Вы находитесь на странице: 1из 43

MASALAH KEK DAN RISIKO KEK WANITA USIA SUBUR (WUS) USIA 15- 45

TAHUN DAN IBU HAMIL

1. Definisi :
1) KEK ibu hamil : LILA<23,5
2) KEK WUS : IMT< 18,5
3) Risiko KEK WUS : LILA<23,5 cm
2. Kegunaan :
b. Memberikan gambaran tentang pengetahuan masalah gizi dan
status gizi pada remaja putri angkatan 2014 di Jurusan Gizi Poltekkes
Banjarmasi.
- Indikator

Kuesioner berupa data karakteristik mahasiswi dan kuesioner yang


berisikan mengenai pertanyaan kepadaa responden

Timbangan untuk menimbang berat badan


Microtoice untuk mengukur tinggi badan
Pita LLA untuk mengukur lingkar lengan atas
- Cut-off-pont

Cukup : apabila responden mendapat skor 60%


Kurang : apabila responden mendapat skor < 60 %

- Sumber data

: Survei pengetahuan secara deskriptif

- Frekuensi

: Sekali dalam setahun

- Tujuan

: Evaluasi perkembangan keadaan gizi kelompok

wanita usia Subur (WUS)


- Pengguna
Petugas Kesehatan

: KEK dan Risiko KEK pada WUS dan ibu hamil :

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan

yang diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga
menunjang pertumbuhan yang optimal dan dapat mencegah penyakit-penyakit
defisiensi, mencegah keracunan, dan juga membantu mencegah timbulnya
penyakit-penyakit yang dapat mengganggu kelangsungan hidup anak (Soekirman,
2001).
Gizi merupakah salah satu penentu kualitas SDM, kekurangan gizi akan
menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan,
menurunkan produktifitas kerja dan daya tahan tubuh, yang berakibat
meningkatnya kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh
setiap individu, sejak janin yang masih di dalam kandungan, bayi, anak-anak,
remaja dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan,
karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan
kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes, 2003).
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara
efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin (Almatsir, 2001).

PUGS terdiri dari 13 pesan dasar gizi seimbang yang diharapkan mampu
mempengaruhi setiaporang Indonesia untuk selalu mengkonsumsi hidangan
tradisional yang sehat, seimbang dan aman untuk mempertahankan status gizi dan
kesehatannya secara optimal ( Depkes RI,1996)
Menurut Soedikarjati, kebiasaan makan adalah berhubungan dengan
tindakan untuk mengkonsumsi pangan, bilamana dan berapa banyaknya dengan
mempertimbangkan dasar yang lebih terbuka dalam hubungannya dengan apa
yang orang biasa makan juga berkaitan dengan kemungkinan kondisi perubahan
kebiasaan pola makan yang timbul dari dalam dan luar dirinya. Faktor-faktor
kebiasaan makan yang akan diukur meliputi konsumsi pangan, frekuensi makan,
preferensi pangan, ideologi pangan dan sosial budaya pangan.
Kebiasaan makan sehat merupakan cara yang paling baik dalam memelihara
kesehatan, kebiasaan makan yang teratur meliputi mulai sarapan pagi, makan
siang, dan makan malam dapat membawa masukan sebagai zat gizi untuk jangka
waktu yang relative lama (Moehji, 2003).
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk menghasilkan perubahan pada
diri manusia, karena melalui pendidikan manusia akan dapat mengetahui segala
sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya (Bastian 2006). Status gizi merupakan
keadaan kesehatan yang ditentukan oleh nutrient yang diterima dan dimanfaatkan
oleh tubuh. Status gizi dapat dinilai melalui wawancara gizi seperti food recall,
pemeriksaan antropometrik ( berat badan, indeks masa tubuh, lingkaran perut, dan
lain-lain ) dan penunjang lainnya ( laboratorium, body composition analysis ) (
Hartono, 2006)

Wanita usia subur adalah semua wanita yang telah memasuki usia antara 1549 tahun tanpa memperhitungkan status perkawinannya (Depkes RI, 2009). Oleh
karena itu, yang dimaksud guru di dalam penelitian ini adalah termasuk dalam
kategori golongan Wanita Usia Subur (WUS). Wanita dan anak-anak merupakan
kelompok yang paling rentan mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). KEK
adalah suatu kondisi kurang gizi disebabkan rendahnya konsumsi energi dalam
makanan sehari-hari yang berlangsung menahun sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (Supariasa, 2001).
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan
energi protein (KEP) wanita usia subur (WUS). Tujuannya adalah mengetahui
risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita yang
mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR), meningkatkan
perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan KEK, mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, meningkatkan peran
petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK
dan mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK (Supariasa, 2001) Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian
pertengahan jarak antara olekranon dan tonjolan akromion. Ambang batas LLA
WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA
kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut
mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah
(BBLR). Selain menggunakan LILA, status gizi WUS dapt juga diukur
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), IMT merupakan alat yang sangat

sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan
normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih
panjang ( Sirajuddin 2012.)
Berdasarkan penelitian Renur (2007) didapatkan hubungan yang bermakna
antara asupan energi dengan Indeks Massa Tubuh pekerja wanita di tiga sektor
industri. Proporsi pekerja wanita yang memiliki asupan energi kurang (<
80%AKG) dengan IMT kurus (< 18,5 kg/m2) adalah sebesar 38,8%, sedangkan
proporsi pekerja wanita dengan asupan energi baik ( 80% AKG) dan IMT kurus
(18,5 kg/ m2) adalah sebesar 10,4%. Hal ini membuktikan bahwa status gizi
seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan energi.
KEK dapat terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS). WUS adalah wanita
periode reproduksi yaitu usia 15-45 tahun (Supariasa, 2001). Misalnya masalah
gizi pada remaja. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat
kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) maupun penurunan kesegaran
jasmani. Kekurangan Energi Kronis (KEK) dijumpai pada WUS usia 15-49
sebesar 24,9% pada tahun 1999 dan menurun menjadi 16,7% pada tahun 2003.
Pada umumnya proporsi wanita usia subur (WUS) dengan risiko KEK cukup
tinggi pada usia muda (15-19 tahun), dan menurun pada kelompok umur lebih tua,
kondisi ini memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko KEK cenderung
melahirkan bayi BBLR yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan pada usia
balita. WUS KEK akan berdampak pada Ibu Hamil KEK (Bumil KEK) (Wuryani,
2007).

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan maka perlu dilakukan penelitian


untuk melihat tingkat pengetahuan mengenai masalah gizi pada remaja putri
sebagai calon ibu.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah bagaimana


Tingkat Pengetahuan Tentang Masalah Gizi Dan Status Gizi Pada Remaja Putri di
2014.

1.3

TUJUAN

Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang

masalah gizi dan status gizi pada remaja putri di Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Banjarmasin tahun 2014.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:


a. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang kekurangan energi kronis (KEK)
pada remaja putri di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Banjarmasin tahun
2014 .
b.

Mengetahui tingkat status gizi IMT dan LLA pada remaja putri di

Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Banjarmasin tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan berperan
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmojo, 2010).
Pengetahun atau kognisi yang ada pada seseorang diterima melalui indera.
Indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah
mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata (Notoatmojo, 2010).
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif ada 6 tingkatan
(Notoatmojo, 2010):
1. Tahu (know) artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami

(comprehension)

disini

diartikan

sebagai

suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang


diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application) maksudnya sebagai penggunaan hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain. Misalnya

dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah


kesehatan yang diberikan.
4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisa dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan.
5. Sintesis (syinthesis) yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru atau formulasi baru.
6. Evaluasi (evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi. Penilaian itu berdasarkan
kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan tersebut diatas (Sumaryati, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Nursari (2010) , pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior), salah satu tindakan yang terbentuk adalah
tindakan dalam hal pemilihan makanan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan
Nursari (2010) yang mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi seseorang
akan berpengaruh pada keadaan gizi invidu yang bersangkutan.

B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi


Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.
Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya produktifitas kerja dan
daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin masih di
dalam kandungan, bayi, anakanak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut
(Depkes_RI, 2001).
Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi. Status
gizi secara parsial dapat diukur dengan antropometri (pengukuran bagian
tertentu dari tubuh) atau biokimia atau secara klinis (Persagi, 2009).
Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang
yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi
makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka
dapat diketahui bahwa apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut
status gizinya baik atau tidak baik (Gibson, 2005).
Berdasarkan pola konsumsi makan yang tidak sama dan dipengaruhi oleh
banyak hal akan menimbulkan perbedaan asupan energi dan protein yang
diterima (Gibson, 2005). Kebutuhan gizi setiap orang berbeda tergantung jenis
kelamin, usia, dan kondisi tubuh. Agar tubuh dapat melakukan segala proses
fisiologis untuk menjamin kelangsungan hidup, maka seseorang harus
menjaga keseimbangan kebutuhan energi. Kesalahan dalam asupan energi dan
protein, dapat menimbulkan dampak yang tidak baik pada status gizi (Irianto
and Waluyo, 2004).

