Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Definisi :
1) KEK ibu hamil : LILA<23,5
2) KEK WUS : IMT< 18,5
3) Risiko KEK WUS : LILA<23,5 cm
2. Kegunaan :
b. Memberikan gambaran tentang pengetahuan masalah gizi dan
status gizi pada remaja putri angkatan 2014 di Jurusan Gizi Poltekkes
Banjarmasi.
- Indikator
- Sumber data
- Frekuensi
- Tujuan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan
yang diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga
menunjang pertumbuhan yang optimal dan dapat mencegah penyakit-penyakit
defisiensi, mencegah keracunan, dan juga membantu mencegah timbulnya
penyakit-penyakit yang dapat mengganggu kelangsungan hidup anak (Soekirman,
2001).
Gizi merupakah salah satu penentu kualitas SDM, kekurangan gizi akan
menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan,
menurunkan produktifitas kerja dan daya tahan tubuh, yang berakibat
meningkatnya kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh
setiap individu, sejak janin yang masih di dalam kandungan, bayi, anak-anak,
remaja dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan,
karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan
kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes, 2003).
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara
efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin (Almatsir, 2001).
PUGS terdiri dari 13 pesan dasar gizi seimbang yang diharapkan mampu
mempengaruhi setiaporang Indonesia untuk selalu mengkonsumsi hidangan
tradisional yang sehat, seimbang dan aman untuk mempertahankan status gizi dan
kesehatannya secara optimal ( Depkes RI,1996)
Menurut Soedikarjati, kebiasaan makan adalah berhubungan dengan
tindakan untuk mengkonsumsi pangan, bilamana dan berapa banyaknya dengan
mempertimbangkan dasar yang lebih terbuka dalam hubungannya dengan apa
yang orang biasa makan juga berkaitan dengan kemungkinan kondisi perubahan
kebiasaan pola makan yang timbul dari dalam dan luar dirinya. Faktor-faktor
kebiasaan makan yang akan diukur meliputi konsumsi pangan, frekuensi makan,
preferensi pangan, ideologi pangan dan sosial budaya pangan.
Kebiasaan makan sehat merupakan cara yang paling baik dalam memelihara
kesehatan, kebiasaan makan yang teratur meliputi mulai sarapan pagi, makan
siang, dan makan malam dapat membawa masukan sebagai zat gizi untuk jangka
waktu yang relative lama (Moehji, 2003).
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk menghasilkan perubahan pada
diri manusia, karena melalui pendidikan manusia akan dapat mengetahui segala
sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya (Bastian 2006). Status gizi merupakan
keadaan kesehatan yang ditentukan oleh nutrient yang diterima dan dimanfaatkan
oleh tubuh. Status gizi dapat dinilai melalui wawancara gizi seperti food recall,
pemeriksaan antropometrik ( berat badan, indeks masa tubuh, lingkaran perut, dan
lain-lain ) dan penunjang lainnya ( laboratorium, body composition analysis ) (
Hartono, 2006)
Wanita usia subur adalah semua wanita yang telah memasuki usia antara 1549 tahun tanpa memperhitungkan status perkawinannya (Depkes RI, 2009). Oleh
karena itu, yang dimaksud guru di dalam penelitian ini adalah termasuk dalam
kategori golongan Wanita Usia Subur (WUS). Wanita dan anak-anak merupakan
kelompok yang paling rentan mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). KEK
adalah suatu kondisi kurang gizi disebabkan rendahnya konsumsi energi dalam
makanan sehari-hari yang berlangsung menahun sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (Supariasa, 2001).
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan
energi protein (KEP) wanita usia subur (WUS). Tujuannya adalah mengetahui
risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita yang
mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR), meningkatkan
perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan KEK, mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, meningkatkan peran
petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK
dan mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK (Supariasa, 2001) Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian
pertengahan jarak antara olekranon dan tonjolan akromion. Ambang batas LLA
WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA
kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut
mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah
(BBLR). Selain menggunakan LILA, status gizi WUS dapt juga diukur
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), IMT merupakan alat yang sangat
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan
normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih
panjang ( Sirajuddin 2012.)
