Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia adalah salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal.
Menurut National Center For Health Statistics (NCHS), pada tahun 2002, asfiksia
menyebabkan 14 kematian per 100.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat. Di dunia, lebih
dari 1 juta bayi mati karena komplikasi asfiksia neonatorum.
Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi
pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu,
asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan
morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara, baik negara maju ataupun berkembang
menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan
kurang terampil dalam resusitasi bayi.
Asfiksia akan menyebabkan keadaan hipoksia dan iskemik pada bayi. Hal ini
berakibat kerusakan pada beberapa jaringan dan organ tubuh. Dari beberapa penelitian yang
dilaporkan oleh Mohan(2000) bahwa kerusakan organ ini sebagaian besar terjadi pada
ginjal(50%), sistem syaraf pusat(28%), sistem kardiovaskuler(25%), dan paru (23%).
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian
pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti
1
asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di
negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini
dan pengobatan yang tepat.
Asfiksia bayi baru lahir dapat dihubungkan dengan beberapa keadaan kehamilan dan
kelahiran. Bayi tersebut dalam keadaan resiko tinggi dan ibu dalam keadaan hamil resiko
tinggi. Pada umur kahamilan 30 minggu, paru janin sudah menunjukan pematangan baik
secara anatomis maupun fungsional, walaupun demikian janin tidak melakukan pergerakan
pernapasan kecuali jika ada gangguan yang dapat menimbulkan hipoksia /anoksia. Pada
keadaan asfiksia bayi mengalami kekurangan O2 dan kelebihan CO2 yang dapat
mengakibatkan asidosis. Keadaan inilah yang menjadi penyebab kegagalan dalam
beradaptasi dan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernapasan dan pada hari- hari
pertama kelahiran. Insidensi pada bayi premature kulit putih lebih tinggi daripada bayi kulit
hitam dan lebih sering pada bayi laki- laki daripada perempuan (Nelson, 2005).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonaturum
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien asfiksia neonaturum
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien asfiksia
neonaturum.
c. Dapat membuat perencanaan pada klien asfiksia neonaturum.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan
yang telah dilakukan pada klien asfiksia neonaturum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada
bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo: 2008).
2. Etiologi
Paru-paru neonatus mengalami pengembangan pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, namun bila terjadi gangguan
pertukaran gas atau angkutan oksigen dari ibu ke janin akan memicu terjadinya asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan tersebut dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan,
atau segera setelah lahir. Towell (1966) dalam Ilyas (1994), menggolongkan penyebab
kegagalan pernapasan pada bayi asfiksia yang terdiri dari :
a. Faktor ibu
Ibu merupakan subjek yang berperan dalam persalinan, berbagai kondisi dan keadaan
ibu akan banyak mempengaruhi bayi saat dilahirkan. Berikut beberapa situasi pada
ibu yang dapat menimbulkan masalah pada bayi :
1) Hipoksia pada ibu, hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetik atau anestesia umum.
2) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pertambahan umur akan
diikuti oleh perubahan organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan
mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana
organ-organ reproduksinya belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan
yang belum bersedia menjadi seorang ibu (Llewellyn & Jones, 2001). Usia
perempuan untuk hamil dan melahirkan memiliki pengaruh yang berbeda pada
kesehatan ibu dan janinnya. Kehamilan dan persalinan di bawah umur 20 tahun
memiliki resiko yang sama tingginya dengan kehamilan umur 35 tahun keatas
sehingga dapat menimbulkan resiko. Usia berkaitan dengan masalah kesehatan,
resiko akan meningkat sejalan dengan usia. Persalinan pada ibu usia tua dapat
menimbulkan kecemasan yang mengakibatkan persalinan yang lebih sulit dan
lama (Kasdu, 2005 dan Curtis, 2000).
Dalam penelitian Zakaria di RSUP M. jamil padang tahun 1999
menemukan kejadian asfiksia neonatorum sebesar 36,4% pada ibu yang
melahirkan dengan usia kurang dari 20 tahun dan 26,3% pada ibu dengan usia
lebih dari 34 tahun. Hasil penelitian Ahmad di RSUD Dr Adjidarmo
Rangkasbitung tahun 2000 menemukan bayi yang lahir dengan asfiksia
neonatorum 1,309 kali pada ibu umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun.
3) Gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, setiap penyakit pembuluh darah
ibu yang mengganggu pertukaran gas janin. Contohnya kolesterol tinggi,
hipertensi, hipotensi, jantung, paruparu/ tbc, ginjal, gangguan kontraksi uterus dan
lain-lain..
b. Faktor plasenta,
Plasenta merupakan suatu organ serba guna dan vital bagi janin yang berfungsi
sebagai alat pernapasan, alat pemenuhan nutrisi, dan alat pertahanan dan
pembentukan hormon-hormon. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh
luas dan kondisi plasenta. Apabila terjadi gangguan mendadak pada plasenta maka
akan terjadi asfiksia janin. Gangguan plasenta tersebut seperti solusio plasenta,
perdarahan plasenta (plasenta previa).
1) Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah lahir dan
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
2) Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal
pada uterus, sebelum janin dilahirkan.
c. Faktor janin atau neonates
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir, gameli, IUGR (intra uterin growth retardation), premature,
kelainan kongenital pada neonatus, dan lain-lain.
1) Prematur adalah keadaan bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke 37
(dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi yang lahir kurang bulan memiliki
organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup
diluar rahim. Pognosis bayi prematur terganutng dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda mas gestasi maka makin tinggi
angka kematian. Terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan
komplikasi
seperti
asfiksia,
pneumonia,
perdarahan
intra
kranial,
dan
terhadap nervus vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat (Depkes RI, 2005).
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas kembali secara teratur maka
bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis
glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan
metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini,
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan.
Detak jantung
Tidak ada
>100x/menit
Pernafasan
Tidak ada
Tak teratur
Tangis kuat
Refleks saat
jalan nafas
dibersihkan
Tonus otot
Tidak ada
Menyeringai
Batuk/bersin
Lunglai
Fleksi ekstrimitas
(lemah)
Fleksi kuat
gerak aktif
Warna kulit
Biru pucat
Tubuh merah
ekstrimitas biru
Merah seluruh
tubuh
10
5. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan
ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran
CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos dada
11
b. USG kepala
c. Laboratorium : darah rutin( Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr
dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit
d. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
e. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigenantibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
7. Penatalkasanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapantahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
a. Memastikan saluran nafas terbuka :
Meletakan bayi dalam posisi yang benar
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
b. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau
mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan umum
Pengawasan suhu
Pembersihan jalan nafas
Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
12
Tindakan khusus
1) Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang
belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis
jalan nafas.
2) Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 3060 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai
dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
13
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah
dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan
tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
8. Prognosis
a. Asfiksia Ringan : Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
b. Asfikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan
saraf. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis permanen,misalnya retardasi mental.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien
yang memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien
a. Identitas Pasien, yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin,
pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia,
hiperkapnea, dan asidosis metabolic
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan
karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi
mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu
kehamilan.
2) Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture
14
uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps
fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya, perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin
abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
3) Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic,
perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d. Riwayat kesehatan
1) RKD, Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat,
bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada
waktu kehamilan.
2) RKS, Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia,
hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada,
perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan
menagis kurang baik atau tidak menangis.
3) RKK, biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang
diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kulit, warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
2) Kepala, Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3) Mata, Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
4) Hidung, Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5) Mulut, Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
6) Telinga, Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
7) Leher, Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
8) Thorax, Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing
dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
15
9) Abdomen, Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada
garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
10) Umbilikus, Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda
infeksi pada tali pusat.
11) Genitalia, Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
12) Anus, Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta
patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
14) Refleks, Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf
pusat atau adanya patah tulang
2. Diagnose Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/ hiperventilasi
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan dengan post asfiksia berat.
e. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan faktor resiko reflek
menghisap lemah.
f. Resiko tinggi terjadinya infeksi dengan faktor resiko respon imun yang terganggu.
g. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat
terpisah.
3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan jalan nafas lancar.
16
Kriteria Hasil :
Tidak menunjukkan demam.
Tidak menunjukkan cemas.
Rata-rata repirasi dalam batas normal.
Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
Tidak ada suara nafas tambahan.
Intervensi :
Auskultasi bunyi napas,dan catat adanya bunyi napas tambahan
Rasional :obstrusi jalan napas dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi
tambahan missal ronki
Kaji / pantau frekuensi pernapasan
Rasional :pada takipnea biasanya ditemukan pernapasan dapat melambat dan
frekuensi espirasi memanjang dibanding ispirasi.
Catat adanya dispnea
Rasional: disfungsi pernapasan adalah variable biasanya disebabkan oleh adanya
infeksi atau reaksi alergi.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/ hiperventilasi
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
Ekspansi dada simetris.
Tidak ada bunyi nafas tambahan.
Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender
Rasional: Untuk menghilangkan mucus yang terakumulasi dari nasofaring, tracea
Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
Rasional: Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder. Ronki
dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.
Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
17
21