Status gizi menurut Soekirman (2000) pada umumnya dipengaruhi oleh


faktor-faktor sebagai berikut:
1. Penyebab langsung, yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita oleh seseorang. Seseorang yang mendapat makanan cukup baik
tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status
gizinya. Begitu juga sebaliknya sisiwa yang makan tidak cukup baik, daya
tahan tubuhnya pasti lemah dan pada akhirnya akan mempengaruhi status
gizinya.
2. Penyebab tidak langsung, yaitu ketahanan pangan di keluarga, terkait
dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari
pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran
antropometri dan penilaian biokimia. Indikator yang digunakan tergantung
pada waktu, biaya, tenaga, dan tingkat ketelitian penelitian yang diharapkan
serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya (Riyadi, 2001).
Penilaian status gizi seseorang dapat dilakukan melalui pengukuran
antropometri. Antropometri gizi adalah hal-hal yang berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penilaian status gizi dengan
antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan antara asupan
energi dan protein. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal tubuh

manusia, berupa: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit
(Supariasa et al., 2001).
Berdasarkan

keputusan

Mentri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor:1995/Menkes/SK/2010 tentang menilai status gizi diperlukan standar


antropometri yang mengacu pada standar World Health Organization (WHO)
2005.

Keunggulan

standar

antropometri

terbaru

WHO

lebih

baik

dibandingkan standar NCHS/WHO, karena dibuat berdasarkan data dari


berbagai Negara dan etnis, sehingga sesuai untuk Negara-negara yang sedang
berkembang (Keputusan Menkes RI, 2011). Selain itu keunggulan dari
antropometri adalah prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam
jumlah sempel cukup besar, kemudian relatif tidak menggunakan tenaga ahli,
alat murah dan mudah dibawa. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat
dibakukan. Selain itu dapat mengidentifikasi status gizi buruk, status gizi
kurang, dan status gizi baik, karena sudah ada ambang batas yang jelas
(Supariasa et al., 2001).
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan
untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat
bayi lahir dibawah 2500 gram atau dbawah 2,5 kg. Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang.
Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot menurun
(Supariasa et al., 2001).

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran


massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun (Supariasa et al., 2001).
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping
itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac stick), faktor umur
dapat dikesampingkan (Supariasa et al., 2001).
Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat
badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index
(BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Indeks diterjemahkan menjadi Indeks
Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang
(Supariasa et al., 2001).
Penggunaan IMT berlaku untuk orang yang berumur diatas 18 tahun.
Adapun rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut (Supariasa et al.,
2001):
IMT =
Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI 2003
adalah sebagai berikut (Masyarakat, 2003):
Tabel 2.1

Kategori IMT

Keadaan Gizi
Kurus Sekali

IMT
< 17,0

Kurus

17,0 18,4

Normal

18,5 25,0

Gemuk

25,1 27,0

Gemuk Sekali

> 27,0

Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk
penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat
yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa
hal yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan
tunggal untuk indeks status gizi (Supariasa et al., 2001).
Pengukuran LILA pada wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara
deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam,
untuk mengetahui kelompok berisiko kekurangan energi kronis (KEK).
Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45 tahun. Pengukuran LILA tidak
dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek
(Supariasa et al., 2001).
Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik
ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum, dan peran petugas lintas
sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah (Supariasa et al., 2001):

1. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR)
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan KEK
3. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
4. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi
WUS yang menderita KEK
5. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK
Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan.
Ada 7 urutan pengukurran LILA, yaitu (Supariasa et al., 2001).
1. Tetapkan posisi bahu dan siku
2. Letakkan pita antara bahu dan siku
3. Tentukan titik tengah lengan
4. Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5. Pita jangan terlalu ketat
6. Pita jangan terlalu longgar
7. Cara pembacaan skala yang benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri
(kecuali orang kidal, maka yang diukur adalah lengan kanan). Lengan harus
dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang

ataau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau
sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata (Supariasa et al.,
2001)
Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau berada di bagian merah
pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan
akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR
mempunyai risiko kematian, kurang gizi, gangguan pertumbuhan, dan
gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah risiko KEK pada WUS
sebelum kehamilan, mereka sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya
dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm (Supariasa et al., 2001).
Kecukupan zat gizi merupakan nilai yang menggambarkan asupan zat gizi
terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi. Asupan zat gizi yang tidak sesuai
kebutuhan dapat menyebabkan malgizi, yang berujung pada kondisi kesehatan
yang buruk dan penyakit terkait gizi. Gizi kurang dapat memberikan dampak
fisiologis dan fungsional, seperti gangguan pertumbuhan, fungsi imun
menurun dan risiko infeksi meningkat, perkembangan kognitif terganggu,
kemampuan kerja menjadi terbatas, risiko penyakit kronik meningkat, cedera
dan trauma sulit sembuh, serta pada kehamilan berdampak buruk bagi ibu dan
bayi. Sebaliknya, kelebihan gizi juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan.
Gizi lebih dan tidak seimbang dapat menimbulkan penyakit tidak menularterkait gizi, misalnya diabetes mellitus tipe II, penyakit kardiovaskuler, dan
sindrom metabolik, yang dapat berujung pada peningkatan morbiditas dan
mortalitas (Amelia, 2008).

