Вы находитесь на странице: 1из 3

PENGENAAN PERPAJAKAN BPJS

Kelompok IV Kelas X-D:


Andika Putra Wijaya (03)
Dwi Yanis Wijanarko (10)
Isramia Larasati (16)
Muhammad Rico Firmansyah (19)
Tommy (27)
SEKILAS BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Berdasarkan UU No. 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dibentuk dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan
yang melaksanakan jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. BPJS
Kesehatan merupakan transformasi dari PT. Askes (Persero) dan beroperasi mulai tanggal 1
Januari 2014. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari PT. Jamsostek
(Persero). Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014, PT. Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan tetapi tetap melaksanakan program-program yang selama ini diselenggarakan
oleh PT. Jamsostek (Persero) selain jaminan pemeliharaan kesehatan yang telah diserahkan ke
BPJS Kesehatan. Selanjutnya, paling lambat 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan akan beroperasi
sepenuhnya menyelenggarakan empat program jaminan sosial.
BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan mengambil alih peserta JPK (Jaminan Pelayanan Kesehatan) Jamsostek. Sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan secara efektif mulai berjalan. Sistem ini pada dasarnya merupakan
implementasi dari UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
memberi amanat kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan lima jaminan sosial yaitu jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Dalam perhitungan premi iuran kesehatan ada bagian iuran yg dipotong dari karyawan yaitu
sebesar 0.5% pada periode Januari s/d Juni 2014 dan 1% mulai bulan Juli 2014. BPJS ini
merupakan asuransi kesehatan dimana ketika preminya dibayar pesertanya langsung
mendapatkan manfaat perlindungan dari asuransi tersebut maka jika dibayar oleh perusahaan
tempat karyawan bekerja adalah merupakan penghasilan bagi karyawan yg bersangkutan
sedangkan persentase yg dibayar karyawan bukan merupakan pengurang penghasilan dalam
perhitungan PPh 21.
Terkait dengan pelaksanaan jaminan kesehatan, pada tahap awal, JKN mengintegrasikan jaminan
kesehatan yang diberikan kepada peserta Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan anggota TNI/Polri
yang selama ini dikelola secara terfragmentasi ke dalam satu wadah yang dikelola oleh BPJS
Kesehatan. Selanjutnya, sesuai road map kepesertaan, diharapkan pada tahun 2019 peserta
jaminan kesehatan akan mencakup seluruh penduduk Indonesia atau yang biasa dikenal dengan
istilah universal coverage. Pada dasarnya jaminan kesehatan yang diberikan bersifat komprehensif
sepanjang terdapat indikasi medis dan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai. Bahkan undang-undang SJSN mengatur
bahwa urun biaya (cost sharing) pun hanya dikenakan untuk pelayanan yang menimbulkan
penyalahgunaan pelayanan (moral hazard) seperti obat-obat suplemen dan pemeriksaan
diagnostik.
BPJS Ketenagakerjaan
Sesuai PP No 109 Tahun 2013, BPJS Ketenagakerjaan ditunjuk sebagai penyelenggara 1) jaminan
kecelakaan kerja (JKK), 2) jaminan hari tua (JHT), 3). jaminan pensiun (JP), dan 4) jaminan
kematian (JK), dengan substansi:
Pemberi kerja penyelenggara negara wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan
kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan
kematian secara bertahap kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pendaftaran untuk program jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian paling lambat 1 Juli 2015, sedangkan untuk program
jaminan hari tua dan jaminan pensiun paling lambat tahun 2029.

