ini tidak dapat digunakan
untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Penghindaran volatilitas nilai tukar dalam
jangka pendek perlu dihindarkan, karena volatilitas mempunyai biaya, yaitu biaya
lindung nilai (hedging) bagi debitur dan kreditur. Biaya hedging tersebut penting
bagi suatu negara, khususnya pada negara-negara berkembang yang relatif kecil.
Pada negara-negara ini, biaya hedging relatif mahal atau bahkan tidak tersedia,
karena pasar valuta asing sangat kecil atau sistem keuangan di dalam negeri belum
berkembang. Depresiasi nilai tukar akan dapat memberikan dampak negatif kepada
bank den perubahan yang mempunyai hutang luar negeri, karena kewajibannya
dalam mata uang lokal menjadi lebih mahal. Dengan demikian, untuk menjaga nilai
tukar tetap dalam jangka pendek, sistem ini dapat mengatasi permasalahan
tersebut.
valuta asing. Kedua, komitmen bank sentral dapat mempengaruhi perilaku pasar ke
arah yang lebih positif. Namun, rendahnya komitmen atau sedikitnya cadangan
devisa bank sentral/pemerintah untuk mempertahankan sistem ini dapat
mendorong terjadinya speculative attack terhadap sistem ini, sebagaimana terjadi
di Indonesia pada tahun 1997 dan negara-negara Amerika Latin di tahun 1980-an
den 1990-an.
Active Crawling Peg
Dalam sistem ini, pemerintah/bank sentral menetapkan nilai tukar pada tingkat
tertentu, tetapi pemerintah secara berkala dapat melakukan penyesuaian
berdasarkan perkembangan indikator-indikator ekonomi tertentu, seperti perbedaan
inflasi dengan negara mitra dagang utama. Penetapan nilai tukar terhadap mata
uang asing tersebut dilakukan di depan (pre-announced rate). Nilai tukar lokal yang
ditetapkan terhadap mata uang asing tidak hanya terbatas pada satu mata uang
asing saja, tetapi dapat ditetapkan atas sekeranjang mat uang tertentu berdasarkan
bobot pcrdagangan dengan negara-negara mitra dagang, misalnya dolar Amerika,
Yen, dan Euro. Penetapan mata uang lokal terhadap beberapa mata uang ini sering
disehut dengan multi-currency pegging.Sistem nilai tukar crawling peg yang aktif
umumnya digunakan sebagai jangkar nominal untuk menurunkan laju inflasi,
seperti yang dilakukan beberapa negara Amerika Latin guna memerangi inflasi yang
tinggi.
Passive Crawling Peg
Pada sistem passive crawling peg, nilai tukar nominal pada suatu waktu tertentu
disesuaikan sejalan dengan perkembangan inflasi pada masa lalu, atau inflasi saat
ini, dan inflasi negara mitra dagang dan negara pesaing utama. Penyesuaian nilai
tukar nominal dengan inflasi di dalam negeri relatif terhadap negara mitra dagang
dan negara pesaing dimaksudkan untuk nilai tukar riil konstan. Dalam sistem ini
tidak ada penetapan nilai tukar di depan (pre-announced). Jika inflasi meningkat,
akibat kenaikan upah dan penambahan jumlah uang beredar (monetary expansion),
maka tingkat devaluasi juga meningkat. Kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk mencegah apresiasi nilai tukar riil. Sebagaimana dalam crawling peg aktif,
maka nilai tukar lokal yang ditetapkan terhadap mata uang asing tidak hanya
terbatas pada satu mata uang asing saja, tetapi dapat ditetapkan atas sekeranjang
mata uang tertentu (multi-currency pegging).Sistem nilai tukar crawling peg pasif
dilandasi pada pendekatan target riil, yaitu dengan menargetkan nilai tukar riil.
Nominal kurs pertukaran harga dalam mata uang asing dari satu penggalan dari ke mata
uang lokal.
RER sebenarnya hanya ada pada teori ideal. Dalam praktik, terdapat banyak mata uang asing dan
harga ke tingkat nilai yang dipertimbangkan. bersamaan dengan ini, model perhitungan semakin
menjadi lebih rumit. Selain itu, model ini didasarkan pada purchasing power parity (PPP) yang
dapat berarti sebuah konstan dari RER. secara empiris dalam penentuan nilai konstan RER tidak
akan bisa disadari, karena keterbatasan pada data. dalam PPP akan menyiratkan bahwa RER
adalah tingkat di mana suatu organisasi dapat memperdagangkan barang dan jasa dari satuan
ekonomi (misalnya negara) untuk orang perorang yang lain. Misalnya, jika harga yang
meningkat 10% di Inggris dan pada mata uang Jepang akan sekaligus menghargai 10% terhadap
mata uang Inggris serta harga barang akan tetap konstan untuk seseorang di Jepang. Sedangkan
bagi orang di Inggris masih akan tetap berkaitan dengan kenaikan harga 10% di dalam negerinya.