C. Tinjauan Umum Tentang Kekurangan Energi Kronis (KEK)


Kurang Energi Kronis (KEK) adalah suatu keadaan kekurangan makanan
dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan ukuran Indeks Massa
Tubuhnya (IMT) di bawah normal (kurang 18,5 untuk orang dewasa) (Persagi,
2009).
Kekurangan Energi Kronis (KEK) dijumpai pada WUS usia 15-49 sebesar
24,9% pada tahun 1999 dan menurun menjadi 16,7% pada tahun 2003. Pada
umumnya proporsi WUS dengan risiko KEK cukup tinggi pada usia muda
(15-19 tahun), dan menurun pada kelompok umur lebih tua, kondisi ini
memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko KEK cenderung melahirkan
bayi BBLR yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan pada usia balita.
WUS KEK akan berdampak pada Ibu Hamil KEK (Bumil KEK) (Wuryani,
2007).
Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah
perdarahan, eklampsia, aborsi tidak aman (unsafe abortion), partus lama, dan
infeksi. Faktor lain yang meningkatkan AKI adalah buruknya gizi perempuan,
yang dikenal dengan kekurangan energi kronis (KEK), dan anemia.
Perempuan yang menderita KEK pada usia 15-49 tahun mencapai 15%,
sedangkan pada remaja putri mencapai 37%. Menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, sebanyak 57% remaja putri atau perempuan calon ibu
menderita anemia (Sadli, 2010).

D. Tinjauan Umum Tentang Remaja

1. Pengertian Remaja
Remaja (adolescent) adalah individu yang berkembang dari masa kanakkanak menuju kedewasaan. Masa remaja (adolescence) berasal dari bahasa
latin adolescere yang berarti berkembang menuju kedewasaan. Masa remaja
berarti tahap kehidupan yang berlangsung antara masa kanak-kanak
(childhood) dan masa dewasa (adulthood) (Valentini and Nisfiannoor, 2006).
Remaja merupakan tahapan seseorang di mana ia berada di antara fase
anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif,
biologis, dan emosi. Untuk mendeskripsikan remaja dari waktu ke waktu
memang berubah sesuai perkembangan zaman. Ditinjau dari segi pubertas,
100 tahun terakhir usia remaja putri mendapatkan haid pertama semakin
berkurang dari 17,5 tahun menjadi 12 tahun dan beberapa literatur yang
menyebutkan 15-24 tahun. Hal yang terpenting adalah seseorang mengalami
perubahan pesat dalam hidupnya di berbagai aspek (Efendi and Makhfudli,
2009).
2. Fase Fase Masa Remaja
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah dua
belas tahun hingga dua puluh satu tahun. Menurut Monks (1999) fase-fase
masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, antara lain sebagai berikut:
a. Remaja Awal (Early Adolescence)
Rentang usia pada masa remaja awal yaitu 12-14 tahun. Pada masa
ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan
perkembangan intelektual yang sangat intensif sehingga minat anak pada
dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap

kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanakkanakannya. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, raguragu, tidak stabil, tidak puas, dan merasa kecewa.
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang
kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narastic,
yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang
mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada
dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana:
peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis,
idealis atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan
diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari
lawan jenis.
b. Remaja Pertengahan (Middle Adolescence)
Rentang usia pada masa remaja pertengahan yaitu 15-17 tahun.
Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada
masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan
kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu
dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis.
Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal
maka pada rentan usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa
percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk
melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu
pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.

c. Remaja Akhir (Late Adolescence)


Rentang usia pada masa remaja akhir yaitu 18-21 tahun. Pada masa ini
remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin
hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian.
Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya.
Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang
jelas yang baru ditemukannya.
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan
pencapaian (Monks, 1999):
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain
dan dalam pengalaman-pengalaman baru
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
lain
5) Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public)
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masa
remaja adalah bahwa masa remaja adalah merupakan periode yang penting,
periode peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, mencari identitas,
usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa
kedewasaan (Monks, 1999).

Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan


psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati beberapa tahapan.
Adapun batasan remaja menurut WHO adalah sebagai berikut (Soetjiningsih,
2004):
1. Masa remaja awal/ dini (Early Adolescence) umur 11 13 tahun.
2. Masa remaja pertengahan (Middle Adolescence) umur 14 16 tahun.
3. Masa remaja lanjut (Late Adolescence) umur 17 20 tahun.
4. Kerangka Teori

SUN

Kesiapan
Remaja
Putri

Asupan Zat Gizi

Status Gizi
IMT & LLA

Movement
(1000 HPK)

Penyakit
Infeksi

Jumlah Porsi

Sanitasi Lingkungan

Frekuensi Makan

Pola Asuh

Sosial Ekonomi

Penyakit Menular

Pengetahuan tentang Gizi

Kualitas Lingkungan Hidup

Aksebilitas pangan

Prilaku Hidup Sehat

Pola asuh

Gambar 2.1. World Bank 2011, diadaptasi dari UNICEF 1990 & Ruel 2008 dalam
(Indonesia, 2012) dengan modifikasi

5. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Status Gizi
IMT
LLA

Kesiapan
Remaja Putri

Asupan Zat Gizi

Pengetahuan tentang
Gizi

Ket :
: variabel Independen
: variabel Dependen
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Remaja Putri

SUN
Movement
(1000 HPK)

Remaja putri yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah semua


mahasiswi angkatan 2014 yang berusia 17 - 20 tahun yang tercatat sebagai
mahasiswi aktif di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Banjarmasin.
2. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud pengetahuan dalam penelitian ini adalah
kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
pengertian, gejala/tanda, penyebab, serta bahaya atau akibat KEK. Dengan
bantuan pedoman wawancara responden diminta untuk menjawab
beberapa pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan pengetahuan tentang
KEK.
Setiap pertanyaan bernilai 1-3 untuk setiap pertanyaan
Berdasarkan total skor yang diperoleh dari masing-masing jumlah soal
setiap kriteria soal, maka total skor tinggi adalah 21 pada kriteria KEK.
Menurut Khomsan (2000), pengambilan dapat dikategorikan menjadi:
Cukup : apabila responden mendapat skor 60%
Kurang : apabila responden mendapat skor < 60 %

3. Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang dipengaruhi oleh asupan makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Penilaian status gizi dapat diukur dengan menggunakan IMT dan LILA.
Kriteria objektif untuk IMT menurut Depkes RI 2003 yaitu
(Masyarakat, 2003):
1. Kurus sekali : < 17,0

2. Kurus : 17,0 18,4


3. Normal : 18,5 25,0
4. Gemuk : 25,1 27,0
5. Gemuk sekali : > 27,0
Kriteria objektif untuk LILA yaitu (Supariasa et al., 2001):
1. Risiko KEK : < 23,5 cm
2. Normal : 23,5 cm

BAB III
METODE PENELITITAN

A. Jenis Penelitian
Jenis metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
metode penelitian survei yang bersifat deskriptif dimana dalam hal ini
dimaksudkan untuk menggambarkan pengetahuan tentang masalah gizi dan
status gizi pada remaja putri angkatan 2014 di Jurusan Gizi Poltekkes
Banjarmasin.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin Provinsi
Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua mahasiswa perempuan
angkatan 2014 di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin yang berusia 17 - 20
tahun yang berjumlah 80 orang.
2. Sampel
Besar sampel minimum ditentukan dengan menggunakan rumus
(Notoatmodjo, 2005):
n=

Keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan dengan ketepatan
0,05
Perhitungan:
=
=
=
=
= 66,67 orang
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimum
yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 67 orang. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Jadi jumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 75 responden.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Kuesioner berupa data karakteristik mahasiswi dan kuesioner yang
berisikan mengenai pertanyaan kepadaa responden
2. Timbangan untuk menimbang berat badan
3. Microtoice untuk mengukur tinggi badan
4. Pita LLA untuk mengukur lingkar lengan atas
5. Alat tulis menulis

D. Pengumpulan Data
1. Jenis data
a. Data Primer
Dikumpulkan

data

tentang

karakteristik

mahasiswi.

Data

karakteristik meliputi nama, umur, berat badan, tinggi badan, LLA,


dan wawancara mengenai pengertian, gejala/tanda, penyebab, serta
bahaya/akibat KEK. Data primer dalam proses penelitian diperoleh
melalui wawancara dengan para responden yang menjadi objek
penelitian dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung.
b. Data Sekunder
Data sekunder meliputi jumlah mahasiswi dan jadwal kuliah
Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin yang diperoleh dari bagian
akademik Jurussan Gizi Poltekkes Banjarmasin.
2. Cara pengumpulan data
a. Persiapan
Mengurus surat ijin penelitian di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin.
b. Pelaksanaan Pengumpulan Data
1) Identifikasi subyek penelitian. Untuk memperoleh data tersebut,
peneliti bekerja sama dengan pihak fakultas untuk memperoleh
data yang akurat.
2) Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan responden untuk
berpartisipasi dalam penelitian.
3) Data sekunder yaitu data mengenai mahasiswi angkatan 2014 dan
jadwal perkuliahan semester akhir 2013/2014 Jurusan Gizi

Poltekkes Banjarmasin yang diperoleh dari bagian akademik


Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin.

E. Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data


Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS kemudian data tersebut
disajikan dalam bentuk tabel dan disertai dengan penjelasan.
Setelah kuesioner/ wawancara diisi oleh responden, maka data diolah
melalui tahapan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Data (Editing)

Mengecek kembali apakah isian dalam lembar kuesioner/


wawancara sudah lengkap dan diisi, editing dilakukan ditempat
pengumpulan data.
2. Pemberian Kode (Coding)

Apabila semua data telah terkumpul dan selesai diedit, selanjutnya


dilakukan pengkodean variabel sebelum dipindahkan ke format aplikasi
SPSS 16.
3. Mengentri Data (Entry)

Peneliti memasukkan data yang diperoleh kedalam kategori


tertentu untuk dilakukan analisis data.
4. Membersihkan Data (Cleaning)

Peneliti mengecek kembali data yang sudah di entry apakah ada


kesalahan atau tidak. Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk
tabel, grafik, dan narasi untuk membahas hasil penelitian.

F. Analisis Data
Analisis univariat ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
responden yang berupa nama, umur, berat badan, tinggi badan, LILA, dan
pengetahuan mengenai masalah gizi. Analisis ini berupa distribusi frekuensi
dan persentase pada setiap variabel dan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel.

G. Diagram Alur Penelitian

Mahasiswi di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin angkatan


2012,2013, dan 2014.
(Terlebih dahulu mengambil jadwal mata kuliah dan nama
mahasiswi di bagian akademik Jurusan Gizi Poltekkes
Banjarmasin kemudian menyesuaikan dengan waktu luang dari
setiap kelas dan mendatanginya perkelas)
Pengambilan sampel yang
digunakan dengan purposive
sampling

Wawancara pengetahuan
mengenai masalah gizi dan
pengukuran status gizi

Lembar Scoring Kuesioner/


Hasil Wawancara

Pengolahan Data

Pelaporan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Mei 2013 terhadap
mahasiswi di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin. Dari Penelitian ini
diperoleh data sebagai berikut:
1. Analisis Karakteristik Responden
a. Umur
Tabel 4.1
Distribusi Responden Menurut Umur di JURUSAN GIZI
POLTEKKES BANJARMASIN Tahun 2014

Jumlah

Persentase

(n)

(%)

18

20

26,67

19

40

53,33

20

15

20

Total

75

100

Umur

Sumber : Data Primer, 2014


Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa responden
terbanyak terdapat pada umur 19 tahun yaitu sebesar 40 orang
(53.33%) dan responden yang terendah pada umur 20 tahun yaitu
sebesar 15 orang (20%) responden.
b. Program Studi

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Program Studi di JURUSAN
GIZI POLTEKKES BANJARMASIN Tahun 2014

Jumlah

Persentase

(n)

(%)

D3

35

46,67

D4

40

53,33

Total

75

100

Prodi

Sumber : Data Primer, 2013


Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden
terbanyak terdapat pada prodi d4 yaitu sebesar 40 orang (53,33%)
responden dan responden yang terendah prodi D3 yaitu sebesar 35
orang (46,67%) responden.
2. Analisis Variabel Penelitian
a. Pengetahuan mengenai KEK
Tabel 4.3
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Anemia, KEK, BBLR,
dan ASI Eksklusif di JURUSAN GIZI POLTEKKES
BANJARMASIN Tahun 2014

Jumlah

Persentase

(n)

(%)

Kurang

30

40

Cukup

45

60

TOTAL

75

100

Pengetahuan

KEK

Sumber : Data Primer, 2014


Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa pengetahuan
yang cukup tentang KEK menunjukkan angka tertinggi yaitu 45 orang
dengan persentase 60%

Tabel 4.4
Distribusi Pengetahuan KEK Menurut Program Studi Responden di
JURUSAN GIZI POLTEKKES BANJARMASIN Tahun 2014

Prodi D3
Pengetahuan

Prodi D4

Jumlah

Persentase

Jumlah

Persentase

(n)

(%)

(n)

(%)

Kurang

10

28,57

10

25

Cukup

25

71,43

30

75

Total

35

100

40

100

KEK

Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa pada program D3 dan


D4 Jurusan Gizi, pengetahuan yang cukup menunjukkan angka tertinggi,
yaitu 25 orang dan 30 orang dengan persentase 28,57 % dan 75%
Tabel 4.5
Distribusi Pengetahuan KEK Menurut Jumlah Soal di JURUSAN
GIZI POLTEKKES BANJARMASIN Tahun 201

Prodi D3
Pengetahuan

Kurang

Prodi D4

Cukup

Kurang

Cukup

Soal 1

14,29

30

85,70

10

25

30

75

Soal 2

35

100

30

75

10

25

Soal 3

10

28,57

25

71,43

10

25

30

75

Soal 4

35

100

10

25

30

75

Soal 5

25

71,43

10

28,5

2,5

39

97,5

Soal 6

2,86

34

97,14

2,5

39

97,5

Soal 7

35

100

12,5

35

87,5

KEK

Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa pada


pengetahuan KEK yang kurang terdapat pada soal nomor 2,4,5 dan 7
untuk prodi D3 sedangkan pada Prodi D4 pengetahuan KEK yang
kurang terdapat pada soal nomor 2.
b. Status Gizi (IMT dan LLA)

Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (IMT dan LLA)
Tahun 2014

Status Gizi

Jumlah

Persentase

IMT

(n)

(%)

Kurus sekali

6,67

Kurus

10

13,33

Normal

50

66,67

Gemuk

6,67

Gemuk sekali

6,67

Total

75

100

KEK

6,67

Normal

70

93,33

Total

75

100

LLA

Sumber : Data Primer, 2014


Berdasarkan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa status gizi IMT
responden terbanyak terdapat pada status gizi normal yaitu sebesar 50
orang (66,67%) responden. Pada status gizi LLA terbanyak terdapat
pada LLA normal yaitu 70 orang (93,33%) responden.
Tabel 4.7
Distribusi Status Gizi (IMT dan LLA) Berdasarkan Program Studi
Responden Tahun 2014

Prodi D3

Prodi D4

Status Gizi
Jumlah

Persentase Jumlah Persentase

IMT
(n)

(%)

(n)

(%)

Kurus sekali

5,71

Kurus

14,29

Normal

25

71,43

30

75

Gemuk

5,71

12,5

Gemuk sekali

2,86

2,5

Total

35

100

40

100

KEK

5,71

12,5

Normal

33

94,29

35

87,5

Total

35

100

40

100

LLA

Sumber : Data Primer, 2014


Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa status gizi IMT
responden terbanyak terdapat pada status gizi normal yaitu 71,43%
responden pada prodi D3 dan 75% pada prodi D4 sedangkan
responden yang mengalam malnutrisi sebesar 5,71% responden pada
prodi D3 dan 5% pada prodi D4. Pada status gizi LLA responden
terbanyak terdapat pada status gizi LLA normal yaitu sebesar 94,29%
responden pada prodI D3 dan 87,5% responden pada prodi D4.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini responden terdiri dari 75 responden yang terbagi


atas 3 kategori umur mulai dari 18 tahun 20 tahun. Responden terbanyak
terdapat pada umur 19 tahun yaitu sebesar 40 responden (53,33%) dan
responden yang terendah pada umur 20 tahun yaitu sebesar 15 responden
(20%). Responden merupakan mahasiswi Jurusan Gizi Poltekkes
Banjarmasin dimana responden terbanyak terdapat pada program studi D4
yaitu sebesar 40 responden (53,33%) dan responden pada program studi
D3 yaitu sebesar 35 responden (46,67%).
Pada masa remaja akhir, remaja sudah mantap dan stabil. Remaja
sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang
digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah
hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai
pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru
ditemukannya (Monks, 1999).
2. Pengetahuan mengenai Masalah Gizi
i. Pengetahuan Mengenai Kekurangan Energi Kronik
(KEK)
Kurang Energi Kronis (KEK) adalah suatu keadaan kekurangan
makanan dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan ukuran
Indeks Massa Tubuhnya (IMT) di bawah normal (kurang 18,5 untuk
orang dewasa) (Persagi, 2009).
Pada umumnya proporsi WUS dengan risiko KEK cukup tinggi
pada usia muda (15-19 tahun), dan menurun pada kelompok umur
lebih tua, kondisi ini memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko

KEK cenderung melahirkan bayi BBLR yang akhirnya akan


menghambat pertumbuhan pada usia balita. WUS KEK akan
berdampak pada Ibu Hamil KEK (Bumil KEK) (Wuryani, 2007).
Pengetahuan yang peneliti lihat pada penelitian ini adalah
pengetahuan

responden

(comprehension)
menjelaskan

dimana

secara

benar

sampai
responden
mengenai

pada
dapat

tahap

memahami

mengartikan

pengertian,

atau

gejala/tanda,

penyebab, serta bahaya/akibat dari KEK yang diketahui oleh


responden dan dapat menginterpretasikannya secara benar.
Berdasarkan hasil analisis total pengetahuan mengenai KEK,
diperoleh hasil bahwa dari 75 responden terdapat 45 orang (60%)
responden yang pengetahuannya cukup sedangkan responden yang
pengetahuannya kurang sebesar 30 orang (40%) responden. Hal ini
membuktikan bahwa pengetahuan responden mengenai masalah KEK
sudah cukup baik, pengetahuan responden yang paling baik terdapat
pada pertanyaan mengenai pengertian, gejala/tanda, akibat, dan cara
mengetahui

KEK.

