Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LAPORAN LENGKAP
TEKNIK REHABILITASI EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT
NAMA
NIM
: L111 12 278
KELOMPOK
: III (TIGA)
ASISTEN
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya
dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari
ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan
lumpur dari daratan (Tomlinson 1986). Hutan mangrove mempunyai fungsi
ekologi yang penting, seperti peredam gelombang dan angin, pelindung pantai
dari abrasi, penahan lumpur dan penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran
air, sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan serta merupakan tempat
pemijahan bermacam-macam biota perairan, sebagai penyubur perairan karena
menghasilkan detritus dari seresah daun yang diuraikan oleh bakteri menjadi zat
hara (Bengen 2001 dalam Laremba, 2014).
Menurut Geisen, et al (1991) dalam Saru (2013) luas areal mangrove di
Sulawesi Selatan sekitar 34.000 hektar. Namun, sebagian dari areal tersebut
telah terganggu dan dalam proses negosiasi untuk dijadikan tambak, sehingga
perkiraan bahwa jumlah areal mangrove yang belum terganggu sekitar 23.000
hektar. Kerusakan ekosistem mangrove umumnya disebabkan oleh dua faktor
utama yaitu secara alami dan buatan manusia. Proses alami seperti badai tropan
yang
dapat
merusak
dan
memporak-porandakan
ekosistem
mangrove.
yang
ada
ditambak
tersebut
mengalami
kerusakan
secara
A. Mangrove
1. Pengertian mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk
individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang
dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu
spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal digunakan untuk menyatakan
komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove
sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas
tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut. Mangrove adalah kelompok jenis
tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang
memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob, (Kusmana 2000).
Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi
oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Menurut Bengen
(2000), hutan mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8
famili yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu: Avicennia,
Sonneratia,
Rhizophora,
Bruguiera,
Ceriops,
Xylocarpus,
Lummitzera,
mangrove secara langsung, meliputi : bahan bakar (kayu bakar, arang, alkohol);
bahan bangunan (kayu bangunan , tiang-tiang, pagu-pagu, pagar) alat
penangkap ikan (tiang sero, bubu, pelampung, tannin untuk penyamak); tekstil
dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian, tanin untuk menyamak kulit); makanan ,
minuman dan obat-obatan; produk kertas; bahan untuk membuat alat-alat rumah
tangga;
bahan
untuk
kegiatan
pertanian
(pupuk),
lainnya
(bok
untuk
tsunami dan angin, karena kondisi tajuknya yang relatif rapat, dan kondisi
perakarannya yang kuat dan rapat mampu mencengkeram dan menstabilkan
tanah habitat tumbuhnya, dan sekaligus mencegah terjadinya salinisasi pada
wilayah-wilayah di belakangnya.
b.
mampu menahan lumpur sungai dan menyerap berbagai bahan polutan yang
secara ekologis pada akhirnya akan dapat melindungi kehidupan berbagai jenis
flora dan fauna yang berasosiasi dengan padang lamun dan terumbu karang.
c.
Melindungi tempat buaya dan berpijahnya berbagai jenis ikan dan udang
3. Jenis-jenis mangrove
Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia.
Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan
978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19 %) sedangkan luas mangrove
di Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya,
mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki
sungai yang besar dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di sistim
lingkungan lain di daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di
daerah tersebut. (Noor et al., 2006)
Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah,
44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya
mangrove sejati (true mangrove) yang terdiri dari jenis pohon dan beberapa
jenis perdu, sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove dan dikenal
sebagai jenis mangrove ikutan (asociate mangrove). Di seluruh dunia, Saenger,
dkk (1983) mencatat sebanyak 60 jenis tumbuhan mangrove sejati. dengan
demikian terlihat bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi. (Noor
et al., 2006)
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang
banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau
(Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia
sp.), merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis
mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan
endapan dan menstabilkan tanah habitatnya (Irwanto, 2006).
beberapa
ditumbuhi
tonjolan
kecil,
sementara
yang
lain
kadangkadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua,
kadangkadang ditemukan serbuk tipis.
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Spermatophyta
Order: Malpighiales
Family: Rhizophoraceae
Genus: Bruguiera
Sumber : Wetlands, 2006
c. Ceriops
Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit kayu
berwarna
abu-abu,
kadang-kadang
coklat,
halus
dan
pangkalnya
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Spermatophyta
Order: Malpighiales
Family: Rhizophoraceae
Genus: Ceriops
10
Klasifikasi ;
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Spermatophyta
Order: Malpighiales
Family: Rhizophoraceae
Genus: Rhizopora
Sumber : Wetlands, 2006
e. Sonneratia
Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15
m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang
halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai
akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.
11
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Spermatophyta
Order: Myrtales
Family: Lythraceae
Genus: Sonneratia
Sumber : (wetlands, 2006)
f. Aegiceras
Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan
ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu
bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah
lentisel.
12
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Spermatophyta
Order: Primulales
Family: Myrsinaceae
Genus: Sonneratia
Sumber : (wetlands, 2006)
B. Rehabilitasi
1. Pengertian Rehabilitasi
Menurut UU NO 32 tahun 2009, yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah
upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan
hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan,
dan memperbaiki ekosistem.