Ini juga menyebutkan bahwa harga atau nilai dasar tarif yang ditetapkan pemerintah dapat
merupakan ikutan dalam memengaruhi nilai tukar, untuk membantu untuk mengurangi tekanan
harga. PPP akan terus muncul hanya dalam jangka panjang (3-5 tahun), ketika harga akhir
menjadi sama terhadap paritas daya beli
Terdapat pendekatan baru dalam rancangan RER yang mempekerjakan penggalan set variabel
ekonomi makro dikenal sebagai produktivitas relatif serta tingkat bunga nyata yang diferensial.
harga saham yang sedang terjadi, baik indeks harga saham sektoral maupun Indeks Harga Saham
Gabungan
uang mereka sehingga dapat meningkatkan manfaat dari perdagangan dengan negara- negara
yang memiliki mata uang kuat. Devaluasi meningkatkan nilai ekspor dengan membuat mereka
lebih murah sementara membuat impor mahal.
pertambahan produksi Y tidak sebesar dua kali lipat melainkan dari 70Y menjadi 130Y, begitu
pula dengan produksi X hanya bertambah dari 140X menjadi 150X.
Apabila faktor produksi L maupun K bertambah dalam jumlah yang sama, sedangkan
skala hasilnya dalam jumlah produksi kedua komoditi konstan, maka tingkat produktivitas dan
pendapatan/harga dari faktor L dan K juga akan tetap sama seperti sebelumnya. Apabila tingkat
ketergantungan (yakni rasio jumlah penduduk yang mengandalkan hidupnya pada penduduk lain
yang produktif) juga tidak berubah, maka pendapatan per kapita riil serta tingkat kesejahteraan
negara tersebut secara keseluruhan juga tidak akan mengalami perubahan. Namun jika hanya
faktor L yang bertambah (atau pertambahan L itu lebih besar dari pada pertambahan K), maka
K/L akan turun, demikian pula halnya dengan produktivitas L. Selanjutnya penurunan
produktivitas L tersebut berimplikasi pada turunnya tingkat upah dan berkurangnya pendapatan
per kapita riil. Namun di lain pihak, jika faktor K yang bertambah lebih banyak, maka K/L akan
meningkat, demikian pula halnya produktivitas L, sehingga akan meningkatkan upah serta
pendapatan per kapita riil.
Rybczynski mengemukakan analisisnya yang berbeda dengan analisis di atas yang
dikenal dengan Teorema Rybczynski, yang menyatakan bahwa pada harga-harga komoditi yang
konstan, setiap kenaikan dalam kepemilikan atau jumlah salah satu faktor produksi akan
meningkatkan output dari komoditi yang lebih banyak menggunakan faktor produksi itu di
banding faktor produksi lainnya, dan dalam waktu bersamaan akan menurunkan output komoditi
lain. Jika terjadi pertambahan faktor L (sementara faktor K tetap atau bertambah sedikit saja),
maka output komoditi X yang padat L akan meningkat dan melampaui output komoditi Y yang
padat K. Bahkan secara relatif output Y akan menurun pada Px/Py yang konstan. Untuk lebih
jelasnya perhatikan gambar berikut. menjelaskan kurva kemungkinan produksi sebelum kenaikan
faktor produksi L (PPC I) dan setelah kenaikan faktor produksi L (PPC II), sedangkan faktor K
konstan atau kenaikannya tidak sebesar faktor L. Pada kondisi perdagangan bebas pada PPC I
titik produksi berada di titik A dengan jumlah output 20 Y dan 130X berdasarkan harga-harga
relatif Px/Py I. Ketika faktor L bertambah PPC bergeser ke PPC II, sedangkan harga relatif
konstan di mana Px/Py II = Px/Py I dengan titik produksi pada titik B. Titik tersebut terletak
pada PPC II dengan jumlah output 10Y dan 270X. Dengan demikian output X yang padat L
bertambah bahkan lebih dari dua kali lipat yaitu dari 130X menjadi 270X, sedangkan output Y
yang padat K justru menurun dari 20Y menjadi 10Y. Kenaikan output X tersebut hanya
disebabkan oleh bertambahnya faktor L, namun juga berpindahnya sebagian faktor L yang
semula berada pada sektor yang memproduksi Y, sehingga output X bertambah dua kali lipat
atau lebih besar dari rasio pertambahan faktor L.
B. Pertumbuhan dan Perdagangan Bagi Negara Kecil
Di dalam perdagangan internasional besar kecilnya suatu negara tidak diukur
secara absolut, tetapi besar kecilnya suatu negara diukur secara relatif terhadap pasar. Artinya
walaupun suatu negara dilihat dari aspek wilayah adalah negara kecil (secara absolut), akan
tetapi produk negara tersebut menguasai pasar internasional, maka ia layak disebut sebagai
negara besar.. Jika produk suatu negara menguasai pasar internasional, maka ia dapat menjadi
penentu harga (price maker). Dengan demikian sebuah negara kecil adalah negara yang bertindak
sebagai price taker yaitu negara yang tidak mampu mengubah harga pasar suatu produk
berapapun jumlah yang diminta atau ditawarkan atas produk terserbut.