Pengetahuan

responden

yang kurang bisa

diakibatkan dari kurangnya pendidikan kesehatan mengenai masalah


kekurangan energi kronik.
Dan berdasarkan hasil analisis pengetahuan berdasarkan program
studi responden, diperoleh hasil bahwa pada program D3 dan D4
Jurusan Gizi, pengetahuan yang cukup menunjukkan angka tertinggi,
yaitu 25 orang dan 30 orang dengan persentase 28,57 % dan 75%. Hal
ini membuktikan bahwa pengetahuan pada program studi D3 lebih

kurang dibandingkan dengan program studi D4 dalam pengetahuan


mengenai KEK. Dan berdasarkan hasil analisis yang diperoleh bahwa
pada pengetahuan KEK yang kurang terdapat pada soal nomor 2,4,5
dan 7 untuk prodi D3 sedangkan pada Prodi D4 pengetahuan KEK
yang kurang terdapat pada soal nomor 2, dimana soal-soal tersebut
menanyakan mengenai definisi, gejala/tanda, penyebab, akibat, dan
cara mengetahui indikator KEK.
3. Status Gizi (IMT dan LLA)
Status gizi dinilai berdasarkan Imdeks Massa Tubuh (IMT). Klasifikasi
status gizi tersebut dikategorikan normal jika memiliki nilai IMT berkisar
18.5 hingga 25.0 (Masyarakat, 2003).
Status gizi menurut IMT responden yang kurus sekali sebesar 5
responden (6,67%), kurus sebesar 10 responden (13,33%), normal sebesar
50 responden (66,67%), gemuk sebesar 5 responden (6,67%), dan gemuk
sekali sebesar 5 responden (6,67%).
Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak
memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah.
Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, terutama jika
digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi (Supariasa,
dkk., 2001). Responden yang memiliki LLA <23.5 cm (KEK) sebesar 5
responden (6,67%) dan yang normal sebesar 70 responden (93,33%).
Dan berdasarkan hasil analisis status gizi berdasarkan program
studi responden, diperoleh hasil bahwa status gizi IMT responden

terbanyak terdapat pada status gizi normal yaitu 71,43% responden


pada prodi D3 dan 75% pada prodi D4 sedangkan responden yang
mengalam malnutrisi sebesar 5,71% responden pada prodi D3 dan 5%
pada prodi D4. Pada status gizi LLA responden terbanyak terdapat
pada status gizi LLA normal yaitu sebesar 94,29% responden pada
prodI D3 dan 87,5% responden pada prodi D4. Hal ini membuktikan
bahwa baik pada program studi D3 maupun program studi D4
memiliki lebih banyak status gizi IMT maupun status gizi LLA yang
normal.
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa remaja putri di Jurusan Gizi
Poltekkes Banjarmasin lebih banyak yang memiliki status gizi normal baik
berdasarkan IMT maupun berdasarkan LILA. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fanny, dkk (2010) di SMU PGRI Maros
yang menunjukkan bahwa dari 113 sampel, terdapat 64,6% yang status
gizinya tergolong normal.
Pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi
gizi dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi tersebut.
Status gizi normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan
yang telah memenuhi kebutuhan tubuh. Seseorang yang berada dia bawak
ukuran berat badan normal memiliki risiko terhadap penyakit infeksi,
sedangkan seseorang yang berada di atas ukuran normal memiliki risiko
tinggi

penyakit

degeneratif.

Oleh

karena

itu,

diharapkan

lebih

memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi. Sebaiknya memilih

jenis makanan yang sehat dan bergizi sehingga dapat memenuhi


kebutuhan gizi seseorang.
Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat
kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko
melahirkan bayi dengan BBLR, penurunan kesegaran jasmani. Status gizi
baik di usia remaja sangat diperlukan terutama remaja putri agar di masa
kehamilannya nanti sehat dan pertambahan berat badannya adekuat.
Pertumbuhan normal tubuh memerlukan nutrisi yang memadai, kecukupan
energi, protein, lemak dan suplai semua nutrien esensial yang menjadi
basis pertumbuhan (Soekirman, 2006).

C. Keterbatasan Penelitian
Jadwal perkuliahan responden yang sangat beragam sehingga sulit mencari
waktu tepat agar kegiatan penelitian tidak mengganggu proses perkuliahan
responden.

BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
tingkat pengetahuan pada remaja putri tentang KEK sudah cukup tetapi masih
perlu perbaikan lagi, karena masih ada beberapa remaja yang pengetahuannya
kurang di Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin tahun 2014.

B.

Saran
1. Untuk program studi D3 maupun D4 Jurusan Gizi masih diperlukannya
penambahan kompetensi tambahan untuk mata kuliah yang berhubungan
mengenai masalah gizi, dan untuk program studi ilmu gizi diperlukannya
penambahan kompetensi pada mata kuliah gizi kesehatan masyarakat
untuk memperbaiki pengetahuan responden yang kurang. Dimana untuk
pengetahuan mengenai KEK diperlukan pengetahuan mengenai definisi,
gejala/tanda, penyebab, akibat, dan cara mengetahui indikator KEK. Serta
perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi
penyebab rendahnya pengetahuan responden.

DAFTAR PUSTAKA

Вам также может понравиться