Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Dosen Koordinator :
Agus Santoso, S.Kp., M.Kep.
Oleh :
Devi Merry Evendi
22020111120002
22020111130069
Rena Widyasari
22020111130083
Susi Susanti
22020111140116
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan jaman di bidang kesehatan khususnya di bidang pelayanan
keperawatan, menuntut perawat sebagai tenaga kesehatan untuk bersikap
professional dan penuh kreatif serta inovasi dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Adapun beberapa usaha yang telah
dilakukan dari beberapa pihak untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
yaitu mulai dari Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan
diantaranya adalah dengan adanya pendidikan pada tingkat Sarjana, Diploma III
keperawatan, pendidikan profesi yaitu Ners serta adanya pelatihan bagi tenaga
keperawatan. Upaya lainnya adalah dibentuknya Direktorat Keperawatan di
Departemen Kesehatan di Indonesia. Semua upaya tersebut bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme keperawatan agar mutu asuhan keperawatan
dapat ditingkatkan (Sitorus, 2006).
Banyak hal positif yang telah dicapai di bidang pendidikan keperawatan,
tetapi gambaran pengelolaan layanan keperawatan belum memuaskan. Layanan
keperawatan masih sering mendapat keluhan masyarakat, terutama tentang sikap
dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien
atau keluarga. Dari masalah yang terjadi di lapangan hal tersebut muncul karena
tidak terstrukturnya pengorganisasian dan pembagian tugas kepada perawat di
rumah sakit, banyaknya tanggung jawab yang diberikan kepada perawat, maka
dari itu salah satu usaha untuk memberikan pelayanan berkualitas dan
professional tersebut adalah pengembangan model praktek keperawatan
(MPKP).
Model pratek keperawatan professional (MPKP) dilakukan hanya pada
pelaksanaan prosedur, pelaksanaan tugas berdasarkan instruksi dokter.
Pelaksanaan tugas tidak didasarkan pada tanggung jawab moral serta tidak
adanya analisis dan sintesis yang mandiri tentang asuhan keperawatan. Untuk
mengatasi masalah tersebut diperlukan pengubahan sistem, pemberian asuhan
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian MPKP?
2. Apa tujuan didirikannya MPKP?
3. Apa saja macam metode penugasan MPKP?
4. Bagaimana penetapan jenis tenaga di MPKP?
5. Apa saja komponen MPKP?
6. Bagaimana struktur organisasi MPKP?
7. Bagaimana pilar-pilar MPKP?
8. Apa kekurangan penerapan sistem MPKP di rumah sakit?
9. Apa pengertian SP2KP?
10. Apa kelebihan SP2KP?
11. Bagaimana kekurangan penerapan SP2KP di RSUP dr. Kariadi Semarang?
12. Perbedaan SP2KP dan MPKP?
13. Bagaimana struktur tingkatan SP2KP?
14. Bagaimana kinerja perawat di RSUP dr. Kariadi Semarang setelah MPKP
diubah menjadi SP2KP?
15. Jika SP2KP dianggap baik buat pasien dan perawat, bagaimana cara perawat
rumah sakit menilai kepuasan pasien terhadapan pelayanan rumah sakit?
16. Bagaimana syarat menjadi kepala ruangan dan perawat penanggung jawab?
17. Apakah manfaat dari system SP2KP untuk pasien?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian MPKP
2. Mengetahui tujuan MPKP
3. Mengetahui macam metode penugasan MPKP
4. Mengetahui penetapan jenis tenaga di MPKP
5. Mengetahui komponen MPKP
6. Mengetahui struktur organisasi MPKP
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian MPKP
Model praktik keperawatan professional diaplikasikan dalam model
keperawatan
primer
adalah
metode
pemberian
asuhan
keperawatan
B. Tujuan MPKP
Tujuan dari MPKP yaitu untuk memfasilitasi agar asuhan keperawatan
yang diberikan itu lebih focus, holistic, diberikan kepada pasien jadi masalah
pasien itu bisa diatasi secara bertahap melalui program-program MPKP itu
sendiri selain itu tujuan dari MPKP yaitu mensejahterakan perawat ruangan
dengan adanya reward, namun hal ini tidak sesuai dengan keadaan dilapangan,
karena pada MPKP reward diberikan menurut kesepakatan ruangan.
