Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat distruksi struktur ginjal yamg
progresif dan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu :
1. Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi (unit nefron) yang berlangsung
perlahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksin uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo,1996)
2. Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak
mampu lagi mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan
dan pemulihan fungsi sudah tidak ada.
3. gagal ginjak kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya
tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman,1990 :349 )
4. gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat ,
biasanya berlangsung dalam beberapa tahun. (Lorraine M Wilson, 1995 : 812)
5. Gagal ginjak kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk memeprtahankan
keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia tau
azotemia. (Brunner & Sudarth, 2000)
6. kegagalan ginal menahun (CRF = Choronic Ranal Failure) merupakan suatu kegagalan
fungsi ginjal yang berlangsung perlahan0lahan, karena penyebab yang berlangsung
lama, sehingga tidak dapat menutupi kebutuhan biasa lagi ndan menimbulkan gejala
sakit. (Purnawan Junadi, 1989)
7. gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang di sebabakan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. (Soeyono &
Waspaad,2001)
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik
1. Penurunan cadanga ginjal
Sekitar 40-75 % nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 40-50 % normal
Bun dan kreatinin serum masih normal
Pasien asimtomatik
2. Gagal ginjal
75-80 % nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 20-40 % normal
BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
Anemia ringan dan azotemia ringan
Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
Laju filtrasi glomerulus 10-20 % normal
Bun dan kreatinin serum meningkat
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
Berat jenis urine
Poliuria dan nokturia
Gejala gagal ginjal
asidosis.
C. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium :
a. Stadium 1 : Penurunan cadangan ginjal, pada stadium ini kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimtomatik.
b. Stadium 2 : Insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
c. Stadium 3 : Gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Untuk menilai GFR (Glomerular Filtration Rate ) / CCT (Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus:
Clearance Creatinin (ml/menit) = (140 umur) x Berat Badan (Kg)
72 x Creatinin Serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
D. PATOFISIOLOGI
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat zat sisa masih bervariasi
dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25 %
normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron nefron
sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
mengingkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh) nefron-nefron yang utuh.
Hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai dari nefron-nefron yang rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar dari pada yang biasa direabsorbsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbul gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80 % - 90 %. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah. (Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya dieksresikan
kedalam urin) timbul dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak produk timbunan sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth : 1448 )
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan
usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjsl kronis mencakup hipertensi (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-angiotenin-aldosteron), gagal
jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat
iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis).
Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat
penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal
juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muantah dan cegukan. Perubahan
neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, ketidak mampuan berkonsentrasi,
kedutan otot dan kejang.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma
tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan
dengan retensi air dan natrium.
b. Ketidakseimbangan Natrium
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai
200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan intact nephron
theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran
natrium.
Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan
dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gagguan gastrointestinal, terutama
pada muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponathremia dan dehidrasi.
Pada GGK yang berat keseimbangan cairan dapat dipertahankan meskipun terjadi
kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat meningkat pula diatas
500 mEq/hari. Bila GFR menurun dibawah 25-30 ml/menit , maka ekskresi natrium
kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini
natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.
c. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangn cairan dan asidosis metabolik terkontrol, maka hiperkalemia jarang
terjadi sebelum stadium IV . keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi
aldosteron. Selama urine output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara.
Hiperkalemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik
dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal,
dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini akan menyebabkan ekskresi kalium
meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3
meningkat; HCO3 menurun dan natrium bertahan.
d. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut:
Kerusakan produksi eritropoietin.
Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan
pengambilan darah untuk pemerksaan laboratorium.
Intake nutrisi tidak adekuat.
Defisiensi folat.
Defisiensi iron/zat besi.
Peningkatan
hormon
paratiroid
merangsang
jaringan
fibrosa
atau
osteitis
e. Ureum Kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi) . Kadar BUN
bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi
pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Penilaian kreatinin serum adalah
indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan
jumlah yang diproduksi tubuh.
menjaga
pH
darah
normal.
Disfungsi
renal
tubuler
mangakibatkan
g. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresif
dalam eksresi urine sehingga menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi
dan intake yang berlibahan pada hipermagnesiemia dapat mengakibatkan henti napas
dan jantung.
h. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfor
Secara normal kalsium dan fosfor dipertahanlkan oleh paratiroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium,mobilisasi kalsium dari tulang,dan depresi
reabsorbsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari
normal,hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehinggatimbul hiperparathyroidisme
sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu dan bila hiperparatahtyroidisme
berlangsung dalam waktu lama dapatmengakibatkan osteorenal dystrophy.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut.
a. Dialisis. Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia;menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas;menghilangkan kecenderungan perdarahan;dan membantu penyembuhan
luka
b. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hyperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hyperkalemia
juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hyperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat,
dan pemberian infus glukosa.
c. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat di atasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya
dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi coroner
d. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium Bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100
mEq Natrium Bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialysis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
e. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat Beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
f. Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal di ganti oleh ginjal yang baru
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah samapai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan
gatal pada kulit.
d. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis kaan
menybebkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalam kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
Pemeriksaan Fisik
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin,
CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.Pada sistem hematologi
sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi
eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan
sekunder dari trombositopenia.
