Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar
tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar atau bayangan benda ke
mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata mempunyai panjang kira-kira 2.0
cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan
50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0 cm (Ilyas , 2006, p1).
Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata normal)
terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0 dioptri.

Kornea

mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 dioptri
(Ilyas , 2006, p1).
Menurut Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan
sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.
Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di depan atau
di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme pengelihatan mata normal?
2. Apa pengertian refraksi mata?
3. Apa saja klasifikasi refraksi mata?
4. Apa saja etiologi refraksi mata?
5. Bagaimana patofisiologi refraksi mata?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang refraksi mata?
7. Bagaimana penatalaksanaan refraksi mata?
1

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, kami dapat mengambil tujuan sebagai berikut :
1. Menjelaskan mekanisme pengelihatan normal.
2. Menjelaskan pengertian refraksi mata.
3. Menjelaskan klasifikasi refraksi mata.
4. Menjelaskan etiologi refraksi mata.
5. Menjelaskan patofisiologi refraksi mata..
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang refraksi mata.
7. Menjelaskan penatalaksanaan refraksi mata.

BAB II
ISI

2.1 Mekanisme Pengelihatan Mata Normal


Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar
anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil
membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat
terang atau intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur perubahan
pupil tersebut adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam
aqueous humor, karena iris merupakan cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan
dalam menentukan warna mata. Setelah melalui pupil dan iris,
maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous
humor dan vitreous humor, melekat ke otototot siliaris melalui
ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan
kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi, juga
berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata
memfokuskan pada objek yang dekat, maka otototot siliaris
akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih
kuat. Dan apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka
otototot siliaris akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis
dan lebih lemah. Bila cahaya sampai ke retina, maka selsel batang dan selsel kerucut yang
merupakan selsel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyalsinyal cahaya tersebut
ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik,
nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih
menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.

2.2 Refraksi Mata


2.2.1 Definisi Refraksi Mata
Gangguan refraksi mata adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu karena
terlalu pendek atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah cahaya terfokus dengan jelas
pada retina. ( Timby, Scherer dan Smith, 2000 )
Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari suatau
medium ke medium lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada
permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi.
( Dorland, 1996; 1591 ).
Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar
pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Ilyas (2006, p2)

Pada penglihatan terdapat proses yang cukup rumit oleh jaringan yang dilalui seperti
membelokkan sinar, memfokuskan sinar dan meneruskan rangsangan sinar yang membentuk
bayangan yang dapat dilihat.

2.2.2 Klasifikasi Refraksi Mata


Ametropia
Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani; ametros, yang
berarti tidak seimbang/sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi ametropia adalah suatu
keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam keadaan tanpa akomodasi atau
istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa mata memegang
peranan membiaskansinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau adanya perubahan panjang
bola mata maka sinar normal tidakdapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupamiopia, hipermetropia, atau astigmat. Kelainan lain pada pembiasan
mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan lensa akibat berkurangnya elastisitas
lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi dimana gangguan ini dapat terjadi pada usia lanjut
yang disebut presbiopia.

Bentuk-bentuk ametropia (Ilyas, 2006, p25) :

A. Miopia (rabun jauh)


Miopia atau biasa disebut sebagai rabun jauh diakibatkan berkurangnya kemampuan
untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan jelas. Menurut Jenkins (1981, p199)
pada penderita miopia, titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh jatuh di depan retina.

Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu :


a) Myopia refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak intumesen
dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
b) Myopia aksial
Myopia akibat panjanganya sumbu bola mata, dengan kelengkungan lenssa mata dan
kornea yang normal.

Menurut derajat beratnya myopia dibedakan dalam :


a) Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 3 dioptri.
b) Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 6 dioptri.
c) Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri.

Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk :


a) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa.
b) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
c) Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan
kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa ditemukan pada semua umur dan terjadi
sejak lahir.

Etiologi :
a) Sumbu optik bola mata lebih panjang.
b) Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.
c) faktor herediter atau keturunan
d) faktor lingkungan
e) faktor gizi

Patofisiologi :
Apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan atau lensa yang terlalu kuat
mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus terletak didepan retina dan penderita
mengalami rabun jauh ( myopia ).Miopia dapat diobati dengan menggunakan lensa negatif atau
biasa juga disebut lensa konkaf/divergen.

