Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang
tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Manifestasi
klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang terkena.
Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari
perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah
proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit
semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia.
Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya,
namun demikian demensia sering terjadi pada lansia.
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis
demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-
IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat
dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.
Dari aspek medik, demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya dengan
masalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya (stroke, diabetes mellitus, hipertensi,
keganasan). Ilmu kedokteran dan kesehatan mengemban misi untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia. Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan kualitas hidup.
Keberadaannya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat menjadi beban bagi lingkungannya,
tidak dapat mandiri lagi.
Keberhasilan pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian umum
dan bayi, sangatlah membantu peningkatan umur harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 umur
harapan hidup antara 65-70 tahun meningkat menjadi 9,37 persen dari tahun sebelumnya. Dalam
istilah demografi, penduduk Indonesia sedang bergerak kearah struktur penduduk yang semakin
menua (ageing population). Peningkatan umur harapan hidup akan menambah jumlah lansia
1
yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit
degeneratif atau neoplasma. Peningkatan ini juga akan menambah populasi penderita demensia.
Menurut WHO, penduduk lansia dibagi atas; usia pertengahan (middle age) : 45-69
tahun, usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun, tua (old) : 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) :
lebih dari 90 tahun.
Diantara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira lima persen menderita demensia
berat dan 15 persen menderita demensia ringan. Diantara yang berusia 80 tahun, kira-kira 20
persen menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen
menderita demensia Alzheimer, yang merupakan tipe demensia paling sering. Kira-kira lima
persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia Alzheimer,
dibandingkan dengan 15 sampai 25 persen dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih.
Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak
saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan mempunyai riwayat cedera kepala.
Tipe demensia yang paling sering selain Alzheimer adalah demensia vaskular, yaitu
demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Demensia
vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskular paling sering
ditemukan pada orang yang berusia antara 60-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki
dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit.
Pada tahun 1970 Tomlinson dkk, melalui penelitian klinis-patologik, mendapatkan bahwa
bila demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya infark di
otak, dan hal ini melahirkan konsep “demensia multi-infark”. Untuk menegakkan diagnosis
demensia juga dibutuhkan adanya gangguan memori sebagai suatu sarat. Hal ini dapat
dibenarkan pada penyakit Alzheimer, karena gangguan memori merupakan gejala dini. Namun
pada demensia vaskular sarat ini kurang tepat.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Ada sejumlah definisi tentang demensia, tetapi semuanya harus mengandung tiga hal
pokok, yaitu gangguan kognitif, gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif
dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan pada penderita tidak terdapat
gangguan kesadaran, demikian pula delirium yang merupakan gambaran yang menonjol.
Definisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi intelektual seperti daya ingat,
pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak, sedangkan fungsi vegetatif
(diluar kemauan) masih tetap utuh.
Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-
IV) demensia dicirikan oleh adanya defisit kognitif multipleks (termasuk gangguan memori)
yang secara langsung disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum, bahan-bahan
tertentu (obat, narkotika, toksin), atau berbagai faktor etiologi. Demensia dapat progresif, statik
atau dapat pula mengalami remisi. Reversibilitas demensia merupakan fungsi patologi yang
mendasarinya serta bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan terapi yang efektif.
II.2. KLASIFIKASI
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi
hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia AIDS,
dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini meliputi
korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi lainnya; penyakit
Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan
sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok:
Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam kategori ini.
3
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang
reversibel dan irreversibel (tabel).
Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/ irreversibel.
Primer degeneratif
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
4
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Progressive Supranuclear Palsy
- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Sub-acute sclerosing panencephalitis
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 67.
5
II.3. ETIOLOGI
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya yang
disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit
Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.
II.3.1. Demensia tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi
nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51
tahun dengan perjalanan demensia progresif selama empat setengah tahun. Diagnosis akhir
penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian,
demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab
demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.
Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui
penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang
meninggal karena demensia senil mengalami penyakit jenis Alzheimer ini. Pada kebanyakan
penderita, berat kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan sulkus jauh lebih
besar dibandingkan yang normal untuk seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan
kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam
beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer serebrum pada penderita manula, khususnya
mereka yang menderita penyakit Alzheimer.