1. Dampak pertumbuhan terhadap Perdagangan
Apa yang akan terjadi terhadap volume perdagangan suatu negara akan ditentukan oleh
seberapa banyak output negara itu dapat diekspor dan sejauh mana perubahan pada pola
konsumsinya setelah pendapatan nasionalnya bertambah berkat adanya pertumbuhan ekonomi,
dan terselenggaranya hubungan perdagangan.
Jika output di negara pengekspor meningkat secara proporsional sehingga melebihi
kenaikan output yang biasanya diimpornya berdasarkan harga-harga komoditi relatif yang
konstan, maka pertumbuhan itu cendrung menaikkan volume perdagangan antar negara ke
tingkat yang lebih tinggi lagi. Inilah yang disebut sebagai pertumbuhan pro-perdagangan
(protrade growth). Namun sebaliknya jika pertumbuhan itu justru menurunkan volume
perdagangan, maka pertumbuhan output tersebut lazim disebut sebagai pertumbuhan anti
perdagangan (antitrade growth). Jika kenaikan output tidak mengubah volume perdagangan,
maka pertumbuhan tersebut disebut sebagai pertumbuhan yang bersifat netral terhadap
perdagangan (neutral growth). Pertambahan output akan bersifat netral terhadap perdagangan
apabila hal itu tidak mengubah volume perdagangan yang sementara berlangsung. Di lain pihak
jika konsumsi terhadap barang impor meningkat lebih besar dari pada peningkatan konsumsi
terhadap barang yang diekspor berdasarkan harga konstan, maka dampak konsumsi itu
cenderung kian memperbesar volume perdagangan (peningkatan konsumsi itu disebut pro
perdagangan). Sama halnya dengan pertumbuhan produksi, peningkatan konsumsi tersebut selain
dapat bersifat pro perdagangan juga bisa bersifat anti perdagangan atau netral.
Apabila baik produksi maupun konsumsi bersifat pro perdagangan dengan sendirinya
volume perdagangan akan meningkat dalam proporsi yang lebih tinggi dari pada pertambahan
output (baik output ekspor maupun impor). Sebaliknya jika produksi dan konsumsi sama-sama
anti perdagangan, maka volume perdagangan akan mengalami peningkatan namun dalam
proporsi yang lebih rendah di banding peningkatan output, atau bahkan mungkin menurun secara
absolut. Jika produksi bersifat pro perdagangan, sedangkan konsumsi bersifat anti perdagangan
(atau sebaliknya), maka apa yang terjadi terhadap volume perdagangan akan ditentukan oleh
mana yang lebih kuat antara kedua kekuatan tersebut. Dalam prakteknya, aktivitas produksi dan
konsumsi jarang menimbulkan dampak yang netral terhadap perdagangan. Jika tidak bersifat pro
perdagangan, maka keduanya akan bersifat anti perdagangan. Artinya, proporsi peningkatan
perdagangan jarang sekali sama dengan proporsi peningkatan output.
2. Pertumbuhan Faktor Produksi, Perdagangan dan Kesejahteraan
Untuk menguraikan bagian ini terlebih dahulu perlu memperhatikan gambar III.3. Pada
gambar III.3a terlihat sebelum terjadi pertumbuhan faktor produksi L negara 1 berproduksi pada
titik A, dan memperdagangkan sebanyak 60X (130X 70X) untuk memperoleh 60Y (80Y
20Y) berdasarkan harga relatif Px/Py I, sehingga menjangkau kurva indiferensi IC1. Ketika
faktor L naik dua kali lipat di negara 1, PPCnya bergerak dari PPC I ke PPC II. Seandainya
negara 1 adalah negara kecil, sehingga sulit untuk mempengaruhi harga relatif dari komoditi
yang diperdagangkannya, maka ia akan berproduksi di titik B, yakni kurva PPC yang baru
merupakan tangen untuk Px/Py I = Px/Py II. Pada titik B tersebut negara 1 berproduksi dua kali
lipat atas komoditi X di banding ketika di titik A, namun produksinya atas komoditi Y berkurang
dari 20Y menjadi 10Y sebagaimana dirumuskan oleh Teorema Rybcznsky. Berdasarkan harga
relatif Px/Py II = Px/Py I, negara 1 akan memperdagangkan X sebanyak 150 unit (270X 120X)
untuk memperoleh 150Y (160Y 10Y), dan berkonsumsi di titik Z yang terletak pada IC2.
Oleh karena komoditi X yang merupakan komoditi andalan ekspor negara 1 mengalami
peningkatan, sedangkan Y mengalami penurunan, maka pertumbuhan output X tersebut bersifat
pro perdagangan atau menunjang perdagangan. Demikian pula, karena konsumsi Y sebagai
komoditi impor bagi negara 1 meningkat dalam proporsi yang lebih tinggi di banding konsumsi
komoditi X (sebagaimana ditunjukkan oleh titik Z), maka pertumbuhan konsumsi tersebut juga
bersifat pro perdagangan. Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh produksi dan konsumsi
sama-sama pro perdagangan, maka volume perdagangan negara 1 akan meningkat dalam
proporsi yang lebih tinggi di banding pertumbuhan output komoditi X.