Berdasarkan penelitian Renur (2007) didapatkan hubungan yang bermakna
antara asupan energi dengan Indeks Massa Tubuh pekerja wanita di tiga sektor
industri. Proporsi pekerja wanita yang memiliki asupan energi kurang (<
80%AKG) dengan IMT kurus (< 18,5 kg/m2) adalah sebesar 38,8%, sedangkan
proporsi pekerja wanita dengan asupan energi baik ( 80% AKG) dan IMT kurus
(18,5 kg/ m2) adalah sebesar 10,4%. Hal ini membuktikan bahwa status gizi
seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan energi.
KEK dapat terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS). WUS adalah wanita
periode reproduksi yaitu usia 15-45 tahun (Supariasa, 2001). Misalnya masalah
gizi pada remaja. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat
kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) maupun penurunan kesegaran
jasmani. Kekurangan Energi Kronis (KEK) dijumpai pada WUS usia 15-49
sebesar 24,9% pada tahun 1999 dan menurun menjadi 16,7% pada tahun 2003.
Pada umumnya proporsi wanita usia subur (WUS) dengan risiko KEK cukup
tinggi pada usia muda (15-19 tahun), dan menurun pada kelompok umur lebih tua,
kondisi ini memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko KEK cenderung
melahirkan bayi BBLR yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan pada usia
balita. WUS KEK akan berdampak pada Ibu Hamil KEK (Bumil KEK) (Wuryani,
2007).
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.3
TUJUAN
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang
masalah gizi dan status gizi pada remaja putri di Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Banjarmasin tahun 2014.
Tujuan Khusus
Mengetahui tingkat status gizi IMT dan LLA pada remaja putri di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(comprehension)
disini
diartikan
sebagai
suatu
manusia, berupa: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit
(Supariasa et al., 2001).
Berdasarkan
keputusan
Mentri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Keunggulan
standar
antropometri
terbaru
WHO
lebih
baik
Kategori IMT
Keadaan Gizi
Kurus Sekali
IMT
< 17,0
Kurus
17,0 18,4
Normal
18,5 25,0
Gemuk
25,1 27,0
Gemuk Sekali
> 27,0
Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk
penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat
yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa
hal yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan
tunggal untuk indeks status gizi (Supariasa et al., 2001).
Pengukuran LILA pada wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara
deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam,
untuk mengetahui kelompok berisiko kekurangan energi kronis (KEK).
Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45 tahun. Pengukuran LILA tidak
dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek
(Supariasa et al., 2001).
Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik
ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum, dan peran petugas lintas
sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah (Supariasa et al., 2001):
1. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR)
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan KEK
3. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
4. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi
WUS yang menderita KEK
5. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK
Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan.
Ada 7 urutan pengukurran LILA, yaitu (Supariasa et al., 2001).
1. Tetapkan posisi bahu dan siku
2. Letakkan pita antara bahu dan siku
3. Tentukan titik tengah lengan
4. Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5. Pita jangan terlalu ketat
6. Pita jangan terlalu longgar
7. Cara pembacaan skala yang benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri
(kecuali orang kidal, maka yang diukur adalah lengan kanan). Lengan harus
dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang
ataau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau
sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata (Supariasa et al.,
2001)
Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau berada di bagian merah
pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan
akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR
mempunyai risiko kematian, kurang gizi, gangguan pertumbuhan, dan
gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah risiko KEK pada WUS
sebelum kehamilan, mereka sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya
dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm (Supariasa et al., 2001).
Kecukupan zat gizi merupakan nilai yang menggambarkan asupan zat gizi
terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi. Asupan zat gizi yang tidak sesuai
kebutuhan dapat menyebabkan malgizi, yang berujung pada kondisi kesehatan
yang buruk dan penyakit terkait gizi. Gizi kurang dapat memberikan dampak
fisiologis dan fungsional, seperti gangguan pertumbuhan, fungsi imun
menurun dan risiko infeksi meningkat, perkembangan kognitif terganggu,
kemampuan kerja menjadi terbatas, risiko penyakit kronik meningkat, cedera
dan trauma sulit sembuh, serta pada kehamilan berdampak buruk bagi ibu dan
bayi. Sebaliknya, kelebihan gizi juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan.