B. Hipermetropia
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah rabun dekat. Hipermetropia lebih jarang
dibandingkan dengan miopia. Penderita hipermetropia mengalami kesulitan untuk melihat dekat
akibat sukarnya lensa mata berakomodasi. Dan biasanya keluhan akan semakin bertambah
seiring dengan bertambahnya usia yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk berakomodasi
dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada hipermetropia, fokus bayangan jatuh dibelakang
retina. Adapun bentuk hipermetropia dimana penderita mengalami kelainan refraksi sehingga
memerlukan kacamata dengan lensa positif untuk melihat jauh, hal ini disebut hipermetropia
absolut. Untuk membantu penglihatan bagi penderita hipermetropia digunakan lensa positif atau
konveks/konvergen (Jenkins, 1981, p199).

Hipermetropi dikenal dalam bentuk :


1) Hipermetropi manifestasi
Hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan yang normal.
2) Hipermetropi laten
dimana kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia ( atau dengan obat yang melemahkan
akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
3) Hipermetropi total
Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia ( obat tetes mata,
biasanya diberikan pada anak, pemberian diberikan selama 3 hari untuk mengetahui
kelainan refraksi ).

Etiologi :
a) Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.
b) Kelengkungan kornea atau lensa kurang.
c) Indeks bias kurang pada sistem optik mata.

Patofisiologi :
Apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan atau lensa yang terlalu kuat
mengakibatkanpembiasan terlalu kuat sehingga fokus terletak didepan retina dan penderita
mengalami rabun jauh (myopia ).

C. Astigmat (Silinder)
Astigmat atau silinder disini adalah terdapatnya variasi kelengkungan kornea atau lensa
mata pada meridian yang berbeda yang akan menyebabkan sinar tidak terfokus pada satu titik
sehingga penderita tidak dapat melihat dengan fokus/berbayang (Ilyas, 2006, p43) .
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea
makin tinggi astigmat mata tersebut. Umumnya setiap orang mempunyai astigmat ringan.
Astigmat bisa bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir dan biasanya berjalan bersama dengan
miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup.

10

Astigmatisme dikenal dalam bentuk


1) Astigmatisme reguler
Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang
perlahan lahan secara terataur dari satau meredian ke meredian berikutnya
2) Astigmatisme irreguler
Adalah astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meredian yang tegak lurus.

Etiologi Astigmatisme
a) Kelainan kelengkungan permukaan kornea.
b)

Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.

c) Infeksi kornea.
d) Truma distrofi.

Menurut Ilyas (2006, p45) seorang penderita astigmat biasanya akan memberikan keluhan :
a) Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
b) Melihat benda bulat menjadi lonjong
c) Pada astigmat, penglihatan akan kabur untuk jauh maupun dekat
d) Untuk melihat sering mengecilkan celah kelopak mata
e) Sakit kepala
f) Mata tegang atau pegal
g) Mata cepat lelah

11

D. Presbiopia (mata tua)


Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana
akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada umumnya jika
telah berada pada usia diatas 40 tahun seseorang akan membutuhkan kacamata baca akibat telah
terjadinya presbiopia (Jenkins, 1981, p199).
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada presbiopiadipergunakan lensa positif
untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia.

Etiologi :
a) Kelemahan otot akomodasi.
b) Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis lensa.

Patofisiologi :
Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang

atau kelemahan otot akomodasi

mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang mencembung dan pembiasan
kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus menerus sehingga terjadi ketegangan otot
siliar yang mengakibatkan mata lelah, dan mata berair jika menekan kelenjar air mata.
Menurut Ilyas (2006, p48) pada pasien presbiopia diperlukan kacamata baca atau
adisi/penambahan untuk membca dekat yang berkekuatan
12

tertentu, biasanya :
a. +1.00 dioptri untuk usia 40 tahun
b. +1.50 dioptri untuk usia 45 tahun
c. +2.00 dioptri untuk usia 50 tahun
d. +2.50 dioptri untuk usia 55 tahun
e. +3.00 dioptri untuk usia 60 tahun
Dikarenakan jarak baca biasanya adalah 33 cm, maka adisi +3.00 dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang.

Suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan
kiri disebut anisometropia.

Dioptri adalah ukuran kekuatan pembiasan sebuah lensa sebagai bagian meter,
dimana bila lensa memfokuskan sinar sejajar melalui lensa yang berkekuatan 1.00 dioptri
dibiaskan pada jarak 1 meter.

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang menurut Mansjoer ( 1999 ) :

1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.


Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen caranya :
a) Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata tertutup satu
b) Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari yang paling atas ke
bawah dan tentukan baris terakhir yang bisa di baca seluruhnya dengan benar.
c) Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka dilakukan uji hitung
dengan uji hitung jarak 6m.
d) Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat dikurangi 1 m sampai
jarak maksimal penguji dengan pasien 1m.
e) Jika pasien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak 1 m.
13

f) Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji dengan arah sinar.
g) Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinarmaka dikatakan penglihatannya
adalah 0 ( nol ) buta total.

Penilaian :
1) Tajam penglihatan adalah 6/6 berarti pasien dapat membaca seluruh hurup dalam kartu
snellen dengan benar.
2) Bila baris yang dibaca seluruhnya bertanda 30 maka dikatakan tajam penglihatan 6/30,
berarti dia hanya bisa melihat pada jarak 6m yang oleh orang normal huruf tersebut dapat
dilihat pada jarak 30m.
3) Bila dalam uji hitung pasien hanya dapat melihat atau menentukan dari jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3m maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60. jari terpisah dapat
terlihat orang normal pada jarak 60m.
4) Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300m bila mata
hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1m berarti tajam penglihatan adalah
1/300.
5) Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian tangan maka
dikatakan sebagai 1/~ orang normal dapat melihat cahaya pada jarak yang tak terhingga.

2. Pemeriksaan kelainan refraksi.


Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata kanan kemudian
mata kiri, dilakukan setelah tajam pemeriksaan diperiksa dan diketahui adanya kelainan refraksi.
Caranya :
a) Pasien duduk dengan jarak 6m dari kartu snellen.
b) Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris yang
terkecil yang masih dapat dibaca.
c) Pada mata yang terbuka diletakan lensa + 0,50 untuk menghilangkan akomodasi pada
saat pemeriksaan.
14

d) Kemudian diletakan lensa positif tambahan, dikaji :


1. Bila penglihatan tidak bertambah baik berarti pasien tidak hipermetropi.
2. Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah secara perlahah lahan bertambah baik berarti pasien mengalami hipermetropi, lensa positif terkuat
yang masih memberikan ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk
mata hipermetropia tersebut.
3. Bila penglihatan tidak bertambah baik maka diletakan lensa negatif, bila menjadi
lebih jelas bearti pasien mengalami myopia. Ukuran lensa koreksi adalah lensa
negatif teingan yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
4. Bila baik dengan lensa positif maupun negatif penglihatan tidak bertambah baik atau
tidak maksimal ( penglihatan tidak mencapai 6/6 ) maka akan dilakukan ujipinhole.
Letakan pinhole didepan mata yang sedang diuji dan meminta membaca baris terakhir
yang masih dapat dilihat atau dibaca sebelumnya bila :

Pinhole tidak memberikan perbaikan berarti mata tidak dapat dikoreksi lebih
lanjut karena media penglihatan keruh terdapat kelainan pada retina atau
syaraf optik.

Terjadi perbaikan penglihatan, berarti terdapat astigmatisma atau silinder pada


mata tersebut yang belum mendapat koreksi.

Bila pasien astigmatisma maka pada mata tersebut di pasang lensa potsitif
untuk membuat pasien menderita kelainan refraksi astigmatismus miopikus.

Pasien diminta melihat kartu kipas astigma dan ditanya garis yang paling jelas
terlihat pada kartu kipas astigma.

Bila perbedaan tidak terlihat lensa positf diperlemah secara perlahan - lahan
hingga pasien melihat garis yang paling jelas dan kabur.

Dipasang lensa silinder negatif dengan sumbu yang sesuai dengan garis
terkabur pada kipas astigma.

Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit pada sumbu tersebut
sehingga sama jelasnya dengan garis lainya.

Bila sudah sampai jelasnya dilakukan tes kartu snellen kembali.

Bila tidak didapatkan hasil 6/6 maka mungkin lensa positif yang diberikan
terlalu berat harus dikurangi perlahan lahan atau ditambah lensa negatif
15

perlahan lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6. derajat astigmat


adalah ukuran lensa silinder negatif yang dipakai sehingga gambar kipas
astigmat terlihat sama jelas.

3. Pemeriksaan presbiopia.
Untuk lanjut usia dengan keluhan membaca dilanjutkan dengan pemeriksaan presbiopia :
a) Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan dilakukan koreksi kelainan refraksi bila terdapat
myopia hipermetropia, atau astigmatisma sesuai prosedur diatas.
b) Pasien diminta membaca kartu pada jarak 30 40 cm.
c) Diberikan lensa positif mulai +1 dinaikan perlahan 2x sampai terbaca huruf terkecil pada
kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
d) Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu.