Selanjutnya gambar III.3b merupakan kurva tawar-menawar (offer curve) yang
memperlihatkan kasus perdagangan bagi negara 1 bila diukur berdasarkan nilai tukar
perdagangan yang sama. Maksudnya dalam kondisi perdagangan bebas, sebelum terjadinya
pertumbuhan faktor produksi L, negara 1 akan mengekspor X sebanyak 60 unit dan mengimpor
Y juga sebanyak 60 unit berdasarkan harga relatif Px/Py. Setelah pertumbuhan faktor produksi L
terjadi, negara 1 akan mengekspor X sebanyak 150 unit untuk mengimpor Y sebanyak 150 unit
juga berdasarkan harga relatif Px/Py. Garis diagonal yang melalui titik nol (0) melambangkan
nilai tukar perdagangan yang konstan, juga mewakili kurva tawar-menawar negara yang menjadi
mitra dagangnya. Akan tetapi karena negara 1 merupakan negara kecil, maka kurva tawar
menawar sebelum dan sesudah terjadinya pertumbuhan faktor produksi akan tetap berpotongan
pada kurva tawar-menawar negara mitra dagangnya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar
perdagangan bagi negara 1 senantiasa konstan.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa sesungguhnya kesejahteraan di negara 1 justru
mengalami penurunan setelah terjadinya pertumbuhan faktor produksi tadi, karena jumlah
angkatan kerjanya (dan juga penduduknya) naik dua kali lipat, sedangkan total konsumsinya
tidak mengalami peningkatan dalam proporsi yang sama besarnya (bandingkan titik Z yang
melambangkan ekspor 120X dan impor 160Y setelah terjadinya pertumbuhan faktor produksi,
dengan titik E yang melambangkan ekspor 70X dan impor 80Y sebelum terjadinya pertumbuhan
faktor produksi. Dengan demikian konsumsi dan kesejahteraan negara 1 mengalami kemerosotan
relatif akibat petumbuhan faktor produksi. Kesimpulan ini dapat ditarik berdasarkan asumsi
bahwa selera dan pola konsumsi negara 1 secara keseluruhan seragam dan kuantitasnya
bersesuaian dengan total jumlah penduduk yang ada.
C. Pertumbuhan dan Perdagangan Bagi Negara Besar
1. Pertumbuhan dan Nilai Tukar Perdagangan Serta Kesejahteraan
Jika terjadi pertumbuhan di negara besar yang dapat meningkatkan volume perdagangan
negara itu berdasarkan harga konstan, maka nilai tukar perdagangannya cenderung merosot. Di
sisi lain, seandainya pertumbuhan itu menurunkan volume perdagangan berdasarkan harga
konstan, maka nilai tukar perdagangan negara tersebut justru akan membaik. Inilah yang biasa
disebut sebagai dampak nilai tukar perdagangan dari pertumbuhan (terms-of-trade effect of
growth).
Dampak akhir dari adanya pertumbuhan terhadap kesejahteraan suatu negara besar akan
ditentukan oleh hasil netto dari perpaduan dampak-dampak nilai tukar perdagangan dan dampak
kekayaan. Istilah dampak kekayaan (wealth effect) mengacu pada perubahan-perubahan dalam
output per tenaga kerja atau per orang yang dikarenakan adanya pertumbuhan faktor produksi.
Jika dampak kekayaan itu positif, maka hal tersebut cenderung dapat meningkatkan
kesejahteraan negara yang bersangkutan secara keseluruhan. Namun jika dampak kekayaan itu
tidak positif, maka tingkat kesejahteraan negara tadi cenderung tidak berubah, atau bahkan
mengalami penurunan. Seandainya dampak kekayaan itu positif dan nilai tukar perdagangannya
juga menjadi lebih baik berkat adanya pertumbuhan faktor produksi dan terselenggarakannya
perdagangan dengan negara lain, maka tingkat kesejahteraan negara tadi bisa dipastikan segera
meningkat. Demikian sebaliknya, jika dampak kekayaannya negatif, sedangkan nilai tukar
perdagangan justru mengalami penurunan akibat pertumbuhan faktor produksi dan perdagangan.
Dalam situasi seperti itu, dengan sendirinya tingkat kesejahteraan di negara itu akan merosot.
Kemudian jika dampak kekayaan dan nilai tukar perdagangan saling bertentangan, maka tingkat
kesejahteraan negara itu bisa merosot, meningkat atau tetap saja tidak berubah, tergantung pada
kekuatan relatif dari kedua hal tersebut.