Gizi lebih dan tidak seimbang dapat menimbulkan penyakit tidak menularterkait gizi, misalnya diabetes mellitus tipe II, penyakit kardiovaskuler, dan
sindrom metabolik, yang dapat berujung pada peningkatan morbiditas dan
mortalitas (Amelia, 2008).
1. Pengertian Remaja
Remaja (adolescent) adalah individu yang berkembang dari masa kanakkanak menuju kedewasaan. Masa remaja (adolescence) berasal dari bahasa
latin adolescere yang berarti berkembang menuju kedewasaan. Masa remaja
berarti tahap kehidupan yang berlangsung antara masa kanak-kanak
(childhood) dan masa dewasa (adulthood) (Valentini and Nisfiannoor, 2006).
Remaja merupakan tahapan seseorang di mana ia berada di antara fase
anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif,
biologis, dan emosi. Untuk mendeskripsikan remaja dari waktu ke waktu
memang berubah sesuai perkembangan zaman. Ditinjau dari segi pubertas,
100 tahun terakhir usia remaja putri mendapatkan haid pertama semakin
berkurang dari 17,5 tahun menjadi 12 tahun dan beberapa literatur yang
menyebutkan 15-24 tahun. Hal yang terpenting adalah seseorang mengalami
perubahan pesat dalam hidupnya di berbagai aspek (Efendi and Makhfudli,
2009).
2. Fase Fase Masa Remaja
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah dua
belas tahun hingga dua puluh satu tahun. Menurut Monks (1999) fase-fase
masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, antara lain sebagai berikut:
a. Remaja Awal (Early Adolescence)
Rentang usia pada masa remaja awal yaitu 12-14 tahun. Pada masa
ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan
perkembangan intelektual yang sangat intensif sehingga minat anak pada
dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap
kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanakkanakannya. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, raguragu, tidak stabil, tidak puas, dan merasa kecewa.
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang
kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narastic,
yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang
mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada
dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana:
peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis,
idealis atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan
diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari
lawan jenis.
b. Remaja Pertengahan (Middle Adolescence)
Rentang usia pada masa remaja pertengahan yaitu 15-17 tahun.
Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada
masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan
kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu
dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis.
Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal
maka pada rentan usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa
percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk
melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu
pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.
SUN
Kesiapan
Remaja
Putri
Status Gizi
IMT & LLA
Movement
(1000 HPK)
Penyakit
Infeksi
Jumlah Porsi
Sanitasi Lingkungan
Frekuensi Makan
Pola Asuh
Sosial Ekonomi
Penyakit Menular
Aksebilitas pangan
Pola asuh
Gambar 2.1. World Bank 2011, diadaptasi dari UNICEF 1990 & Ruel 2008 dalam
(Indonesia, 2012) dengan modifikasi
5. Kerangka Konsep
Status Gizi
IMT
LLA
Kesiapan
Remaja Putri
Pengetahuan tentang
Gizi
Ket :
: variabel Independen
: variabel Dependen
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
SUN
Movement
(1000 HPK)
3. Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang dipengaruhi oleh asupan makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Penilaian status gizi dapat diukur dengan menggunakan IMT dan LILA.
Kriteria objektif untuk IMT menurut Depkes RI 2003 yaitu
(Masyarakat, 2003):
1. Kurus sekali : < 17,0
BAB III
METODE PENELITITAN
A. Jenis Penelitian
Jenis metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
metode penelitian survei yang bersifat deskriptif dimana dalam hal ini
dimaksudkan untuk menggambarkan pengetahuan tentang masalah gizi dan
status gizi pada remaja putri angkatan 2014 di Jurusan Gizi Poltekkes
Banjarmasin.
Keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan dengan ketepatan
0,05
Perhitungan:
=
=
=
=
= 66,67 orang
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimum
yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 67 orang. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Jadi jumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 75 responden.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Kuesioner berupa data karakteristik mahasiswi dan kuesioner yang
berisikan mengenai pertanyaan kepadaa responden
2. Timbangan untuk menimbang berat badan
3. Microtoice untuk mengukur tinggi badan
4. Pita LLA untuk mengukur lingkar lengan atas
5. Alat tulis menulis
D. Pengumpulan Data
1. Jenis data
a. Data Primer
Dikumpulkan
data
tentang
karakteristik
mahasiswi.