2.2.4 Alat-Alat yang Digunakan

Retinoscopy

Pemeriksaan refraksi obyektif dilakukan menggunakan alat retinoscopydan auto-refractor yang


hasilnya dapat dilihat atau diukur langsung, tidak tergantung apa yang dikatakan oleh penderita
kepada pemeriksa. Pemeriksaan dengan retinoscopy dan auto-refrakter membutuhkan keahlian
tingkat lanjut seorang ahli mata, dan alat phoropter termasuk alat yang berat, rentan dan mahal,
maka yang akan dilakukan pada ketrampilan dasar pemeriksaan mata adalah metode
pemeriksaan yang paling umum digunakan yaitu secara subyektif menggunakan set alat trial lens

16

Pemeriksaan refraksi menggunakan phoropter

17

Pemeriksaan refraksi menggunakan trial frame/lens

Set alat trial lens

18

2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan refraksi menurut Satino, Ariani dan Lestari (2000).
A. Non bedah.
Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada retina. Perbaikan ini
dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang digunakan tergantung dari jenis kelainan
refraksi.
a) Myopia menggunakan lencsa konkaf atau negatif.
b) Hipermetropia menggunakan lensa konveks atau positif.
c) Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak dapat melihat jarak
jauh, menggunakan lensa konkaf konveks atau lensa ganda.
d) Astigmatisma menggunakan lensa silinder.
Lensa tersebut dapat digunakan dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak.

1. Kaca mata.
Keuntungan :
a) Mudah dugunakan
b) Harganya lebih murah dan tahan lama.
Kerugian :
a) Perubahan penampilan fisik
b) Beratnya frame pada hidung dan penurunan penglihatan periperal karena penglihatan dapat
menjadi baik jika pasien melihat melalui pusat lensa.

2. Contact lense atau lensa kontak.


Merupakan diskus atau cakram bulat dari plastik yang di design untuk mengistirahatkan kornea
mata dan dipasang dibawah mata. Contact lense dipasang sesuai dengan ukuran, bentuk kornea
dan kekuatan refraksi atau pembiasan yang diinginkan.
Kerugian :
a) Sulit dalam perawatan.
19

b) Harga lebih mahal.


c) Ada jangka waktu pemakaian ( tidak tahan lama ).
Keuntungan :
a) Model lebih simple.
b) Tidak menimbulkan gangguan penampilan peran.
c) Bisa berfungsi sebagai estetika.

B. Bedah
Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi. Radial keratotomy
merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia sedang 8 16 insisi diagonal dibuat melalui
90% pada periperal kornea. Kontak kornea tidak di insisi sehingga penglihatan tidak dipengaruhi
insisi pada kornea yang mana menurunkan panjang antereposterior mata dan membantu
gambaran terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan ini diantaranya luka atau scar pada
kornea jika insisi terlalu dalam dan kegagalan untuk mencapai kecukupan perbaikan jika insisi
terlalu dangkal.

C. Prosedur bedah
Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai kelainan refraksi
yaitu epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan kornea untuk klien kita yang mengalami
kelainan refraksi akan tetapi dalam hal ini jaringan donor yang digunakan untuk prosedur ini
tidak semua pasien dapat menerima transplantasi korne dari donor.

20

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan refraksi mata adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu karena
terlalu pendek

atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah cahaya terfokus

dengan jelas pada retina.

Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam
keadaan tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus
yang tidak terletak pada retina.

Macam-macam Ametropia antara lain : Miopi, hipermetropi, astigmat dan presbiopi.

Penatalaksanaan refraksi terbagi 2 : Bedah dan Non bedah. Prosedur Non bedah,contoh
nya penggunaan kaca mata dan lensa kontak. Prosedur bedah seperti Radial keratotomy
yaitu tindakan bedah untuk mengatasi miopi.

21

DAFTAR PUSTAKA
Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. ed.29. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002
Cameron,Jhon R et.al. Fisika Tubuh Manusia. ed.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC,2006
Anonym.
Mekanisme
Penglihatan
Normal.
Available
http://doctorology.net/?p=109&cpage=1. di akses tanggal 2 September 2014

at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26191/3/Chapter%20II.pdf di akses tanggal 2 September


2014
http://www.fk.unair.ac.id/attachments/1643_FISIKA INDERA 3.pd di akses tanggal 2 September 2014

22

Вам также может понравиться