Pemberi kerja selain penyelenggara negara mulai 1 Juli 2015 wajib mendaftarkan pekerjanya
kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian secara bertahap.
Untuk usaha besar dan usaha menengah yang meliputi usaha milik negara, swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia wajib mengikuti
program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan
program jaminan kematian.
Untuk usaha kecil wajib mengikuti program kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan
program jaminan kematian. Sedangkan usaha mikro wajib mengikuti program jaminan
kecelakaan kerja dan program jaminan kematian.
Bagi perusahaan yang telah mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial
tenaga kerja berdasarkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dilarang
mengurangi program jaminan sosial tenaga kerja yang telah diikuti.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 16/PMK.03/2010 tentang tata cara
pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, maka penerapan
pajak penghasilan pada BPJS Ketenagakerjaan adalah:
1. Bagi pengusaha
Iuran Jamsostek yang bersifat asuransi maupun tabungan yang dibayarkan dan menjadi
tanggung jawab pemberi kerja merupakan biaya bagi perusahaan, sehingga dapat mengurangi
penghasilan kena pajak perusahaan.
2. Bagi tenaga kerja
Bagian iuran Jamsostek yang bersifat asuransi (JKK, JK, JP) yang dibayarkan oleh pemberi
kerja merupakan penghasilan bagi tenaga kerja dan dipotong PPh Pasal 21. Bagian iuran
Jamsostek yang bersifat tabungan (JHT) yang dibayarkan oleh tenaga kerja dapat mengurangi
penghasilan kena pajak dan tidak dipotong PPh Pasal 21.
Pembayaran jaminan yang bersifat asuransi kepada tenaga kerja oleh badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja bukan merupakan obyek PPh Pasal 21. Pembayaran jaminan yang
bersifat tabungan (JHT) kepada tenaga kerja oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
merupakan obyek PPh Pasal 21 yang bersifat final dengan ketentuan sesuai Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2009 Tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua yang dibayarkan Sekaligus adalah sebagai berikut:
a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah)
b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah);
ASPEK PERPAJAKAN
Pengelolaan dan Pelaporan Keuangan BPJS
BPJS berkewajiban untuk melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk
kondisi keuangan, secara berkala. Selain itu BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan.
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan wajib menyusun laporan keuangan sebagai berikut:
a. laporan keuangan tahunan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk periode 1
Januari sampai dengan 31 Desember;
b. laporan keuangan tahunan Dana Jaminan Sosial Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan untuk masing-masing program ketenagakerjaan untuk periode 1 Januari
sampai dengan 31 Desember;
c. Laporan keuangan semesteran dan Laporan keuangan bulanan untuk BPJS dan masingmasing dana tersebut di atas.
Kewajiban Perpajakan
Dalam perpajakan, pengertian badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana

pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.BPJS merupakan badan sehingga wajib membuat Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Namun hanya NPWP BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, tidak termasuk
program-program yang diselenggarakan. Meskipun program-program tersebut termasuk dalam
kategori pengertian badan.
BPJS Kesehatan jelas wajib memiliki NPWP sebab hanya menyelenggarakan satu program jaminan
kesehatan nasional. Berbeda dengan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan memiliki empat
program kerja yang menerbitkan laporan keuangan masing-masing tiap tahun. Namun, BPJS
Ketenagakerjaan merupakan badan yang berstatus pusat sehingga hanya pusatnya yang
berkewajiban memiliki NPWP.
Sebagai badan, kewajiban pajak BPJS diatur sebagai berikut :
Disetor dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Badan yang berstatus Pusat tersebut

terdaftar atas kewajiban PPh Badan atas kegiatan Badan Pusat dan seluruh cabang, PPh
Pemotongan dan/atau Pemungutan (Pasal 21/26, Pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 15, Pasal 4 ayat
2) atas kegiatan Badan Pusat saja, serta PPN dan PPnBM Badan Pusat serta Cabang (apabila
dilakukan Pemusatan).
Disetor dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Badan yang berstatus Cabang

tersebut terdaftar atas kewajiban PPh Pemotongan dan/atau Pemungutan (Pasal 21/26, Pasal
22, Pasal 23/26, Pasal 15, Pasal 4 ayat 2) atas kegiatan Badan Cabang, serta PPN dan PPnBM
Cabang (apabila tidak dilakukan Pemusatan).
Badan yang berstatus sebagai Cabang tidak mempunyai kewajiban PPh Badan, sehingga kewajiban
pajak yang disetor dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Badan tersebut terdaftar
sebagai Badan Cabang hanyalah kewajiban PPh Pemotongan dan/atau Pemungutan (Pasal 21/26,
Pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 15, Pasal 4 ayat 2) atas kegiatan Badan Cabang, serta PPN dan
PPnBM Cabang (apabila tidak dilakukan Pemusatan).
Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan terhadap BPJS:
Pasal 4 ayat (3) huruf N UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
PMK-247/PMK.03/2008 tentang bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada WP tertentu yang dikecualikan dari objek PPh.

Wajib pajak tertentu yang dikecualikan dari objek PPh adalah:

a. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu


Yaitu Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sesuai
dengan kriteria dan data yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik.
b. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang sedang mengalami bencana alam; dan/atau
Yaitu Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang sedang tertimpa bencana yang diakibatkan
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
c. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tertimpa musibah.
Yaitu Wajib pajak dan/atau masyarakat yang tertimpa kecelakaan yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya dan membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa.

Вам также может понравиться