Sebagai contoh, jika hanya faktor L yang naik dua kali lipat di negara 1, maka dampak
kekayaan yang ditimbulkannya cenderung menurunkan kesejahteraan. Hal tersebut dapat dilihat
pada gambar III.4a. Dalam gambar III.4a diasumsikan bahwa negara 1 adalah sebuah negara
besar yang mampu mempengaruhi harga-harga relatif dari berbagai macam komoditi yang
diperdagangkannya dengan negara lain (dalam hal ini komoditi X dan Y). Jika pertumbuhan
faktor produkksi dan hubungan perdagangan yang sedang berlangsung mengakibatkan
merosotnya nilai tukar perdagangan negara 1 dari Px/Py II = Px/Py I = 1 menjadi PC = 0,5, maka
titik produksi negara tersebut akan bergeser ke titik C. Pada titik C negara 1 akan
memperdagangkan sebanyak 140X untuk memperoleh 170Y dari negara 2, dan berkonsumsi di
titik D yang terletak pada kurva IC2. Oleh karena kesejahteraan negara 1 merosot (artinya
dampak kekayaannya negatif) ketika ia terlalu lemah untuk mempengaruhi nilai tukar
perdagangannya, maka kini dalam kasus negara besar ternyata nilai tukar perdagangannya juga
merosot, sehingga penurunan kesejahteraan yang terjadi di negara 1 (sebagai sebuah negara
besar) akan semakin parah. Keadaan tersebut tampak pada posisinya di IC2 yang lebih rendah
dari kurva indiferen semula yaitu pada IC3.
Selanjutnya pada gambar III.4b memperlihatkan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh
terjadinya kenaikan atau pertumbuhan satu atau semua faktor produksi (yang selanjutnya
meningkatkan output), kenaikan volume perdagangan dan kemerosotan nilai tukar terhadap
kurva tawar menawar negara tersebut, ketika negara 1 mencoba mempengaruhi nilai tukar
perdagangannya sebagaimana adanya.
2. Pertumbuhan yang Memiskinkan (Immiserizing Growth)
Sekalipun dampak kekayaan yang dialami negara besar bersifat positif (cenderung
meningkatkan kesejahteraan), namun kemerosotan nilai tukar perdagangan bisa sangat parah
sehingga akhirnya tingkat kesejahteraan negara tersebut justru mengalami kemerosotan. Keadaan
ini sesuai dengan pepatah yang mengatakan sudah jatuh tertimpa tangga, dalam istilah
ekonomi kasus ini disebut sebagai pertumbuhan yang memiskinkan (immiserizing growth).
Konsep ini pertama kalinya diperkenalkan oleh Jagdish Bhagwati. Untuk lebih jelasnya keadaan
tersebut dapat disimak pada gambar berikut.menunjukkan kurva batas kemungkinan produksi
(PPC) negara 1 sebelum dan sesudah terjadinya kemajuan teknologi netral yang kemudian
meningkatkan produktivitas faktor L dan K hingga dua kali lipat namun hanya pada sektor yang
memproduksi komoditi X saja. Dampak kekayaan yang muncul sebenarnya bersifat positif,
yakni cenderung meningkatkan kekayaan negara 1 berdasarkan harga konstan, sehubungan
dengan meningkatnya output negara 1, sedangkan jumlah angkatan kerja dan penduduknya
konstan. Meskipun demikian, karena tipe kemajuan teknologi ini cenderung meningkatkan
volume perdagangan, maka nilai tukar perdagangan negara 1 akan berubah yaitu dari Px/Py I
menjadi Px/Py II, sehingga pada akhirnya kesejahteraan negara 1 tetap saja merosot. Dalam
kasus tersebut, negara 1 akan terpaksa berproduksi di titik G yang terletak pada IC1 yang
letaknya di bawah IC2. IC2 adalah yang dicapai dalam kondisi perdagangan bebas sebelum
terjadinya pertumbuhan).
Kemungkinan terjadinya pertumbuhan yang memiskinkan akan lebih besar apabila :
Pertumbuhan tersebut cenderung melonjakkan ekspor berdasarkan nilai tukar perdagangan yang
konstan.
Negara 1 sedemikian besar, sehingga setiap lonjakan ekspor akan menimbulkan dampak negatif
terhadap nilai tukar perdagangannya.
Elastisitas pendapatan permintaan negara 2 terhadap negara 1 begitu rendah sehingga nilai tukar
perdagangan mudah merosot.
Negara 1 begitu tergantung pada perdagangan internasional sehingga setiap kemerosotan nilai
tukar perdagangannya yang cukup parah langsung menurunkan kesejahteraannya.