Pada penderita dengan demensia senil jenis Alzheimer terdapat peningkatan dramatis
(dibandingkan dengan penderita manula normal) dalam jumlah kekusutan neurofibril dan plak
neuritik dan juga penurunan 60-90 persen dalam kadar kolin asetiltransferase (enzim yang
menghasilkan sintesis asetilkolin) di korteks.
Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik pada otak dari seorang pasien
dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan
pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-
bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 persen di
korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur
6
dengan elemen sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya
juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena
keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistic (punch-drunk
syndrome), kompleks demensia Parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak
orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks,
hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.
Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit
Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down dan sampai derajat
tertentu, pada penuaan normal.
Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan panjang
kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk
protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan kandungan utama dari plak senilis,
adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghancuran protein
prekursor amiloid. Pada sindroma Down (trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor
amiloid, dan pada penyakit dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor
amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan.
Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama
yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak kelompok peneliti
secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya
pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.
7
kolinergik, seperti skopolamin dan atropin mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis
kolinergik, seperti physostigmin dan arecolin, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan
kognitif. Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan
neuron yang mengandung norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada
beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua
neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida
neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit
Alzheimer.
Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan
perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan
metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih
kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik
resonansi molekular (molecular resonance spectroscopic: MRS) untuk memeriksa hipotesis
tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah
dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan
dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.
Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu
salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.
Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih
sering daripada orang tanpa gen E4.
8
tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung). Suatu pemeriksaan
pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.
9
ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif
menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan
serebrospinal biasanya tidak mengungkapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi komputer
dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh
adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang
lambat dengan tegangan tinggi.
10
penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang
terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia).
11
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai
contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah
pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak
menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.
II.4.3. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita afasia
berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang,
dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”, “itu”, “apa itu”. Bahasa lisan
dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar)
atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus-menerus.
II.4.4. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik,
fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan
dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan yang telah
dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu keterampilan memasak,
mengenakan pakaian, menggambar.
II.4.5. Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya
baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri
yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu
mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang
logam.
12
lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berpikir abstrak, merencanakan,
mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks.
Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan dalam menguasai tugas/ide
baru serta menghindari situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.
13
mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan
disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain.
Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan untuk
menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai perilaku abstrak. Pasien mempunyai
kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal, dalam membentuk konsep, dan dalam
mengambil perbedaan dan persamaan di antara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk
memecahkan masalah, untuk memberikan alasan secara logis, dan untuk membuat pertimbangan
yang sehat adalah terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yang
ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah
keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut
dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual,
seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain.
Tidak adanya pertimbangan atau control impuls yang buruk sering ditemukan, khususnya pada
demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah
bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan dan higiene pribadi, dan
mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial.
Sindroma Sundowner. Sindroma ini ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan
terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami
sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis
kecil obat psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti
cahaya dan isyarat yang menyatakan interpersonal, adalah menghilang.
Pemeriksaan neurologis dasar tidak menemukan sesuatu yang abnormal. Hasil dari semua
pemeriksaan laboratorium adalah normal, termasuk B12, folat, T4 dan serologi; tetapi
pemeriksaan tomografi komputer menunjukkan atrofi kortikal yang nyata.
II.5. DIAGNOSIS
Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan
suatu mental, dan pada informasi dari anggota keluarga, teman-teman, dan perusahaan. Keluhan
perubahan kepribadian pada seorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa
suatu diagnosis demensia harus dipertimbangkan dengan cermat.
14
Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus diperhatikan,
demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditujukan untuk
menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan sosial atau
kecenderungan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian yang kecil-kecil
dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemarahan yang tiba-tiba atau sarkasme dapat terjadi.
Penampilan dan perilaku pasien harus diperhatikan. Labilitas emosional, dandanan yang kotor,
ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah atau gaya yang bodoh,
apatik atau kosong menyatakan adanya demensia, terutama jika disertai dengan gangguan
ingatan.