Restorasi dan rehabilitasi* lahan atau bekas lahan hutan mangrove adalah
hal yang sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove
dan ancaman yang dihadapi hutan mangrove saat ini, membuat kebutuhan akan
restorasi dan rehabilitasi menjadi suatu keharusan. Sebenarnya rehabilitasi
mangrove tidak selalu harus dengan penanaman, sebab setiap tahun mangrove
menghasilkan ratusan ribu benih berupa buah atau biji per pohonnya. Dengan
kondisi hidrologi yang layak biji atau buah mangove ini dapat tumbuh sendiri,
seperti halnya di tempat dulu mereka
pernah
tumbuh
sehingga
kembali
13
2. Manfaat Rehabilitasi
Seirama dengan bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan
meningkatnya aktivitas pembangunan dewasa ini, telah menempatkan kawasan
hutan mangrove dieksploitasi menjadi sasaran yang potensial untuk kegiatan
pertambakan, pertanian dan pemukiman. Pemanfaatan wilayah pesisir yang
semakin meningkat tersebut selain memberikan dampak positip melalui
peningkatan taraf hidup dan lapangan kerja kepada masyarakat pantai, namun
juga mempunyai akibat yang negatif terhadap ekosistem mangrove, jika
pemanfaatannya tidak ramah lingkungan dan tidak terkendali. Oleh karena itu,
kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang telah kritis kondisinya perlu dilakukan,
untuk memulihkan dan mengembalikan fungsi perlindungan, pelestarian dan
fungsi produksinya (Pramudji, 2001).
14
15
16
f.
17
h. Sistem Penanaman
Baik
Rusak
maupun pantai
timur di Sulawesi Selatan. Salah satu alasan yang membuat jenis ini banyak
dipilih
yang
mudah
diperoleh, mudah disemai serta dapat tumbuh pada daerah genangan pasang
yang
tinggi maupun
2010).
Nama daerah Rhizophora mucronata adalah bakau, bakau gundul, bakau,
genjah dan bangko. Tanaman ini termasuk ke dalam Famili Rhizophoraceae dan
banyak ditemukan pada daerah berpasir serta daerah pasang surut air
laut. Tanaman bakau dapat tumbuh hingga ketinggian 35 - 40 m. Tanaman
18
bakau memiliki batang silindris, kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai
hitam, pada bagian luar kulit terlihat retak-retak. Bentuk akar tanaman ini
menyerupai akar tunjang (akar tongkat). Akar tunjang digunakan sebagai
alat pernapasan karena memiliki lentisel pada permukaannya. Tumbuhan
mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan, adaptasi
terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk
perakaran yang khas (Bengen, 2000)
Klasifikasi tumbuhan bakau (Rhizophora mucronata)
menurut
Duke
: Magnoliopsida
Order
: Mytales
Family
: Rhizophoraceae
Genus
: Rizhophora
Species : Rizhophora mucronata Lamk.
19
di
Balai
Penelitian,
Pengembangan,
dan
Pelatihan
Tambak
20
Prosedur kerja praktik lapang teknik rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut
yaitu pertama-tama memilih bibit yang akan ditanam. Pemilihan ini dilakukan
berdasarkan lokasi yang sesuai dengan lokasi yang akan di tanami. Salah satu
bibit yang sesuai dengan lokasi adalah bibit Rhizopora mucronata karena jenis
ini lebih gampang beradaptasi dan juga menurut pengelola bibit sendiri
mengatakan bahwa jenis ini lebih cepat tumbuh meskipun pada kondisi musim
panas.
3. Penanaman Mangrove
Setalah
mengukur
kerapatan,
selanjutnya
melakukan
penanaman.
Penanaman mangove dilakukan didua tempat. Ada yang di dalam tambak dan
ada yang di pinggir pantai. Langkah-langkah melakukan penanaman mangrove
yaitu pertama menancapkan ajir kepasir atau substrat yang akan dijadikan
tempat penanaman bibit mangrove, selanjutnya menggali pasir yang ada di
depan ajir. Setelah digali, selanjutnya masukan bibit ,mangrove. Sebelum bibit
mangrove ditanam terlebih dahulu melepaskan kantong yang berisis substrat
tempat tumbuhnys bibit. Setalah ajir dan bibit berhasil ditanam, selanjutnya diikat
dengan menggunakan tali rafia. Dalam proses pengikatannya tidak terlalu
kencang atau rapat agar tidak mengganggu pertumbuhan bibit mangrove.
D. Analisis Data
Data vegetasi mangrove yang diperoleh di lapangan selanjutnya di analisa
untuk mengetahui kerapatannya. Kerapatan ( Di ) adalah jumlah tegakan jenis
dalam suatu unit area dengan rumus (Sudjana,2002)
dan
x 100 %
Dengan:
Di = kerapatan ( individu/m ),
Ni = jumlah total tegakan jenis
A = luas total area pengamatan sampel ( m )
RDi = kerapatan relative jenis ( % )
n = jumlah total tegakan seluruh jenis
22
merupakan
wilayah
Kabupaten
barru,
dimana
untuk
proses
23
adalah Teknik Rehabilitasi Ekosistem pesisir dan laut yang dilakukan oleh
mahasiswa dari jurusan Ilmu kelautan.