3. Perdagangan dan Pertumbuhan yang Serba Menguntungkan
Pada bagian ini kita akan membahas kasus di mana faktor produksi yang bertambah dua
kali lipat di negara 1 hanyalah faktor K atau modal. Dampak kekayaan yang ditimbulkannya
cenderung bersifat positif, yakni cenderung meningkatkan kesejahteraan negara yang
bersangkutan. Hasil yang sama juga akan tercipta apabila terjadi kemajuan teknologi yang netral
di sektor yang menghasilkan komoditi Y sebagai komoditi yang pada modal di negara 1. Karena
tipe kemajuan teknologi ini cenderung menurunkan volume perdagangan berdasarkan harga
konstan, maka keberadaan teknologi tersebut menjadikan nilai tukar perdagangan negara 1
membaik. Sehubungan dengan positifnya dampak kekayaan dan dampak nilai tukar
perdagangan, maka dapat dipastikan tingkat kesejahteraan negara 1 akan meningkat. Hal tersebut
dapat dijelaskan berdasarkan gambar berikut di bawah ini.
D. Rangkuman
1. Dalam kondisi skala hasil konstan dan harga relatif konstan, pertumbuhan faktor L dan K
secaraseimbang akan membuat kurva kemungkinan produksi (PPC) negara yang bersangkutan
bergerak sejajar di semua titik yang terdapat pada kurva tersebut, dan output per tenaga kerja
juga konstan.
2. Jika pertumbuhan L lebih tinggi di banding K, maka PPC negara tersebut akan bergerak
namun tidak proporsional, dan mengarah pada komoditi yang padat L, dan output per tenaga
kerja akan turun. Sebaliknya jika K bertambah lebih banyak di banding L.
3. Pada intinya teorema Rybczynsky menyatakan bahwa berdasarkan harga-harga relatif konstan,
kenaikan dalam kepemilikan salah satu faktor produksi akan meningkatkan output komoditi yang
menggunakan faktor produksi itu dalam proporsi yang lebih besar, dan dalam waktu bersamaan
akan menurunkan output komoditi lain.
4. Kegiatan produksi akan bersifat pro perdagangan jika output komoditi ekspor suatu negara
meningkat dalam proporsi yang lebih tinggi dari pada output komoditi impornya. Konsumsi
dapat dikatakan pro perdagangan jika konsumsi suatu negara atas komoditi impor meningkat
dalam proporsi yang lebih tinggi di banding konsumsinya terhadap komoditi ekspor.
5. Jika pertumbuhan faktor produksi meningkatkan volume perdagangan suatu negara
berdasarkan harga-harga konstan, maka nilai tukar perdagangan negara tersebut cenderung
memburuk. Jika volume perdagangan menurun, maka pertumbuhan tadi akan memperbaiki nilai
tukar perdagangan atau konstan.
6. Jika dampak nilai tukar perdagangan dan dampak kekayaan yang dimunculkan oleh
pertumbuhan faktor produksi positif, maka dengan sendirinya tingkat kesejahteraan negara yang
bersangkutan pasti meningkat. Namun dalam kasus lain tingkat kesejahteraan suatu negara bisa
konstan atau bahkan merosot, tergantung hasil netto yang ditimbulkan oleh kedua dampak itu
(jika salah satu atau keduanya bersifat negatif).
7. Adakalanya dampak negatif pada nilai tukar perdagangan sedemikian besar, sehingga
menghapuskan manfaat dari dampak kekayaan positif dan pada akhirnya membawa negara yang
bersangkutan pada kemerosotan kesejahteraan. Kasus ini disebut sebagai pertumbuhan yang
memiskinkan.
E. Soal-soal Latihan
1. Apa yang ditimbulkan oleh pertumbuhan faktor produksi dalam berbagai tipe terhadap
pergeseran kurva kemungkinan produksi suatu negara? Apa sesungguhnya yang dimaksud
pertumbuhan seimbang?
2. Pada intinya gagasan apa yang dinyatakan oleh Teorema Rybczynsky? Jelaskan dan
gambarkan grafiknya!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan produksi atau konsumsi yang bersifat pro perdagangan,
anti perdagangan dan yang netral.
4. Jelaskan dampak yang ditimbulkan oleh pertumbuhan faktor produksi terhadap nilai tukar
perdagangan. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan dampak kekayaan dari pertumbuhan?
5. Jelaskan dampak pertumbuhan terhadap kesejahteraan suatu negara, baik untuk kasus negar
kecil maupun kasus negara besar.
Transaksi berjalan sebuah negara adalah penjumlahan dari:
Ekspor netto (ekspor dikurangi impor)
Pendapatan bersih yang diperoleh dari investasi luar negeri
Transfer payment bersih yang diterima dari luar negeri.
Ekspor dapat menghasilkan valuta asing dan pada transaksi berjalan berada pada sisi kredit (+).
Sebaliknya, impor menggunakan valuta asing dan pada transaksi berjalan berada pada sisi debit
(-). Sementara yang disebut neraca perdagangan adalah perbedaan antara ekspor barang dan jasa
suatu negara dengan impor barang dan jasa negara tersebut. Defisit perdagangan terjadi ketika
impor suatu negara lebih besar daripada ekspornya.
Pendapatan investasi berasal dari kepemilikan aset asing yang meliputi dividen, bunga, hasil
sewa dan keuntungan yang dibayarkan kepada pemilik aset. Transfer payment bersih merupakan
selisih antara pembayaran yang berasal dari suatu negara kepada negara lain terhadap
pembayaran yang diterima negara tersebut dari negara lain.