(Sumber : wawancara )
Tujuan MPKP (Sitorus, Ratna.2006):
1. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
3. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan
bagi setiap tim keperawatan
4. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
5. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
3. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui
upaya kooperatif dan kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan
bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan
dan memberikan asuhan keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung
jawab yang tinggi (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
a. Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat
keputusan tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan
keperawatan.
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin.
Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara,
terutama melalui renpra tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan
asuhan, supervisi, dan evaluasi.
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d. Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan
berhasil baik
4. Motode perawat primer
Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab
terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary
nurse) disingkat dengan PP. Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri
yaitu akuntabilitas, otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu
kontinuitas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan komitmen (Sitorus,
2006).
5. Differentiated practice
Differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan
menjamin mutu asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan
yang tepat. Terdapat dua model yaitu model kompetensi dan model
kemampuannya.
Pada
model
pendidikan,
penetapan
tugas
sama
dengan
clinical
care
manager
CCM
dalam
(Kusnanto, 2004)
Dari hasil penelitian yang dilakukan Arum Pertiwi 2008, dirumah sakit
PKU Muhamammadiyah, struktur pengorganisasian sebagai berikut perawat
pelaksana bertanggung jawab terhadap perawat primer di pagi hari, perawat
primer bertanggung jawab terhadap kepala ruang, sedangkan pada shif malam
dan sore perawat pelaksana bertanggung jawab terhadap ketua shift alasannya
adalah karena ketua tim membawahi dua orang perawat pelaksana.
Pada Rumah Sakit Moewardi struktur pengorganisasiannya sebagai
berikut: kepala ruangan, dibawahnya terdapat perawat pelaksana bertanggung
jawab terhadap perawat primer, baik pagi hari, sore, maupun malam. Perawat
primer bekerjasama dengan kepala ruang dan dokter yang merawat pasien.
J. Kelebihan SP2KP ?
1. Sumber : wawancara
a. Kerja perawat lebih terstruktur
b. Kerja perawat lebih ringan karena adanya pembagian pasien
c. Perawat lebih mengenali pasiennya sehingga dapat mempermudah proses
asuhan keperawatan
d. Perawat lebih bersemangat dalam bekerja karena adanya pemberian
reward
2. Kelebihan SP2KP
K. Bagaimana
Semarang?
SP2KP memerlukan sumber daya manusia khususnya perawat yang
sudah mendapat pendidikan professional minimal Ners sebagai perawat
penanggung jawab, sedangkan perawat dengan pendidikan minimal diploma III
atau sekolah perawat kejuruan seharusnya berperan sebagai perawat pelaksana
namun pada kenyataanya masih banyak ditemui perawat DIII menjabat sebagai
perawat penanggung jawab. Hal ini akan berdampak pada standar mutu
pelayanan. Maka saat ini RSUP dr. Kariadi Semarang mengharuskan perawat
penanggung jawab meneruskan pendidikan minimal Ners.
(Sumber : wawancara)
yang tidak menerapkan sytem SP2KP didominasi oleh lulusan DIII sebanyak 23
orang, untuk lulusan Ners 6 orang, S.Kep. 5 orang.
Praktik keperawatan dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Dalam hal pelaksanaan tindakan mauapun
pendokumentasian data pasien, perawat dituntut untuk professional (Dermawan,
2012). Prinsip pendokumentasian yang professional yaitu proses dan hasil
dokumentasi dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, pendidikan dan
pengalaman perawat (Wahid,2012).
Kasie. Kep
Kep.Ruangan
PPJP 1
PPJP 2
PPJP 3
PA
PA
PA
5-6
KLIEN
5-6
KLIEN
5-6
KLIEN
(Sumber : wawancara)
N. Bagaimana kinerja perawat dirumah sakit setelah MPKP diubah menjadi
SP2KP ?
Kinerja perawat menjadi lebih tersetruktur dengan adanya pembagian
pasien, dan dengan diterapkannya system reward perawat menjadi lebih
bersemangat saat menjalakan tugas dan tanggung jawabnya, tidak hanya itu
perawat juga lebih kreatif dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
(Sumber : wawancara)
O. Jika SP2KP dianggap baik buat pasien dan perawat, bagaimana cara
perawat rumah sakit menilai kepuasan pasien terhadapan pelayanan
rumah sakit?