15
II.5.4. Demensia menetap akibat zat
Alasan utama bahwa kategori DSM-IV ini dituliskan dengan demensia dan gangguan
yang berhubungan dengan zat adalah untuk mempermudah dokter berpikir tentang diagnosis
banding. Zat spesifik yang merupakan referensi silang DSM-IV adalah alkohol, inhalan, sedatif,
hipnotik, atau ansiolitik, dan zat lain atau yang tidak diketahui.
16
pengenalan serangan iskemik transien adalah suatu strategi klinis yang penting untuk mencegah
infark otak.
II.6.3. Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium juga
dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan perhatian
secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara demensia menunjukkan gejala yang
relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih
mengarah kepada demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi dejala demensia. Dalam
keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka dianjurkan untuk
memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati penderita lebih lanjut secara
cermat untuk menentukan jenis gangguan yang sebenarnya.
II.6.4. Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir dan
berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Kadang-kadang
penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan
neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala
gangguan kognitif merupakan gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan
melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta
hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama dengan
depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama.
II.6.5. Amnesia
Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi kognitif
lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan eksekutif/daya abstraksi).
17
pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis demensia dan retardasi mental dapat ditegakkan bersama-
sama asal kriterianya terpenuhi.
II.6.7. Skizofrenia
Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi skizofrenia muncul
pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala yang khas tanpa disertai etiologi
yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan
kognitif pada demensia.
II.7. TERAPI
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional
dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya.
Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak
yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu
penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan
kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik
diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik
termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian
terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti
infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena
diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan
masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit
kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut
adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan
alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok
disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.
18
II.7.1. Sikap umum
Terdapat lima hambatan utama sehubungan dengan terapi demensia:
1. Kompleksitas biologi dan biokimia otak; interaksi dan ketergantungan antar komponen
belum diketahui secara jelas
2. Kesulitan dalam hal menentukan diagnosis etiologik dari sindrom psiko-organik
3. Tiadanya korelasi antara perilaku, gejala neurologik atau neuropsikologik, dan perubahan
metabolik yang ada
4. Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan dengan aspek
farmakologik
5. Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama dalam
menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian
Untuk demensia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi demensia bukan
sekedar pemberian obat-obatan. Pihak keluarga harus diberi penyuluhan tentang situasi
demensia; dengan demikian keluarga dapat merawat penderita di rumah dengan tepat.
19
choline dan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan,
namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada
sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin
hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar
dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58
persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian.
Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan
informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian
ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan
dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya
berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi
serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi
oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung,
serta memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk
memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium
channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine
bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia.
Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada
lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel
endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan demikian
sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap
hipertensi esensial.
20
BAB III
KESIMPULAN
Kesulitan pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang, berpikir abstrak (kesulitan
menemukan antara benda-benda yang berhubungan), dan fungsi kortikal yang tinggi lainnya
(sebagai contoh, ketidakmampuan untuk menamakan suatu benda, mengerjakan perhitungan
aritmatika, dan mencontoh suatu gambar) - semuanya cukup berat untuk mengganggu fungsi
sosial dan pekerjaan, terjadi dalam keadaan kesadaran yang jernih, dan tidak disebabkan oleh
gangguan mental seperti gangguan depresif berat - menyatakan suatu demensia.
Demensia disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Memperhatikan faktor penyebab
tadi, maka ada beberapa jenis demensia yang dapat ditolong dengan mengobati penyebabnya
walaupun kadang-kadang tidak mempunyai hasil sempurna. Disamping itu ada jenis demensia
yang sampai saat ini belum ada obatnya, ialah demensia pada Creutzfeldt-Jakob dan AIDS.
Sementara itu, untuk demensia Alzheimer belum ada obat yang benar-benar manjur.
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan pemenuhan kriteria yang telah
ditetapkan/disepakati dalam DSM-IV. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam melakukan
pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang sangat esensial oleh karena
mempunyai nilai prognostik.
Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota keluarga
terdekat. Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan penyuluhan agar penderita
dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.
21