B. Hasil
Hasil perhitungan kerapatan mangrove dapat dilihat pada tabel berikut :
Plot
11
39
54
0.07
0.03
0.04
C. Pembahasan
Tamak pendidikan yanag ada di barru ini merupakan tempat yang paling
sering dikunjungi sebagai tempat praktek, maka dari itu praktek lapang kali ini
dilakukan di lokasi tersebut. Pada lokasi ini kita akan mengukur kerapatan dan
melakukan penanaman mangrove, akan tetapi terlebih dahulu akan dilakukan
observasi pada lokasi sekitar tambak. Observasi ini dilakukan 1 hari sebelum
pengukuran dan penanaman dilakukan.
Terdapat 2 lokasi yang memiliki kesesuaian lahan untuk di jadikan sebagai
tempat rehabilitasi, lokasi yang pertama yaitu berada di sebelah barat tambak
dapa dilihat pada gamabar (a), sedangkan yang ke dua berada di sebelah utara
tambak pendidikan dapat dilihat pada gambar (b) .
24
Gamabar (a)
Gambar (b)
Gambar 15. Lokasi Survei (a) dan lokasi survei (b)
Hasil survey mengatakan bahwa lokasi yang pertama sudah banyak di
penuhi oleh mangrove sehingga kerapatannya sangat bagus karena sebelumnya
telah dilakukan penanaman oleh praktikan sebelumnya. Sementara lokasi yang
kedua sangat masih kurang sangat kurang mangrovenya sehingga kerapatannya
sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa lokasi yang ke dua yang bagus di
jadikan sebagai tempat Rehabilitasi.
Pengukuran di lakukan pada stasin tiga kerana kelompok tigas mendapat
bagian untuk mengukur di lokasi ini. Dari hasil perhitungan kerapatan, indukan
mangrove jenis Rhizopora sp. adalah terdapat pada plot 1 sekitar 0.07
individu/m2, kerapatan pada plot sekitar 0.03 individu/m2 dan kerapatan pada plot
3 adalah sekitar 0.04 individu/m2. Apabila dilihat dari hasil kerapatan indukan
mangrove, kerapatan terapat terdapat pada plot 1 karena kerapatannya lebih
rapat dibandingkan dengan plot lainnya. Tetapi secara visual dilapangan,
kerapatan plot 1 tidak kalah rapat dibandingkan kerapatan pada plot 3. Sebab
pada plot 1 yang ditemukan hanyalah Indukan saja dengan jumlah 7 pohon,
berbeda dengan plot 3 yang banyak ditemukan mangrove anakan maupun bibit
sehingga apabila dilihat secara visual terlihat lebih rapat dibandingkan dengan
pada plot 1.
25
A. Kesimpulan
Setelah melakukan praktek lapang ini dapat disimpulkan bahwa tambak
yang ada di Barru sedang mengalami degradasi akibat dari pemukiman dan
perluasan tambak, hal ini terbukti ketika kita sedang melakukan observasi
dilapangan. Maka dari itu setelah melakukan observasi kita dapat mengetahui
penyebab dari degradasi lingkungan hutan
tersebut.
Kemudian dengan melihat vegetasi mangrove yang ada disekitar tambak
barru kita dapat menghitung kerapatan pada mangrove tersebut dan tentunya
dengan bantuan asisten sebagai pengarah dalam melakukan pengukuran.
Setelah pengukuran selesai dilanjutkan dengan penanaman mangrove pada
setiap stasiun yang telah di tentukan dan terbukti bahwa pada setiap stasiun
yang telah diukur tadi memiliki tingkat kerapatan yang rendah sehingga kita bisa
mengetahui pada lokasi mana saja kita akan menanam mangrove.
Penanaman dilakukan berdasarkan dari pola yang telah di tentunkan
berdasarkan diskusi yang telah dilakukan pada waktu malam sebelum
pananaman. Untuk penanaman ini mahasiswa mampu membedakan bagaimana
nantinya pola penanaman yang paling baik pada setiap stasiun yang berbeda
karena pola yang digunakan adalah pola merata dan pola strip. Maka pola inlilah
yang nantinya akan dibahas setelah tumbuhan mangrove tersebut dapat tumbuh
dengan baik atau tidak.
B. Saran
Praktik lapang selanjutnya semoga bisa lebih baik dan tempatnya mungkin
bisa di pindahkan karena masih banyak kawasan yang harus direhabilitasi, serta
26
pengawasan pada hasil rehabilitasi praktik ini dapat dilakukan. Adapun bibit
mangrove yang dipakai untuk praktik selanjutnya dapat ditambah jenisnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29
Lampiran
= 0,07 individu/m
= 0,03 individu/m
= 0,04 individu/m
Baik
Rusak
30
C. Dokumentasi
31