Neraca pada transaksi berjalan merupakan penjumlahan dari ekspor bersih barang, ekspor bersih
jasa, pendapatan investasi bersih dan transfer payment bersih. Hal ini menunjukkan
perbandingan antara banyaknya pengeluaran yang dilakukan oleh suatu negara relatif terhadap
hasil yang diperoleh negara tersebut. Untuk setiap transaksi yang tercatat pada transaksi berjalan,
terdapat transaksi tercatat sebagai transaksi modal. Transaksi modal ini mencatat perubahan yang
terjadi atas aset dan passiva.
Dengan asumsi tidak ada kesalahan, neraca pada transaksi modal sama dengan negatif neraca
pada transaksi berjalan. Jika transaksi modal menunjukkan angka yang positif, maka perubahan
aset asing yang berada pada negara tersebut lebih besar dari perubahan aset yang dimiliki negara
tersebut di luar negeri. Hal ini menujukkan menurunnya kekayaan bersih yang dimiliki negara
tersebut. Kekayaan bersih yang dimiliki sebuah negara merupakan penjumlahan dari neraca
transaksi berjalan pada tahun-tahun yang telah terlampaui.
Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan suatu Negara dengan Negara lain
atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan. Perdagangan internasional tidak hanya
dilakukan oleh Negara maju saja, namun juga Negara berkembang. Perdagangan internasional
ini dilakukan melalui kegiatan ekspor impor. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar
perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Dibanyak Negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun.
Dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, social, dan politik baru dirasakan beberapa abad
belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S, bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri,
perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain
disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat
perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tariff, atau quota barang impor.
Factor pendorong
Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk
tersebut.
Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan
jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya
keterbatasan produksi.
Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
Faktor Pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, diantaranya
sebagai berikut :
a. faktor alam/potensi alam.
b. untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.
c. keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara.
d. adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah
sumberdaya ekonomi.
e. adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk
tersebut.
f. adanya perbedaan keadaan seperti sumberdaya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah
penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan
produksi.
g. adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
h. keinginan membuka kerjasama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
i. terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
memberikan subsidi ekspor, pengirim akan mengekspor, pengirim akan mengekspor barang
sampai batas dimana selisih harga domestic dan harga luar negeri sama dengan nilai subsidi.
Dampak dari subsidi ekspor adalah meningkatkan harga dinegara pengekspor sedangkan di
negara pengimpor harganya turun.
3. Pembatasan Impor
Pembatasan impor (Import Quota) merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang
boleh diimpor. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada
beberapa kelompok individu atau perusahaan. Misalnya, Amerika Serikat membatasi impor keju.
Hanya perusahaan-perusahaan dagang tertentu yang diizinkan mengimpor keju, masing-masing
yang diberikan jatah untuk mengimpor sejumlah tertentu setiap tahun, tak boleh melebihi jumlah
maksimal yang telah ditetapkan. Besarnya kuota untuk setiap perusahaan didasarkan pada jumlah
keju yang diimpor tahun-tahun sebelumnya.
4. Pengekangan Ekspor Sukarela
Bentuk lain dari pembatasan impor adalah pengekangan sukarela (Voluntary Export Restraint),
yang juga dikenal dengan kesepakatan pengendalian sukarela (Voluntary Restraint
Agreement=ERA). VER adalah suatu pembatasan (Kuota0 atas perdagangan yang dikenakan
oleh pihak negara pengekspor dan bukan pengimpor. VER mempunyai keuntungan-keuntungan
politis dan legal yang membuatnya menjadi perangkat kebijakan perdagangan yang lebih disukai
dalam beberapa tahun belakangan. Namun dari sudut pandang ekonomi, pengendalian ekspor
sukarela persis sama dengan kuota impor dimana lisensi diberikan kepada pemerintah asing dan
karena itu sangat mahal bagi negara pengimpor. VER selalu lebih mahal bagi negara pengimpor
dibandingan dengan tariff yang membatasi impor dengan jumlah yang sama. Bedanya apa yang
menjadi pendapatan pemerintah dalam tariff menjadi (rent) yang diperoleh pihak asing dalam
VER, sehingga VER nyata-nyata mengakibatkan kerugian.
5. Persyaratan Kandungan Lokal
Persyaratan kandungan lokal (local content requirement) merupakan pengaturan yang
mensyaratkan bahwa bagian-bagian tertentu dari unit-unit fisik, seperti kuota impor minyak AS
ditahun 1960-an. Dalam kasus lain, persyaratan ditetapkan dalam nilai, yang mensyaratkan
pangsa minimum tertentu dalam harga barang berawal dari nilali tambah domestic. Ketentuan
kandungan local telah digunakan secara luas oleh negara berkembang yang beriktiar
mengalihkan basis manufakturanya dari perakitan kepada pengolahan bahan-bahan antara
(intermediate goods). Di amerika serikat rancangan undang-undang kandungan local untuk
kendaraan bermotor diajukan tahun 1982 tetapi hingga kini berlum diberlakukan.