c. B3 (Brain). Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot,
dan nyeri otot.
d. B4 (Bladder). Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat
e. B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone). Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
Pengkajian Diagnostik
Laboratorium
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
b. Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal
ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang menurun,
BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
Pemeriksaan Diagnostik :
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP)untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal,
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a. Actual/risiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH
pada cairan serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder
perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru
dan respons asidosis metabolic
b. Aktual/risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi/penumpukan urea toksik, kalsifikasi jaringan lunak
c. Actual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gamgguan konduksi elektrikal
sekunder dari hiperkalemi
d. Aktual/risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume
urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosterone sekunder dari penurunan
GFR
e. Aktual/risiko penurunan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan pH pada
cairan serebrospinal sekunder dari asidosis metabolic
f. Actual/risiko tinggi deficit neurologis, kejang berhubungan dengan gangguan
transmisi sel-sel saraf sekunder dari hiperkalsemi
3. RENCANA KEPERAWATAN
Untuk intervensi pada masalah keperawatan actual/risiko tinggi terjadinya penurunan
curah jantung, actual/risiko tinggin aritmia, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan, gangguan ADL dan kecemasan dapat disesuaikan dengan masalah yang
sama pada pasien GGA.
Kriteria evaluasi
-
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual-mual dan muntah, GCS : 4, 5, 6.
TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT < 3 dtk, EKG dalam batas normal, kadar
kalium dalam batas normal.
Intervensi
1. Monitor tekanan darah, nadi,catat bila ada perubahan tanda-tanda vital dan keluhan
dyspnea
Rasional :
adanya edema paru, kongesti vascular, dan keluhan dyspnea menunjukkan adanya
gagal ginjal. Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin
angiotensin dan aldostreron. Orthostatic hipotensi juga dapat terjadi akibat dari deficit
cairan intravascular.
2. Beri oksigen 3 L/menit
Rasional :
Memberikan asupan oksigen tambahan yang diperlukan tubuh.
3. Monitoring EKG
Rasional :
Melihat adanya kelainan konduksi listrik jantung yamg dapat menurunkan curah
jantung.
4. Kolaborasi :
-
Pada kasus yang berat, pemberian kalium harus dalam larutan nondekstrosa, sebab
dekstrosa merangsang pelepasan insulin sehingga menyebabkan K+ berpindah masuk
kedalam sel. Kecepatan infus tidak boleh melebihi 20 mEq K+ per jam untuk
menghindari terjadinya hyperkalemia. Kehilangan kalium harus di perbaiki setiap
hari;pemberian kalium adalah sebanyak 40-80 mEq/L per hari. Pada situasi kritis,
larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/dl) dapat diberikan melalui jalur sentral
pada situasi semacam ini klien harus dipantau melalui EKG dan di observasi
perubahan pada kekuatan otot.
Tujuan : dalam waktu 1x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik
Kriteria evaluasi :
-
Klien tidak sesak nafas, edema ekstremitas berkurang, piting edema (-), produksi
urine > 600 ml/hr.
Intervensi
1. Kaji adanya edema ekstremitas
Rasional :
Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2. Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema masih terjadi.
Rasional :
Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan
untuk meningkatkan diuresis yang bertujuan mengurangi edema.
3. Kaji tekanan darah
Rasional :
Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari
meningkatnyatekana darah
retensi nirogen yang akan meningkatkan BUN, diet tinggi kalori untuk cadangan
energi dan mengurangi katabolisme protein
laukan dialisis
rasional : dialisis akan menurunkan volume cairab yang berlebih
(anemia,iskemia
jaringan)
dan
sensasi
(neuropati
Kriteri Hasil
kulit berkurang
Intervensi
1. Kaji terhadap kekeringan kulit,pruitis,ekskoriasi,dan infeksi
rasional : perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar
keringat atau pengumpulan kalsium dan fosfat pada lapiran kutaneus
2. kajii terhadap adanya npatekie dan purpura
rasional : perdarahan uang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan
jumlah dan fungsi paltelet akibat uremia
3. monitor lipatan kulit dan are edema
rasional : area-area ini nsangat mudah terjadinya injuri
4. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih
rasional : penurunan curah jantung,mengakibatkan gangguan perfungsi
ginjal,retensi natrium/air, dan penurunan urine output
5. kolaborasi
yang positif
kriteria hasil
rasional : membantu dan meningkakan perasaan harga diri dan mengontrol lebih
dari satu area kehidupan
7.
4. EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan intervensi adalah
sebagai berikut.
a. Pola napas kembali efektif.
b. Tidak terjadi penurunan curah jantung.
c. Tidak terjadi aritmia.
d. Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.
e. Peningkatan perfusi serebral.
f. Pasien tidak mengalami defisit neurologis.
g. Tidak mengalami cedera jaringan lunak.
h. Peningkatan integritas kulit.
i. Terpenuhinya informasi kesehatan.
j. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi.
k. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.
l. Kecemasan berkurang.
m. Mekanisme koping yang diterapkan positif.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.
Wijaya, Andra Saferi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1 (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta : Nuha Medika.