Berdasarkan penerapan SP2KP di Rumah Sakit Kariadi untuk penilaian
kepuasan pasien setelah dirawat inap dibangsal para perawat diharuskan
membagikan quisioner yang berisi tentang penilaian kepuasan pelayanan selama
pasien dirawat di bangsal RSUP Dr. Kariadi Semarang. Evaluasi dari quisioner
penialaian kepuasan pasien dibuka setiap hari dan di evaluasi setiap bulan
sebagai bahan koreksi dan peningkatan mutu pelayanan bagi pasien di RSUP
Dr.Kariadi. Selama ini hasil dari evaluasi penilaian kepuasan pasien rata-rata
menunjukkan angka 85, dan ini menurut salah satu perawat kariadi tergolong
Baik.
(Sumber : wawancara)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu system
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat
menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional
adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di
rumah sakit.SP2KP ini merupakan suatu sistem pemberian asuhan keperawatan
di ruang rawat yang dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki sistem
pengorganisasian yang baik dimana semua komponen yang terlibat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan diatur secara profesional (Sitorus, 2006).
Dari kesimpulan pernyataan diatas, SP2KP lebih baik dari MPKP hal ini
dibuktikan SP2KP lebih terstruktural dengan pembagian perawat terbagi atas
perawat penanggung jawab pasien dengan jumlah pasien yang telah ditentukan,
dan terdapat perawat pelaksana, tidak hanya itu system SP2KP juga lebih
menghargai kinerja perawat dengan bentuk pemberian reward pada perawat
yang memiliki kinerja yang baik di rumah sakit. Reward yang diberikan dari
rumah sakit kepada perawat dapat berupa bentuk remunisasi yang jumlahnya
berbeda,sesuai dengan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh tiap perawat.
B. Saran
Dengan adanya suatu metode yang disusun dalam SP2KP atau Sistem
Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional adalah kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah sakit, diharapkan
pelayanan keperawatan di seluruh rumah sakit Indonesia dapat lebih tertata
sehingga bisa memberikan pelayanan keperawatan yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA
PERTANYAAN
1. Rumah sakit seperti apa yang menerapkan SP2KP? Apakah ada standarisasi dari
SP2KP?
2. Menurut jurnal Rantung, R 2013, pendokumentasian dalam SP2KP lebih
lengkap daripada MPKP. Pendokumentasian seperti apa yang ada dalam
SP2KP?
3. Bagaimana rumah sakit mengatasi hambatan-hambatan yang ada pada
pelaksanaan SP2KP?
4. Secara teori dalam buku Sitorus (2006) struktur organisasi MPKP dan SP2KP
hampir sama. Tetapi dari hasil wawancara, dalam MPKP terdapat satu perawat
penganggungjawab untuk seluruh pasien, sedangkan dalam SP2KP satu perawat
hanya memegang beberapa pasien. Sebenarnya apakah ada perbedaan struktur
dari MPKP dan SP2KP?
5. Apakah kepala ruang mempunyai wewenang memberikan asuhan keperawatan
secara langsung kepada pasien? Sedangkan dalam SP2KP tugas kepala ruang
adalah sebagai manajerial di ruangan?
6. Apa yang akan terjadi jika SP2KP dipaksa diterapkan pada rumah sakit yang
tidak memenuhi standar?
7. Alasan apa yang mendasari MPKP dirubah menjadi SP2KP?
8. Untuk menjadi perawat primer, syarat utama adalah jenjang pendidikan yang
tinggi, minimal profesi. Bagaimana jika ada kasus di lapangan seorang perawat
primer dengan pendidikan diploma dia ingin melanjutkan ke tingkat sarjana dan
terkendali oleh biaya dan tidak medapatkan biaya pendidikan dari rumah sakit.
Apakah dia diturunkan dari jabatannya atau bagaimana?
9. Menurut penjelasan narasumber yang merupakan seorang perawat RSUP Dr.
Kariadi Semarang menyatakan bahwa hanya ruangan dengan status kelas 2 dan
3 saja yang menerapkan SP2KP sedangkan kelas 1 dan VIP tidak. Mengapa bisa
seperti itu?
10. Apakah tugas kepala bidang keperawatan di rumah sakit?
11. Apakah profesi lain harus mempelajari SP2KP sedangkan di lapangan sering
kami jumpai di dalam ruangan (bangsal) terdapat bidan yang melakukan asuhan
LAMPIRAN
Dokumentasi