6. Subsidi Kredit Ekspor
Subsidi kredit ekspor ini semacam subsidi ekspor, hanya saja wujudnya dalam pinjaman
yang di subsidi kepada pembeli. Amerika Serikat seperti juga kebanyakan negara, memilki suatu
lembaga pemerintah, export-import bank (bank Ekspor-impor) yang diarahkan untuk paling tidak
memberikan pinjaman-pinjaman yang disubsidi untuk membantu ekspor.
7. Pengendalian Pemerintah (National Procurement)
Pembelian-pembelian oleh pemerintah atau perusahaan-perusahaan yang diatur secara ketat
dapat diarahkan pada barang-barang yang diproduksi di dalam negeri meskipun barang-barang
tersebut lebih mahal daripada yang diimpor. Contoh yang klasik adalah industri telekomunikasi
Eropa. Negara-negara mensyaratkan eropa pada dasarnya bebas berdagang satu sama lain.
Namun pembeli-pembeli utama dari peralatan telekomunikasi adalah perusahaan-perusahaan
telepon dan di Eropa perusahaan-perusahaan ini hingga kini dimiliki pemerintah, pemasok
domestic meskipun jika para pemasok tersebut mengenakan harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemasok-pemasok lain. Akibatnya adalah hanya sedikit perdagangan
peralatan komunikasi di Eropa.
8. Hambatan-Hambatan Birokrasi (Red Tape Barriers)
Terkadang pemerintah ingin membatasi impor tanpa melakukannya secara formal. Untungnya
atau sayangnya, begitu mudah untuk membelitkan standar kesehatan, keamanan, dan prosedur
pabean sedemikian rupa sehingga merupakan perintang dalam perdagangan. Contoh klasiknya
adalah Surat Keputusan Pemerintah Perancis 1982 yang mengharuskan seluruh alat perekam
kaset video melalui jawatan pabean yang kecil di Poltiers yang secara efektif membatasi realiasi
sampai jumlah yang relatif amat sedikit.
Dampak Globalisasi Terhadap Perdagangan Internasional
Dampak Positif :
1. Produksi global dapat ditingkatkan.
2. Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara.
3. Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri.
4. Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik.
5. Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.
Dampak Negatif :
1. Karena perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang menjadi lebih bebas,
sehingga dapat menghambat pertumbuhan sektor industri.
2. Dapat memperburuk neraca pembayaran.
3. Sektor keuangan semakin tidak stabil.
4. Memperburuk proses pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dampak Perdagangan Internasional Terhadap Perekonomian Indonesia
Mengurangi pengangguran
Kata kuncinya adalah komparatif. Artinya adalah relatif atau tidak ada yang perlu dimutlakkan.
Jika ada suatu negara yang sangat produktif menghasilkan barang dan jasa , sedangkan ada
negara lain yang sangat tidak produktif , mereka dapat saling menarik keuntungan dari
perdagangan internasional.
Misalnya saja , Indonesia dengan Australia. Mereka sama sama memproduksi 2 benda , yaitu wol
dan kain. Indonesia memerlukan waktu 5 bulan dalam memproduksi wol dan 10 bulan dalam
memproduksi kain. Sedangkan Australian dapat memproduksi wol dalam kurun waktu 15 bulan
dan memerlukan waktu 12 bulan untuk memproduksi kain. Dalam hal ini , Indonesia unggul
dalam memproduksi wol. Dia dapat mengekspor wol kepada negara Australia. Dan sebaliknya ,
Indonesia dapat mengimpor kain , yang bukan merupakan keunggulan komparatifnya , dari
Australia.
Dalam memahami perdagangan internasional itu sendiri , ada beberapa kata kunci yang perlu
kita ketahui. Kata kunci tersebut adalah Ekspor , Impor , Kurs, Devisa , dan Kebijakan
perdagangan internasional
Ekspor yang berarti menjual barang dari dalam negeri ke luar negeri . Impor berarti membeli
barang dari luar negeri ke dalam negeri.
Dalam setiap transaksi perdagangan Internasional , negara akan memperoleh keuntungan berupa
Devisa. Devisa sendiri berarti segala mata uang asing yang beredar di suatu negara , dan
memiliki catatan kurs resmi di bank sentral atau bank Indonesia. Devisa ini akan menjadi
cadangan kekayaan negara dan mempermudah suatu negara untuk melakukan transaksi
perdagangan internasional itu sendiri .
Akan tetapi , ada batasan batasan yang perlu kita ketahui dalam melakukan perdagangan
internasional . Batasan ini sering disebut kebijakan perdagangan internasional.
diambil oleh
guna untuk
Ada 2 jenis
dunia untuk
Itu saja info info penting mengenai perdagangan internasional. Semoga artikel ini bermanfaat
dan menambah wawasan