Data
F. Analisis Data
Analisis univariat ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
responden yang berupa nama, umur, berat badan, tinggi badan, LILA, dan
pengetahuan mengenai masalah gizi. Analisis ini berupa distribusi frekuensi
dan persentase pada setiap variabel dan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel.
Wawancara pengetahuan
mengenai masalah gizi dan
pengukuran status gizi
Pengolahan Data
Pelaporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Mei 2013 terhadap
mahasiswi di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin. Dari Penelitian ini
diperoleh data sebagai berikut:
1. Analisis Karakteristik Responden
a. Umur
Tabel 4.1
Distribusi Responden Menurut Umur di JURUSAN GIZI
POLTEKKES BANJARMASIN Tahun 2014
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
18
20
26,67
19
40
53,33
20
15
20
Total
75
100
Umur
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Program Studi di JURUSAN
GIZI POLTEKKES BANJARMASIN Tahun 2014
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
D3
35
46,67
D4
40
53,33
Total
75
100
Prodi
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
Kurang
30
40
Cukup
45
60
TOTAL
75
100
Pengetahuan
KEK
Tabel 4.4
Distribusi Pengetahuan KEK Menurut Program Studi Responden di
JURUSAN GIZI POLTEKKES BANJARMASIN Tahun 2014
Prodi D3
Pengetahuan
Prodi D4
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(n)
(%)
(n)
(%)
Kurang
10
28,57
10
25
Cukup
25
71,43
30
75
Total
35
100
40
100
KEK
Prodi D3
Pengetahuan
Kurang
Prodi D4
Cukup
Kurang
Cukup
Soal 1
14,29
30
85,70
10
25
30
75
Soal 2
35
100
30
75
10
25
Soal 3
10
28,57
25
71,43
10
25
30
75
Soal 4
35
100
10
25
30
75
Soal 5
25
71,43
10
28,5
2,5
39
97,5
Soal 6
2,86
34
97,14
2,5
39
97,5
Soal 7
35
100
12,5
35
87,5
KEK
Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (IMT dan LLA)
Tahun 2014
Status Gizi
Jumlah
Persentase
IMT
(n)
(%)
Kurus sekali
6,67
Kurus
10
13,33
Normal
50
66,67
Gemuk
6,67
Gemuk sekali
6,67
Total
75
100
KEK
6,67
Normal
70
93,33
Total
75
100
LLA
Prodi D3
Prodi D4
Status Gizi
Jumlah
IMT
(n)
(%)
(n)
(%)
Kurus sekali
5,71
Kurus
14,29
Normal
25
71,43
30
75
Gemuk
5,71
12,5
Gemuk sekali
2,86
2,5
Total
35
100
40
100
KEK
5,71
12,5
Normal
33
94,29
35
87,5
Total
35
100
40
100
LLA
responden
(comprehension)
menjelaskan
dimana
secara
benar
sampai
responden
mengenai
pada
dapat
tahap
memahami
mengartikan
pengertian,
atau
gejala/tanda,
KEK.
Pengetahuan
responden
penyakit
degeneratif.
Oleh
karena
itu,
diharapkan
lebih
C. Keterbatasan Penelitian
Jadwal perkuliahan responden yang sangat beragam sehingga sulit mencari
waktu tepat agar kegiatan penelitian tidak mengganggu proses perkuliahan
responden.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
tingkat pengetahuan pada remaja putri tentang KEK sudah cukup tetapi masih
perlu perbaikan lagi, karena masih ada beberapa remaja yang pengetahuannya
kurang di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin tahun 2014.
B.
Saran
1. Untuk program studi D3 maupun D4 Jurusan Gizi masih diperlukannya
penambahan kompetensi tambahan untuk mata kuliah yang berhubungan
mengenai masalah gizi, dan untuk program studi ilmu gizi diperlukannya
penambahan kompetensi pada mata kuliah gizi kesehatan masyarakat
untuk memperbaiki pengetahuan responden yang kurang. Dimana untuk
pengetahuan mengenai KEK diperlukan pengetahuan mengenai definisi,
gejala/tanda, penyebab, akibat, dan cara mengetahui indikator KEK. Serta
perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi
penyebab rendahnya pengetahuan responden.
DAFTAR PUSTAKA